KOLELITIASIS
Disusun Oleh:
Fitri Firdausi
1710029002
Pembimbing:
dr. P.M.T. Mangalindung O., Sp.B
KOLELITIASIS
Laporan Kasus
Disusun oleh:
Fitri Firdausi
NIM: 1710029002
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................... II
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... Ii
KATA PENGANTAR................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS...................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 9
3.1 Definisi........................................................................................... 9
3.2 Anatomi kandung empedu............................................................. 9
3.3 Fisiologi.......................................................................................... 12
3.4 Epdemiologii.................................................................................. 13
3.5 Patogenesis..................................................................................... 13
3.6 Patofisiologi.................................................................................... 14
3.7 Manifestasi Klinis........................................................................... 14
3.8 Pemeriksaan Penunjang................................................................. 17
3.9 Penatalaksanaan.............................................................................. 19
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................... 20
4.1 Anamnesis...................................................................................... 20
4.2 Pemeriksaan Fisik........................................................................... 20
4.3 Pemeriksaan Penunjang.................................................................. 21
4.4 Penatalaksanaan.............................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 24
LAMPIRAN............................................................................................... 25
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
Mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
yang diperlukan dan penegakkan diagnosis kolelitiasis.
Mengetahui alur penegakkan diagnosis dan penatalaksanaannya kolelitiasis.
Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dalam kasus
ini.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Identitas Pasien
Nama : Ny. IBY
Umur : 38 Tahun
Alamat : Loa Tebu
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
MRS : 5 September 2018 DI Ruang Aster
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Bedah umum dengan keluhan nyeri perut kanan atas
sejak 4 tahun yang lalu sebelum masuk rumah sakit dan memberat sejak 2
bulan yang lalu. Nyeri hilang timbul terutama ketika seleasai memakan
makanan berminyak seperti gorengan, dan sayur dengan kuah santan.
Riwayat kuning 2 minggu SMRS baru disadari oleh pasien ketika masuk
rumah sakit. Keluhan lain yang dirasakan yaitu BAB putih seperti dempul,
BAK pekat berwarna seperti teh tetapi frekuensi normal tidak ada nyeri
kencing, perasaan tidak tuntas juga disangkal. Demam disangkal
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-), alergi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-), alergi (-) riwayat penyakit
kuning pada keluarga disangkal.
Riwayat kebiasaan:
3
Pasien kadang sering meminum alkohol. Tidak ada riwayat penggunaan
obat atau jamu secara terus-menerus
4
Bawah: akral hangat edema tungkai (-/-),
varices (-/-)
5
6
3. Pemeriksaan MRCP (7 September 2018)
2.5 Diagnosis
Ikterus Obstruktif ec. Choledocolitiasis
2.6 Penatalaksanaan
IVFD Futrolit 16tpm
Inj ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Inj santagesic 3 x 1 amp IV
Diet bebas rendah lemak
Pro laparoscopy cholesistectomy + explorasi CBD
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Defenisi
8
3.3 Fisiologi
9
buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya
kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam6.
3.4 Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka kejadian
di Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara. Peningkatan
insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang disebut ”5
Fs” : female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk),
fair, dan forty (empat puluh tahun)7.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin
banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis8,9.
Faktor resiko tersebut antara lain:
1. Genetik
2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat
sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan
semakin bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu
empedu, sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga
orang3,12.
10
3. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung
empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia
jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki10.
Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain:
obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi jangka vena yang
lama10,13.
3.5 Patogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna,
akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu
dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan
yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan
kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan
unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian
dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan
pembentukan mukus5.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada
kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan
batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol
adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-
garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam
empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak
yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu
produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat
11
diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami
perkembangan batu empedu6.
12
sangat keras dan penampilan hijau sampai hitam. Batu-batu tersebut mengandung
dalam jumlah bervariasi kalsium bilirubinat, polimer bilirubin, asam empedu
dalam jumlah kecil kolesterol (3 sampai 26%) dan banyak senyawa organik lain.
Didaerah Timur, batu kalsium bilirubinat dominan dan merupakan 40 sampai 60
% dari semua batu empedu. Batu ini lebih rapuh, berwarna kecoklatan sampai
hitam10
Patogenesis batu pigmen berbeda dari batu kolesterol. Kemungkinan
mencakup sekresi pigmen dalam jumlah yang meningkat atau pembentukan
pigmen abnormal yang mengendap dalam empedu. Sirosis dan stasis biliaris
merupakan predisposisi pembentukan batu pigmen. Pasien dengan peningkatan
beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia hemolitik), lazim membentuk batu
pigmen murni. Di negara Timur, tingginya insiden batu kalsium bilirubinat bisa
berhubungan dengan invasi bakteri sekunder dalam batang saluran empedu yang
di infeksi parasit Clonorchis sinensis atau Ascaris Lumbricoides. E.coli
membentuk B-glukoronidase yang dianggap mendekonjugasikan bilirubin di
dalam empedu, yang bisa menyokong pembentukan kalsium bilirubinat yang tak
dapat larut14.
c. Batu campuran
Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini
sering ditemukan hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat
majemuk, berwarna coklat tua. Sebagian besar dari batu campuran mempunyai
dasar metabolisme yang sama dengan batu kolesterol10.
13
merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode wakti 5 tahun.
Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien
dengan batu empedu asimtomatik4.
2. Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan
atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit,
dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri
pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak,
terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian
pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan
muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris3,4.
3. Komplikasi
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling
umum dan sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita
usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan
dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari
kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa
serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah
epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan
pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini
dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung
berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada
kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (pasien berhenti bernafas
sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya
dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami kolesistektomi
terbuka atau laparoskopik4.
14
Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non
piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri
didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis
piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala
trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran
sampai koma3.
Koledokolitiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena
komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus
koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan
adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah
kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui
ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan
duktus pankreatikus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya
batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif10.
1. Pemeriksaan laboratorium
15
meningkat tanpa penyakit hepatobiliaris pada banyak jenis kelainan yang
mencakup episode bermakna hemolisis intravaskular dan sepsis sistemik.
Tetapi lebih lazim peningkatan bilirubin serum timbul sekunder terhadap
kolestatis intrahepatik, yang menunjukkan disfungsi parenkim hati atau
kolestatis ekstrahepatik sekunder terhadap obstruksi saluran empedu akibat
batu empedu, keganasan, atau pankreas jinak.
Bila obstruksi saluran empedu lengkap, maka bilirubin serum
memuncak 25 sampai 30 mg per 100 ml, yang pada waktu itu eksresi
bilirubin sama dengan produksi harian. Nilai >30 mg per 100 ml berarti
terjadi bersamaan dengan hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel hati.
Keganasan ekstrahepatik paling sering menyebabkan obstruksi lengkap
(bilirubin serum 20 mg per 100 ml), sedangkan batu empedu biasanya
menyebabkan obstruksi sebagian, dengan bilirubin serum jarang melebihi
10 sampai 15 mg per 100 ml.
Alanin aminotransferase (dulu dinamai SGOT, serum glutamat-
oksalat transaminase) dan Aspartat aminotransferase (dulu SGPT, serum
glutamat-piruvat transaminase) merupakan enzim yang disintesisi dalam
konstelasi tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan dalam aktivitas serum
sering menunjukkan kelainan sel hati, tetapi peningkatan enzim ini ( 1-3
kali normal atau kadang-kadang cukup tinggi tetapi sepintas) bisa timbul
bersamaan dengan penyakit saluran empedu, terutama obstruksi saluran
empedu.
Fosfatase alkali merupakan enzim yang disintesisi dalam sel epitel
saluran empedu. Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum
meningkat karena sel duktus meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang
sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu. Tetapi
fosfatasi alkali juga ditemukan di dalam tulang dan dapat meningkat pada
kerusakan tulang. Juga meningkat selama kehamilan karena sintesis
plasenta.
2. Pemeriksaan Radiologis
16
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang
khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan
akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan
atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.
4. Kolesistografi
17
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun
serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-
keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
3.9 Penatalaksanaan
Konservatif
a). Medikamentosa
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan
mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak
berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun
nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif.
Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu
kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan
monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil
dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun1
b). Litotripsi (Extarcorporal Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer
beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya
terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam
ursodeoksilat10.
Penanganan operatif
a). Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan
batu empedu simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi
yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi.
18
Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani
kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara
keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian
0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian
mencapai 0,5 %4.
b). Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan
perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering
adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan
tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum
dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi
berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma
duktus biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun
umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik
laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali
menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan
semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas
olahraga14
19
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Kasus Teori
Nyeri perut kanan atas sejak 4 tahun Keluhan utamanya berupa nyeri di
yang lalu sebelum masuk rumah sakit daerah epigastrium, kuadran kanan atas.
dan memberat sejak 2 bulan yang lalu. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier
Nyeri hilang timbul terutama ketika yang berlangsung lebih dari 15 menit,
seleasai memakan makanan berminyak dan kadang baru menghilang beberapa
seperti gorengan, dan sayur dengan jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri
kuah santan. Riwayat kuning 2 minggu pascaprandial kuadran kanan atas,
SMRS baru disadari oleh pasien ketika biasanya dipresipitasi oleh makanan
masuk rumah sakit. Keluhan lain yang berlemak, terjadi 30-60 menit setelah
dirasakan yaitu BAB putih seperti makan, berakhir setelah beberapa jam
dempul, BAK pekat berwarna seperti dan kemudian pulih, disebabkan oleh
teh. batu empedu, dirujuk sebagai kolik
biliaris. Mual dan muntah sering kali
berkaitan dengan serangan kolik biliaris
20
4.3 Pemeriksaan Penunjang
Kasus Teori
Laboratorium: Laboratorium: Bila obstruksi saluran
Leukosit : 13.350 sel/mm3 empedu lengkap, maka bilirubin serum
Hb : 11.0 g/dl memuncak 25 sampai 30 mg per 100
Hematokrit: 31.3% ml, yang pada waktu itu eksresi
Trombosit : 299.000 sel/mm3 bilirubin sama dengan produksi harian.
Albumin : 2.0 g/dl Foto polos: Foto polos abdomen
Bil. Total : 16.4 mg/dl biasanya tidak memberikan gambaran
Bil. Direct : 11.4 mg/dl yang khas karena hanya sekitar 10-15%
Bil Indirect: 5.0 mg/dl batu kandung empedu yang bersifat
Globulin : 2.8 g/dl radioopak.
Cholesterol: 241 mg/dl USG: dinding kandung empedu yang
Asam urat : 3.0 mg/dl menebal karena fibrosis atau udem
Ureum : 39 U/L yang diakibatkan oleh peradangan
Creatinin : 29 U/L maupun sebab lain. Batu yang terdapat
USG Abdomen: pada duktus koledukus distal kadang
Terdapat gambaran batu pada gall sulit dideteksi karena terhalang oleh
bladder dengan acoustic shadow. udara di dalam usus.
MRCP: tampak intensitas batu ukuran Kolesistografi: Untuk penderita
+ 12.2 mm x 16.1 mm x 15.6 mm pada tertentu, kolesistografi dengan kontras
duktus choledocus 1/3 proksimal cukup baik karena relatif murah,
dengan duktus cystikus, duktus sederhana, dan cukup akurat untuk
hepatikus komunis, duktus hepatikus melihat batu radiolusen sehingga dapat
kanan dan kiri; kaliber lumen duktus dihitung jumlah dan ukuran batu.
pankreatikus tampak normal.
21
4.4 Penatalaksanaan
Kasus Teori
IVFD Futrolit 16tpm 1. Medikamentosa
Inj ceftriaxone 2 x 1 gr IV 2. Litotripsi (Extarcorvoral Shock
Inj santagesic 3 x 1 amp IV Wave Lithotripsy =ESWL)
Diet bebas rendah lemak 3. Open kolesistektomi
Laparotomi kolesistektomi 4. Kolesistektomi laparoskopik
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.380-
4.
2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of
Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.
3. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
4. Brunicardi FC et al. Schwartz’s principles of surgery. 8th edition. United
States America: McGraw Hill, 2005.826-42.
5. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi.
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 2005. 430-44.
6. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 2007. 1028-1029.
7. Clinic Staff. Gallstones. Available from: http:/www.6clinic.com/health/
digetivesystyem/DG9999.htm. Last update 25 Juli 2016 [diakses pada tanggal
10 Oktober 2018]
8. Cholelithiasis. Available from: http:/www.7.com/healthmanagement/
ManagingYourHealth/HealthReference/Disease/InDepth.htm. Last update
April 2007 [diakses tanggal 10 Oktober 2018].
9. Sarr MG, Cameron JL. Sistem empedu dalam : Buku Ajar Bedah. Esentials of
Surgery, edisis ke-2. Jakarta: EGC, 2007. 121-123
10. Garden Jet et al. Gallstone dalam: Principle and Practice of Surgery. China:
Elseiver, 2007. 23.
11. Latchie M. Cholelitiasis dalam : Oxford Handbook of Clinical Surgery.
Oxford University. 1996. 162
12. Bhangu AA et al. Cholelitiasis and Cholesistitis dalam: Flesh and Bones of
Surgery. China: Elseiver, 2007. 123.
13. Kasper DL et al. Cholelitiasis, Cholesistitis, and Cholangitis dalam: Harrisons
Manual of Medicine, McGraw Hill, 2005, 751.
14. Nealon TF. Kolesistektomi Laparoskopi dalam : Ketrampilan Pokok Ilmu
Bedah. Jakarta : EGC, 2006. 394
23
LAMPIRAN
Batu CBD
24