Anda di halaman 1dari 6

GAMBAR PAHLAWAN DAN PENJELASANNYA

Sultan Baabullah

Sultan Baabullah merupakan putera Sultan Khairun yang lahir pada 10 Februari 1528 M. Ibunya
adalah permaisuri Boki Tanjung, puteri Sultan Alauddin I dari Bacan. Sultan Babullah
merupakan sultan dan penguasa Kesultanan Ternate ke-24 sepeninggala ayahnya yang berkuasa
antara tahun 1570 - 1583. Sultan Baab dikenal sebagai sultan Ternate dan Maluku terbesar
sepanjang sejarah, karena berhasil mengalahkan Portugis. Ia berhasil mengantarkan Ternate ke
puncak keemasan di akhir abad ke-16.
Pada masa kepemimpinannya Sultan Baabullah mamapu melebarkan kekuasaannya hingga 72
pulau berpenghuni yang meliputi pulau–pulau di nusantara bagian timur, Mindanao selatan dan
kepulauan Marshall. Beliau juga menyebarkan Islam di daerah-daerah tersebut setelah mengusir
penjajah Portugis.

Sultan Iskandar Muda

Sultan Iskandar Muda merupakan Raja paling berpengaruh pada Kerajaan Aceh. Ia lahir
di Aceh pada tahun 1593. Nama kecilnya adalah Perkasa Alam. Dari pihak ibu, Sultan Iskandar
Muda merupakan keturunan dari Raja Darul-Kamal, sedangkan dari pihak ayah ia merupakan
keturunan Raja Makuta Alam, Ibunya bernama Putri Raja Indra Bangsa, atau nama
lainnya Paduka Syah Alam, yang merupakan anak dari Sultan Alauddin Riayat Syah, Sultan
Aceh ke-10.

Sultan Hasanuddin

Beliau lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 dan meninggal di Makassar,
Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun, adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan
nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng
Mattawang Karaeng Bonto Mangepe.
Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri
Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Oleh Belanda ia di
juluki sebagai Ayam Jantan Dari Timur atau dalam bahasa Belanda disebut de Haav van de
Oesten karena keberaniannya melawan penjajah Belanda. Beliau diangkat menjadi Sultan ke 6
Kerajaan Gowa dalam usia 24 tahun (tahun 1655). Menggantikan ayahnya Sultan Malikussaid
yang wafat.

Sultan Ageng Tirtayasa

Beliau diketahui lahir di Banten pada tahun 1631. Sejak kecil beliau memiliki banyak nama
namun nama kecil Sultan Ageng Tirtayasa adalah Abdul Fatah atau Abu al-Fath Abdulfattah.
Ayahnya bernama Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad yang merupakan sultan Banten dan ibunya
bernama Ratu Martakusuma.
Sultan Ageng Tirtayasa masih memiliki darah keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon
melalui anaknya Sultan Maulana Hasanuddin. Diketahi bahwa Sunan Gunung Jati merupakan
pendiri dari Kesultanan Banten. Sejak kecil sebelum diberi gelar Sultan Ageng Tirtayasa, Abdul
Fatah diberi gelar Pangeran Surya.
Beliau diangkat sebagai Sultan Muda dengan gelar Pangeran Dipati ketika ayahnya Sultan Abu
al-Ma'ali Ahmad wafat. Abdul Fatah atau pangeran Dipati merupakan pewaris tahta kesultanan
Banten. Namun saat ayahnya wafat belum belum menjadi sultan sebab kesultanan Banten ketika
itu kembali dipimpin oleh kakeknya Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qadir.

Kapitan Pattimura

Ayah Pattimura bernama Frans Matulessy dan ibunya bernama Fransina Tilahoi, Pattimura lahir
pada tanggal 8 Juni 1783, di wilayah bernama Haria di daerah Saparua, Maluku Tengah menurut
versi pemerintah Indonesia. M. Sapija yang menulis buku mengenai Sejarah Perjuangan
Pattimura (1954), mengatakan bahwa Pattimura lahir di daerah bernama Hualoy, Seram Selatan,
ia menulis :

"...Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina
(Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura
Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahualu. Sahualu bukan nama orang tetapi
nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan - M. Sapija (1954).
Christina Martha Tiahahu

Christina lahir pada tanggal 4 Januari 1800 di Nusa Laut, Maluku. Saat masih sangat belia, ia
sudah ikut berjuang melawan penjajah Belanda. Ia berjuang bersama dengan rakyat Nusa Laut
yang dipimpin oleh Kapitan Paulus Tiahahu, ayah Christina. Dari teladan ayahnya, Christina
tumbuh menjadi gadis pemberani yang tegar.

Pangeran Diponegoro

Beliau dilahirkan di Yogyakarta, 11 November 1785. Ia meninggal pengasingannya di


Makassar, Sulawesi Selatan pada tanggal 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun. Beliau adalah
salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia.
Pangeran Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di
Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan
(selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang
berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Bendoro Raden Mas Ontowiryo.

Tuanku Imam Bonjol

uanku Imam Bonjol lahir di Bonjol pada tahun 1772, nama aslinya adalah Muhammad Shahab.
Ia lahir dari pasangan Bayanuddin dan Hamatun. Ayahnya adalah seorang alim ulama dari
Sungai Rimbang, Suliki. Imam Bonjol belajar agama di Aceh pada tahun 1800-1802, dia
mendapat gelar Malin Basa.
Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat setempat, Tuanku Imam Bonjol memperoleh beberapa
gelar, antara lain yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku nan Renceh dari
Kamang, Agam sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan yang menunjuknya
sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol. Ia sendiri akhirnya lebih dikenal
masyarakat dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.
Teuku Umar

Teuku Umar (Meulaboh, 1854 - Meulaboh, 11 Februari 1899) adalah pahlawan


kemerdekaan Indonesia yang berjuang dengan cara berpura-pura bekerjasama dengan Belanda.
Ia melawan Belanda ketika telah mengumpulkan senjata dan uang yang cukup banyak.
Teuku Umar yang dilahirkan di Meulaboh Aceh Barat pada tahun 1854, adalah anak
seorang Uleebalang bernama Teuku Achmad Mahmud dari perkawinan dengan adik perempuan
Raja Meulaboh. Umar mempunyai dua orang saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki.

Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien lahir pada tahun 1848 di Aceh Besar di wilayah VI Mukimm, ia terlahir dari
kalangan keluarga bangsawan. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, seorang uleebalang, yang
juga mempunyai keturunan dari Datuk Makhudum Sati.
Datuk Makhudum Sati datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh
Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh sebab itu, Ayah dari Cut Nyak Dhien merupakan keturunan
Minangkabau. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar.

Cut Nyak Meutia

Cut Nyak Meutia dilahirkan di Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, tahun 1870, beliau adalah salah
satu Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Aceh selain Cut nyak dhien.
Cut Meutia mulai melawan Belanda pada saat menjadi istri dari Teuku Chik Muhammad atau
yang lebih dikenal dengan nama Teuku Chik Di Tunong. Namun pada bulan Maret 1905, Chik
Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum
meninggal, Teuku Chik Di Tunong berpesan kepada sahabatnya Pang Nanggroe agar mau
menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi.
Sisingamangaraja XII

Sisingamangaraja XII dalam biografi hidupnya, terlahir dengan nama Patuan Bosar Ompu
Boru Situmorang. Pada 1867, ayahnya meninggal akibat penyakit kolera. Kemudian, ia
diangkat menggantikan ayahnya menjadi raja dengan bergelar Sisingamangaraja XII. Pada awal
masa pemerintahannya, kegiatan pengembangan agama Kristen yang dipimpin
oleh Nommensen dari Jerman sedang berlangsung di Tapanuli. Belanda ikut masuk dengan
berlindung di balik kegiatan tersebut. Namun, lambat laun Belanda mulai menunjukkan itikad
tidak baik dan bermaksud ingin menguasai wilayah kekuasaan Sisingamangaraja XII.
Sisingamangaraja XII kemudian mengadakan musyawarah bersama raja-raja dan panglima
daerah Humbang, Toba, Samosir, dan Pakpak. Kemudian, ketegangan antara Belanda dan
Sisingamangaraja meningkat hingga menimbulkan konflik. Upaya jalan damai sudah tidak dapat
lagi ditempuh.

Pangeran Antasari

Pangeran Antasari merupakan seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Pangeran Antasari adalah
putra dari pasangan Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman dan Pangeran Masohut (Mas’ud) bin
Pangeran Amir yang lahir pada tahun 1797 atau 1809 di Kayu Tangi, Banjar, Kabupaten Banjar,
Kalimantan Selatan. Pangeran Antasari meninggal dunia pada 11 Oktober 1862 (53 Tahun) di
Bayan Begok, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.
Pada 14 Maret 1862, didepan kepala suku dayak dan dan Adipati penguasa wilayah dusun Atas,
Kapuas dan Kahayan yakni Tumenggung Surapati/ Tumenggung Yang Pati Jaya Raja, Pangeran
Antasari ditunjuk sebagai pimpinan tertinggi Kesultanan Banjar atau menjadi Sultan Banjar
dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.
Pada tanggal 23 Maret 1968, berdasarkan SK No. 06/TK/1968 oleh pemerintah Republik
Indonesia, Pangeran Antasari diberi gelar Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan.
I Gusti Ngurah Rai

I Gusti Ngurah Rai, adalah pahlawan nasional dari daerah Bali. Terkenal dengan gagasan
perangnya yakni Puputan Margarana yang berarti perang secara habis-habisan di daerah
Margarana (Kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali). Memiliki darah pejuang dengan
tanah kelahiran Badung, Bali pada 30 Januari 1917. Ia merupakan anak camat yang bernama I
Gusti Ngurah Palung. Hal ini pula yang menjadikan ia berkesempatan untuk bersekolah formal
di Holands Inlandse School (HIS). Untuk mengenal lebih mendalam,

Anda mungkin juga menyukai