1. Sultan Hasanuddin
Pahlawan nasional satu ini memiliki julukan “Ayam Jantan dari Timur”.
Dia adalah Pahlawan Nasional asal Sulawesi Selatan, dan merupakan
putra kedua dari Sultan Malikussaid. Beliau lahir di Makassar, 12 Januari
1631.
Setelah diangkat menjadi Raja Gowa ke-16 pada November 1653,
Sultan Hasanuddin lantas meneruskan perjuangan sang ayah melawan
Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC yang sudah melakukan
praktik monopoli perdagangan.
Perlawanan Kerajaan Gowa tentu saja membuat VOC yang dipimpin oleh
Laksamana Cornelis Speelman dengan kekuatan mutakhirnya berang.
Sultan Hasanuddin berhasil menyatukan beberapa kerajaan kecil untuk
membantunya melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Sebagai raja dari sebuah kerajaan Islam dengan sendirinya beliau untuk
pembangunan perekonomian sangat besar. Selama menjadi Raja Aceh,
Sultan Iskandar Muda menunjukkan sikap anti penjajahan asing dan
sikap ini nampak terwujud di dalam menghadapi bangsa-bangsa asing
yang datang ke Aceh.
Melawan Belanda, yang pada waktu itu VOC menerapkan monopoli yang
merugikan Banten, namun Sultan Ageng Tirtayasa menolak perjanjian
perdagangan dengan VOC dan menjadikan pelabuhan Banten sebagai
pelabuhan terbuka, sehingga Banten tidak mengalami kerugian.
4. Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro adalah putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono III
memiliki nama asli Raden Mas Ontowiryo, lahir pada 11 November 1785
di Yogyakarta. Sosok Pangeran Diponegoro dikenal secara luas karena
memimpin Perang Diponegoro atau disebut sebagai Perang Jawa karena
terjadi di tanah Jawa. Perang ini merupakan salah satu pertempuran
terbesar yang pernah dialami oleh Belanda selama masa
pendudukannya di Nusantara.
5. Pattimura
Cut Nyak Dien termasuk keturunan dari bangsawan Aceh. Beliau lahir
tahun 1848 di kampung Lam Padang Peukan Bada, wilayah VI Mukim,
Aceh Besar. Semasa kecil, Cut Nyak Dien dikenal sebagai gadis yang
cantik. Kecantikan itu semakin lengkap dengan pintarya Cut Nyak Dien
dalam bidang pendidikan agama.
Motif dari kegigihan Cut Nyak Dien terhadap Belanda adalah untuk
membalas kematian suaminya yang gugur akibat perang. Perjuangannya
pun akhirnya membawa ia kepada Teuku Umar, seorang laki-laki yang
akhirnya menjadi suami kedua beliau.
3. Dewi Sartika
Dewi sartika lahir dari keluarga Priyayi sunda ternama, yaitu R. Rangga
Somanegara (ayah) dan R. A. Rajapermas (Ibu). Ayahnya adalah seorang
pejuang kemerdekaan hingga akhirnya sang ayah dihukum dibuang ke
Pulau Ternate oleh pemerintah Hindia Belanda hingga meninggal disana.
Meski pada saat itu melanggar adat istiadat, orang tua Dewi Sartika
bersikukuh menyekolahkannya ke sekolah Belanda.
Perjuangan Dewi Sartika untuk mendirikan sekolah tidak sia-sia, ia
dibantu oleh kakeknya yang bernama R.A.A.Martanegara, dan Den
Hamer yang menjabat sebagai Inspektur Kantor Pengajaran ketika itu.
Pada tahun 1904 ia berhasil mendirikan sebuah sekolah yang dinamai
«Sekolah Isteri». Sekolah isteri terus mendapat perhatian positif dari
masyarakat. Murid-murid bertambah menjadi banyak, bahkan hingga
ruang kepatihan Bandung yang sebelumnya dipinjam juga sudah tidak
lagi cukup untuk menampung murid-murid.
Untuk mengatasinya, sekolah isteri akhirnya dipindahkan ke tempat
yang lebih luas. Maka dari itulah pelajaran yang berhubungan dengan
pembinaan rumah tangga banyak pula ia berikan di dalam mengajar.
Untuk menutupi biaya operasional sekolah, ia membanting tulang
mencari dana, jerih payahnya tidak dirasakan sebagai beban, tapi
berganti menjadi kepuasan batin karen aia telah berhasil mendidik
kaumnya. Ssalah satu semangat yang dimilikinya yaitu dorongan dari
berbagai pihak terutama dari Raden Kanduruan Agah Surawinata
suaminya, yang telah banyak membantunya mewujudka perjuangan,
baik tenaga maupun pemikiran.
4. Cut Meutia