Penyusun:
DUL
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat dan
rahmatnya lah penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus “Steven Johnson
Surabaya.
Laporan Kasus ini dibuat selain tugas, juga semoga dapat membantu teman
Asam Mefenamat” dan juga membantu penulis dalam mempelajari lebih dalam
Selain itu penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
2. Direktur RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik, atas kesempatan yang diberikan
3. dr. Wind Faidati, Sp.KK selaku Kepala Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin di
RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik dan juga selaku dokter pembimbing saya
6. Kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moril, materil,
maupun spiritual.
ii
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, maka dari
itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat untuk dokter muda yang melaksanakan kepanitraan klinik pada
penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
iv
2.8 Prognosis ............................................................................................. 17
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB I
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. E
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
1.2 Anamnesis
Kulit melupuh muncul sejak 1 minggu yang lalu, pasien mengatakan awalnya
setelah operasi sesar 1 bulan yang lalu, kemudian lewat 1 bulan timbul bintik-
bintik merah pada leher dan dada yang dirasa perih dan panas, Pasien juga
disertai nyeri kepala, nyeri seluruh badan, sakit tengorokan, batuk pilek,
rawat inap. Selama 3 hari, kulit pasien timbul benjolan berisi cairan bening,
1
kemudian pada keesokan harinya benjolan tersebut pecah dan menjadi melepuh
kemudian menjalar ke seluruh tubuh hingga daerah muka dan pasien juga
mengeluhkan bibir terasa kering dan perih, kemudian oleh pihak puskesmas
Ujung Pangkah di rujuk ke UGD RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik dan
kemudian rawan inap di ruang Axia. Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat
- Hipetensi (disangkal)
- Asma ( disangkal)
- Hipetensi (disangkal)
- Asma ( disangkal)
Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah operasi sesar 1 bulan yang lalu dan kemudian diberi obat
Riwayat Sosial :
membersihkan rumah
2
1.3 Pemeriksaan Fisik
GCS : E4-V5-M6
Tanda Vital :
b. Nadi : 98 x/menit
c. RR : 18 x/menit
d. Suhu : 36,4 °C
Srtatus Generalis
d. Hidung : dbn
3
Status Lokalis
4
Effloresensi:
Pada regio fasialis terdapat macula eritematosa batas tidak jelas, pada kedua
pipi dan dagu tampak multiple skuama dengan ukuran >1 cm batas tegas, pada
5
Gambar 1.2 Foto Klinis Pasien
6
Effloresensi:
Pada regio fasialis terdapat macula eritematosa batas tidak jelas, pada kedua
pipi dan dagu tampak multiple skuama dengan ukuran >1 cm batas tegas, pada
7
SGOT 47,5 0 – 50 U/L
SGPT 44,3 0 - 50 U/L
Gula Darah Sewaktu 94 < 200 mg/L
BUN 12,9 8-18 mg/dL
Kreatinin H 0,78 0,45-0,75
Natrium (Na)
L 128 135-155 mmol/L
Diagnosis :
Diagnosis Banding :
Eritroderma
Medikamentosa :
- Metylprednisolon 3 x 125 mg
- Ceftriaxon 2 x 1 mg
1.7 Prognosis
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Stevens Johnson syndrome (SJS) adalah reaksi hipersensitif berat yang dapat
diendapkan oleh infeksi seperti virus herpes simpleks atau mycoplasma, vaksinasi,
(SJS)”. Konsep spektrum eritema multiforme telah diterima secara luas sejak saat
itu. SJS pertama kali dijelaskan pada tahun 1922 oleh A.M. Stevens dan F.C.
Johnson dalam laporan dua anak dengan demam erupsi, stomatitis, dan ophthalmia.
Istilah TEN pertama kali diciptakan oleh A. Lyell pada tahun 1956; dia melaporkan
empat pasien yang datang dengan '‘semburan racun yang sangat mirip dengan luka
bakar dalam penampilan klinisnya dan dalam sensasi yang ditimbulkannya pada
pasien’. Reaksi yang merugikan, meskipun jarang, masih tetap menjadi ancaman
timbul dengan prodormal seperti penyakit flu, dan ditandai dengan lesi-lesi sistemik
dan mukokutan yang berat. Terdapat keterlibatan mukosa oronasal dan anogenital
9
dengan pseudomembran putih atau abu-abu yang khas, dan krusta hemoragik yang
sering terjadi pada bibir. Lesi pada mata bervariasi, sering dengan injeksi
konjungtivitis, iritis, uveitis, vesikel, erosi, dan perforasi kornea yang menyebabkan
kekeruhan kornea dan kebutaan. Paru, gastrointestinal, jantung, dan ginjal juga
dapat terlibat.3
nekrosis epidermis yang luas sehingga terlepas. Kedua penyakit ini mirip dalam
sehingga saat digolongkan dalam proses yang identic hanya saja dibedakan
2.2 Epidemiolodi
SSJ-NET merupakan penyakit yang jarang, secara umum insiden SSJ adalah
penduduk/tahun. Penyakit ini bisa terjadi pada setiap usia, terjadi peningkatan
SJS dan TEN adalah penyakit langka dalam jumlah yang terjadi dengan
kejadian 1,89 kasus TEN per juta penduduk per tahun yang dilaporkan untuk
Jerman Barat dan Berlin pada tahun 1996. La Grenade dkk melaporkan hasil yang
sama, dengan 1,9 kasus TEN per juta penduduk per tahun berdasarkan pada semua
kasus yang dilaporkan ke database FDA AERS di AS. Perbedaan regional dalam
10
resep obat, latar belakang genetik pasien (HLA, enzim metabolisme), koeksistensi
kanker, atau radioterapi bersamaan, dapat berdampak pada kejadian SJS dan TEN. 5
2.3 Etiopatogenesis
Penyebab SJS banyak, tetapi obat merupakan penyebab utama. Disamping itu
timbulnya SJS. Beberapa obat sebai penyebab antara lain preparat sulfa terutama
anti konvulsi.6
SJS / TEN ditandai dengan erupsi luas makula dan papula yang akhirnya
mengarah pada nekrosis kulit dan peluruhan. Sampai saat ini, SJS / TEN dianggap
11
sebagai penyakit idiopatik. Penelitian yang berusaha untuk mengklarifikasi asal-
usul penyakit telah menemukan bahwa morbiditas dapat menjadi hasil dari
Mawson, Eriator dan Karre (2015), penulis berteori bahwa penyakit terjadi ketika
metabolit obat merusak hati, organ yang bertanggung jawab untuk penyimpanan
Granulysin, protein sitotoksik yang diproduksi dalam jumlah besar oleh CD8
+ T-Lymphocytes dan sel pembunuh alami adalah molekul yang paling umum
ditemukan di SJS / TEN lecet. Granulysin diyakini bertindak sebagai sitokin untuk
bertanggung jawab untuk apoptosis keratinosit yang terlihat pada SJS / TEN. Ketika
keratinosit mati, epidermis menjadi terlepas dari dermis yang berakhir pada
penulis berteori bahwa CD8 + T-sel menjadi hiperaktif ketika terkena tingkat retinol
12
dan sel limfosit T CD8+ yang spesifik terhadap obat penyebab. Berbagai sitokin
terlibat dalam pathogenesis penyakit ini, yaitu : IL-6, TNF-α, IL-18, Fas-L,
lesi targetoid atipikal, bula, erosi, dan bisul. Bula biasanya menunjukkan tanda
Nikolsky yang positif: menjauh dari lapisan atas kulit dari lapisan bawah ketika
kulit sedikit digosok. Ciri khas dari SJS / TEN adalah keterlibatan mukosa (hadir
dalam 80% kasus), dengan situs oral lebih sering terlibat daripada okular, genital,
atau mukosa dubur. Gejala sistemik, meskipun tidak seragam, dapat mendahului
kulit dan temuan membran mukosa oleh 1 hingga 3 hari. Gejala mungkin termasuk
rasa sakit pada kulit, mata, atau selaput lendir lainnya, sakit kepala, rinitis, malaise,
13
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
SSJ dan NET ditandai dengan keterlibatan kulit dan membran mukosa.
eritema, erosi dan nyeri pada mukosa oral, mata dan genital. Kelainan mata
dan krusta. Kelainan genital berupa erosi yang dapat menyebabkan sinekia
(perlekatan).
pernapasan dan batuk, serta komplikasi organ digestif seperti diare masif,
14
3. Kriteria SSJ, SSJ overlap NET, dan NET berdasarkan luas area epidermis yang
terlepas (epidermolisis), yaitu: SSJ (<10% luas permukaan tubuh), SSJ overlap
Sumber: Thomas Harr , Lars E French. Toxic epidermal necrolysis and Stevens-
Johnson syndrome. 2010, 5:39
1. Pemeriksaan darah dan urin rutin: serum glutamic transaminase (SGOT), serum
15
3. Uji kulit: uji tempel untuk penegakan diagnosis kausatif obat penyebab. Uji
2.6 Penatalaksanaan
0,2m/kgBB/hari).
sulfonamide dan antibiotic yang sering juga sebagai penyebab SJS misalnya
kultur kulit, mukosa dan sputum. Dapat digunakan injeksi gentamycine 80mg
Analgesik dapat diberikan. Jika nyeri ringan dapat diberikan parasetamol, dan jika
Pilihan lain:
16
1. Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat diberikan segera setelah
melepuh, termasuk dermatitis IgA linier dan pemfigus paraneoplastic tetapi juga
akut (AGEP), erupsi obat bulosa terfisial yang disebarluaskan dan staphyloccocal
scalted skin syndrome (SSSS). SSSS adalah salah satu diagnosis banding yang
paling penting di masa lalu, tetapi kejadiannya saat ini sangat rendah dengan 0,09
2.8 Prognosis
penyakit.8
17
Tabel 2.2 Prognosis angka mortalitas penyakit.
1 Usia >40 tahun
2 Denyut jantung >120 kali/menit
3 Ada keganasan
4 Luas epidermolisis >10% luas permukaan tubuh
5 Serum urea >28 mg/dL
6 Glukosa >252 mg/dL
7 Bikarbonat <20 mmol/L
Sumber: Widaty, dkk. Panduan Praktis Klinis. 2017. ISBN: 978-602-98468-8-8.
Nilai SCORTEN akan menentukan persentase angka mortalitas pada pasien SSJ
Penilaian SCORTEN, paling baik dilakukan pada 24 jam pertama dan hari ke-5.8
18
BAB III
KESIMPULAN
lendir, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat.
Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura.
Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, yaitu meliputi alergi
virus, jamur, parasit). Neoplasma dan faktor endoktrin, faktor fisik, dan makanan.
Pada syndrom ini terlihat adanya trias kelainan, berupa : kelainan pada kulit
terdiri atas eritema, purpura, papul, urtika, plak, vesikel, dan bula. lesi khas
berbentuk seperti lesi target (target lessions), yaitu bagian tengah lesi yang
eritema. Vesikel dan bula kemudian pecah, sehingga terjadi erosi luas yang sangat
rentan mengalami infeksi sekunder. Kelainan mukosa oral berupa erosi hemoragik,
nyeri yang tertutup pseudomembran putih keabuan dan krusta. Kelainan genital
lengkap dan uji temple yang dilakukan setelah pasien benar-benar sembuh dan tidak
ada lesi, uji temple di harapkan untuk mengetahui obat apa saja yang menjadikan
alergi.
19
DAFTAR PUSTAKA
6. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke-3
20