Anda di halaman 1dari 39

Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

PENYAKIT GINJAL KRONIS

Oleh
YULIANA BELINDA
1910027024

Dosen Pembimbing Klinik


dr. Ridha Niradita, Sp. PD

LAB / SMF ILMU PENYAKIT DALAM


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSUD Abdul Wahab Sjahranie
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus tentang “Penyakit Ginjal Kronis”.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium
Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan laporan kasus ini tidak lepas
dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Yuliana Rahmah R., Sp. PD selaku Kepala Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
4. dr. Ridha Niradita W., Sp.PD selaku dosen pembimbing selama penulis menjalani
co-assistance.
5. Dosen-dosen klinik dan pre-klinik FK Universitas Mulawarman khususnya staf
pengajar Lab/SMF Ilmu Penyakit Dalam, terima kasih atas ilmu yang telah
diajarkan kepada penulis.
6. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD AWS/FK
Universitas Mulawarman dan semua pihak yang telah membantu, baik secara
langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini. Akhir
kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca.

Samarinda, November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 4
1.2. Tujuan ........................................................................................................... .5
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................ .6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 12
3. Penyakit Ginjal Kronis ...................................................................................... 12
3.1 Definisi ........................................................................................................... 12
3.2 Etiologi ............................................................................................................ 12
3.3 Faktor risiko dan Patofisiologi ........................................................................ 13
3.4 Manifestasi Klinis ........................................................................................... 19
3.5 Klasifikasi ...................................................................................................... 20
3.6 Diagnosis ........................................................................................................ 21
3.7 Penatalaksanaan. ............................................................................................. 24
3.8 Prognosis . ....................................................................................................... 27
3.9 Pencegahan . .................................................................................................... 27
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 30
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 36

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah kerusakan ginjal menetap selama lebih
dari 3 bulan yang mengakibatkan Glomerulus Filtration Rate (GFR) <60 ml/mnt/ 1.73
m2 (Jong, 2010). Karena terjadi penurunan filtrasi ginjal mengakibatkan ginjal tidak
dapat menyaring darah secara normal, akibatnya hasil metabolisme tubuh tidak dapat
di buang melalui urin menyebabkan masalah kesehatan lainnya (CDC, 2014). PGK
ditandai dengan peningkatan kadar albuminuria, peningkatan kadar ureum,
peningkatan kadar kreatinin, abnormalitas sedimen urin, elektrolit dan kelainan
tubulus, kelainan histopatologi ginjal, kelainan radiologis ginjal dan penurunan
Glomerulus Filtration Rate (GFR) < 60 ml/mnt/1.73 m2 (KDIGO, 2012).
Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya PGK ialah riwayat
penyakit ginjal terdahulu, hipertensi, diabetes melitus, ras, usia, jenis kelamin, obesitas
dan genetik (Kazancioglu, 2013). Menurut PERNEFRI kausa terbanyak dari terjadinya
PGK ialah hipertensi dan di ikuti oleh diabetes melitus (PERNEFRI, 2014). Umur dan
jenis kelamin adalah faktor yang tidak dapat di ubah namun paling sering menyebabkan
PGK (Kazancioglu, 2013).
Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi
yang komplek, diantaranya, penumpukan cairan, edema paru, edema perifer, kelebihan
toksik uremik bertanggung jawab terhadap perikarditis dan iritasi, sepanjang saluran
gastrointestinal dari mulut sampai anus. gangguan keseimbangan biokimia
(hiperkalemia, hiponatremi, asidosis metabolik), gangguan keseimbangan kalsium dan
fosfat lama kelamaan mengakibatkan demineralisasi tulang neuropati perifer, pruritus,
pernafasan dangkal, anoreksia, mual dan muntah, kelemahan dan keletihan. Berbagai
macam manifestasi lain bisa muncul akibat penyakit ginjal kronis ini. Atas dasar inilah
penulis tertarik untuk lebih mengetahui gambaran penyakit ginjal kronis dengan secara
langsung mendapati manifestasi yang muncul pada real patient yang sedang menderita
penyakit tersebut.
1.2 Tujuan
Mengetahui teori tentang Penyakit Ginjal Kronis yang mencakup:
a. Definisi
b. Etiologi
c. Faktor risiko
d. Patofisiologi
e. Manifestasi klinis
f. Diagnosis
g. Penatalaksanaan
h. Komplikasi
i. Prognosis

1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran terutama
bidang Ilmu Penyakit Dalam khususnya tentang Penyakit Ginjal Kronis

1.3.2. Manfaat bagi Pembaca


Laporan kasus ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi penulis dan
pembaca mengenai Penyakit Ginjal Kronis

5
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis
2.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 55 tahun
Alamat : Kutai Barat
Pekerjaan : Guru
MRS pada tanggal 19 November 2019 pukul 20.00 WITA.

2.1.2 Keluhan Utama


Mual

2.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan mual sudah kurang lebih 3 minggu sebelum masuk rumah
sakit, mual terjadi sesaat setelah batuk. Pasien mual yang kemudian langsung muntah,
muntah berisi cairan dan isi makanan, darah tidak ada. Pasien mengalami batuk kurang
lebih 3 minggu, batuk kering tanpa dahak. Pasien merasakan nyeri sendi kurang lebih
2 tahun. Nyeri sendi di rasakan pada kedua lutut yang tidak bisa duduk bersila. Pasien
mengatakan tidak ada bengkak pada kedua lutut ataupun kaki hanya seperti kebal di
ujung-ujung jari kaki. Pasien mengeluhkan mata kabur sejak dinyatakan memiliki gula
darah tinggi pada tahun 2001. BAK pasien lancar, warna kuning bening tanpa darah
dengan konsumsi air yang terkontrol. BAB tidak lancar, kurang lebih satu minggu
sekali baru bisa BAB, BAB tidak padat, berwarna kuning tanpa darah.
Pasien mengaku tidak lemas, tidak ada demam saat masuk rumah sakit, tidak
ada sesak nafas, tidak ada pusing, tidak ada penurunan berat badan drastis.
Selain masalah di atas pasien mengatakan memiliki benjolan seperti bisul pada
bagian ketiak kiri. Benjolan muncul baru sejak tahun 2019. Saat benjolan muncul
disertai dengan demam. Benjolan mulai sedikit ngecil saat pasien opname dan

6
pemberian antibiotik saat di RS. HIS. Setelah kurang lebih 3 hari pasien mengaku
mengalami maag dengan pemberian antibiotik lalu antibiotik di hentikan dan pasien
mengaku di nyatakan oleh dokter untuk melakukan cuci darah akan tetapi pasien
menolak saat itu.

2.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan memiliki riwayat maag sejak muda, riwayat diabetes
meilitus (+) sejak tahun 2001 dan rutin berobat, asam urat (+), kolestrol (+), riwayat
ginjal (+) sejak tahun 2014, jantung (-), stroke (-), asma (-), alergi (-) penyakit paru (-
), penyakit keganasan (-).

2.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Diabetes Meilitus (+)

2.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 19 November 2019.
2.2.1 General Status
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)
Tekanan Darah : 152/79 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, kuat angkat
Pernapasan : 20 x/menit, teratur
Suhu : 36,4 °C
SpO2 : 96%

2.2.2 Kepala dan Leher


Kepala : Normocephalic
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, pupil isokor
(3mm/3mm)

7
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung -/-,
sekret -/-, mukosa hiperemis (-/-)
Mulut : Sianosis (-), atrofi papilla lidah (-), mukosa buccal tidak nampak
kelainan
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), peningkatan vena
jugularis (-)
Axilla : benjolan noduler sinistra (+)

2.2.3 Thorax
Pulmo
Inspeksi : bentuk dada normal dan gerak pernapasan simetris
Palpasi : fremitus raba dextra=sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikuler di seluruh lapangan paru, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS VI AAL Sinistra
Perkusi : batas kanan ICS II, III parasternal line dextra
batas kiri ICS VI axillaris anterior line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

2.2.4 Abdomen
Inspeksi : Datar, sikatrik (+), striae (-), caput medusae (-), massa (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen, shifting dullness (-)
Palpasi : Soefl, nyeri tekan (-), organomegali (-), nyeri ketok ginjal (-/-)

2.2.5 Ekstremitas :
Superior : Akral hangat, edema (-/-),CRT < 2 detik

8
Inferior : Akral hangat, edema (-/-), CRT <2 detik

2.3 Pemeriksaan Penunjang


2.3.1 Darah Lengkap (12 November 2019)

Jenis Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Normal


Hb 9,0 mg/dl P 13-16, W 12-14 mg/dL
Hct 28,1% P 40-48, w 37-43%
Leu 7.900 sel/mm3 4800-10.800 sel/mm3
Trb 462.000 sel/mm3 150.000-450.000 sel/mm3
GDS 186 mg/dl 70-140 mg/dl
Ureum 199 mg/dl 19,3-49,2 mg/dl
Creatinin 12,59 mg/dl 0,7-1,3 mg/dl
Asam urat 9,4 mg/dL <7 mg/dL
Kolestrol 242 mg/dL <200 mg/dL

Darah lengkap (19 November 2019)

Jenis Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Normal


Hb 9,0 mg/dl P 13-16, W 12-14 mg/dL
Hct 26,5% P 40-48, w 37-43%
Leu 8.240 sel/mm3 4800-10.800 sel/mm3
Trb 363.000 sel/mm3 150.000-450.000 sel/mm3
GDS 317 mg/dl 70-140 mg/dl
Ureum 142,6 mg/dl 19,3-49,2 mg/dl
Creatinin 12.6 mg/dl 0,7-1,3 mg/dl
Natrium 128 mmol/L 135-155 mmol/L
Kalium 3,8 mmol/L 3,6-5,5 mmol/L
Chloride 100 mmol/L 98-108 mmol/L

2.3.2 EKG (19 November 2019)

2.4 Diagnosis

9
CKD + DM tipe 2
2.5 Penatalaksanaan
Co Sp. PD :
- Co. Anastesi dari ruangan untuk pesangan CDL
- Novorapid 3x10 ui
- Obat rutin dari pasien
- RL 10 tpm

2.6 Follow Up
N Tanggal Follow up Lab
o
1 20 November S : mual tidak ada DL 19/12/19
2019 O : TD 140/80 mmHg, N 80x/menit, RR Hb : 9,0 mg/dL
Jam 19.00 20x/menit SpO2 99% room air, T.36,0 C. Hct : 26,5%
WITA A : CKD + DM tipe 2 Leu : 8.240 mg/dL
P: Trb : 363.000/mm3
- IVFD Ringer Laktat10 tpm GDS : 317 mg/dL
- Novorapid 3x8 ui Ur : 142,6 mg/dL
- Pro/HD Cr : 12,6 mg/dL
Na : 128 mmol/L
K+: 3,8 mmol/L
Cl- : 100 mmol/L

Kimia klinik 12/11/19


As. Urat: 9,4 mg/dL
Kolesterol total: 242
mg/dL

10
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah kelainan dari struktur atau fungsi ginjal
lebih dari 3 bulan dengan implikasi bagi kesehatan (Lesley et al., 2012). Menurut
Central Disease of Control (CDC) PGK sendiri ialah suatu kondisi di mana ginjal rusak
dan tidak dapat menyaring darah seperti ginjal pada normalnya, akibatnya hasil
metabolisme tubuh dari darah tidak dapat di buang menyebabkan masalah kesehatan
lain (CDC, 2014). Menurut Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI)
PGK di tandai oleh Albuminuria, kelainan sedimen urine, kelainan elektrolit dan
kelainan fungsi tubular, riwayat transplantasi ginjal dan penurunan GFR <60
ml/menit/1.73 m2 (GFR kategori G3a-G5) (Lesley et al., 2012).

3.2 Etiologi
Penyebab dari Penyakit Ginjal Kronis (PGK) sangat bervariasi. Di Indonesia
penyebab PGK seperti Glumerulopati Primer, Nefropati Diabetika, Nefropati Lupus,
Penyakit ginjal hipertensi, Ginjal polikistik, Nefropati Asam urat, Nefropati Obstruksi,
Pielonefritis kronik dan lain-lain. Penyebab ini berbeda di negara Amerika Serikat, data
dari Health Science Journal menyebutkan bahwa penyebab terbanyak ialah Diabetik
Nephropathy diikuti glomerulonefritis, penyebab yang tidak diketahui, hipertensi
nephropathy, kronik intersisial nefritis dan ginjal polikistik. Perbedaan ini mungkin
karena perbedaan ras, umur, jenis kelamin dan sosial ekonomi (Tzanakaki et al., 2014).
Beberapa jurnal terbaru mengatakan bahwa selain penyakit yang mendasari
faktor lain seperti ras, jenis kelamin, umur dan riwayat keluarga sangat penting karena
merupakan faktor risiko yang berkaitan dengan PGK. Faktor-faktor yang tidak dapat
diubah seperti ras, jenis kelamin umur dan riwayat keluarga sangat tinggi untuk terkena
penyakit PGK. Laporan International Society of Nephrology bahwa orang amerika-
afrika yang memiliki usia tua, berat lahir rendah dan riwayat keluarga sangat tinggi
dikemudian hari menderita PGK. fakor lain seperti diabetes melitus, obesitas,

11
hipertensi berisiko besar dapat berdampak pada ginjal dan menimbulkan PGK
(Kazancioglu, 2013).

3.3 Faktor risiko dan Patofisiologi

3.3.1 Jenis Kelamin


Banyak kemungkinan mekanisme efek protektif perempuan terhindari dari
PGK, seperti anatomi ginjal, hemodinamik ginjal stres respon, efek hormon seks, diet,
metabolisme lipid dan tekanan darah. Menurut anatomi ginjal, ginjal biasanya lebih
besar pada pria mengikuti besar tubuh pria. Beberapa penelitian menyebutkan jumlah
glomeruli lebih kecil pada ginjal perempuan. Pada hemodinamik stres respon berbeda
antara pria dan perempuan. Pria dapat berespon pada hormon Angiotensin II. Selama
hiperglikemia,Wanita menurunkan aliran darah ke ginjal dan mengalami peningkatan
tahanan pembuluh darah ginjal dan peningkatan fitrasi ginjal, sedangkan pria tidak
menunjukkan perubahan hemodinamik ginjal yang signifikan. Penelitian tersebut
menunjukkan kurangnya perlindungan ginjal pada wanita diabetes (Goldberg &
Krause, 2016).
Peran hormon seks berpengaruh dalam terjadinya PGK. Diketahui bahwa efek
Testosteron berbahaya untuk ginjal, sedangkan efek estrogen sebagai protektif pada
ginjal. Testosteron menginduksi apoptosis podosit (dapat berkembang menjadi
Glomerulosklerosis) dan ekspresi TGF-β1 (berhubungan dengan fibrosis jaringan),
sedangkan estradiol menghambat proses tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa
Testosteron menginduksi apoptosis sel tubular proksimal pada manusia secara in vitro.
Selain itu, Estradiol memiliki pengaruh langsung pada sel mesangial, penurunan
produksi matriks ekstraselular dan Glomerulosklerosis (Goldberg & Krause, 2016).
Aktivitas Nitrat Oksida (NO) juga dipengaruhi oleh hormon seks. Deplesi
estrogen dikaitkan dengan penurunan tingkat sintesis NO (Endothelial dan induksi NO)
di medula ginjal (Maric, Sandberg, & Hinojosa-Laborde, 2008). Pada beberapa
penelitian ditemukan Age-dependent mengurangi Sintesis NO di korteks ginjal pada
tikus jantan, tidak pada tikus betina (Baylis, 2009). Umumnya, tidak ada hubungan

12
antara cedera ginjal dengan sintesis NO. Penelitian terbaru menunjukkan peran
protektif dari tidak adanya cedera pada ginjal. Namun, Penelitian lain menunjukkan
pengaruh berbahaya dari NO pada penyakit ginjal. Dengan demikian, peran NO
tergantung dari pada jenis sel dan NO isoform. Pengaruh secara tidak langsung dari
hormon seks dapat dari sistem Renin-Angiotensin yang diinduksi oleh testosteron dan
dihambat oleh estrogen. Estrogen juga berperan dalam mengurangi stres oksdatif ginjal
dengan mensupresi aktivitas Nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADPH)
oksidase (Ji et al., 2007)

3.3.2 Umur
Proses Penuaan berhubungan dengan Penyaki Ginjal Kronis (PGK). Massa
ginjal menurun dengan bertambahnya usia dan Glomerulosklerosis menyebabkan
penurunan berat ginjal. Pemeriksaan histologis penting untuk mengetahui penurunan
jumlah glomerulus sebanyak 30%-50% pada usia 70 tahun. GFR puncak selama
dekade ketiga kehidupan sekitar 120 mL/mnt/1.73m2, kemudian mengalami penurunan
rata-rata sekitar 1 mL/mnt/1.73m2 mencapai nilai rata-rata 70 mL/mnt/1.73m2 pada
usia 70 tahun (Arora, 2016). Pada usia setelah 30 tahun, ginjal akan mengalami atrofi
dan ketebalan korteks ginjal akan berkurang sekitar 20% setiap dekade. Perubahan lain
yang akan terjadi dengan bertambahnya usia berupa penebalan membran basal
glomerulus, ekspansi mesangium glomerular dan terjadinya deposit protein matriks
ekstraselular sehingga menyebabkan glomerusklerosis (Prakash & O'Hare, 2009).
 Rumus Menentukan GFR :
GFR for male: (140 – umur) x bb(kg) / [72 x Serum kreatinin]
GFR for female: GFR(wanita) = GFR(pria) x 0.85
Ginjal mengalami penurunan fungsi seiring bertambahnya usia, yang
menghasilkan banyak efek pada sistem ginjal. Massa ginjal menurun antara usia 30 dan
80 tahun, dengan penurunan paling tajam yang pada usia 50. Jaringan parut dan
fibrosis, yang dapat menggantikan beberapa jaringan parenkim, terutama terjadi pada
korteks ginjal (Gambar 2.4) dan jaringan parut dapat mempengaruhi nefron yang
memiliki fungsi penting untuk membuat konsentrasi urin yang maksimal. Bahkan pada

13
ginjal yang mengalami penuaan secara normal, 30% glomerulus dihancurkan dan
mengalami sklerosis glomerular secara difus pada usia 75 tahun, dan glomeruli yang
tersisa menunjukkan gangguan kemampuan penyaringan. Temuan terkait usia pada
pemeriksaan mikroskopis terhadap biopsi ginjal dapat dibagi menjadi dua kelompok:
(1) nefrosklerosis termasuk glomerulosklerosis, atrofi tubular, fibrosis interstisial, dan
arteriosklerosis dan (2) analisis morfometrik mikroanatomi seperti mengukur ukuran
glomerulus. Glomerulosklerosis yang terjadi akibat penuaan memiliki tampilan
pembuluh darah yang iskemik dengan kapiler yang kolaps dan fibrosis intrakapsular,
hal ini menunjukkan asal lesi vaskular primer. Beberapa glomeruli fungsional
menunjukkan kapiler iskemik, penebalan membran dasar, dan fibrosis intrakapiler
ringan, yang seluruhnya merupakan prekursor glomerulosklerosis. Seiring waktu,
iskemik kapiler glomerular dengan sklerosis dan endapan kolagen mengisi ruang
kapsula Bowman. Selain glomerulosklerosis, peningkatan arteriosklerosis, hipertrofi
medial, dan hyalinosis arteriolar terjadi pada bertambahnya usia. Sebagai hasil
sklerosis glomeruli juxtaglomerular, berhubungan langsung antara arteriol aferen dan
eferen yang melewati kapiler glomeruli. Atrofi tubular dengan daerah sekitar fibrosis
interstisial meningkat seiring bertambahnya usia (Imae, Horio, Watanabe, Iseki, &
Yamagata, 2009)

Gambar 2.4 Penuaan ginjal. Glomerulus menunjukkan peningkatan matriks mesangial


dan perubahan iskemik. Terdapat atrofi tubular moderat dan fibrosis
interstisial. Arteriole terdapat hyalinosis yang signifikan (pewarnaan asam-
Schiff periodik; x 200) (K, K, & M, 2013).

3.3.3 Diabetes Melitus


Patofisiologi Diabetik Nefropati (DN) masih perlu dipelajari lebih lanjut. DN
disebabkan oleh perubahan metabolik (Hiperglikemia dan mungkin hiperlipidemia)

14
dan perubahan hemodinamik (sistemik dan hipertensi glomerulus). Faktor-faktor lain,
seperti inflamasi, disfungsi endotel dan stres oksidatif juga masih diteliti. (K & B,
2015).
Aspek kunci dari patofisiologi adalah kerusakan membran basal. Kerusakan
ginjal mengakibatkan ada penebalan progresif dari membran basal, perubahan
patologis di sel mesangial dan pembuluh darah, pembentukan Advance glycation end
products (AGE), akumulasi poliol melalui jalur aldosteron dan aktivasi protein kinase
C. Bagian Makromolekul melalui membran basal juga mengaktifkan jalur inflamasi
yang berkontribusi terhadap kerusakan sekunder (K & B, 2015).
Kelainan abnormalitas hemodinamik serupa pada kedua diabetes tipe 1 dan tipe
2. Kelainan fisiologis awal ialah hiperfiltrasi glomerulus berhubungan dengan
hipertensi intraglomerular. Ini disertai dengan timbulnya mikroalbuminuria, tanda
klinis pertama pada penyakit ginja (K & B, 2015).
Sampai saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme
patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Penelitian Brenner dkk pada hewan
menunjukkan bahwa saat jumlah nefron mengalami pengurangan yang berkelanjutan,
filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat akan meningkat sebagai bentuk
kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat lambat laun akan
menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.
Mekanisme terjadinya peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati
diabetik ini masih belum jelas, tetapi kemungkinan disebabkan tetapi kemungkinan
disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang
diperantai hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek
langsung dari hiperglikemia adalah ranggsangan hipertrofi sel, sintesis matriks
ekstraselulerm serta produksi TGF-𝛽 yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C
(PKC) yang termasuk dalam serine-theonin kinase yang memiliki fungsi pada vaskular
seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino
dan protein ( reaksi Mallard dan Browning). Pada awalnya, glukosa akan mengikat
residu amino secara non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan

15
ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut
sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advance
Glycation End-Products (AGEs) yang ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi
perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adhesion molecules yang
berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel,
sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis Nitric Oxide. Proses ini akan terus
berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis
tubulointersitisialis sesuai dengan tahap-tahap dari Mogensen. Hipertensi yang timbul
bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada
ginjal pasien diabetes. Penelitian menunjukkan adanya vasokonstriksi arteriol sebagai
akibat kelainan renin angiotensin sistem. Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes
terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau intraglomerulus.

3.3.4 Hipertensi
Hipertensi adalah salah satu penyebab utama PGK karena efek merusak dengan
meningkat tekanan darah yang terjadi di pembuluh darah ginjal. Jika terjadi jangka
panjang dan tidak terkendali, tekanan darah yang tinggi menyebabkan tekanan
intraglomerular tinggi dan akhirnya merusak glomerulus. Kerusakan Glomerulus
mengakibatkan peningkatan abnormal jumlah protein dalam urin (mikroalbuminuria
atau proteinuria). Mikroalbuminuria merupakan protein kecil albumin dalam urin dan
sering menjadi penanda dari PGK. Proteinuria (Protein-to-kreatinin >200 mg/g)
sebagai penanda langsung PGK dan berhubungan dengan prognosis buruk untuk
perkembangan penyakit PGK (Morgado & Neves, 2012).
Hipertensi menyebabkan kompensasi melalui mekanisme autoregulasi dan
fungsi endotel dalam memproduksi nitic oxide (NO) yang masih normal dan intak
terhadap shear stress akan mampu mempertahankan tekanan intraglomerular dalam
keadaan normal sehingga pernurunan fungsi ginjal menjadi sangat lambat. Kompensasi
yang terjadi dari sisa-sisa glomerulus terjadi melalui mekanisme adaptasi yakni dengan
meningkatkan laju filtrasi glomerulus. Hipertensi yang berlangsung lama akan
menyebabkan perubahan resistensi arteriol aferen dan eferen yang menyempit akibat

16
perubahan struktur mikrosvaskuler. Kondisi ini akan menyebabkan iskemi glomerular
dan mengaktivasi respons inflamasi. Hasilnya, akan terjadi pelepasan mediator
inflamasi, endotelin, dan aktivasi angiotensin II intrarenal. Kondisi ini pada akhirnya
akan mengaktivasi apoptosis, meningkatkan produksi matriks dan deposit pada
mikrovaskular glomerulus dan terjadilah sklerosis glomerulus atau nefrosklerosis.
Nefron yang masih sehat akan melakukan kompensasi dengan melakukan vasodilatasi
aferen diikuti peningkatan tekanan intraglomerular disertai proteinuria masif, yang
pada akhirnya akan menyebabkan nefrosklerosis hipertensif dan berujung ESRD.
Struktur arteri aferen berubah, terjadi kolaps dan sklerosis global pada membran basal
glomerulus sehingga arterioal menjadi tidak intak. Konsekuensi hipertensi kronik akan
berakibat terjadinya jejas mikrovaskular, iskemia dan hipertrofi glomerular.
Penyempitan arteri dan arteriol aferen berakibat aliran darah menuju glomerulus
menjadi berkurang sehingga terjadi iskemia glomerular dan glomerulosklerosis.
Iskmeia glomerular menurunkan aliran plasma pascaglomerular yang akan memicu
iskemia tubular, dan kemudian mengaktivasi endotelin, TGF-β yang mengakibatkan
sklerosis glomerular, tubuloinstertisial atau nefrosklerosis (Firmansyah, 2013).

3.3.5 Obesitas
Mekanisme kerusakan ginjal akibat obesitas disebabkan oleh pengaturan
natrium pada orang obesitas dan resistensi insulin. Peningkatan insulin meningkatkan
penyerapan natrium di tubulus proksimal dengan penurunan penyerapan natrium di
tubulus distal khususnya makula densa, menyebabkan umpan balik yang menghasilkan
perfusi lebih besar di glomerulus. Peningkatan penyerapan natrium di tubulus
proksimal disebabkan oleh hiperinsulinemia namun dapat diatasi oleh pembuangan
natrium di tubulus proksimal karena peningkatan kadar leptin terlihat pada orang
obesitas. Tingkat aldosteron yang tinggi pada orang obesitas dibandingkan yang tidak
obesitas juga meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus distal. Pada keadaan fisiologi
respon reabsorbsi tubulus ginjal terhadap insulin lebih baik dibanding respon campuran
hormon leptin atau aldosteron dalam obesitas (D'Elia, 2009).

17
Peningkatan beban zat terlarut yang tersaring karena oleh peningkatan lemak
dan kandungan pada orang obesitas mengakibatkan membesarnya glomular. pada studi
oleh Hospital Lapeyronie menemukan peningkatan GFR pada pasien obesitas
berhubungan dengan obesitas dan glomerulomegali berhubungan dengan ekresi urin
urea dan protein. Hal ini didukung oleh Blood Urea Nitrogen (BUN) sebagai penanda
untuk asupan protein. Hiperinsulinemia pada obesitas terkait dengan peningkatan
perfusi otot yang mirip dengan peningkatan perfusi nefron. Pada hewan coba,
ditemukan glomerulomegali dengan diet lemak tinggi. Saat tikus gemuk kehilangan
berat badan akibat diet kalori rendah, terjadi penurunan proteinuri yang terkait dengan
perbaikan glomerulopathy (D'Elia, 2009).

3.3.6 Faktor Lainnya


Faktor lainnya bisa lingkungan dan riwayat keluarga. Riwayat keluarga
didapatkan bahwa pasien PGK pada stadium terminal sebesar 23% memiliki keluarga
yang terdiagnois PGK (Kazancioglu, 2013). Orang yang tinggal di lingkungan yang
tidak tepat dapat meningkatkan risiko terjadinya PGK. Lingkungan seperti daerah
pinggiran pantai banyak mengkonsumsi ikan dapat meningkatkan tekanan darah itu
merupakan salah satu faktor risiko PGK (Chen & Beddhu, 2015).

3.4 Manifestasi Klinis


PGK biasanya suatu kondisi yang tidak memiliki gejala khas (tabel 2.2) berbeda
seperti panyakit kronis lainnya seperti gagal jantung kongesti dan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) gejala khas. Tanda dan gejala uremia (tabel 2.3) muncul
hampir tidak pernah di dahului pada stadium awal ( stadium 1 sampai 3A/B, bahkan
stadium 4) (Arici, 2014).

18
Tabel 2.1 gejala klinis awal PGK (Arici, 2014)
Kelemahan
Penurunan nafsu makan
Mual
Nocturia dan Polyuria
Darah di urine atau urin berwarna hitam
Urine berbusa
Sakit pinggang
Edema
Peningkatan tekanan darah
Kulit pucat

Tabel 2.2 gejala klinis sindrom uremia pada PGK (Arici, 2014)
Umum (Lesu, kelelahan, peningkatan tekanan darah, tanda
peningkatan volume overload, cegukan keras, uremic fetor).
Kulit (penampilan pucat, uremic frost, pruritus ekscoriasis)
Pulmonal (sesak nafas, efusi pleura, edema pulmonal, uremic lung)

Kardiovaskular ( pericardial firction rub, gagal jantung kongesti)

Gastrointestinal (anoreksia, mual, muntah, kehilangan berat badan,


stomatitis, rasa tidak enak di mulut)
Neuromuscular (kedutan otot, Neuropathy, kram otot, kaki gelisah,
gangguan tidur, hyperreflexia, kejang, ensephalopati, koma
Endokrin metabolik (penurunan libido, amenorrhea, impoten)

Hematologi (anemia, bleeding diathesis)

19
3.5 Klasifikasi
Menurut Kidney Disease Improving Global Outcomes (KDIGO)
mengklasifikasikan stadium PGK berdasarkan kategori GFR dan kategori albuminuria.
Semakin menurun GFR maka stadium tersebut makin tinggi yang menyebabkan ginjal
semakin mengalami penurunan fungsi dalammenyaring darah (KDIGO, 2012).

Tabel 2.3 klasifikasi stadium PGK menurut Albuminuria (KDIGO, 2012)


Stadium AER ACR
Albuminuria (mg/24 jam) (mg/mmol) (mg/g) Kondisi Ginjal
A1 < 30 <3 < 30 Normal ke
peningkatan
kecil
A2 30-300 3-30 30-300 Peningkatan
sedang
A3 > 300 > 30 > 300 Peningkatan
tinggi
Albuminuria Exretion Rate (AER)
Albumin-to-creatinine ratio (ACR)

Tabel 2.4 klasifikasi stadium PGK menurut GFR (KDIGO, 2012)


Stadium GFR GFR (ml/menit/1.73 m2) Kondisi Ginjal
G1 > 90 Normal atau tinggi
G2 60-89 Sedikit menurun
G3a 45-59 Sedikit hingga penurunan
sedang
G3b 30-44 Sedang hingga berat
G4 15-29 Penurunan berat
G5 < 15 Gagal Ginjal

20
3.6 Diagnosis
3.6.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pasien PGK datang dengan keluhan utama yang tidak khas. Keluhan seperti
nyeri pinggang, malaise, kulit pucat, mual dikeluhkan pasien. Selain keluhan tersebut,
keluhan yang berhubungan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi
trakturs urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi. Sindrom uremia,
yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume
cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,perikarditis, kejang-kejang sampai
koma. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia ,osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
klorida) (Suwitra, 2014).
3.6.2 Pemeriksaan penunjang
Kidney Health Australia merekomendasikan PGK pada semua umur setidaknya
2 kali untuk pemeriksaan minimal 3 bulan, terlepas dari penyebab apa yang mendasari.
Apabila di ukur Glomerular Filtration Rate (GFR) < 60 mL/mnt/1,73 m2 dan/ atau
ditemukan kerusakan ginjal (albuminuria, proteinuria, hematuria setelah diekslusikan
penyebab urologi, atau kelainan struktur di ginjal setelah di lakukan pemeriksaan
radiologis ginjal) (Johnson, 2012) .
Pemeriksaan penunjang yang berhubungan ialah :
1) Hitung darah lengkap
2) Diulangi (biasanya 1 minggu setelahnya) serum
urea/elektrolit/eGFR/albumin
3) Albumin di urin : kreatinin rasio ( sebaiknya di ambil pada
pagi hari, meskipun urine acak diperbolehkan).
4) Glukosa dan lipid puasa.
5) Mikroskopi urin dan kultur urin
6) USG ginjal.

21
Pada pasien yang memiliki gejala dan tanda sebagai berikut diindikasi
pemeriksaan seperti di bawah ini:
Tabel 2.5 indikasi pemeriksaan penunjang pasien PGK 6 (Johnson, 2012)
Keadaan Pasien Indikasi pemeriksaan
Diabetes HbA1c
EGFR < 50 mL/mnt/1.73m2 Serum kalsium, fosfat, hormon
paratiroid, 25-hydroxy-vitamin D dan
pemeriksaan zat besi
Berusia lebih dari 40 tahun Serum dan urin elektoforesis
Memiliki ruam, arthritis atau penyakit Anti-nuklear antibodi, extractable
jaringan lunak nuclear antigens, tes komplemen
Memiliki Gejala di paru atau fungsi Anti-glomerular basement membrance
ginjal memburuk antibody, Anti-neutrophil cytoplasmic
antibody
Memiliki faktor risiko Hepatitis B, Serology HBV, HCV, HIV
Hepatitis C dan Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
Memiliki albuminuria yang persisten > Pertimbangkan untuk biopsi ginjal,
60- 120 mg/mmol ( kurang lebih 24 jam
urin protein > 1-2 g/hari)

Kidney Health Australia juga merekomendasikan kriteria stadium untuk faktor


risiko ke komplikasi yang lebih parah pada pasien PGK pada tabel 6 dijelaskan
hubungan tersebut. Warna hijau untuk risiko rendah, warna kuning untuk risiko sedang,
warna jingga untuk risiko tinggi dan warna merah untuk risikosangat tinggi. Untuk
pasien dengan PGK, kombinasi GFR rendah dan albuminuria atau proteinuria adalah
risiko yang paling tinggi Penyakit PGK di semua umur, daripada GFR rendah,
albuminuria atau proteinuria saja. GFR yang < 45 mL/mnt/1,73m2 dikaitkan dengan
risiko kerusakan ginjal, penyakit kardiovaskular dan kelainan klinis lainnya terlepas
dari usia (Johnson, 2012).

22
Ketika PGK terdiagnosis, untuk mempertimbangkan penyebab yang mendasari
dan untuk mempertimbangkan penyebab diagnosis lain seperti obstruksi ginjal,
vaskulitis, sindrom nefrotik dan glomerulonefritis. Dengan melakukantese GFR yang
berulang dapat menyingkirkan kondisi yang akut. Itu sangat penting bahwa untuk
menyingkirkan kondisi penyakit ginjal akut dengan tidak mengasumsikan eGFR yang
tidak normal pada pemeriksaan pertama merupakan kondisi penyakit ginjal kronis
(PGK) (Johnson, 2012). Pada tabel dibawah ini kriteria untuk mendiagnosis PGK
terlepas dari usia:

Tabel 2.6 Hubungan risiko PGK dengan komplikasi (Johnson, 2012)


Stadium albuminuria
Stadium GFR Normal Microalbuminuria Macroalbuminuria
PGK (mL/mnt/1.73m2) (Urin ACR (Urin ACR (urin ACR
mg/mmol) mg/mmol) mg/mmol)
Male: < 2.5 Male: 2.5-25 Male : > 25
Female : < 3.5 Female : 3.5-35 Female : > 35
1 >90 bukan PGK
kecuali
hematuria,
kelainan
patologis
2 60-89
3a 45-59
3b 30-44
4 15-29
5 < 15 atau dialisis

23
Selain pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan Radiologis, biopsi dan
pemeriksaan histopatologi ginjal dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai
mengalami PGK. Pemeriksaan radiologis yang berkaitan PGK meliputi pemeriksaan
foto polos abdomen, pielografi intravena, pielografi antegrad atau retrograd, USG
ginjal. Pada pemeriksaan foto polos abdomen bisa tampak batu radio-opak. Pielografi
intravena jarang dilakukan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus,
di samping pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi. USG ginjal
memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya
hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. Biopsi dan pemerisaan
histopatologi apabila ukuran ginjal masih mendekati normal dimana diagnosis secara
tidak bisa di tegakkkan. Pemeriksaan histopatologi bertujuan mengetahui etiologi,
menetapkan terapi, prognosis dan mengetahui hasil terapi yang telah di berikan
(Johnson, 2012).

3.7 Penatalaksanaan
Pasien PGK harus makan makanan diet seimbang dan memadai sesuai
kebutuhan energi. National Health and Medical Research Council (NMHRC)
merokemendasikan diet sepert di jelaskan pada tabel 2.8. NMHRC mengatakan bahwa
pasien PGK dengan eGFR < 30 mL/mnt/1.73m2 harus melakukan diet tersebut demi
menghindari dari komplikasi penyakit lain. Pasien PGK dengan obesitas harus di
lakukan pembetasan kalori dibawah normal (Mathew, 2015).

Tabel 2.7 Target gizi bagi pasien PGK dengan eGFR <30
mL/mnt/1.73m2
Parameter Target
Protein Dengan asam amino esensial 0,35
g/kg/hari atau diet rendah protein 0,6
g/kg/hari

24
Garam 2 g/hari
Fosfat Tidak diperlukan pembatasan
Potasium Jika terjadi hiperkalemia persisten,
konsultasikan ke ahli gizi untuk
membatasi asupan dan menghindari
makanan tinggi kalium.
Cairan Minum air jika haus
Peningkatan asupan cairan tidak di
perlukan
Vitamin D Parasikalsitol oral 1 µg/ hari
Lemak Plant sterols 2 g/hari
Karbohidrat 40%-60% dari total kebutuhan kalori

Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus adalah


pemakaian obat antihipertensi. Pemakaian obat antihipertensi di samping bermanfaat
untuk memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat
pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan
hipertrofi glomerulus. Beberapa obat antihipertensi, terutama penghambat Enzim
pengubah Angiotensin ( Angiotensin Converting Enzyme/ACE inhibitor), melalui
berbagai studi dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi
lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria (Mathew, 2015).
Managemen pada pasien PGK stadium 5 mempunyai pilihan yang cukup
banyak. Managemen pengobatan meliputi transplantasi Peritonial dialisis,
hemodialisis, central hemodialisis, non dialisis supportif. Pasien dan keluarga atau wali
pasien harus menerima cukup informasi mengenai pengobatan PGK stadium 5 ini, ini
berguna untuk keluarga pasien atau pasien sendiri memilih keputusan tentang kondisi
dari pasien PGK sendiri. Pilihan pengobatan memiliki efek ke gaya hidup daripada ke
komplikasi kematian. Pengambilan keputusan sangat di harapkan dari pasien PGK
(Mathew, 2015).

25
Pengobatan Tipe Alat yang Dampak ke gaya
digunakan hidup
Transplantasi Donor hidup atau 1.Pembedahan 1. Kebebasan untuk
donor meninggal 2.Imunosupresan bekerja
seumur hidup 2.Perlu
3.Mungkin mempertahankan diet
menunggu 3-7 yang sehat, tetapi
untuk pendonor tidak ada pembatasan
meninggal lain.
4. Donor mungkin 3. Tingkat
hidup kelangsungan hidup
yang baik
4. Tingkat Infeksi
yang tinggi dan
tingkat akan terjadi
kanker yang tinggi.
Peritonial dialisis Contionuos Empat kantong 1. Membutuhkan
(PD) Ambulatory siang hari diubah Kateter PD
Peritoneal secara manual 2. Sederhana , lembut
Dialysis (CAPD) dan mudah di bawa
3. Pelatihan 1 minggu
4. Kebebasan untuk
bekerja dan bepergian
5. Kualitas hidup baik
6. Biasanya
berlangsung 2-5 tahun
Automated Setiap malam di 1. Seperti di atas
Peritoneal ganti oleh mesin dengan tidak ada
Dialysis (APD) persyaratan tambahan
apapun.
Central 1. Rumah sakit 1. Darah di 1. Rutinitas yang ketat
Hemodialisis 2. 3 kali seminggu bersihkan oleh filter 2. Diet ketat
3. Berlangsung 4- buatan 3. Transportasi ke
6 jam 2. Operasi fistula rumah sakit di
minimal 3 bulan perlukan
4. Tidak ada pelatihan
5. Risiko infeksi lebih
Pengobatan Tipe Alat yang Dampak ke gaya
digunakan hidup
Non Dialisis 1. Tidak dialisis 1. Medikasi dan 1. Pada kebanyakan
supportif atau transplantasi kontrol diet orang, angka harapan
2. Management di 2. Perencanaan hidup akan menurun
komunitas perawatan intensif dibandingkan dialisis
3. Didukung oleh atau transplantasi
perawatan paliatif

26
Tabel 2.8 Perbandingan singkat opsi dari pilihan pengobatan (Mathew, 2015)

3.8 Prognosis
Semua stadium PGK dapat menyebabkan kematian. Penelitian di Italia
menunjukkan kematian tertinggi ialah pasien pada stadium 5 (ESRD) dibandingkan
stadium lain. Apabila di usia muda ditemukan obesitas, proteinuria dan
peningkatan fosfat dapat diprediksi mengalami ESRD dikemudian hari. Apabila di
usia tua ditemukan diabetes, riwayat penyakit kardiovaskular, ESRD, proteinuria,
peningkatan asam urat dan anemia diprediksi mengalami kematian (Nicola,
Chiodini, & Zoccali, 2011)

3.9 Pencegahan
Beberapa faktor risiko yang dapat diubah seperti hipertensi dan diabetes
melitus tipe 2. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pengukuran tekanan darah secara
rutin dan pemeriksaan gula darah sewaktu. Pemeriksaan ini perlu dilakukan karena
faktor risiko yang berhubungan dengan PGK. Kebanyakan pasien PGK tidak
mengetahui bahwa dirinya pernah mengalami hipertensi atau diabetes melitus. Dari
pemeriksaan ini dapat di kontrol dari tekanan darah atau gula darah yang sewaktu-
sewaktu dapat meningkat. Pencegahan ini dapat juga diterapkan apabila sudah
mengalami PGK. Pencegahan yang dimaksud ke arah komplikasi ke
kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit
kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi,
pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan
cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit (NKF, 2016).
Pemeriksaan yang berhubungan dengan fungsi ginjal ialah tes urin dan tes
darah. Yang di liat dari tes tersebut ialah kadar ACR dan GFR. Pemeriksaan ACR
mengetahui apakah terdapat albumin di dalam urin. Albumin adalah salah 1 protein
di dalam tubuh. Terdapat protein di urin menunjukkan bahwa ginjal mengalami
kerusakan. Apabila di ulang selama 3 kali lebih dari 3 bulan tersebut positif
berturut-turut merupakan pertanda PGK. Pemeriksaan lain dapat menilai dari

27
fungsi ginjal ialah pemeriksaan darah yang berhubungan dengan GFR. Yang biasa
di ukur ialah kreatinin di dalam darah. Kreatinin adalah produk sisa dari jaringan
otot. Ketika ginjal rusak, ginjal mempunyai masalah dalam membuang kreatinin di
dalam darah. Kadar kreatinin diukur lalu di kalkulasikan dengan umur, ras dan jenis
kelamin untuk mendapatkan GFR. Pada GFR berfungsi normal apabila mengalami
penurunan berarti ada suatu masalah pada ginjal (NKF, 2016).
Gaya hidup sehat dan menjauhi makanan atau minuman yang membuat
dampak pada ginjal salah satu pencegahan primer pada PGK. Berolahraga, diet
makanan rendah karbohidrat dan rendah garam, tidak merokok dan tidak meminum
alkohol. Karena PGK adalah penyakit yang sulit disembuhkan pencegahan sangat
penting peranannya. Pencegahan sendiri memiliki peran meningkatkan kualitas
umur dan memelihara fungsi ginjal dalam keadaan normal (NKF, 2016)

28
29
BAB 4
PEMBAHASAN

Pasien Tn. Y usia 55 tahun tahun datang ke IGD dengan keluhan mual kurang lebih
3 minggu dengan riwayat ginjal tahun 2014. Pasien memiliki benjolan pada ketiak kiri
pada tahun 2019, dengan pengunaan antibiotik selama 3 hari benjolan mengecil tetapi
pasien mengalami nyeri ulu hati karena pasien memiliki riwayat maag lalu di sarankan
melakukan cuci darah. Pemeriksaan lab creatinin di dapatkan 12,6 mg/dL. Hasil GFR
: 4,4 mL/min/1.73m2.

4.1 Anamnesis
Kasus Teori
1. Mual sudah kurang lebih 3  Pasien PGK datang dengan keluhan utama
minggu sebelum masuk rumah yang tidak khas.
sakit, mual terjadi sesaat setelah  Keluhan seperti nyeri pinggang, malaise,
batuk kulit pucat, mual
2. Mual yang kemudian langsung  Selain keluhan tersebut, keluhan yang
muntah, muntah berisi cairan berhubungan penyakit yang mendasari
dan isi makanan, darah tidak seperti diabetes melitus, infeksi trakturs
ada. urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi,
3. Batuk kurang lebih 3 minggu, hiperurikemi.
batuk kering tanpa dahak.  Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah,
4. Nyeri sendi kurang lebih 2 tahun letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia,
pada kedua lutut yang tidak bisa kelebihan volume cairan, neuropati perifer,
duduk bersila. pruritus, uremic frost,perikarditis, kejang-
5. Mata kabur sejak dinyatakan kejang sampai koma.
memiliki gula darah tinggi pada  Gejala komplikasinya antara lain,
tahun 2001. hipertensi, anemia ,osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik,

30
6. BAK pasien lancar, warna gangguan keseimbangan elektrolit (sodium,
kuning bening tanpa darah kalium, klorida)
dengan konsumsi air yang
terkontrol.
7. BAB tidak lancar, kurang
lebih satu minggu sekali baru
bisa BAB, BAB tidak padat,
berwarna kuning tanpa darah.
8. Benjolan seperti bisul pada
bagian ketiak kiri muncul baru
sejak tahun 2019. Saat
benjolan muncul disertai
dengan demam.

4.2 Pemeriksaan Fisik

Kasus Teori
 Pada axilla kiri di  Pasien PGK datang dengan keluhan utama yang
dapatkan benjolan tidak khas. Keluhan seperti nyeri pinggang,
malaise, kulit pucat, mual dikeluhkan pasien.
Selain keluhan tersebut, keluhan yang
berhubungan penyakit yang mendasari seperti
diabetes melitus, infeksi trakturs urinarius, batu
traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi.
Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan
volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic
frost,perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

31
4.3 Pemeriksaan Penunjang

Kasus Teori
DL 19/12/19  Kidney Health Australia
Hb : 9,0 mg/dL merekomendasikan PGK pada semua
Hct : 26,5% umur setidaknya 2 kali untuk pemeriksaan
Leu : 8.240 mg/dL minimal 3 bulan, terlepas dari penyebab
Trb : 363.000/mm3 apa yang mendasari. Apabila di ukur
GDS : 317 mg/dL Glomerular Filtration Rate (GFR) < 60
Ur : 142,6 mg/dL mL/mnt/1,73 m2 dan/ atau ditemukan
Cr : 12,6 mg/dL kerusakan ginjal (albuminuria, proteinuria,
Na : 128 mmol/L hematuria setelah diekslusikan penyebab
K+: 3,8 mmol/L urologi, atau kelainan struktur di ginjal
Cl- : 100 mmol/L setelah di lakukan pemeriksaan radiologis
ginjal)
Kimia klinik 12/11/19  Stadium 5 PGK dengan GFR<15
As. Urat : 9,4 mg/dL mL/mnt/1.73m2
Kolesterol total : 242 mg/dL

Hasil GFR : 4,4 mL/min/1.73m2

4.4 Penegakkan Diagnosis


Kasus Teori
 Diagnosis ditegakkan berdasarkan  Anamnesis dan pemeriksaan fisik
anamnesis, pemeriksaan fisik dan 1. Pasien PGK datang dengan keluhan utama yang
tidak khas.

32
penunjang yang mengarah ke 2. Keluhan seperti nyeri pinggang, malaise, kulit
penyakit ginjal kronik: pucat, mual
1. Mual sudah kurang lebih 3 minggu 3. Selain keluhan tersebut, keluhan yang
sebelum masuk rumah sakit, mual berhubungan penyakit yang mendasari seperti
terjadi sesaat setelah batuk diabetes melitus, infeksi trakturs urinarius, batu
2. Mual yang kemudian langsung traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi.
muntah, muntah berisi cairan dan 4. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah,
isi makanan, darah tidak ada. letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia,
3. Batuk kurang lebih 3 minggu, batuk kelebihan volume cairan, neuropati perifer,
kering tanpa dahak. pruritus, uremic frost,perikarditis, kejang-
4. Nyeri sendi kurang lebih 2 tahun kejang sampai koma.
pada kedua lutut yang tidak bisa  Pemeriksaan penunjang
duduk bersila. 1. Kidney Health Australia merekomendasikan
5. Mata kabur sejak dinyatakan PGK pada semua umur setidaknya 2 kali untuk
memiliki gula darah tinggi pada pemeriksaan minimal 3 bulan, terlepas dari
tahun 2001. penyebab apa yang mendasari. Apabila di ukur
6. BAK pasien lancar, warna kuning Glomerular Filtration Rate (GFR) < 60
bening tanpa darah dengan mL/mnt/1,73 m2 dan/ atau ditemukan
konsumsi air yang terkontrol. kerusakan ginjal (albuminuria, proteinuria,
7. BAB tidak lancar, kurang lebih satu hematuria setelah diekslusikan penyebab
minggu sekali baru bisa BAB, BAB urologi, atau kelainan struktur di ginjal setelah
tidak padat, berwarna kuning tanpa di lakukan pemeriksaan radiologis ginjal)
darah. 2. Stadium 5 PGK dengan GFR <15
8. Benjolan seperti bisul pada bagian mL/mnt/1.73m2
ketiak kiri muncul baru sejak tahun
2019. Saat benjolan muncul disertai
dengan demam.
9. Hasil GFR : 4,4 mL/min/1.73m2

33
4.5 Penatalaksanaan
Kasus Teori
 Co Sp. PD : Managemen pengobatan meliputi transplantasi
- Co. Anastesi dari ruangan Peritonial dialisis, hemodialisis, central
untuk pesangan CDL hemodialisis, non dialisis supportif.
- Novorapid 3x10 ui
- Obat rutin dari pasien
- RL 10 tpm
- Pro/HD

34
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Pasien Tn. Y usia 55 tahun tahun datang ke IGD dengan keluhan mual kurang
lebih 3 minggu dengan riwayat ginjal tahun 2014. Pasien memiliki benjolan pada
ketiak kiri pada tahun 2019, dengan pengunaan antibiotik selama 3 hari benjolan
mengecil tetapi pasien mengalami nyeri ulu hati karena pasien memiliki riwayat
maag lalu di sarankan melakukan cuci darah. Pemeriksaan lab creatinin di dapatkan
12,6 mg/dL. Hasil GFR : 4,4 mL/min/1.73m2.

5.2 Saran
Deteksi dini dari penyakit ginjal kronis sangatlah penting. Hal ini
dikarenakan penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan penurunan produktivitas
kerja dari seseorang. Faktor risiko yang menyebabkan timbulnya berbagai
manifestasi yang komplek, diantaranya, penumpukan cairan, edema paru, edema
perifer, kelebihan toksik uremik bertanggung jawab terhadap perikarditis dan
iritasi, sepanjang saluran gastrointestinal dari mulut sampai anus. gangguan
keseimbangan biokimia (hiperkalemia, hiponatremi, asidosis metabolik), gangguan
keseimbangan kalsium dan fosfat lama kelamaan mengakibatkan demineralisasi
tulang neuropati perifer, pruritus, pernafasan dangkal, anoreksia, mual dan muntah,
kelemahan dan keletihan. Berbagai macam manifestasi lain bisa muncul akibat
penyakit ginjal kronis ini.
Sebagai masukan kepada masyarakat agar dapat meningkatkan kesadaran
untuk melakukan pemeriksaan secara rutin darah dan mendatangi tempat pelayanan
kesehatan apabila memiliki keluhan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Arici, M. (2014). Management of Chronic Kidney Disease. A Clinican's Guide , 16-28.

Arora, P. (2016, Juli ). Chronic Kidney Disease. Retrieved March 4, 2017, from
medscape: http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview#a3

Baylis, C. (2009). Sexual Dirmorphism, the Aging Kidney, and Involvement of Nitric
Oxide Deficiency. Semin Nephrol , 569-578.

CDC. (2014). General Information and National estimates on chrionic kidney disease.
National Chrionic Kidney fact Sheet ,
https://www.cdc.gov/diabetes/pubs/pdf/kidney_factsheet.pdf.

Chaudhry, S. (2016, January 1). Chronic Kidney Disease. Retrieved January 24, 2017,
from McMaster Pathophysiology Review: http://www.pathophys.org/ckd/

Chen, X., & Beddhu, S. (2015). Food for Thought: Diet as a risk factor for CKD.
American Journal of Nephrology , 425-426.

Coresh, J. (2016, April ). Fast Facts. Retrieved Januari Thrusday, 2017, from National
Kidney Foundation:
https://www.kidney.org/news/newsroom/factsheets/FastFacts#Ref

D'Elia, J. A., Roshan, B., Maski, M., & Weinrauch, L. A. (2009). Manifestation of renal
disease in obesity: Pathophysiology of obesity-related dysfunction of the kidney.
International Journal of Nephrology and Renovascular Disease , 39-49.

Firmansyah, M. A. (2013). Patogenesis Nefrosklerosis Hipertensif. Diagnosis dan Tata


Laksana Nefrosklerosis Hipertensif , 107-111.

Goldberg I, Krause I. (2016). The Role Of Gender In Chronic Kidney Disease.


European Medical Journal , 58-64.

Guity Farahmand, Kristen L.Johansen. (2015). Diagnosing and Managing Low


Testosterone in CKD. Retrieved January 16, 2017, from Renal And Managing low
Testoterone: http://www.renalandurologynews.com/chronic-kidney-disease-
ckd/diagnosing-and-managing-low-testosterone-in-ckd/article/403482/

Imae, E., Horio, M., Watanabe, T., Iseki, K., & Yamagata, K. (2009). Abstract.
Prevalence of chrionic Kidney Disease in the Japanese general population ,
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19513802.

36
Ingsathit A, Thakkinstian A,Chaiprasert A, Sangthawan P,Gojaseni P, Kiattisunthorn
K et all. (2010). Nephrol. Dial. Transplant. Prevalence and risk factors of chronic
kidney disease in the Thai adult population: Thai SEEK study , 1.

Ji, H., Zheng, W., Menini, S., Pesce, C., & Kim, J. (2007). Female Protection in
Progressive Renal Disease Is Associated With Estradiol Attenuation of Superoxide
Production. Gender medicine , 56-68.

Johnson, D. (2012). Diagnosis, Classification and Staging of Chronic Kidney Disease.


CARI Guidelines , 1-31.

Jong, D. (2010). Buku Ajar Bedah Sjamsuhidajat-De Jong. (Sjamsuhidajat, Ed.)


Jakarta: EGC.

K, B., & BS, A. (2015). An Overview of Diabetic Nephropathy: Epidemiology. Journal


of Diabetes Nursing , 61-70.

K, N., K, O., & M, T. (2013). Aging and Chronic Kidney Disease. Kidney blood
Pressure , 109-120.

Kazancioglu, R. (2013). Risk factors for chronic kidney disease. Atlanta: International
Society Nephrology.

KDIGO. (2012). Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease. Journal of The International Society of Nephrology , X-XII.

Kemenkes. (2017, Maret 9). Info Datin. Situasi Penyakit Ginjal Kronis , p. 1.

KHA. (2014). Statistics of CKD. Retrieved January 24, 2017, from Kidney Health
Australia: http://kidney.org.au/health-professionals/prevent/statistics

Lesley, A. I., Brad, C. A., Chester, H. F., Tamara, I., Lash, J. P., & et all. (2012).
American Journal Of Kidney Diseases Guideline. KDOQI Clinical Practice Guideline
for the Evaluation and Management of CKD , 713-735.

Maric, C., Sandberg, K., & Hinojosa-Laborde, C. (2008). Age-Related Renal Disease
in Dahl Salt Sensitive Rats is Attenuated with 17β-Estradiol Supplementation by
Modulating Nitric Oxide Synthase Expression. Gend Med , 147-159.

Mathew, T. (2015). Chronic Kidney Disease (CKD) Management in General Practice.


Australia: Kidney Health Australia.

37
Mathew, T. (2015). Guidance and clinical tips to help identify, manage and refer
patients with CKD in your practice. Chronic Kidney Disease (CKD) Management in
General Practice , 5.

Morgado, E., & Neves, P. L. (2012). Hypertension and Chronic Kidney Disease: Cause
and Consequence - Therapeutic Considerations. (H. Babaei, Ed.) Portugal: InTech.

Nicola, L. D., Chiodini, P., Zoccali, C., Borelli, S., & Cianciaruso, B. (2011). Prognosis
of CKD Patients Reveiving Outpatient Nephrology Care In Italy. American Society of
Nephrology , 2421-2428.

NKF. (2011). High Blood Pressure and Chronic Kidney Disease. New York , New
York, USA.

NKF. (2016, January 1). Prevention. Retrieved March 4, 2017, from National Kidney
Foundation: https://www.kidney.org/prevention

NKUDIC. (2012). The Growing Burden of Kidney Disease. Kidney Disease Statistic
for the United States , 1-15.

Notoadmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Paulsen, F., & Washcke, J. (2012). Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta: EGC.

PERNEFRI. (2014). Indonesian Renal Registry. Jakarta: PERNEFRI.

Prakash, S., & O'Hare, A. M. (2009). Interaction Of Aging And CKD. NIH Public
Acces , 497-503.

Riskesdas. (2013). Riset kesehatan dasar. Jakarta: Depkes.

Sherwood, L. (2011). Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem (Vol. 6). (N. Yesdelita,
Ed.) Jakarta: EGC.

Suwitra, K. (2014). Penyakit Ginjal Kronik. In S. Setiati, I. Alwi, A. W. Sudoyo, M.


Simadibrata, & B. Setiyohadi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 2161-2167).
Jakarta: Internal Publishing.

Tjekyan, S. (2012). Pembahasan. Prevalensi dan Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik
di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang , 275-282.

Tzanakaki, E., Boudouri, V., Stavropoulou, A., Stylianou, K., Rovithis, M., &
Zidianakis, Z. (2014). Causes and Complications of chronic kidney disease in patients
on dialysis. Health Science Journal , 343-349.

38
USRDS. (2016). 2016 USRDS annual data report: epidemiology of kidney disease in
the United States. Bethesda: National Institutes of Health.

Vos, T., Barber, R. M., Bell, B., Villa, A. B., & Blryukov, S. (2015, Juni 7). Global
Burden of Disease Study 2013 Collaborators. Global, regional, and national incidence,
prevalence, and years lived with disability for 301 acute and chronic disease and
injuries in 188 countries, 1990-2013: a systematic analysis for the Global Burden of
Disease Study 2013 , pp. 743-800.

WHO. (2012). Summary of Evidence. Sodium Intak for Adults and Children , 11-17.

WKD. (2015). Chronic Kidney Disease. Retrieved June 20, 2017, from World Kidney
Day: http://www.worldkidneyday.org/faqs/chronic-kidney-disease/

39

Anda mungkin juga menyukai