Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

ULKUS DEKUBITUS

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF Ilmu Penyakit bedah Rumah Sakit Umum Daerah Meuraxa Banda Aceh
Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama

Oleh:
Valensia Refni Affuan
21174055

Pembimbing:

dr. Muhammad Hendro Mustaqim, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MEURAXA BANDA ACEH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus berjudul “ulkus dekubitus”. Adapun laporan kasus ini dibuat dengan tujuan untuk
memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum
Meuraxa Banda Aceh.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada dokter pembimbing yaitu
dr. Muhammad Hendro Mustaqim, Sp.B yang telah bersedia memberikan bimbingan dalam
penyusunan laporan kasus ini, juga kepada semua pihak yang telah turut serta dalam membantu
penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunannya laporan kasus ini masih memiliki
banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan laporan kasus ini. Akhirnya semoga
laporan kasus ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi kita semua.

Banda Aceh, 28 Maret 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 4
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................................ 5
2.1 Indentitas Pasien .......................................................................................................... 5
2.2 Anamnesis .................................................................................................................... 5
2.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................................ 6
2.4 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................... 7
2.5 Resume Medis................................................................................................................ 8
2.6 Diagnosis Kerja ............................................................................................................ 9
2.7 Diagnosis Banding ........................................................................................................ 9
2.8 Tatalaksana ................................................................................................................... 9
2.9 Planning Dan Evaluasi .................................................................................................. 9
2.10 Follow Up Pasien ........................................................................................................ 10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 11


3.1 Definisi ......................................................................................................................... 11
3.2 Epidemiologi ............................................................................................................... 11
3.3 Etiologi Dan Faktor Risiko .......................................................................................... 11
3.4 Patofisiologi ............................................................................................................... 14
3.5 Klasifikasi ................................................................................................................... 18
3.6 Diagnosis ..................................................................................................................... 20
3.7 Diagnosis Banding ....................................................................................................... 21
3.8 Penatalaksanaan ........................................................................................................... 22
3.9 Komplikasi .................................................................................................................. 25
3.10 Prognosis ..................................................................................................................... 25

BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................ 26


BAB V KESIMPULAN .................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 32

3
BAB I
PENDAHULUAN
Ulkus decubitus merupakan suatu kondisi terjadinya kerusakan struktur anatomis dan

fungsi normal akibat dari tekanan eksternal yang terus menerus pada penonkolan tulang. Ulkus

decubitus yang dibiarkan terlalu lama akan mengakibatkan luka semakin dalam dan dapat

menimbulkan infeksi. Hal ini akan mempengaruhi penatalaksanaan ulkus decubitus. 1

Ulkus decubitus menandakan telah terjadi nekrosis jaringan local, sering terjadi pada

bagian tubuh yang menonjol, misalnya sacrum tuberositas iskialgia, trokanter, tumit. Ulkus

decubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer, pressure ulcer, pressure sore, bed sore,

decubital ulcer. 2

Diperlukan upaya pencegahan untuk menghindari terjadinya ulkus decubitus. Upaya

pencegahan termasuk dengan terapi kausaif (seperti pada orang stroke) dan dukungan nutrisi

optimal, serta mengontrol factor ekstenal seperti memberikan pelembab, menggunakan Kasur

dekbitus, mencegah terjadinya gesekan, tekanan tarikan dan melakukan perubahan posisi

secara berkala. 3

4
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi
Nama : Ny. R
Umur : 88 tahun
Alamat : Suka makmur
Suku : Aceh
Agama : Islam
No. RM : 0102059
MRS : 06 maret 2023

2.2 Anamnesis
Autoanamnesis

A. Keluhan Utama
Luka Borok di punggung
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan luka borok di pinggul kiri pasien yang sudah didapati

pasien sejak 2 bulan SMRS Luka mengeluarkan nanah yang bau, dan tidak terdapat

perdarahan aktif, tampak terlihat otot sekitar. Pasien saat ini tidak dapat berkomunikasi,

Menurut keluarga Luka juga terdapat di bagian bokong. Sebelumnya pasien sudah 2

bulan berbaring akibat kelemahan anggota gerak karena serangan stroke. Pasien juga

memiliki riwayat patah pada tangan serta siku sebelah kanan sejak 2 bulan yang lalu,

tangan kanan saat di IGD bengkak (+), keluhan mual (-), muntah (-), BAK dan BAB

dalam batas normal. Menurut pengakuan keluarga Pasien juga memiliki riwayat operasi

pemasangan pen pada paha kiri 10 tahun terakhir.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Stroke
 Riw. Operasi pemasangan pen sejak 10 tahun yang lalu
D. Riwayat penggunaan obat

5
 Tidak ada
E. Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada
F. Riwayat pekerjaan, social ekonomi dan kebiasaan
 Pasien dalam keseharian hanya berbaring dan tidak dapat melakukan aktivitas
apapun akibat stroke sejak 2 bulan yang lalu.
2.3 Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalisata
Kesadaran : Kompos mentis
Kesadaran umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 148/80 mmhg
Nadi : 70 x/menit
Suhu : 36,0 oC
Pernapasan : 22 x/menit
B. Status Internus
Kepala dan Leher
 Mata : pupil isokor (+/+), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), edema
palpebral (+/+), eksoftalmus tidak ada
 Hidung : deviasi septum (-), secret (-), pernapasan cuping hidung (-)
 Mulut/faring : mukosa tidak kering, tidak pucat, sianosis tidak ada, T1/T1, uvula di
tengah
 Leher : trakea medial, tidak ada pembesara KGB, tidak ada peningkatan JVP

Pemeriksaan Thorax
1. Paru
Inspeksi : bentuk dan gerak simetris kanan dan kiri, barrel chest (-)
Palpasi : fremitus taktil sama kanan dan kiri
Perkusi : sonor dikedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
2. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : batas atas: linea midclavicuralis sinistra ICS 3
batas kanan : linea parasternalis dextra ICS 4

6
batas kiri : linea midclavicular sinistra ICS 5
Auskulasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : perut tampak cembung
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba shifting dulnes
(-)
Perkusi : tympani, pekak sisi (+)
Pemeriksaan Eksremitas
Superior : akral hangat, CRT <2 detik, pitting edema (-/-), kukuatan otot melemah
(+/-)
Inferior : akral hangat, CRT <2 detik, pitting edema (-/-), kekuatan otot melemah
(+/-)
C. Pemeriksaan status lokalis
 Inspeksi : luka ukuran 8x8 cm , dan 2x2 cm , tampak dasar otot sekitar,
terdapat jaringan mati disekitar luka (slough ) , hiperemis (+), pendarahan (-)
 Palpasi : nyeri tekan (+)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Darah rutin

 Hemoglobin : 10.9 g/dl (12.0-15.2) (L)


 Eritrosit : 3.87 x 106/ul (4.50-5.10)

 Hematokrit : 34.4 % (36.0-47.0) (L)


 Leukosit : 21 x 103/ ul (4,5-13.0) (H)
 Eosinophil : 0.9 (2.0-4.0) (L)
 Neutofil : 87.0 (40.0-70.0) (H)
 Trombosit : 297.000/ul (140-450)

 MCH : 28,7 pg(28.0-33.0)


 MCHC : 31 g/dl (33.0-36.0)
 MCV : 88.5 f L (80.0-96.0)

7
Kesan : leukositosis dan neutrofilia
Kimia klinik :
 KGDS : 116 mg/dl (70-160)
 Ureum : 44 mg/dl (10-50)
 Creatinine : 0.7 mg/dl (0.5-0.9)

Elektrolit :
Natrium : 138 mmol/L (135-148)
Kalium : 2.7 mmol/L (3.5-5.3) (LL)
Chloride : 99 mmol/L (98-107)
Kesan : hypokalemia

Foto rotgen
Foto femur sinistra AP/lateral :
Post operasi/control
Posisi caput femur sinistra “protesa” baik di asetabulum coxae sinistra
Foto elbow joint dextra AP/Lateral :
Tidak tampak tanda fraktur/dislokasi elbow joint dextra
Foto antebrachii dextra AP/Lateral :
Tidak tampak tanda fraktur os radius dan os ulna dextra

2.5 Resume
Pasien datang dengan keluhan luka borok di pinggul kiri pasien yang sudah

didapati pasien sejak 2 bulan SMRS Luka mengeluarkan nanah yang bau, dan tidak

terdapat perdarahan aktif, tampak terlihat otot sekitar. Pasien saat ini tidak dapat

berkomunikasi, Menurut keluarga Luka juga terdapat di bagian bokong. Sebelumnya

pasien sudah 2 bulan berbaring akibat kelemahan anggota gerak karena serangan stroke.

Pasien juga memiliki riwayat patah pada tangan serta siku sebelah kanan sejak 2 bulan

yang lalu, tangan kanan saat di IGD bengkak (+), keluhan mual (-), muntah (-), BAK

dan BAB dalam batas normal. Menurut pengakuan keluarga Pasien juga memiliki

8
riwayat operasi pemasangan pen pada paha kiri 10 tahun terakhir. Setelah dilakukan

pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 148/80 mmhg, luka ukuran 8x8 cm , dan

2x2 cm , tampak dasar otot sekitar, terdapat jaringan mati disekitar luka (slough ) ,

hiperemis (+), pendarahan (-) nyeri tekan (+) . Pada hasil pemeriksaan laboratorium

didapatkan adanya leukositis dan neutofilia serta hypokalemia. Foto rotgen femur

sinistra AP/lateral Posisi caput femur sinistra “protesa” baik di asetabulum coxae

sinistra, Foto elbow joint dextra AP/Lateral Tidak tampak tanda fraktur/dislokasi elbow

joint dextra, Foto antebrachii dextra AP/Lateral Tidak tampak tanda fraktur os radius

dan os ulna dextra.

2.6 Diagnosis Kerja


Ulkus decubitus + sepsis + multiple ulkus +hypokalemia +post orif femur (S) + closed
fraktur radius distal (D) + fraktur elbow (D)

2.7 Diagnosis Banding


 Ulkus diabeticum
 Ulkus venosum

2.8 Tatalaksana
1. IUVD RL 20 gtt/menit
2. Inj. ketorolac 30 mg /8 jam
3. Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam
4. Inj. Ranitidine 50 mg /12 jam
Penanganan luka :
 Luka kompres kasa + iodine

2.9 Planning dan Evaluasi


1. Darah lengkap ulang
2. Konsul IPD

9
2.10 Follow Up
Tanggal Follow up Terapi
13-03- S : luka pada punggung (+)nyeri tekan  IVFD RL 20
2023 (+) , lemas (+), nyeri perut (-) demam gtt/menit
(-),mual (-), muntah (-)  Diet sonde 6x200 cc
+ ekstra putih telur
O : KU : sedang dalam sonde
Kes : menurun  Inj. Ceftriaxone 1
TD : 143/90 mmhg g/12 jam
HR : 80x/menit  Aminofluid 1 fls /
RR : 22x/menit 24 jam
o
T : 36,7 C  Inj. Ranitidine 50
mg /12 jam
 A : ulkus decubitus multiple  Zink 1x1
ulcer  KSR 1x1
 sepsis  Inbumin 2x1
 hypokalemia (teratasi)

14-03- S : henti nafas (+), henti jantung (+) Pasien dinyatakan


2023 meninggal didepan
O: dokter perawat dan
TD : tidak terukur keluarga
HR : tidak teraba
RR : Apneu
EKG : asystol
Pupil : dilatasi maksimal (+/+)
Reflex cahaya (-/-)
Reflex kornea (-/-)

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) mendefinisikan ulkus dekubitus sebagai
kulit yang utuh atau tidak utuh dengan area lokal berupa perubahan warna yang persisten, tidak
pucat, berwarna merah tua, merah marun atau ungu atau terpisahnya epidermis yang
memperlihatkan dasar luka yang gelap atau blister berisi darah.
Decubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus
menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Ulkus dekubitus adalah
kerusakan jaringan setempat pada kulit dan/atau jaringan dibawahnya akibat tekanan, atau
kombinasi antara tekanan dengan pergeseran (Shear), pada bagian tubuh (Tulang) yang menonjol.
1,3

Ulkus dekubitus termasuk dalam kategori luka kronis yaitu luka yang berlangsung lama atau
sering timbul kembali (rekuren) di mana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang
biasanya disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita.

3.2 Epidemiologi

Di Negara maju, presentase terjadinya decubitus mencapar sekitar 11% dan terjadi
dalam dua minggu pertama perawatan. Prevalensi ulkus decubitus stadium II atau lebih
pada pasien rawat akut di rumah sakit berkisar Antara 3 sampai 11 persen dengan insidensi
selama perawatan di rumah sakit Antara 1-3 persen. Pada pasien yang diperkirakan harus
berbaring atau duduk selama paling tidak 1 minggu, prevalensi ulkus stadium II atau lebih
menigkat hingga 28% dengan insidensi selama perawatan berkisar Antara 7 dan 29,5%.
Ulkus decubitus umumnya terjadi pada 2 minggu pertama perawatan di rumah sakit, dan
pada pasien yang mengalami ulkus, 54% timbul setelah masuk rumah sakit. Prevalensi
ulkus pada usia lanjut yang dirawat di panti werdha dilaporkan sama dengan yang ada di
rumah sakit.7

3.3 Etiologi dan faktor risiko


11
Factor resiko yang dapat menjadi ulkus decubitus yaitu :
 Gangguan input sensorik
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan
tekanan berisiko tinggi mengalami gangguan integritas kulit

11
 Gangguan fungsi motoric
Pada pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri berisiko
tinggi menjadi decubitus. Pasien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi
tidak mampu mengubah posisi mandiri untuk menghilangkan tekanan
tersebut.
 Perubahan tingkat kesadaran
Pasien yang mengalami kebingungan, disorientasi atau mengalami
perubahan tingkat kesadaran tidak mampu melindungi dirinya dari
decubitus, dimana pasien yang seperti ini mungkin dapat merasakan tekanan
tetapi tidak mampu memahai bagaimana cara menghilangkan tekanna itu.
Pasien koma tidak dapat merasakan tekanan dan tidak mampu mengubah ke
posisi yang lebih baik
 Gips , traksi dan peralatan lain
Gips dan traksi mengurangi mobilisasi pasien dan ekstremitasnya, klien
yang menggunakan gips berisiko tinggi terjadi decubitus karena adanya
gaya friksi eksternal mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit.
Gaya mekanik kedua adalah tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika
gips terlalu ketat atau jika ekstremitasnya bengkak.
Gangguan intergritas kulit yang terjadi pada decubitus merupakan akibat
utama dari tekanan. Tetapi ada factor-faktor tambahan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya decubitus yang lebih lanjut pada pasien.
Termasuk diantaranya gaya gesek dan friksi, kelembapan, nutrisi yang
buruk, anemia, infeksi, demam, gangguan sirkulasi perifer, obesitas,
kakeksia dan usia.
 Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya
diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan.
Stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan
penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang
tidak mencukupi.
 Usia
Pasien yang sudah tua memiliki risiko yang tinggi untuk terkena luka tekan
karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Perubahan

12
ini berkombinasi dengan factor penuaan lain akan membuat kulit menjadi
berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang
merobek.
 Tekanan arteriolar yang rendah
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap
tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu
mengakibatkan jaringan menjadiiskemia. Studi yang dilakukan menemukan
bahwa tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi
pada perkembangan luka tekan.
 Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga
merupakanfaktor risiko untuk perkembangan dari luka tekan.
 Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan
memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh. Beberapa penelitian
menunjukkan adahubungan yang signifikan antara merokok dengan
perkembangan terhadap luka tekan.
 Temperature kulit
Peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan risiko
terjadinya luka tekan
Resiko tinggi yang dapat mengalami ulkus decubitus :
 Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat
lemah, dipasung)
 Orang-orang yang tidak mampu merasakan nyeri, karena nyeri
merupakan suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang
untuk bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat cedera, stroke,
diabetes) dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan
untuk merasakan nyeri.
 Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak
memiliki lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak
mengalami pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi
yang penting.

13
3.4 Patofisiologi

Ulkus dekubitus biasanya terbentuk saat berat badan memberikan gaya ke bawah pada
kulit dan jaringan subkutan yang terletak antara tonjolan tulang dan permukaan luar (seperti
kasur, bantalan kursi roda, maupun perangkat medis). Diperkirakan gaya yang
menghasilkan tekanan eksternal lebih dari tekanan pengisian kapiler arteri (sekitar 32
mmHg), dan lebih dari tekanan aliran keluar kapiler vena (sekitar 8 hingga 12 mmHg) akan
menghambat aliran darah dan menyebabkan hipoksia jaringan.

Jika tidak mendapatkan terapi yang baik, selsel pada lapisan basal akan mati dan terlepas
dan mengakibatkan nekrosis terjadi hingga meluas melewati membrane basal ke lapisan
yang lebih dalam (derajat 2). Akan Ditemukan vesikel atau area kulit terbuka yang muncul
akibat hilangnya stratum korneum.Pada Derajat 2, Rasa nyeri muncul seperti ;uka bakat
derajat 2 dan dengan adanya luka terbuka maka fungsi perlindungan normal kulit utuh telah
hilang.

Lemak dan jaringan otot akan terlihat di bagian bawah luka saat luka ulkus dekubitus
telah menembus nlebih jauh ke dalam dan melewati jaringan subkutan (derajat 3). Jika
tulang terlihat di bagian bawah ulkus dekubitus (derajat 4), harus dicurigai adanya
osteomielitis yang menyertai, dan kemungkinan telah terjadi infeksi sistemik.

Sekitar 70% dari ulkus dekubitus terjadi di sakrum, ischial tuberosity, atau major
trochanter, sementara 15 persen hingga 25 persen terjadi pada ekstremitas bawah, biasanya
pada tumit atau maleolus lateral (Gambar 4). Meskipun lokasi ini adalah yang paling sering,
ulkus dekubitus dapat terjadi di lokasi mana pun yang mengalami tekanan yang
berkepanjangan, termasuk siku, telinga, hidung, dada, dan punggung.

Empat factor yang berpengaruh pada pathogenesis timbulnya ulkus decubitus adalah tekanan,
daya regang friksi/gesekan dan kelembapan.

 Tekanan
Tekanan darah pada kapiler berkisar Antara 16 mmHg- 33 mmHg. Kulit akan
tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada
batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seseorang pendertia immobile
terpancang pada tempat tidurnya seccara pasir dan berbaring di atas Kasur bisa biasa
makan tekanan daerah sacrum akan mencapai 60-70 mmHg, daerah tumit mencapai 30-
45 mmHg. Tekanan ini akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi

14
nekrosis jaringan kulit. Substansia H yang mirip histamine dilepaskan oleh se-sel
iskemik, terjadi akumulasi metabolic seperti kalium, adenosine dipospat (ADP),
hydrogen dan asam laktat yang diduga sebagai factor penyebab dilatasi pembuluh
darah.

Gambar 1. Gambaran tekanan pada kulit yang berisiko


menyebabkan ulkus decubitus (atas) dan patofisiologi ulkus decubitus (bawah)

Trauma akibat tekanan umumnya dimulai pada jaringan yang lebih dalam dan
menyebar ke permukaan kulit.
 Daya regang (shear)
Faktor terengangnya kulit misalnya akibat gerakan meluncur ke bawah pada
penderita dengan posisi setengah duduk atau setengah berbaring.Faktor terlipatnya kulit
akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakanakan
kulit tertinggal dari area tubuh lainnya.Pada dasarnya, sulit untuk menciptakan suatu
tekanan tanpa disertai dengan adanya faktor shearing baik disertai kompresi maupun
tanpa kompres.
 Gesekan (friction )

15
Pada pasien imobilisasi dengan posisi setengah duduk dan kecendrungan tubuh
meluncur ke bawah, apalagi keadaan tubuh basah. Gesekan yang terjadi antara kulit
dan permukaan lain dapat menyebabkan hilangnya lapisan startum korneum namun
masih dalam batas normal. Bila gesekan terjadi secara terus-menerus dan berulang
maka akan menyebabkan pelepasan lapisan stratum korneum lebih banyak sehingga
akan menimbulkan cedera pada kulit.
 Kelembapan
Ini merupakan faktor ekstrinsik yang penting.Salah satu contoh kelembaban
ekstrinsik dapat berasal dari keringat, urin, feses yang dapat menyebabkan terjadinya
maserasi pada permukaan kulit. Kulit yang sudah maserasi akan membentuk lepuh dan
rentan terhadap kerusakan struktur kulit. Kelembaban yang berlebihan pada permukaan
kulit
juga akan melemahkan penghalang kulit dan membuatnya lebih rentan terhadap
tekanan, shearing dan gesekan. Hal inilah yang menjadi faktor utama untuk terjadinya
ulserasi.
 Predileksi
Sebanyak 95 % ulkus dekubitus terjadi pada bagian belakang tubuh. Daerah
predileksi yang sering terjadi ulkus dekubitus adalah sakrum, koksigeal, tuberositas
ischialgia dan trokanter mayor. Sakrum merupakan daerah tersering terjadi ulkus
decubitus (36%), tumit (30%), daerah lain masing-masing 6%.
Daerah predileksi ulkus dekubitus:
 Posisi dorsal : os sacrum, kosigeus, tendon schiles , os oksipital
 Posisi abdominal : os frontal , arkus kostarum, krista iliaka, genue
 Posisi lateral : trokanter mayor, os zigomatikum , kostae lateral dan malleolus
lateralis
 Posisi duduk : tuberositas iskialgia, oksipital , tumit.

16
Gambar 2. Lokasi tubuh yang rentan mengalami ulkus decubitus akibat
tekanan maupun posisi duduk

Proses penyembuhan luka


1) Fase aktif (±1 minggu )
Leukosit secara aktif akan memutus kematian jaringan, khususnya
monosit akan memutus pembentukan kolagen dan protein lainnya. Proses ini
berlangsung hingga mencapai jaringan yang masih bagus. Undermined edge
dianggap sebagai tanda khas ulkus yang masih aktif. Di samping itu juga,
terdapat transudat yang creamy, kotor, dengan aroma tersendiri. Kemudian saat

17
terikut pula debris dalam cairan tersebut, maka disebut eksudat. Pada fase aktif,
eksudat bersifat steril. Selanjutnya, sel dan partikel plasma berikatan
membentuk necrotix coagulum yang jika mengeras dinamakan eschar.
2) Fase proliferasi
Fase ini ditandai dengan adanya granulasi dan reepitelisasi. Jaringan
granulasi merupakan kumpulan vaskular (nutrisi untuk makrofag danfibroblast)
dan saluran getah bening (mencegah edema dan sebagaidrainase) yang
membentuk matriks granulasi yang turut menjadi lini pertahanan terhadap
infeksi. Pada fase ini tampak epitelisasi di mana terbentuk tepi luka yang
semakin landau.
3) Fase maturasi atau remodeling
Saat inilah jaringan ikat (skar) mulai terbentuk.

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dan perbedaan


temperature ulkus decubitus dengan kulit sekitarnya, ulkus decubitus dibagi menjadi 3
bagian :

a. Tipe normal
Beda temperatur ± 2,5 ˚C antara dareah ulkus dengan kulit sekitar akan sembuh
sekitar 6 minggu selama perawatan. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan
setempat akibat tekanan namun pembuluh dan aliran darah masih baik.
b. Tipe arteriosklerotik
Beda temperatur < 1 ˚C antara daerah ulkus dengan kulit sekitar.Ulkus decubitus
terjadi karena tekanan dan arteriosklerotik pada pembuluh darah, penyembuhan
terjadi dalam 16 minggu.
c. Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dan tidak akan sembuh.

3.5 Klasifikasi

Klasifikasi ulkus decubitus menurut PUAP/EPUAP dikelompokan menjadi 6


kelompok Antara lain adalah sebagai berikut :
1. Derajat I : eritema
Pada keadaan ini kulit masih dalam keadaan utuh namun disertai dengan daerah
yang eritematous.Daerah yang eritematous ini berbatas tegas dapat disertai dengan

18
rasa hangat atau dingin dibandingkan dengan keadaan disekitarnya.Pada kondisi
pasien ulkus dekubitus derajat I mungkin sedikit sulit untuk dideteksi pada pasien-
pasien yang berkulit gelap.
2. Derajat II : hilangnya sebagian ketebalan kulit
Hilangnya sebagian ketebalan dari lapisan dermis menggambarkan suatu ulkus
dekubitus yang mulai terbuka dengan dasar yang dangkal dan pinggiran luka dapat
berwarna merah atau merah muda. Keadaan lain dapat disertai dengan abrasi dan
lecet.
3. Derajat III : hilangnya seluruh ketebalan kulit
Pada derajat ini hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau
nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melewati fascia yang
berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan
Namun pada lokasi-lokasi tertentu seperti hidung, telinga, tengkuk dan meleolus
tidak memiliki jaringan subkutan dan bila terbentuknya ulkus atau ulserasi dengan
derajat III dasar luka bersifat dangkal. Sebaliknya pada lokasi-lokasi dengan
kandungan jaringan subkutan yang banyak dapat membentuk dasar luka yang lebih
dalam namun tulang atau tendon tidak terlihat atau tidak teraba secara langsung

4. Derajat IV : hilangnya keseluruhan kulit dan jaringan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya.
Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis jaringan;
atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan jaringan
epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul sendi.Kedalaman luka ulserasi atau
ulkus pada derajat IV bervariasi berdasarkan lokasi. Anatomi yang dapat
memperdalam luka sampai ke dalam otot dan / atau struktur pendukung (misalnya,
fascia, tendon atau kapsul sendi) sehingga dapat mengakibatkan kemungkinan
osteomyelitis.Pada derajat IV ini tulang atau tendon dapat terlihat atau langsung
teraba.
o Unstageable
Pada klasifikasi ini ditemukan hilangnya seluruh jaringan yang mana dasar
ulkus ditutupi oleh slough (kuning, cokelat, abu-abu, hijau atau coklat) dan
/ atau eschar atau jaringan nekrotik (cokelat,cokelat atau hitam) di sekitar
luka.Dikatakanklasifikasi yang unstageable oleh karena luka ditutupi oleh

19
sloughd dan eschar yang sehingga tidak dapat menilai bagaimana dasar luka
dan kedalaman lukanya.
o Suspected deep tissue injury
Pada daerah sekitar luka dapat ditemukan adanya perubahan warna berupa
ungu atau merah marun dari kulit yang utuh dikarenakan adanya kerusakan
jaringan lunak yang mendasari dari tekanan.

Gambar 3. Derajat Ulkus Decubitus

Gambar 4. Derajat/Stadium Dan Ulkus Decubitus

3.6 Diagnosis

Diagnosis dari ulkus dekubitus atau yang dikenal dengan pressure


injury dicurigai pada pasien dengan gejala luka jaringan lunak di atas penonjolan
tulang area dekubitus yang umumnya disebabkan oleh imobilitas jangka panjang di
tempat tidur. Diagnosis ulkus decubitus merupakan gabungan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.11
 Anamnesis
Anamnesis geriatri lengkap dilakukan baik autoanamnesis atau aloanamnesis,
terutama sehubungan untuk mencari faktor faktor resiko (primer dan skunder )
misalnya lama terjadi imobilisasi, komorbid penyakit (DM, stroke , penyakit
pembuluh darah perifer, penurunan fungsi perifer, penurunan fungsi kognitif ) dan

20
riwayat ulkus decubitus sebelumnya. Pengkajian paripurna pada pasien geritari
(P3G)/Comprehensive geriatric assessment) sangat diperlukan dalam
mengidentifikasi pasien yang berisiko ulkus decubitus. Saat anamnesis, tanyakan
mengenai gejala nyeri, tanda-tanda infeksi seperti bau dan discharge, riwayat cedera
atau kondisi yang menyebabkan imobilisasi seperti paraplegia atau perawatan
jangka lama di rumah sakit.
 Pemeriksaan fisik. 8
Pemeriksaan fisik pada kulit dilakukan dengan teliti, terutama pada daerah predileksi
(bagian yang menonjol) terjadi decubitus (sacrum, tumit, belikat, siku).Inspeksi pada
kulit melihat adanya daerah yang eritem/lesi, luka lecet, luka dalam.
 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi uji laboratorium berupa
darah lengkap/penanda inflamasi serum dan kultur jaringan untuk melihat tanda
infeksi , pemeriksaan radiologi dan gambaran 3D seperti X-Ray/Ultrasound dapat
Dilakukan untuk mendeteksi penyebaran lesi dan keterlibatan jaringan lunak untuk
melihat sejauh mana kerusakan jaringan yang terlibat.

3.7 Diagnosis Banding

 Ulkus Vena
Hal ini disebabkan oleh peningkatan kronis tekanan vena yang menyebabkan
katup tidak kompeten. Darah vena dari vena dalam mengalir kembali ke vena
superfisial menyebabkan varises dan edema ekstremitas bawah. Kebocoran
protein plasma dan leukosit menyebabkan edema dan kerusakan radikal bebas
pada jaringan yang mengakibatkan pembentukan ulkus. Lokasi yang paling
umum adalah daerah pretibial dan di atas malleolus medial. Biasanya, ulkus
dangkal dengan batas tidak teratur dan eksudat fibrinosa di atasnya.17
 Dermatopati Diabetik
Ini adalah lesi keunguan, bulat tanpa gejala yang biasanya terjadi pada
ekstremitas bawah tetapi dapat muncul di mana saja pada tubuh pasien diabetes.
Lesi ini biasanya tidak memerlukan intervensi. 17
 Keganasan
Keganasan yang berbeda dapat muncul sebagai ulkus kulit tetapi tanda dan
gejala sistemik (demam, penurunan berat badan, malaise, dll) juga biasanya ada.

21
Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopis dari spesimen
biopsi. 17
 Tromboflebitis Superfisial
Ditandai dengan nyeri, eritema, nyeri tekan di atas vena superfisial yang
meradang dan trombosis. 17
 Vaskulitis Leukositoklastik
Peradangan pembuluh darah dan jaringan di sekitarnya yang disebabkan oleh
pengendapan kompleks imun. 17
 Infeksi
Ulkus menular primer terjadi baik dengan inokulasi langsung atau penyebaran
sistemik. Gambaran klinis bervariasi dengan jenis infeksi. 17
 Penyakit Sel Sabit
Penyakit sel sabit dapat menyebabkan ulkus kaki yang menyakitkan, biasanya
pada malleoli medial dan lateral. 17
 Obat-obatan
Beberapa obat misalnya warfarin, heparin, hidroksiurea dapat menyebabkan
pembentukan ulkus. 17

3.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari ulkus dekubitus dapat berupa debridemen, terapi konservatif


yang meliputi pencegahan tekanan pada lokasi yang rentan terjadi ulkus dekubitus,
pengawasan nutrisi, kontrol infeksi, tatalaksana nyeri dan perawatan luka, serta
pembedahan sesuai kebutuhan klinis dan derajat lukanya. Penatalaksanaan harus
dilakukan secara cepat sejak diagnosa ulkus dekubitus ditegakkan.
 Penatalaksanaan dan manajemen luka

Preparasi bed luka dapat dilakukan dengan debridemen baik secara pembedahan
(surgical debridement) maupun non-pembedahan (non-surgical debridement).
Debridemen pembedahan dilakukan oleh ahli bedah dengan menggunakan
instrumen seperti scalpel, Metzenbaum, curettes, atau dengan sistem hydrosurgery

Debridemen non pembedahan bisa dengan teknik mekanik, otolitik, dan


enzimatik. Teknik debridemen mekanik dilakukan dengan menutup luka
menggunakan kasa lembab yang telah dibasahi normal saline (prinsip wet to dry

22
dressing). Kasa harus rutin diganti 8 hingga 9 kali perhari atau bila kasa dirasa sudah
jenuh dengan cairan eksudat. Prosedur ini akan membuat pasien tidak nyaman
karena kasa akan sering diganti sehingga dapat dipilih prosedur lain yang sesuai
pada pasien. Teknik debridemen otolitik dilakukan dengan membuat luka tetap
lembab agar tubuh mengaktifkan enzim protease yang dapat menghancurkan
jaringan nekrotik dengan menggunakan silver sulfadiazine.
Teknik debridemen enzimatik memanfaatkan kerja enzim dalam mencerna
jaringan nekrotik dengan menggunakan salp enzim kolagenase atau salap enzim
bromelain dari ekstrak nenas. Secara umum perawatan luka dengan cara non
pembedahan akan membutuhkan waktu kesembuhan yang lama.
Pada ulkus dekubitus yang disertai dengan tanda-tanda infeksi lokal seperti tepi
luka terlihat hiperemis, luka terasa hangat serta nyeri, dan luka mengeluarkan pus
maka dapat dilakukan kultur swab untuk diberikan antibiotik yang sesuai. Jika
terdapat tanda infeksi sistemis seperti demam maka dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan kultur darah. Sembari menunggu hasil kultur keluar, diberikan antibiotik
spektrum luas sesuai dengan pengalaman empiris dari rumah sakit setempat.
Debridemen yang tepat, irigasi luka dan perawatan luka diperlukan untuk
pencegahan infeksi dan penyembuhan. Debridemen merupakan tatalaksana utama
pada luka kronik, salah satunya adalah ulkus dekubitus. Tujuan dari debridemen
adalah kontrol infeksi dengan cara menghilangkan jaringan nekrotik, biofilm, dan
abses.
Pemberian nutrisi selama proses penyembuhan luka juga penting untuk
mendukung proses penyembuhan. Kebutuhan energi harian, protein, cairan, serta
mikronutrien harus terpenuhi. Rekomendasi kalori harian adalah 30 sampai 35
kkal/kg berat badan. Rekomendasi harian protein adalah 1.2 sampai 1.5
gram/kilogram berat badan tiap hari.
 Pencegahan :
a. Umum
Edukasi kesehatan tentang dekubitus bagi staf medis, penderita dan keluarganya
serta pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita. Meningkatkan
keadaan umum penderita, misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi,
nutrisi dan hidrasi yang cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn)
ditambahkan. Coba mengendalikan penyakit-penyakit yang ada pada penderita,
misalnya DM, PPOK, hipertensi, dll.
23
b. Khusus
o Mengurangi/meratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah, yaitu :
Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Kelemahan
pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang
sudah sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat penderita
bahkan menyakitkan.
o Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita,
misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang
temperatur airnya dapat diatur(keterbatasan alat canggih ini adalah harganya
mahal, perawatannya sendiri harus baik dan dapat rusak).

Gambar 5. Kasur decubitus


o Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat
terganggu, dapat dikurangi antara lain dengan menjaga posisi penderita, apakah
ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah memungkinkan untuk duduk
dikursi.
o Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore),
tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus.
Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri, dengan bantuan penderita lain
ataupun keluarganya.
o Perawatan kulit termasuk pembersihan dengan memandikan setiap hari.
Sesudah mandi keringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion yang
mengandung emolien, terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan
tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua

24
ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agar tidak menyebabkan
lecet pada kulit penderita. Menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan
feces. Kulit yang kemerahan dan daerah di atas tulang yang menonjol
seharusnya tidak dipijat karena pijatan yang keras dapat mengganggi perfusi ke
jaringan dan Menimalkan terjadinya tekanan.

3.9 Komplikasi

Ulkus dekubitus dapat menyebabkan banyak komplikasi dan menyebabkan rawat


inap dan kecacatan fungsional pasien.16
 Selulitis
 Ganggren
 Sepsis
 Abses
 Limfangitis naik
 Osteomielitis
 Iskemia ekstremitas
 Amputasi

3.10 Prognosis

Prognosis dari luka tekan bersifat baik apabila terdeteksi pada derajat awal, namun
apabila penatalaksanaan dilakukan tidak adekuat maka akan menimbulkan berbagai macam
komplikasi seperti sepsis yang dapat meningkatkan risiko mortalitas dari pasien. Infeksi
merupakan komplikasi utama pada pasien luka tekan, dengan bakteri penyebab
adalah bakteri anaerob maupun aerob. Organisme anaerob lebih sering ditemukan
di luka yang besar sebanyak 65% pada luka tekan derajat 3 ke atas. 10

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien berusia 88 tahun datang dengan keluhan luka borok di pinggul kiri pasien
yang sudah didapati pasien sejak 2 bulan SMRS Luka mengeluarkan nanah yang bau,
dan tidak terdapat perdarahan aktif, tampak terlihat otot sekitar. Pasien saat ini tidak
dapat berkomunikasi, Menurut keluarga Luka juga terdapat di bagian bokong.
Sebelumnya pasien sudah 2 bulan berbaring akibat kelemahan anggota gerak karena
serangan stroke. Pasien juga memiliki riwayat patah pada tangan serta siku sebelah
kanan sejak 2 bulan yang lalu, tangan kanan saat di IGD bengkak (+), keluhan mual (-
), muntah (-), BAK dan BAB dalam batas normal.
Berdasarkan keluhan pasien dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, maka
diagnosa kerja yang ditegakkan adalah ulkus dekucbitus. Decubitus adalah kerusakan
atau kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan menembus otot sampai
mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus
sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Hal ini diperkuat oleh
keadaan pasien sejak 2 bulan berbaring ditempat tidur dan penurunan aktivitas fisik
seperti pada biasanya.
Menurut pengakuan keluarga Pasien juga memiliki riwayat operasi pemasangan
pen pada paha kiri 10 tahun terakhir. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan
tekanan darah 148/80 mmhg, luka ukuran 8x8 cm , dan 2x2 cm , tampak dasar otot
sekitar, terdapat jaringan mati disekitar luka (slough ) , hiperemis (+), pendarahan (-)
nyeri tekan (+) .
Pada pasien ini di diagnosis ulkus decubitus berdasakan anamnesis pasien yang
sebelumnya memiliki riwayat stroke dan kelemahan anggota gerak sehingga membuat
pasien berbaring ditempat tidur selama dua bulan terakhir. Ulkus decubitus merupakan
luka yang disebabkan oleh tekanan, atau kombinasi antara tekanan dengan pergeseran
(Shear), pada bagian tubuh (Tulang) yang menonjol Prevalensi ulkus pada usia lanjut
yang dirawat di panti werdha dilaporkan sama dengan yang ada di rumah sakit.

Stadium klinis ulkus decubitus pada pasien ini merupakan stadium IV dimana
Pada klasifikasi ini ditemukan hilangnya seluruh jaringan yang mana dasar ulkus
ditutupi oleh slough (kuning, cokelat, abu-abu, hijau atau coklat) dan / atau eschar atau
jaringan nekrotik (cokelat,cokelat atau hitam) di sekitar luka. Dikatakan klasifikasi

26
yang unstageable oleh karena luka ditutupi oleh sloughd dan eschar yang sehingga tidak
dapat menilai bagaimana dasar luka dan kedalaman lukanya.

Stroke merupakan suatu keadaan dimana ditemukan tanda-tanda klinis yang


berkembang cepat berupa defisit neurologik fokal dan global, dimana salah satu
tandanya adalah kelumpuhan anggota gerak dan fungsi anggota gerak. Berdasarkan
teori factor resiko terjadinya ulkus decubitus yaitu adanya gangguan fungsi sensorik
dan motoric dimana pada sensorik, pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik
terhadap nyeri dan tekanan berisiko tinggi mengalami gangguan integritas kulit pada
gangguan fungsi motoric, pasien yang tidak mampu mengubah posisi atau bergerak
secara mandiri berisiko tinggi menjadi decubitus.

Pasien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi tidak mampu mengubah posisi
mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Pasien juga masuk kedalam resiko
tinggi mengalami ulkus decubitus dimana Orang-orang yang tidak dapat bergerak
(misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung).

Pengaruh fisik lain yang dapat merusak kulit dan berkontribusi pada
terbentuknya ulkus decubitus adalah gesekan pada permukaan kulit, gaya geser dan
kelembaban. Gesekan dan gaya geser (seperti saat berbaring miring) dapat
mempengaruhi lapisan kapiler local dan berkontribusi pada hipoksi jaringan. Saat
berbaring miring, gaya gravitasi ke bawah dilawan oleh gesekan yang akan mencegah
orang tersebut tergelincir ke tempat tidur. Meskipun kulit tidak bergeser dari alasnya
struktur internal seperti otot dan tulang tidak bersenutuhhan dengan permukaan luar
akan bergeser ke bawah karena gravitasi. Gaya ini dapat mengganggu aliran darah
karena pembuluh darah yang terperangkap di Antara kulit dan tulang terdistorsi atau
tertekan. Kelembapan (dari keringat atau inkontinensia) dapat merusak kulit,
membuatnya lebih rentan rusak dengan gesekan dan reposisi. Kelembaban tidak
menyebabkan cedera tekanan, tetapi dapat meningkatkan pembentukan luka kronis
dengan melunakkkan lapisan atas kulit (maserasi) dan mengubah lingkungan kimia
kulit (perubahan pH).

Rangsang nyeri diterima oleh nosiseptor di kulit dan viseral. Sel yang nekrotik
akan melepaskan K+ dan protein intrasel yang dapat mengakibatkan inflamasi.
Mediator penyebab nyeri akan dilepaskan seperti leukotrien, prostatglandin E2, dan
histamine akan mensensitisasi nosiseptor selain itu lesi jaringan juga mengaktifkan

27
pembekuan darah sehingga melepaskan bradikinin dan serotonin. Pada ulkus
diabetikum adanya gangguan saraf akibat hiperglikemia menyebabkan gangguan
sensitisasi noseptor sehingga pasien tidak merasa nyeri. 5,21

Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya leukositosis dan


neutofilia serta hypokalemia. Foto rotgen femur sinistra AP/lateral Posisi caput femur
sinistra “protesa” baik di asetabulum coxae sinistra, Foto elbow joint dextra AP/Lateral
Tidak tampak tanda fraktur/dislokasi elbow joint dextra, Foto antebrachii dextra
AP/Lateral Tidak tampak tanda fraktur os radius dan os ulna dextra.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan adanya peningkatan
leukosit. Leukosit tinggi atau leukositosis adalah kondisi medis dimana terjadi
peningkatan leukosit yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti peradangan, infeksi,
alergi, hingga kanker darah. Leukosit berperan melindungi diri dari infeksi dan
penyakit. Secara umum lekositosis terjadi karena beberapa factor yaitu adanya reaksi
obat yang menambah produksi sel darah putih, peningkatan produksi sel darah putih
untuk melawan infeksi , kelainan system kekebalan tubuh yang meningkatkan produksi
sel darah putih dan produksi sel darah putih tidak normal karena gangguan di sumsum
tulang. Leukositosis adalah peningkatan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi.
Leukositosis adalah suatu respon normal terhadap infeksi atau peradangan. Keadaan ini
dapat dijumpai setelah gangguan emosi, setelah anestesia atau berolahraga, dan selama
kehamilan. Salah satu penyebab dasar leukositosis adalah adanya Reaksi yang tepat
dari sumsum tulang normal terhadap Stimulasi eksternal seperti Infeksi yang
disebabkan oleh beberapa bakteri Staphylococcus epidermidis, Candida sp,
Staphylococcus aureus, Streptococcus B hemoliticus, Streptococcus maltophilia,
Serratia sp. Inflamasi (nekrosis jaringan, infark, luka bakar, artritis). Pada hasil darah
lengkap juga menunjukkan adanya peningkatan neutrophil (neutrofilia) neutrophil
merupakan Neutrofil adalah bagian sel darah putih dari kelompok granulosit. Bersama
dengan dua sel granulosit lain eosinofil dan basofil yang mempunyai granula pada
sitoplasma, disebut juga polimorfonuklir, sedangkan neutrofilia yang terjadi pada
seseorang menyebabkan respon inflamasi dan terjadinya infeksi. Kelainan pada
neutrofil jenis ini umumnya menyebabkan gangguan radang serta infeksi. neutrofilia
umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, terutama infeksi piogenik. Neutrofil juga
meningkat ketika peradangan akut terjadi. Leukositosis dan neutrofilia pada pasien ini

28
diduga disebabkan oleh adanya infeksi sekunder dari ulkus decubitus yang dialami
pasien.

Hasil laboratoirum juga menunjukkan pasien hipokalemia dan hipoalbunimea


Hipokalemia adalah kondisi yang diakibatkan dari pembuangan zat kalium berlebih
dari dalam tubuh. Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium darah di bawah 3,5
mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total tubuh atau adanya
gangguan perpindahan ion kalium ke dalam sel. Hypokalemia bisa merupakan
manifestasi deplesi cadangan kalium tubuh. Dalam keadaan normal, kalium total tubuh
diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium plasma 3, 5-5 mEq/L. asupan K+ yang sangat
kurang dalam diet menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Hypokalemia pada
pasien ini diduga akibat berkurangnya asupan nutrisi dan cairan.

Albumin merupakan komponen protein didalam plasma manusia, kurang lebih


3,4 - 4,7 gr/dl dan menyusun sekitar 60 % dari total protein plasma. Albumin terdapat
dalam plasma sekitar 40 %, sedangkan sisanya 60 % terdapat didalam ruang
ekstraseluler. Albumin dalam peredaran darah sebagai penentu utama tekanan osmotik
yang penting untuk mempertahankan cairan plasma darah dan juga bekerja sebagai
molekul pengangkut untuk bilirubin dan asam. Penurunan albumin dalam sirkulasi
dapat menyebabkan pergeseran cairan dari pembuluh darah ke ruang ekstravaskuler
sehingga dapat terjadi odema.

Pasien direncanakan dilakukan operasi pada abses pada tanggal 11/03/2023


sebelumnya pasien dipuasakan selama 5- 8 jam sebelum operasi . operasi dilakukan
dengan pencucian luka dan teknik debridement ulkus. Tindakan operasi dilakukan
dibawah pengaruh anestesi dan dilakukan desinfeksi pada ulkus dekubitus dengan
povidone iodine, lapangan operasi diberi batas duk steril , dilakukan debridmen dan
pembersihan luka. Dilakukan evakuasi setelah dilakukan debridement lalu dicuci
dengan larutan Nacl 0,9%. Debridemen yang tepat, irigasi luka dan perawatan luka
diperlukan untuk pencegahan infeksi dan penyembuhan. Debridemen merupakan
tatalaksana utama pada luka kronik, salah satunya adalah ulkus dekubitus. Tujuan dari
debridemen adalah kontrol infeksi dengan cara menghilangkan jaringan nekrotik,
biofilm, dan abses.

Penatalaksanaan yang dilakukan secara nonformakologi adalah pasien


diistirahatkan, dengan posisi kepala 30’ , ubah miring kiri kanan per 2 jam guna untuk

29
menimialisir tekanan . Mengurangi/meratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran
darah, yaitu: Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam.

Penatalaksanaan secara farmakologi adalah pemberian injeksi ketorolac 1 amp/


8 jam yang diberikan untuk mengurangi nyeri antrain merupakan golongan anti
inflamasi nonsteroid (NSAID) dengan menghambat prostalglandin yang berperan
penting dalam mekanisme nyeri. Injeksi ceftriaxone 1 g selama 12 jam ceftriaxone
adalah antibiotik beta laktam dari golongan sefalosporin generasi ketiga sebagai agen
bakterisidal, ceftriaxone secara selektif dan ireversibel menghambat pembentukkan
dinding sel bakteri dengan mengikat penicillin binding protein (PBP) yang berperan
sebagai katalis ikatan silang polimer peptidoglikan pembentuk dinding sel bakteri. Aksi
penghambatan PBP akan merusak integritas dinding sel yang diikuti dengan lisis sel
sehingga dapat membunuh bakteri dan mengatasi infeksi.

Pemberian Drip albumin /6 jam, Drip KCL 1 fls + RL 500 cc 20 gtt/menit\.


Aminofluid 1 fls / 24 jam. mengatasi rendahnya kadar albumin dalam
darah (hipoalbuminemia). Albumin juga digunakan untuk menangani gangguan aliran
darah parah (syok) akibat cedera atau luka bakar berat. Pada pasien ini diberikan
albumin untuk mengatasi hipoalbunimea yang ada pada pasien. Selain itu pemberian
drip KCL ditujukan untuk mengatasi hypokalemia pada pasien ini.

Pasien ini dinyatakan meninggal 14/03/2023 setelah 8 hari rawatan, dengan


penyebab meninggal yang diduga akibat infeksi bakteri sekunder yang menyebabkan
sepsis serta keadaan malnutrisi berat yang dialami diduga memperburuk keadaan
pasien.

30
BAB V

KESIMPULAN

Decubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus
menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Pengobatan non
farmakologi untuk mengurangi tekanan dengan miring ke kiri dan kanan per dua jam untuk
mengurangi tekanan. Sepsis adalah komplikasi ulkus decubitus akibat infeksi sekunder yang
dapat merenggut nyawa pasien.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. British Geriatrics Society (BGS). 2012. Pressure Ulcer in Best Practise


Guideline. JAMA
2. National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP). 2009. Prevention and
Treatment of Pressure Ulcers: Clinical Practice Guideline. NPUAP.
Washington DC
3. Amirsyah M, Putra Abdian M.I. 2020. Ulkus decubitus pada penderita stroke.
Jurnal kesehatan cehadum. Tinjauan pustaka. Subdivisi bedah plastic
rekonstruksi dan estetik fakultas kedokteran universitas syiah kuala/RSUD dr.
zainoel Abidin. Banda Aceh
4. Reuler JB, Cooney TG. The pressure sore: Pathophysiology and principles of
management. Ann Intern Med. 1981;94(5):661–6.
5. Suriadi. 2004. Luka Tekan (Pressure Ulcer): Penyebab dan Pencegahan.
Tinjauan Pustaka. Universitas Veteran
6. Erdanakusuma DS. Cara Mudah Merawat Luka. 1st ed. Surabaya: Airlangga
University Press; 2017. 8, 18–21 p
7. Shaked E, Gefen A. Modeling the effects of,moisture-related skin-support
friction on the risk for superficial pressure ulcers during patient repositioning in
bed. 2013;1(October):1–7.
8. Livesley NJ, Chow AW. Infected pressure ulcers in elderly individuals
[Internet]. Vol. 35, Clinical Infectious Diseases. Oxford Academic; 2002 [cited
2021 Mar 11]. p. 1390–6. Available from: https://academic.oup.com/cid/article-
lookup/ doi/10.1086/3440
9. Manna B, Nahirniak P, Morrison CA. Wound Debridement [Internet].
StatPearls. StatPearls Publishing; 2021 [cited 2021 Mar 11]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/29939659
10. Mcinnes E, Sem B, Jc D, Middleton V, Cullum N. Support surfaces for
pressure ulcer prevention ( Review ). 2015;(9).

32

Anda mungkin juga menyukai