APENDISITIS
Pembimbing:
dr. Fahrul Junaidi, Sp.BV
Disusun Oleh:
Mulia Ramadhan, S.Ked
21174023
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, kasih sayang
dan karunia kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Apendisitis”. Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani
kepaniteraan klinik senior pada Bagian/SMF Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran
Universitas Abulyatama/ RSUDM Banda Aceh.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
BAB II KASUS............................................................................................................2
2.1 IDENTIFIKASI PASIEN...............................................................................2
I. ANAMNESA..................................................................................................2
II. Pemeriksaan Fisik....................................................................................3
III. Pemeriksaan Penunjang............................................................................5
IV. Diagnosis Banding...................................................................................9
V. Diagnosis Sementara................................................................................9
VI. Tatalaksana...............................................................................................9
VII. Rencana Pemeriksaan...............................................................................9
VIII. Prognosis..................................................................................................9
IX. Follow Up...............................................................................................10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................12
3.1 ANATOMI....................................................................................................12
3.2 FISIOLOGI...................................................................................................14
3.3 DEFINISI......................................................................................................14
3.4 EPIDEMIOLOGI..........................................................................................14
3.5 ETIOLOGI....................................................................................................15
3.6 PATOLOGI...................................................................................................15
3.7 MANIFESTASI KLINIS..............................................................................16
3.8 PEMERIKSAAN FISIK...............................................................................17
3.9 DIAGNOSIS.................................................................................................18
3.10 LABORATORIUM......................................................................................19
3.11 DIAGNOSIS BANDING..............................................................................20
3.12 TATALAKSANA.........................................................................................21
ii
3.13 KOMPLIKASI..............................................................................................23
3.14 PROGNOSIS................................................................................................24
BAB IV PEMBAHASAN..........................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Apendisitis merupakan infeksi yang terjadi pada organ apendik atau sering
disebut radang usus buntu. Apendik juga dapat terjadi dalam proses infeksi, inflasi
dan proses kronik yang membutuhkan apendiktomi. Peradangan pada apendik
dimulai ketika pembukaan dari apendiks ke sekum menjadi tersumbat disebabkan
oleh penumpukkan lendir tebal atau tinja yang masuk ke dalam sekum itu
menghalangi saluran sehingga bakteri dapat berkembang biak membuat usus buntu
bengkak, meradang, hingga bernanah bahkan bisa menyebabkan pecahnya usus
buntu. Apendisitis juga merupakan penyakit gangguan pencernaan yang paling umum
meyebabkan bedah abdomen darurat.1
Pada tahun 2010 Insiden Apendisitis di dunia menurut WHO 27% sedangkan
angka mortalitas penyakit apendisitis adalah 0,2 - 0,8 % . Angka Insiden apendisitis
di Amerika mencapai 7% dari seluruh populasi di Amerika. Dari kasus-kasus ini,
terdapat dengan tanda-tanda klasik dan gejala nyeri pada kuadran kanan bawah,
demam ringan dan mual. Radang usus buntu di Afrika memiliki insiden yang lebih
rendah daripada di negara maju, umumnya memiliki jauh lebih banyak perjalanan
klinis yang serius.2
Apendisitis adalah peradangan yang disebabkan infeksi pada usus buntu, yang
dimana gejala umumnya nyeri perut bagian bawah kanan, mual, muntah dan nafsu
makan berkurang. Penyebab terjadinya peradangan pada apendiks (umbai cacing) dan
sering disebut Apendisitis adalah ketika ada sisa makanan yang tidak dapat keluar
dari apendiks dan jika tidak dilakukan tindakan pada peradangan tersebut dapat
mengakibatkan Apendiks pecah dan dapat mengakibatkan kematian dikarenakan
shock dan peritonitis.3
1
BAB II
KASUS
I. ANAMNESA
A. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah
2
Disangkal
D. Riwayat penggunaan obat
Ceftriaxone
Ranitidin
Domperidon
Paracetamol
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal
F. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien suka makan pedas dan asam
B. Status Internus
Kepala dan Leher
Mata : pupil isokor (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
edema palpebral (-/-), eksoftalmus tidak ada
Hidung : deviasi septum (-), secret (-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut/faring : bibir kering (-), mukosa kering (-), sianosis (-), T1/T1,
Faring hiperemis (-)
3
Leher : Deviasi trakea (-), tidak ada pembesaran KGB, tidak ada
peningkatan JVP
Pemeriksaan Thorax
Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, barrel chest
(-)
Palpasi : fremitus taktil sama kanan dan kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : batas atas : linea midclavicuralis sinistra ICS 3
batas kanan : linea parasternalis dextra ICS 4
batas kiri : linea midclavicular sinistra ICS 5
Auskulasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi abdomen (-) sikatrik (-),ascites (-)
- - -
Auskultasi : peristaltik (+)
- - -
Palpasi : nyeri tekan (+) kanan bawah, defans muscular (+),
+ - -
hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : tympani (+) seluruh lapang abdomen
Eksremitas
Superior : akral hangat, CRT <2 detik, pitting edema (-/-)
Inferior : akral hangat, CRT <2 detik, pitting edema (-/-)
Orthopedi
Look : dalam batas normal
Feel : dalam batas normal
4
Move : dalam batas normal
5
Alvarado Score
Temua Skor Pasien
Gejala Klinis
Nyeri abdominal pindah ke fossa iliaka kanan 1 1
Nafsu makan menurun 1 1
Mual dan muntah 1 1
Tanda Klinis
Nyeri lepas 1 0
Nyeri tekan fossa iliaka kanan 2 2
Demam (Suhu >37,20C) 1 1
Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis (leukosit >10.000/ml) 2 2
Shift to the left (neutrofil >75%) 1 1
Total 10 9
6
USG Abdomen
Foto BOF :
Bayangan gas dalam usus meningkat di abdomen atas bercampur fecal dengan
distribusi minimal di cavum pelvis. Hepar dan lien tak tampak jelas
Contour kedua ginjal tak tampak dengan jelas
Tak tampak bayangan radioopaque sepanjang tr. Urinarius
Kesimpulan : Peningkatan gas usus
V. Diagnosis Sementara
Colic abdomen e.c dd.1 Apendisitis Akut
7
VI. Tatalaksana
Farmakologi :
1. IV Ranitidine ½ Ampul per 12 jam
2. Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam ( 21.00 WIB)
3. Ketorolac 1 ampul / 8 jam
4. Drip. Metronidazole 250mg / 8jam
5. Drip. Paracetamol ½ FIS
6. Ambroxol Syr. 3 x 1
Operasi :
1. Apendictomy
VIII. Prognosis
a. Quo ad vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad fungtionam : dubia ad malam
c. Quo ad sanactionam : dubia ad malam
IX. Follow Up
Tanggal Follow up Terapi
07-09- S : nyeri perut post op (+), mual (+) , IV Ranitidine ½ Ampul per
2021 muntah (-), demam (-), batuk (+) 12 jam
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
O : KU : sedang ( 21.00 WIB)
TD : 110/70 mmHg Ketorolac 1 ampul / 8 jam
Drip. Metronidazole 250mg
8
HR : 79x/menit / 8jam
RR : 21x/menit Drip. Paracetamol ½ FIS
T : 36,7oC Ambroxol Syr. 3 x 1
9
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 ANATOMI
11
Gambar 3.1 Anatomi Apendiks
Jenis Posisi
12
4. 4 o clock: Pelvic (turun ke dalam pelvis)
5. 6 o clock: Subcecal (di bawah caecum dan menuju ke inguinal canal)
6. 11 o clcok: Paracolic (menuju keatas kanan)5,6
3.2 FISIOLOGI
3.3 DEFINISI
Apendisitis akut adalah inflamasi dan infeksi akut dari apendiks vermiformis,
yang secara sederhana sering disebut sebagai apendiks. Apendiks adalah suatu
struktur yang buntu, berasal dari sekum. Apendiks dapat terlibat dalam berbagai
proses infeksi, inflamasi, atau proses kronis yang dapat menyebabkan dilakukan
apendektomi. Kata “apendisitis” dan “apendisitis akut” digunakan secara bergantian
dengan maksud yang sama.7
3.4 EPIDEMIOLOGI
Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi dari pada di negara
berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatkan penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari – hari.4
13
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20 – 30 tahun,
setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali
pada umur 20 – 30 tahun, ketika insiden pada lelaki lebih tinggi.4
3.5 ETIOLOGI
3.6 PATOLOGI
14
dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Suatu saat, organ ini
dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.4
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, baik disertai maupun tanpa rangsang peritoneum local. Gejala klasik
apendisitis ialah nyeri samar – samar dan tumpul yang merupakan nyeri visera di
daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
ada muntah. Umumnya , nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan
berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan
lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada
nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan
obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah
terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien
mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.4
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering
hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
melukiskan rasa nyerinya. Beberapa jam kemudian anak akan muntah sehingga
15
menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, apendisitis sering
baru diketahui setelah terjadi perforasi.4
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual dan
muntah. Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering juga
terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke
kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih di
regio lumbal kanan4
Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5 – 38,5oC. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan
resital sampai 1oC. Pada inspeksi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlhat pada pendiri dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut
kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler.4
Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada
penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut
tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal, diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adanya rasa nyeri.4
16
uterus atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai
dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari apendiks.4
Peristalsis usus sering normal tetapi juga dapat hilang akibat adanya ileus
paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai
dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvis.4
Pada apendisitis pelvis, tanda perut sering meragukan; maka, kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditunjukan untuk mengetahui letak
apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangasangan otot psoas lewat hiperekstensi
sendi panggul kanan ataufleksi aktif sendi panggul kanan, kemudi paha kanan
ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di otot psoas mayor, tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk memeriksa apakah
apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator Internusa yang
merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada
posisi telentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvis.4
3.9 DIAGNOSIS
3.10 LABORATORIUM
17
1. Hitung darah lengkap (complete bloodcount,CBC)–leukositosis,
neutrofilia, tanpa eosinofil
I. Skor Alvarado
18
Shift to the left (neutrofil >75%) 1
Total 10
Interpretasi:
DEMAM DENGUE. Demam Dengue dapat dimulai dengan nyeri perut mirip
peritonitis. Pada penyakit ini, didapatkan hasil tes positif untuk Rumple Leede,
trombositopenia, dan peningkatan hematokrit.4
19
INFEKSI PANGGUL. Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan
apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi dari pada apendisitis dan nyeri perut
bagian bawah lebih difusi. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan
dan infeksi urin. Pada pemeriksaan vaginal toucher, akan timbul nyeri hebat di
panggul jika uterus diayun. Pada gadis dapat dilakukan rectal toucher jika perlu untuk
diagnosa banding.4
3.12 TATALAKSANA
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu –
satunya pilihan yang baik adalah apendiktomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi,
biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau
apendisitis perforata. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi.4
20
Gambar 3.3 Apendiktomi secara terbuka
Pada apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih . operasi ini
dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Jika apendiks mengalami perforasi
maka abses disedot dan diguyur dengan NaCl dan disedot hingga bersih.4,5,6
21
dapatkan peradangan pada apendiks maka dapat langsung dilakukan pengangkatan
apendiks.5,6
3.13 KOMPLIKASI
22
APENDISITIS PERFORATA. Adanya fekalit di dalam lumen, usia (orang
tua atau anak kecil), dan keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperan
dalam terjadinya perforasi apendiks. Insiden perforasi pada penderita di atas usia 60
tahun dilaporkan sekitar 60%. Faktor yang mempengaruhi tingginya insiden perforasi
pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya
perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen, dan arteroklerosis. Insiden
tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang
komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis, dan proses pendindingan
kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum
berkembang.4
3.14 PROGNOSIS
Tingkat mortalitas dan morbiditas sangat kecil dengan diagnosis yang akurat
serta pembedahan. Tingkat mortalitas keseluruhan berkisar 0,2 – 0,8% dan
disebabkan oleh komplikasi penyakit dari pada intervensi bedah. Pada anak, angka ini
berkisar 0,1 – 1 % sedangkan pada pasien di atas 70 tahun angka ini meningkat di
atas 20% terutama karena keterlambatan diagnosa dan terapi.
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada anamnesis, didapatkan keluhan utama berupa nyeri perut kanan bawah
sejak 2 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan adanya gejala gastrointestinal berupa
mual dan muntah setelah gejala nyeri muncul, hal ini sering dijumpai pada
apendisitis akibat multiplikasi bakteri yang cepat di dalam apendiks. Selain itu pasien
juga mengeluhkan adanya demam yang menggambarkan adanya infeksi yang terjadi.
24
Gejala Klinis
Nyeri abdominal pindah ke fossa iliaka kanan 1 1
Nafsu makan menurun 1 1
Mual dan muntah 1 1
Tanda Klinis
Nyeri lepas 1 0
Nyeri tekan fossa iliaka kanan 2 2
Demam 1 1
Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis 2 2
Shift to the left 1 1
Total 10 9
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Widagdo., (2017). Masalah dan tatalaksana penyakit anak dengan nyeri perut.
Apendisitis (pp. 49-52), Jarta : Universitas Trisakti.
26
27