Anda di halaman 1dari 5

BIOGRAFI 10 PAHLAWAN NASIONAL

1. Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro lahir di Yogyakarta pada 11


November 1785. Ibunya bernama
R.A.Mangkarawati yang merupakan selir. Dan
ayahnya Bernama Gusti Raden Mas Surojo, yang
naik tahta bergelar Hamengkubuwono III.

Nama asli Pangeran Diponegoro adalah Raden Mas


Mustahar. Ketika ayahnya naik tahta, beliau diberi
gelar pangeran, dan diberi nama Pangeran
Diponegoro.

Sekitar tahun 1825-1830, Jawa Timur melakukan perang besar-besaran melawan


Belanda. Perang diawali dengan tindakan Belanda yang memasang patok di lahan
milik Diponegoro. Belanda juga tidak menghargai adat istiadat setempat dan
memberikan pajak tinggi untuk rakyat. Belanda menggunakan banyak cara untuk
menangkap Pangeran Diponegoro beserta pengikutnya. Bahkan Belanda
menghadiahkan 20.000 gulden untuk orang yang menangkap atau membunuh Pangeran
Diponegoro. Untungnya, para pengikut Pangeran Diponegoro tidak goyah akan
tawaran tersebut.

Belanda berhasil menangkap Pangeran Diponegoro beserta pada 20 April 1830 . Beliau
ditawan di Benteng Amsterdam. Selanjutnya, ia pun dipindahkan ke Makassar. Ia
meninggal pada 8 Januari 1855, dan dimakamkan di Makassar; tempat peristirahatan
terakhirnya.
2. Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dien lahir di Lampadang, Kerajaan Aceh pada


tahun 1848, dari keluarga bangsawan yang taat dalam
beragama. Keluarga dari Cut Nyak Dien bertempat tinggal di
Aceh Besar, wilayah VI Mukim. Saat kecil, Cut Nyak Dien
dikenal sebagai seorang gadis yang cantik dan pintar. Jadi,
banyak lelaki yang menyukainya. Ketika dirinya berusia 12
tahun, ia dinikahkan dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga.

Pada tahun 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh.


Sampai suatu saat Belanda berhasil menguasai wilayah VI
Mukim, Ibrahim bertekad untuk merebut kembali wilayah
tersebut. Tetapi, ia gugur. Karena kehilangan suaminya, Cut
Nyak Dien ingin membalas dendam kepada Belanda.

Setelah kematian suaminya, Cut Nyak Dien dilamar oleh


Teuku Umar. Awalnya Cut Nyak Dien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkan
Cut Nyak Dien untuk bertempur, akhirnya Cut Nyak Dien menerima pinangan Teuku Umar.

Pada tahun 1875, Teuku Umar mencoba untuk mendekati Belanda. Hal tersebut berlanjut
dengan Teuku Umar beserta pasukannya pergi untuk “menyerahkan diri” kepada Belanda
pada 30 September 1893.Strategi Teuku Umar berhasil sehingga Belanda menjadikan Teuku
Umar sebagai komandan unit pasukan Belanda yang memiliki kekuasaan penuh.Saat
memiliki kekuatan yang cukup besar, Teuku Umar mengumpulkan pasukan orang Aceh.
Lalu, mereka mengambil perlengkapan senjata dari Belanda.

Mengetahui bahwa telah dikhianati, Belanda marah dan berusaha untuk menangkap Cut Nyak
Dien dan Teuku Umar. Belanda menyewa orang Aceh untuk memata-matai Teuku Umar.
Hingga Belanda mendapat informasi bahwa Teuku Umar akan meyerang Meulaboh.
Sehingga, Teuku Umar mati karena tertembak peluru.

Cut Nyak Dien tetap memimpin perlawanan terhadap Belanda di daerah pedalaman
Meulaboh dengan pasukan kecilnya. Pasukan Cut Nyak Dien terus bertempur hingga kalah
pada 1901. Cut Nyak Dien juga sudah semakin tua. Beliau ditangkap dan dipenjarakan oleh
Belanda, karena seorang pengawal Cut Nyak Dien membocorkan lokasi markas Cut Nyak
Dien. Beliau menginggal pada 1908.
3. Tuanku Imam Bonjol

Tuanku Imam Bonjol memiliki nama asli


Muhammad Shahab dan lahir pada 1772 di
Bonjol. Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat,
Tuanku Imam Bonjol memperoleh banyak gelar.

Tuanku Imam Bonjol dipercaya untuk menjadi


pemimpin dan panglima perang. Perang Padri
merupakan cara Kaum Padri (Kaum Ulama) untuk
menentang perbuatan-perbuatan yang tidak baik
dan waktu itu sering dilakukan khalayak banyak
(Kaum Adat). Perang terjadi pada 1803-1833,
karena Kaum Adat tidak setuju.

Ketika kesulitan, Kaum Adat meminta bantuan kepada Belanda pada 1821 yang justru
mempersulit keadaan, sehingga pada1833 Kaum Adat dan Kaum Padri bersatu
melawan Belanda.

Pada Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol diundang Belanda ke Palupuh untuk
berunding. Saat tiba, Tuanku Imam Bonjol langsung ditangkap dan diasingkan ke
Cianjur. Lalu dipindahkan ke Ambon dan akhirnya ke Lotak. Beliau meninggal dunia
pada tanggal 8 November 1864.
4. R.A. Kartini

Raden Adjeng Kartini lahir di Jepara, pada 21 April


1879. Ia merupakan wanita pribumi yang sangat suka
dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kartini
gemar membaca dan menulis. Tetapi, Kartini
bersekolah hanya sampai sekolah dasar karena harus
dipingit. Walau begitu, Kartini mulai belajar baca tulis
bersama teman sesama perempuannya lewat surat
menyurat. Saat itu Kartini juga belajar bahasa Belanda.

Hingga suatu saat, Kartini berencana untuk memajukan


wanita-wanita Indonesia. Ia mendirikan sekolah
Kartini pada tahun 1912 di Semarang. Lalu memiliki
banyak cabang di berbagai tempat seperti Surabaya,
Malang, Yogyakarta, dll.
Kartini meninggal 4 hari setelah melahirkan anak pertamanya, di usia 25 tahun.

5. Kapitan Pattimura

Pattimura lahir pada 8 Juni 1783. Ayah bernama Frans Matulesi, sedangkan ibunya
bernama Fransina Silahoi. Ia adalah pahlawan yang berjuang melawan VOC Belanda.

Pada tanggal 16 Mei 1817, peperangan melawan Belanda terjadi dibawah pimpinan
Pattimura. Mereka berhasil merebut benteng Duurstede. Rakyat Saparua di bawah
kepemimpinan Kapitan Pattimura tersebut berhasil merebut benteng Duurstede.

Belanda tidak mau menyerah. Mereka mengirim lebih banyak pasukan dengan senjata
yang lebih modern untuk merebut kembali benteng Duurstede. Pasukan Pattimura
kewalahan dan mundur. Akhirnya, pasukan Pattimura hanya dapat menguasai benteng
selama 3 bulan.

Pasukan Belanda yang dikirim kemudian untuk merebut kembali benteng itu juga
dihancurkan pasukan Kapitan Pattimura. Alhasil, selama tiga bulan benteng tersebut
berhasil dikuasai pasukan Kapitan Patimura. Namun, Belanda tidak mau
menyerahkan begitu saja benteng itu. Belanda kemudian melakukan operasi besar-
besaran dengan mengerahkan pasukan yang lebih banyak dilengkapi dengan
persenjataan yang lebih modern. Pasukan Pattimura akhirnya kewalahan dan terpukul
mundur.

Kapitan Pattimura dan beberapa pasukannya berhasil ditangkap Belanda dan dibawa
ke Ambon. Ia dibujuk untuk bekerja sama dengan Belanda, tetapi selalu ditolak oleh
Pattimura. Pada akhirnya, Pattimura dihukum gantung pada 16 Desember 1817 di
Ambon.

Anda mungkin juga menyukai