Anda di halaman 1dari 11

Sejarah Perang Diponegoro: Penyebab, Kronologi, dan Dampak

Lihat Foto Lukisan Pangeran Diponegoro memimpin pertempuran karya Basoeki Abdullah.
Perlawanan yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro terhadap pemerintah kolonial Belanda
menjadi salah satu catatan sejarah yang dikenal dengan sebutan Perang Diponegoro. Sebutan
Perang Diponegoro diberikan karena pemimpin perlawanan ini adalah Pangeran Diponegoro.
Disebut sebagai juga sebagai Perang Jawa karena peristiwa ini terjadi di tanah Jawa. Perang
Diponegoro atau Perang Jawa bahkan disebut sebagai salah satu bagian perubahan yang besar di
dunia pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19.
Strategi Belanda untuk Menangkap Pangeran Diponegoro Sejarah mencatat bahwa Perang
Diponegoro telah menewaskan ratusan ribu rakyat Jawa dan puluhan ribu serdadu Belanda.
Perang Diponegoro juga menjadi satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh Belanda
selama masa pendudukannya di Indonesia.
Penyebab Perang Diponegoro Penyebab Perang Diponegoro atau Perang Jawa adalah sikap
Pangeran Diponegoro yang tidak menyetujui campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan. Di
sisi lain, kerajaan seakan tidak berdaya menghadapi campur tangan politik pemerintah kolonial,
namun kalangan keraton justru hidup mewah dan tidak memperdulikan penderitaan rakyat.
Kondisi para petani lokal menderita akibat penyalahgunaan penyewaan tanah juga menjadi salah
satu faktor yang membuat Pangeran Diponegoro geram. Kekecewaan Pangeran Diponegoro
memuncak ketika Patih Danureja atas perintah Belanda memasang tonggak-tonggak untuk
membuat rel kereta api melewati makam leluhurnya. Pangeran Diponegoro yang muak dengan
sikap Belanda kemudian menciptakan sebuah gerakan perlawanan dan menyatakan sikap perang.
Kronologi Perang Diponegoro Perang Diponegoro berlangsung selama lima tahun yaitu dari
tahun 1825 hingga tahun 1830. Hal ini bermula dari peristiwa pada 20 Juli 1825, di mana pihak
istana mengutus dua bupati keraton senior yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk
menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo. Saat itu Pangeran Diponegoro
dan sebagian besar pengikutnya berhasil lolos, namun kediamannya di Tegalrejo habis dibakar.
Pangeran Diponegoro bergerak ke barat hingga ke Gua Selarong di Dusun Kentolan Lor,
Guwosari, Pajangan, Bantul sebagai markas besarnya. Perang Diponegoro melibatkan berbagai
kalangan, mulai dari kaum petani hingga golongan priyayi yang menyumbangkan uang dan
barang-barang berharga lainnya sebagai dana perang. Kaum pribumi terlibat dengan berbekal
semangat “Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati” yang berarti "sejari kepala sejengkal
tanah dibela sampai mati”.
Dalam perjuangan ini, Pangeran Diponegoro tidak sendiri, namun dibantu Kyai Mojo yang juga
menjadi pemimpin spiritual pemberontakan. Pangeran Diponegoro juga berkoordinasi dengan
I.S.K.S. Pakubuwono VI serta Raden Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati Gagatan. Hanya
dalam waktu tiga minggu setelah penyerbuan Tegalrejo, pasukan Diponegoro sudah bisa
melakukan penyerangan dan berhasil menduduki keraton Yogyakarta. Keberhasilan ini disusul
dengan kemenangan di beberapa daerah pada tahun-tahun awal berkobarnya Perang Diponegoro.
Pergerakan pun meluas ke daerah Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang, dan Rembang.
Kemudian ke arah timur mencapai Madiun, Magetan, Kediri, dan sekitarnya. Meluasnya gerakan
perlawanan yang dicetuskan Pangeran Diponegoro disebut mampu menggerakkan kekuatan di
seluruh Jawa. Selama perang, Pangeran Diponegoro menerapkan strategi perang gerilya dan
perang atrisi (penjemuan). Pada puncak peperangan di tahun 1827, Belanda mengerahkan lebih
dari 23.000 orang serdadu yang menjadi suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bagi
Belanda, Perang Diponegoro adalah perang terbuka dengan mengerahkan berbagai jenis
pasukan, mulai dari pasukan infanteri, kavaleri, dan artileri, yang berlangsung dengan sengit. Di
tahun yang sama, pasukan Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan
menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai
Mojo ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan Alibasah Sentot Prawirodirjo
menyerahkan diri kepada Belanda. Bahkan pada 21 September 1829, Belanda sempat membuat
sayembara dengan hadiah hadiah sebesar 50.000 Gulden, beserta tanah dan penghormatan bagi
siapa saja yang dapat menangkap Pangeran Diponegoro hidup atau mati.
Pada 16 Februari 1830, memperhatikan posisinya yang lemah akhirnya Pangeran Diponegoro
setuju untuk bertemu dengan utusan Jenderal De Kock, yakni Kolonel Jan Baptist Cleerens. Pada
20 Februari 1830, pertemuan antara kedua belah pihak tidak menghasilkan kesepakatan dan
Pangeran Diponegoro menyatakan ingin bertemu langsung dengan Jenderal De Kock. Walau
pertemuan dengan Jenderal De Kock terjadi beberapa kali, namun mata-mata yang ditanamkan
di kesatuan Diponegoro melaporkan bahwa Pangeran Diponegoro tetap bersikeras mendapatkan
pengakuan Belanda sebagai sultan Jawa bagian selatan Akhirnya pada 25 Maret 1830, Jenderal
De Kock memerintahkan Letnan Kolonel Louis du Perron dan Mayor A.V Michiels untuk
mempersiapkan perlengkapan militer dan merencanakan penangkapan Diponegoro. Pada tanggal
28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Pada
akhirnya, setelah pengkhianatan tersebut Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia
menyerahkan diri dengan syarat sisa pengikutnya dilepaskan. Penyerahan diri Pangeran
Diponegoro pun menandai berakhirnya Perang Diponegoro atau perang Jawa pada tahun 1830.
Setelah ditangkap di Magelang, Pangeran Diponegoro sempat diasingkan di Gedung
Karesidenan Semarang yang berada di Ungaran, sebelum dibawa ke Batavia pada 5 April 1830
dengan menggunakan kapal Pollux. Pangeran Diponegoro tiba di Batavia pada 11 April 1830
dan ditawan di stadhuis (Gedung Museum Fatahillah). Dari Batavia, Pangeran Diponegoro
kemudian dipindahkan ke Manado pada 30 April 1830 dan tiba pada 3 Mei 1830 untuk
kemudian ditawan di Benteng Nieuw Amsterdam. Pada 1834, Pangeran Diponegoro dipindahkan
ke Makassar dan terus diasingkan hingga wafat di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Dampak Perang Diponegoro Perang Diponegoro terjadi selama lima tahun dan menimbulkan
dampak yang sangat besar. Berikut ini beberapa dampak Perang Diponegoro: Menelan korban
tewas sebanyak 200.00 jiwa penduduk Jawa Menelan korban tewas di pihak Belanda berjumlah
8.000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi. Kekalahan Pangeran Diponegoro menegaskan
penguasaan Belanda atas Pulau Jawa Raja dan bupati Jawa tunduk kepada Belanda

Perang Kedaerahan Kedatangan penjajah yang merugikan rakyat Indonesia


memicu perlawanan mengusir penjajah yang terjadi di berbagai daerah. Sebelum
timbulnya pergerakan nasional, banyak terjadi perlawanan mengusir penjajah yang bersifat
kedaerahan. Puncak perlawanan yang dilakukan rakyat Indonesia berlangsung pada abad ke-19.
Pada abad ini, seluruh daerah di Indonesia menentang pemerintah Hindia Belanda. Namun
sayang, perlawanan mengusir penjajah di tiap daerah kebanyakan mengalami kegagalan. Apa
penyebab kegagalan perlawanan mengusir penjajah yang dilakukan secara kedaerahan? Kita
pelajari bersama, yuk!

6 Contoh Perlawanan Mengusir Penjajah dan Penyebab Kegagalannya

1. Perang Padri di Sumatra Barat Perang Padri merupakan perlawanan yang sangat menyita
biaya dan tenaga yang sangat besar bagi rakyat Sumatra Barat dan juga Belanda. Saat itu, rakyat
Sumatra Barat merupakan persatuan antara kaum padri atau ulama dengan kaum adat ditambah
lagi datangnya bantuan dari Aceh yang membuat Belanda kesulitan. Nah, Belanda kemudian
menerapkan sistem pertahanan benteng stelsel. Belanda menjadikan benteng Fort de Kock di
bukit tinggi dan Benteng Fort van der Cappelen menjadi benteng pertahanannya. Penerapan
sistem pertahanan benteng stelsel oleh Belanda ternyata berhasil menuai kemenangan yang
ditandai dengan jatuhnya benteng pertahanan terakhir Padri di Bonjol tahun 1837.

Kemudian Tuanku Imam Bonjol ditangkap dan diasingkan ke berbagai daerah di Indonesia,
seperti Priangan, Ambon, dan Manado. Perang Padri pun dianggap selesai dengan kemenangan
jatuh ke pihak Kolonial Belanda, sementara Tuanku Tambusai bersama sisa-sisa pengikutnya
terpaksa pindah ke Negeri Sembilan di Semenanjung Malaya. Kerajaan Pagaruyung akhirnya
menjadi bagian Pax Netherlandica di bawah kendali Hindia Belanda. Penyebab kegagalan
Perang Padri adalah kurangnya senjata, senjata yang kurang modern, dan kurangnya pasukan.

2. Perang Saparua di Ambon Perang Saparua merupakan bentuk perlawanan rayat Ambon
terhadap pemerintahan Hindia Belanda di Ambon saat itu. Rakyat Ambon dipimpin oleh Thomas
Matulesi atau yang kita kenal dengan nama Kapten Pattimura. Selain itu juga ada pahlawan
wanita Indonesia yang juga ikut berperang bersama Pattimura yaitu Cristina Martha Tiahahu.
Akan tetapi, perlawanan Pattimura bisa diatasi oleh Hindia Belanda dengan datangnya pasukan
pembantu dari Jakarta. Penyebab kegagalan perang Saparua adalah kekalahan dalam jumlah
pasukan dan senjata perang.

3. Perang Aceh Perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda mengakibatkan gugurnya Jendral
Kohler dan kegagalan sistem pertahanan benteng stelsel. Saat itu, Belanda kewalahan dalam
menghadapi perlawanan fisik rakyat Aceh hingga mereka mengutus Dr. Snouck Hurgroje untuk
menyamar dan mencari tahu kelemahan rakyat Aceh. Belanda kemudian menemukan cara untuk
mengalahkan perlawanan rakyat Aceh dengan politik adu domba antara golongan bangsawan
dan ulama Aceh. Penyebab kegagalan perang Aceh adalah adanya adu domba dari golongan
bangsawan, sehingga memecah belah persatuan rakyat Aceh.

4. Perang Diponegoro Perang Diponegoro berlangsung pada 1825 sampai 1830 yang menjadi
salah satu perang besar yang dihadapi oleh Belanda. Perang Diponegoro dipicu adanya campur
tangan Belanda dalam urusan politik Kerajaan Yogyakarta. Pada Mei 1825, dibangun jalan baru
Belanda memasang patok-patok di tanah leluhur Diponegoro. Kemudian patok tersebut dicabut
oleh pengikut Diponegoro. Perang pecah pada 20 Juli 1825 di Tegalrejo dengan diutusnya
serdadu Belanda untuk menangkap Diponegoro. Tegalrejo yang menjadi markas pengikut
Diponegoro berhasil direbut dan dibakar oleh Belanda. Pada 1830, Diponegoro bersedia
berunding dengan Belanda di Magelang. Ternyata perundingan tersebut hanya menjadi tipuan
dan Diponegoro akhirnya ditangkap dan diasingkan ke Manado. Kegagalan perang Diponegoro
adalah karena Diponegoro ditipu Belanda, serta senjata pengikutnya dilucuti.

5. Perang Sisingamangaraja di Sumatra Utara Perlawanan rakyat Sumatra Utara terhadap


Belanda dilakukan oleh Sisingamangaraja XII yang berlangsung selama 24 tahun. Pertempuran
ini berawal dari serangan ke pusat pertahanan Belanda pada 1877 dan berakhir dengan
pengepungan benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak. Penyebab kegagalan Perang
Sisingamaraja adalah kurangnya pasukan serta persenjataan perang.

6. Perang Banjar Perlawanan mengusir penajajah yang terakhir adalah Perang Banjar yang
disebabkan campur tangan Belanda dalam pergantian raja di Kerajaan Banjarmasin. Perlawanan
rakyat Banjar dipimpin oleh Pangeran Antasari setelah Belanda menangkap Prabu Anom.
Peperangan pecah di Kalimantan dengan datangnya pasukan bantuan bagi Belanda yang
membuat pasukan Pangeran Antasari terdesak. Perang ini benar-benar selesai pada 1866 saat
Pangeran Hidayat yang menjadi Raja Kerajaan Banjarmasin menyerahkan diri ke Belanda.
Penyebab kegagalan perang Banjar adalah kekalahan dalam jumlah pasukan dan senjata. Nah,
itulah 6 contoh bentuk perlawanan mengusir penjajah di masa lampau. Setelah mengalami
banyak kegagalan, Indonesia bisa bersatu dalam peristiwa Pergerakan Nasional melawan
penjajahan.

PERGERAKAN NASIONAL merupakan istilah yang digunakan pada fase sejarah Indonesia
dalam mencapai kemerdekaan. Pergerakan nasional terjadi dalam kurun waktu 1908-1945.
Dalam buku Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia (2015) karya Ahmadin, 1908 dijadikan
sebagai awal pergerakan nasional karena pada masa tersebut perjuangan yang dilakukan rakyat
masuk dalam kategori bervisi nasional. Pergerakan yang dilakukan untuk menentang kaum
penjajah sebelum tahun ini, masih bersifat kedaerahan. Kemudian di 1908 lahir organisasi
modern dengan cita-cita nasional. Istilah pergerakan nasional juga digunakan untuk melukiskan
proses perjuangan bangsa Indonesia dalam fase mempertahankan kemerdekaan. Pergerakan masa
ini untuk membendung hasrat kaum koloni yang ingin kembali merebut kekuasaan Indonesia.
Dalam buku Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan Kemerdekaan (2004) karya
Sudiyo, pergerakan nasional adalah menunjukkan sifat yang lebih aktif dan penuh menanggung
risiko dalam perjuangan.
Munculnya Pergerakan Nasional Pergerakan nasional menjadi wujud protes atas penindasan
kaum kolonial kepada rakyat di Indonesia selama bertahun-tahun. Penyebab terjadinya
pergerakan nasional dibedakan dalam dua kelompok, yaitu: Faktor internal (dalam negeri)
Beberapa faktor penyebab timbulnya pergerakan nasional yang bersumber dari dalam negeri
antara lain: Adanya tekanan dan penderitaan yang berkelanjutan. Rakyat Indonesia harus
melawan penjajah. Adanya rasa senasib yang hidup dalam cengkraman penjajah dan timbul
semangat bersatu membentuk negara. Adanya rasa kedasaran nasional dan harga diri,
menyebabkan kehendak untuk memiliki tanah air serta hak menentukan nasib sendiri. Faktor
eksternal (luar negeri) Beberapa faktor eksternal juga mendorong proses timbulnya pergerakan
nasional, di antaranya: Masuknya paham liberalisme dan human rights Diterapkannya
pendidikan sistem barat dalam pelaksanaan Politis Etis pada 1902. Sehingga menimbulkan
wawasan luas bagi pelajar Indonesia.
Kemenangan jepang terhadap Rusia tahun 1905, yang membangkitkan rasa percaya diri bagi
rakyat Asia-Afrika dan bangkit melawan penjajah. Gerakan Turki Muda pada 1896-1918 yang
bertujuan menanamkan dan mengembangkan nasionalisme Turki. Gerakan Pan-Islamisme yang
ditumbuhkan oleh Djamaluddin al-Afgani yang mematahkan dan melenyapkan imperialisme
barat. Pergerakan nasional di Asia, seperti gerakan Nasionalisme di India, Tiongkok, dan
Philipina. Dalam buku Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia (2012) karya SJ Rutgers, terdapat
beberapa organisasi yang ada selama pergerakan nasional, di antaranya: Budi Utomo Oragnisasi
yang diawali dr. Wahidin Soedirohoesodo yang berkeliling Jawa untuk melakukan sosialisasi
pentingnya pendidikan. Selain itu, terdapat dana pendidikan untuk yang kurang mampu. Dana
tersebut disebut dengan Studie Fond. Pada 1907, Wahidin bertemu denghan Soetomo,
mahasiswa STOVIA dan membentuk organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908. Organisasi ini
merupakan organisasi pertama yang didirikan oleh bangsa Indonesia dan beranggotakan
mahasiswa STOVIA.
Berdirinya organisasi merupakan awal kebangkitan nasional atau pergerakan nasional. Sehingga
ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional. Sarekat Islam Organsiasi tersebut berawal dari
Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan Haji Samanhudi di Solo pada 1905. Organisasi
tersebut dibentuk untuk melindungi pengusaha lokal agar dapat bersaing dengan pengusaha non
lokal dalam dagang batik. Kemudian SDI dirubah menjadi Sarekat Islam (SI) dan diketuai oleh
HOS Tjokroaminoto pada 1912. SI kemudian menjadi besar karena semua orang boleh
bergabung dalam organisasi jika beragam Islam. Namun pada 1921, SI terpecah menjadi dua
kubu yaitu SI Putih dan SI Merah. SI Putih berpusat di Yogyakarta dan SI Merah berpusat di
Semarang. Baca juga: Biografi RA Kartini, Pejuang Emansipasi Perempuan Indische Partij
Didirkan di Bandung pada 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai, yaitu Dr EFE Douwes
Dekker (Danudirja Setiabudi), RM Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), serta dr Tjipto
Mangoenkoesoemo. Indische Partij bertujuan untuk mengembangkan rasa nasionalisme,
menciptakan persatuan antara orang Indonesia dan Bumiputera. Selain itu juga mempersiapkan
kehidupan rakyat yang merdeka. Organisasi tersebut mengkritik pemerintah kolonial Belanda.
Kritikan ditulis oleh RM Suwardi yang berjudul Als ik een Nederlander was (Seandainya aku
seorang Belanda). Sehingga pada 4 Mei 1913, organisasi tersebut dianggap partai terlarang dan
ketiga tokoh tersebut diasingkan ke Belanda. Perhimpunan Indonesia Organisasi yang didirkan
Belanda pada 1908 yang awalnya diberi nama Indische Vereeniging oleh Soetan Kasajangan
Soripada dan RM Noto Suroto. Kemudian 1925 dirubah namanya menjadi Perhimpunan
Indonesia. Istilah Indonesia digunakan untuk menunjukkan identitas diri bangsa dan negara serta
menggantikan kata Hindia Belanda.
Tokoh yang tergabung adalah Mohammad Hatta, Tjipto Mangunkusumo, dan Suwardi
Suryaningrat. Perhimpunan Indonesia berjuang dengan kekuatan sendiri dan tidak meminta
kepada pemerintah kolonial Belanda. Organisasi ini memiliki majalah dengan nama Hindia
Poetra dan menjadi Indonesia Merdeka. Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV)
Didirikan pada 9 Mei 1914 oleh Henk Sneevliet, anggota Partai Buruh Sosial Demokrat Belanda
dan rekannya di Surabaya. Organisasi ini menganut paham Marxisme dan berganti nama menjadi
Partai Komunis Hindia pada 23 Mei 1920. Pada Desember 1920 berubah nama lagi menjadi
Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI diketuai oleh Semaun. Pada tanggal 13 November 1926,
PKI melancarkan pemberontakan di Jawa dan Sumatera yang kemudian dikalahkan oleh kolonial
Belanda. Partai Nasional Indonesia (PNI) PNI merupakan perkumpulan yang dibentuk Soekarno
pada tanggal 4 Juli 1927. PNI bergerak dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial. Setelah
Kongres tahun 1928 di Surabaya, anggotanya semakin meningkat sehingga mengkhawatirkan
pemerintah kolonial. Akhirnya pada 29 Desember 1929 empat tokoh PNI, yaitu Soekarno, Gatot
Mangkoeprodjo, Maskoen, dan Soepriadinata ditangkap dan dihukum oleh Pengadilan Bandung.
Soekarno kemudian menyampaikan pembelaan dengan Indonesia Menggugat.
Latar Belakang Pendudukan Jepang di Indonesia
Latar belakang pendudukan Jepang di Indonesia terkait dengan Perang Dunia II di mana Jepang
mencari sumber daya untuk menunjang keperluan perang. Latar belakang pendudukan Jepang di
Indonesia Perang Dunia II (World War II) terjadi di dua benua. Di Eropa, Nazi Jerman melawan
pasukan Sekutu. Di Asia, Jepang melawan Sekutu. Jerman dan Jepang berpaham fasisme ingin
menguasai negara-negara di dunia. Perang Dunia II di Asia dikenal dengan Perang Pasifik atau
Perang Asia Timur Raya. Jepang berusaha membangun imperium di Asia. Perang Dunia II di
Asia dimulai pada 8 Desember 1941 saat tentara Jepang (Dai Nippon) mendadak menyerang
Pearl Harbor di Hawaii, pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat terbesar di Pasifik. Pasukan
Jepang dipimpin Laksamana Yamamoto bergerak sangat cepat menuju selatan termasuk ke
Indonesia. Setelah Jepang menyerang Pearl Harbor, Gubernur Henderal Hindia Belanda, Alidius
Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer mengumumkan perang dengan Jepang.
Pendaratan Jepang di Indonesia Pasukan Jepang sejak awal berusaha menguasai Indonesia sejak
pecah perang Pasifik. Alasannya, Angkatan Perang Jepang (Dai Nippon) membutuhkan minyak
bumi dan bahan mentah lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan angkatan perangnya. Pada
10 Januari 1942, tentara Jepang telah mendarat di Tarakan, Kalimantan Timur kemudian disusul
dengan penguasaan daerah Balikpapan, Pontianak dan Banjarmasin. Daerah-daerah
pertambangan minyak di Kalimantan dengan mudah dikuasai Jepang. Tentara Jepang bergerak
ke Suamtera, menduduki Palembang pada 14 Februari 1942. Sehingga makin mudah merebut
Pulau Jawa. Tentara Jepang menjalankan siasat perang kilat (Blitz Krieg) untuk mewujudkan
Imperium Asia Timur Raya. Dalam menghadapi ekspansi Jepang, Sekutu membentuk
ABDACOM (American, British, Dutch, Australian Command) dengan markas di Lembang,
Bandung. Sementara itu Letjend Hein Ter Poorten diangkat sebagai Panglima Tentara Hindia
Belanda (KNIL). Namun dalam waktu relatif singkat tentara Jepang dapat menguasai hampir
seluruh kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara.
Pendudukan Jepang di Indonesia Markas besar Kemaharajaan Jepang membentuk tentara umum
selatan, yang meliputi: Tentara ke-14 dipimpin Letjend Honma Masaharu dengan wilayah
operasi di Philipina. Tentara ke-15 dipimpin Letjend Iida Shojiro dengan wilayah operasi di
Thailand dan Burma. Tentara ke-16 dipimpin Letjend Imamura Hitoshi dengan wilayah operasi
di Indonesia (Hindia Belanda). Tentara ke-25 dipimpin Letjend Yamashita Tomoyuki dengan
wilayah operasi di Malaya (Malaysia). Selain itu, terdapat beberapa divisi dalam struktur
pasukan tersebut. Pada 1 Maret 1942, tentara ke-16 Angkatan Darat Jepang yang dipimpin
Letjend Hitoshi Imamura telah mendarat di Pulau Jawa di tiga tempat, yaitu: Di teluk Banten,
Jawa Barat Di Eretan Wetan, Jawa Barat Di Kragan, Rembang, Jawa Barat Tentara Jepang
dengan mudah merebut kota-kota penting di Jawa seperti Batavia, Bandung dan lain-lain. Pada 8
Maret 1942, Letjend Hein Ter Poorten selaku Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda dan
atas nama Angkatan Perang Sekutu di Indonesia menyerah tanpa syarat kepada pasukan Jepang.
Perundingan penyerahan tersebut berlangsung di Kalijati, Subang, Jawa Barat.
Dalam Perundingan Kalijati, dari Jepang diwakili Gubernur Jenderal Imamura, sedangkan dari
pihak Belanda diwakili Gubernur Jenderal Tjarda dan Jenderal Ter Poorten. Pada 8 Maret 1942
dimulai zaman pendudukan Jepang di Indonesia. Baca juga: Dampak Positif Pendudukan Jepang
Alasan pendudukan Jepang di Indonesia Kedatangan tentara Jepang yang mengusir imperialis
Belanda bertujuan bukan untuk membebaskan rakyat Indonesia, tetapi ada maksud tertentu.
Faktor-faktor utama kedatangan Jepang ke Indonesia adalah: Indonesia kaya hasil tambang,
sehingga menunjang untuk keperluan perang. Indonesia terdapat bahan mentah untuk memenuhi
kebutuhan industri dalam negeri Jepang. Indonesia memiliki tenaga manusia atau SDM (man
power) yang banyak sehingga dapat mendukung usaha Jepang. Ambisi Jepang untuk
mewujudkan Hakko Ichi-u yaitu pembentukan imperium yang meliputi bagian besar dunia yang
dipimpin Jepang. Kepentingan migrasi, maksudnya wilayah Jepang yang sempit sedangkan
jumlah penduduk banyak maka dibutuhkan tempat bagi pemerataan penduduk.
Indonesia dalam pendudukan Jepang 1942-1945

Tentara PETA
Pada 8 Desember 1941 Jepang mulai mewujudkan keinginannya untuk mendirikan
Persemakmuran Asia Timur Raya dengan menyerang pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl
Harbour, Kepulauan Hawaii. Serangan tersebut menjadi momentum awal takluknya wilayah
Asia Pasifik ke tangan Jepang. Armada Jepang merapat di pantai utara Jawa Barat dengan tujuan
menguasai kota Bandung sebagai salah satu basis militer Belanda di Indonesia. Pada 8-9 Maret
1942 Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh, Panglima Perang Jenderal Ter
Poorten dan Panglima Perang Jepang Jenderal Imamura bertemu di Kalijati Subang untuk
menandatangani kapitulasi Belanda kepada Jepang. Penandatangan Kapitulasi tersebut menandai
perubahan pemerintahan jajahan dari Belanda ke Jepang. Pemerintah Jepang memanfaatkan
data-data intelijen untuk merancang propaganda yang dapat menarik simpati rakyat Indonesia.
Kultur lokal yang mengaitkan seluruh peristiwa sebagai akibat hal-hal yang berbau metafisis
dipahami benar oleh Jepang, misalnya mengenai ramalan Joyoboyo tentang datangnya bangsa
berkulit kuning yang akan mengusir bangsa kulit putih. Propaganda Jepang menarik perhatian
masyarakat Indonesia, sehingga kedatangannya disambut gembira oleh rakyat.

Propaganda yang disampaikan yaitu menyatakan bahwa Jepang sebagai saudara tua bangsa
Indonesia yang memiliki keinginan untuk membuat kawasan persemakmuran di wilayah Asia
Pasifik, untuk itu dilahirkan Gerakan 3A, yaitu:

1. Jepang Cahaya Asia


2. Jepang Pelindung Asia
3. Jepang Pemimpin Asia
Jepang juga menarik pemuda Indonesia dengan melibatkan menjadi pasukan pembela tanah air
(PETA). Pada 3 Oktober 1943 berdasar Osamu Seirei Nomor 44 Tahun 1943, pemerintahan
Jepang membentuk PETA yang terdiri dari orang-orang Indonesia. PETA dibentuk untuk
menghadapi Sekutu di medan tempur selama Perang Dunia II berlangsung.
Pada 1 Maret 1944 Jepang membentuk Jawa Hokokai dengan pemimpin tertinggi Gunseikan dan
penasihat utama Soekarno . Jawa Hokokai bertujuan menghimpun tenaga lahir dan batin rakyat
Indonesia dengan dasar semangat kebaktian, karena itu Jawa Hokokai menjadi organisasi induk
gabungan dari kumpulan profesi seperti Himpunan Kebaktian Dokter, Himpunan Kebaktian
Pendidik, Organisasi wanita dan Pusat budaya.
Luasnya daerah pendudukan Jepang, menyebabkan Jepang membutuhkan tenaga kerja untuk
membangun sarana pertahanan, seperti lapangan udara, gudang bawah tanah, jalan raya dan
jembatan. Pekerjanya diambil dari desa-desa di Pulau Jawa yang padat melalui sistem kerja
paksa yang dikenal dengan Romusha. Romusha mulai dilaksanakan sejak 1942-1945, untuk
bekerja di wilayah Indonesia serta Asia Tenggara seperti Birma, Muangthai, Vietnam, Malaysia,
dan Serawak.

Romusha awalnya dilakukan secara sukarela dengan tempat kerja tidak jauh dari tempat
tinggalnya, karena terdesak dalam perang Pasifik pengerahan tenaga kerja mulai disertai dengan
paksaan. Setiap kepala keluarga diwajibkan menyerahkan seorang anak lelakinya untuk
berangkat menjadi romusha. Romusha diperlakukan kasar dengan pekerjaan sangat berat,
sementara kebutuhan makanan tidak cukup. Hal ini menjadikan banyak diantara romusha
meninggal di tempat kerja karena sakit, kekurangan makan, kecapaian atau kecelakaan. Akhir
1944 Jepang mulai terdesak dalam Perang Asia Timur Raya, bayang-bayang kekalahan Jepang
mulai nampak karena seluruh garis pertahanan Jepang di Pasifik sudah hancur oleh serangan
sekutu. Pada 1 Maret 1945 dalam situasi kritis, Letnan Jendral Kumakici Harada, pimpinan
pemerintah pendudukan Jepang di Jawa, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-
usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dengan anggota sebanyak 60 orang.
Pembentukan BPUPKI bertujuan menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan negara
Indonesia merdeka. Pengangkatan pengurus BPUPKI diumumkan pada 29 April 1945, dengan
ketua Dokter K.R.T. Radjiman Wediodiningrat. Jabatan ketua muda pertama dijabat
oleh Shucokan Cirebon yang bernama Icibangase. Kepala Sekretariat dijabat oleh R.P. Suroso
dibantu Toyohito Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo.
Pada 7 Agustus 1945 pemerintah pendudukan Jepang membubarkan BPUPKI, diganti dengan
Panitia Persiapan Kemedekaan Indonesia (PPKI). Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto
menegaskan bahwa anggota PPKI dipilih oleh Marsekal Terauci yang menjadi penguasa perang
tertinggi di seluruh Asia Tenggara. Anggota PPKI berjumlah 21 orang, terdiri dari 12 wakil dari
Jawa, 3 wakil dari Sumatera, 2 wakil dari Sulawesi, 1 wakil dari Kalimantan, 1 wakil dari Sunda
Kecil, 1 wakil dari Maluku dan 1 wakil dari golongan penduduk Cina. Soekarno ditunjuk sebagai
ketua, Mohammad Hatta sebagai wakil ketua, dan Mr. Ahmad Subardjo sebagai penasehat.

Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Mohammad Hatta dan Dokter Radjiman Wediodiningrat
berangkat menuju Dalat (Vietnam), memenuhi panggilan Marsekal Terauci. Pada 12 Agustus
1945 Marsekal Terauci menyampaikan bahwa Pemerintah Jepang memutuskan untuk
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia, pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah
PPKI menyelesaikan persiapannya. Wilayah Indonesia nantinya meliputi seluruh bekas wilayah
Hindia Belanda. Pada 6 dan 9 Agustus 1945 pukul 8.15 waktu Jepang, Amerika Serikat
menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki dari ketinggian hampir 10 ribu meter.
Bom atom Little Boy dengan panjang 3 meter, lebar 71 cm dan berat 4000 Kg dibawa oleh
pesawat B-29 Enola Gay. Ratusan ribu orang meninggal seketika, sisanya terluka seumur hidup,
dan hanya sedikit yang sanggup untuk bertahan.

Pengeboman tersebut melumpuhkan kondisi politik dan ekonomi Jepang, karena itu pada 14
Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Pada 15 Agustus 1945 Kaisar
Hirohito menyampaikan pidato di Radio NHK yang dikenal sebagai Siaran Suara
Kaisar. Hirohito membacakan Perintah Kekaisaran tentang kapitulasi, sekaligus mengumumkan
kepada rakyat bahwa Jepang telah menyerah. Upacara kapitulasi akan dilaksanakan pada 2
September 1945 di atas kapal tempur Amerika Serikat USS Missouri.

Pertempuran Mempertahankan Kemerdekaan RI di Berbagai Daerah


Indonesia resmi merdeka setelah naskah proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno pada 17
Agustus 1945. Namun, kala itu masih banyak pihak yang belum menerima kemerdekaan
Indonesia, termasuk Belanda dan para sekutu.
Pasca-Perang Dunia Kedua, Jepang mengakui kekalahan dari Sekutu. Oleh karena itu, Sekutu
mulai mengambil alih daerah kekuasaan Jepang. Belanda yang beraliansi dengan tentara Sekutu
berusaha merebut kembali Indonesia. Hal ini dimulai pada 29 September 1945 ketika AFNEI
(Allied Forces Netherland East Indies) mulai mendarat di Tanjung Priok di bawah pimpinan
Letjen Sir Philip Christison. Pasukan Sekutu diboncengi NICA (Netherland Indies Civil
Administration) pimpinan Van Der Plass sebagai wakil Van Mook.
Tujuan kedatangan AFNEI ke Indonesia adalah untuk menerima penyerahan kekuasaan dari
tangan Jepang, melucuti dan memulangkan tentara Jepang, membebaskan tentara Sekutu yang
ditawan Jepang, serta yang terpenting adalah untuk kembali menguasai Indonesia.
Awalnya, kedatangan tentara Sekutu disambut terbuka oleh pihak Indonesia. Namun, setelah
diketahui bahwa pasukan Sekutu tersebut diboncengi NICA yang dengan terang-terangan ingin
menegakkan kembali kekuasaan Hindia-Belanda maka sikap Indonesia pun berubah menjadi
curiga dan mulai memerangi mereka. Peperangan tersebut terjadi di berbagai daerah di
Indonesia. Berikut rangkuman pertempuran-pertempuran mempertahankan kemerdekaan
Indonesia:
Pertempuran Ambarawa Peristiwa ini dimulai saat pasukan Sekutu di bawah pimpinan Brigjen
Bethel mendarat di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. Pasukan Sekutu yang sedang
menuju Magelang membuat kerusuhan. Hal ini membuat masyarakat Magelang memboikot dan
menyerang Sekutu. Pasukan Sekutu terpaksa mundur ke daerah Magelang dan meneror rakyat
lokal. Pengejaran dan pengepungan dilakukan oleh pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di
bawah pimpinan Kol. Sudirman. Berkobarlah pertempuran selama empat hari (12-15 Desember
1945) yang terkenal dengan nama “Palagan Ambarawa”. Pertempuran diakhiri dengan
kemenangan TKR pada 15 Desember 1945. Tanggal tersebut dijadikan Hari Juang Kartika TNI-
AD.

Pertempuran Surabaya Pada tanggal 25 Oktober 1945 Sekutu dibawah Komando Brigjen
A.W.S. Mallaby tiba di Surabaya. Pada tanggal 28 Oktober 1945 terjadi pertempuran antara
rakyat Surabaya melawan Sekutu yang menewaskan Brigjen A.W.S. Mallaby. Hal tersebut
membuat Sekutu murka dan meminta rakyat bersenjata menyerahkan diri pada tanggal 9
November 1945 sebelum pukul 18.00. Jika ultimatum tidak dipenuhi, Sekutu akan menyerang
Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Namun, rakyat Surabaya tidak mengindahkan
ultimatum tersebut. Bung Tomo justru berhasil membakar semangat para rakyat Surabaya dalam
melakukan perlawanan terhadap Sekutu. Oleh karena itu, terjadilah pertempuran berdarah pada
10 November 1945. Tanggal tersebut akhirnya ditetapkan menjadi Hari Pahlawan.

Pertempuran Bandung Lautan Api Awal peristiwa Bandung Lautan Api dimulai ketika pada
tanggal 13 Oktober 1945 pasukan Sekutu diboncengi NICA tiba di kota Bandung. Pasukan
Sekutu mulai menduduki kota Bandung dengan alasan melucuti dan menawan tentara Jepang.
Pada 27 November 1945, mereka pun mengeluarkan ultimatum kepada para pejuang agar
meninggalkan area Bandung Utara, namun para pejuang menolak. Baru setelah pemerintah pusat
Jakarta turun tangan Tentara Republik Indonesia (TRI) bersedia mengosongkan Bandung.
Sebelum meninggalkan Bandung, pada tanggal 23-24 Maret 1946 para pejuang menyerbu pos-
pos Sekutu dan membumihanguskan kota Bandung. Peristiwa ini disebut dengan Bandung
Lautan Api.

Pertempuran Medan Area Tanggal 9 Oktober 1945 tentara Sekutu yang diboncengi NICA
mendarat di Medan dipimpin oleh T.E.D. Kelly. Sebelumnya NICA telah mendaratkan pasukan
di bawah pimpinan Westerling. Para pemuda Medan segera membentuk TKR. Tanggal 13
Oktober 1945 terjadi pertempuran yang dikenal dengan nama Medan Area.

Pertempuran Puputan Margarana Pertempuran di daerah Bali ini melibatkan pasukan TKR
divisi Sunda Kecil di bawah pimpinan Kolonel I Gusti Ngurah Rai dengan pasukan Belanda
yang ingin menguasai wilayah Bali. Peperangan terjadi pada 20 November 1946 dini hari sampai
dengan siang hari. Pasukan I Gusti Ngurah Rai berhasil memojokkan Belanda, namun Belanda
yang terdesak segera memanggil bala bantuan. I Gusti Ngurah Rai beserta segenap pasukannya
terus memaksa bertahan hingga titik darah penghabisan, namun sayang mereka harus gugur.
Pertempuran ini pun disebut sebagai Puputan Margarana.

Anda mungkin juga menyukai