Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

STEVEN JOHNSON SYNDROME ec

CEFADROXIL + ASAM MEFENAMAT

Penyusun:

Muhammad Fariqi Sofan 18710022

DUL

Pembimbing:

dr. Wind Faudati, Sp.KK

SMF KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK

2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat dan

rahmatnya lah penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus “Steven Johnson

Syndrome ec Cefadrocil + Asam Mefenamat” sebagai salah satu syarat untuk

mengikuti ujian di bidang ilmu Kulit dan Kelamin dalam menyelesaikan

Pendidikan dokter muda di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya.

Laporan Kasus ini dibuat selain tugas, juga semoga dapat membantu teman

sejawat yang ingin mengetahui tentang “Steven Johnson Syndrome ec Cefadrocil +

Asam Mefenamat” dan juga membantu penulis dalam mempelajari lebih dalam

tentang “Steven Johnson Syndrome ec Cefadrocil + Asam Mefenamat”.

Selain itu penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

2. Direktur RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik, atas kesempatan yang diberikan

sehingga saya dapat menimba ilmu dirumah sakit ini.

3. dr. Wind Faidati, Sp.KK selaku Kepala Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin di

RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik dan juga selaku dokter pembimbing saya

4. dr. Kurniati, Sp.KK selaku dokter pembimbing.

5. dr. Putri Rachman Safitri, Sp.DV selaku dokter pembimbing.

6. Kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan moril, materil,

maupun spiritual.

ii
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, maka dari

itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan kasus ini

dapat bermanfaat untuk dokter muda yang melaksanakan kepanitraan klinik pada

khususnya, serta masyarakat pada umumnya, Aamiin.

Gresik, 21 November 2022

penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii

BAB I LAPORAN KASUS ................................................................................. 1

1.1 Identitas Pasien ...................................................................................... 1

1.2 Anamnesis ............................................................................................. 1

1.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 3

1.4 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 7

1.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding .......................................................... 8

1.6 Planning Terapi ..................................................................................... 8

1.7 Prognosis ............................................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 9

2.1 Definisi .................................................................................................. 9

2.2 Epidemiolodi ....................................................................................... 10

2.3 Etiopatogenesis .................................................................................... 11

2.4 Gejala Klinis ........................................................................................ 13

2.5 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 15

2.6 Penatalaksanaan ................................................................................... 16

2.7 Diagnosis Banding ............................................................................... 17

iv
2.8 Prognosis ............................................................................................. 17

BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20

v
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Gejala Klinis SJS, SJS-overlap, SJS-NET ........................................... 13

Tabel 2.2 Prognosis angka mortalitas penyakit. .................................................. 18

Tabel 2.3. Nilai SCORTEN. ............................................................................... 18

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Foto Klinis Pasien ........................................................................... 4

Gambar 1.2 Foto Klinis Pasien ........................................................................... 6

Gambar 2.1 Retinoid and Granulysin-mediated hypothesis Of Stevens-Johnsons

Syndrome/Toxic Epidermal Necrolysis (SJS/TEN) ........................ 11

Gambar 2.2 Presentasi gambar SJS, SJS overlap, SJS-NET .............................. 15

vii
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. E

Tanggal Lahir : 18 Juli 1998

Alamat : Karangrejo, Ujung Pangkah, Gresik

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Tanggal MRS : 17 November 2022

Tanggal Pemeriksaan : 21 November 2022

Nomor Rekam Medis : 830436

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Kulit melepuh

Riwayat Penyakit Sekarang :

Kulit melupuh muncul sejak 1 minggu yang lalu, pasien mengatakan awalnya

setelah operasi sesar 1 bulan yang lalu, kemudian lewat 1 bulan timbul bintik-

bintik merah pada leher dan dada yang dirasa perih dan panas, Pasien juga

mengatakan sebelum timbul bintik-bintik merah pasien mengalami demam

disertai nyeri kepala, nyeri seluruh badan, sakit tengorokan, batuk pilek,

kemudian pasien di bawa oleh keluarganya ke puskesmas Ujung Pangkah dan

rawat inap. Selama 3 hari, kulit pasien timbul benjolan berisi cairan bening,

1
kemudian pada keesokan harinya benjolan tersebut pecah dan menjadi melepuh

kemudian menjalar ke seluruh tubuh hingga daerah muka dan pasien juga

mengeluhkan bibir terasa kering dan perih, kemudian oleh pihak puskesmas

Ujung Pangkah di rujuk ke UGD RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik dan

kemudian rawan inap di ruang Axia. Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat

alergi makan maupun alergi obat sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat alergi (disangkal)

- Hipetensi (disangkal)

- Asma ( disangkal)

- Diabettes Mellitus ( disangkal)

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada keluarga yang sakit seperti yang dialami pasien

- Hipetensi (disangkal)

- Asma ( disangkal)

- Diabettes Mellitus ( disangkal)

Riwayat Pengobatan :

Pasien pernah operasi sesar 1 bulan yang lalu dan kemudian diberi obat

cefadroxil dan asam mefenamat

Riwayat Sosial :

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang kegiatan sehari-haringan

membersihkan rumah

2
1.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4-V5-M6

Tanda Vital :

a. Tekanan Darah : 123/84 mmHg

b. Nadi : 98 x/menit

c. RR : 18 x/menit

d. Suhu : 36,4 °C

Srtatus Generalis

a. Rambut : dbn, rambut rontok (-)

b. Mata : dbn, anemis (-), ikterik (-)

c. Telinga : dbn, sekret (-)

d. Hidung : dbn

e. Mulut : dbn, stomatitis (-)

f. Tenggorokan : dbn, hiperemi (-)

g. Leher : dbn, pembesaran KGB (-)

h. Dinding dada : simetris, retraksi (-)

i. Jantung : S1/S2 tunggal

j. Paru : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

k. Abdomen : soefl, nyeri tekan (-), organomegaly (-)

l. Ekstremitas Atas : akral hangat kering merah, CRT <2detik

m. Ekstremitas Bawah : akral hangat kering merah, CRT <2detik

3
Status Lokalis

- Hasil pemeriksaan fisik tanggal 21 November 2022

Gambar 1.1 Foto Klinis Pasien

4
Effloresensi:

Pada regio fasialis terdapat macula eritematosa batas tidak jelas, pada kedua

pipi dan dagu tampak multiple skuama dengan ukuran >1 cm batas tegas, pada

regio ekstremitas inferior dekstra et sinistra terdapat makula hipopigmentosa

multiple batas tegas dengan berbagai ukuran.

- Hasil pemeriksaan fisik tanggal : 22 November 2022

5
Gambar 1.2 Foto Klinis Pasien

6
Effloresensi:

Pada regio fasialis terdapat macula eritematosa batas tidak jelas, pada kedua

pipi dan dagu tampak multiple skuama dengan ukuran >1 cm batas tegas, pada

regio ekstremitas inferior dekstra et sinistra terdapat makula hipopigmentosa

multiple batas tegas dengan berbagai ukuran.

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (17 November 2022)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL


DARAH LENGKAP
Hemoglobin 14,6 11,7g %-15,5 g %
Leukosit HH 33.50 3.6-11.0 103/µL
LED - 0-20
HITUNG JENIS
Eosinofil L 0 2-4%
Basofil 0 0–1%
Neutrofil Staf (Diff) L 0 3–5%
Neutrofil Segmen 65 50 – 70 %
Limfosit L 22 25 – 50 %
Monosit H 13 2–8%
Hematrokit 43 35 – 47 %
Trombosit 373.0 150 – 450 103/µL
MCV 83 80 – 100 fL
MCH 29 26 – 34
MCHC 34 32-36 g/dL
Eritrosit 5,13 4,5-6,5 106/µL
KIMIA KLINIK

7
SGOT 47,5 0 – 50 U/L
SGPT 44,3 0 - 50 U/L
Gula Darah Sewaktu 94 < 200 mg/L
BUN 12,9 8-18 mg/dL
Kreatinin H 0,78 0,45-0,75
Natrium (Na)
L 128 135-155 mmol/L

1.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis :

Steven Johnson Syndrome ec Cefadroxil + Asam Mefenamat

Diagnosis Banding :

Eritroderma

1.6 Planning Terapi

Medikamentosa :

- Metylprednisolon 3 x 125 mg

- Ceftriaxon 2 x 1 mg

- Ketrizcin 1 mg oral base 2x1

- Mometason krem 2x1

1.7 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Stevens Johnson syndrome (SJS) adalah reaksi hipersensitif berat yang dapat

diendapkan oleh infeksi seperti virus herpes simpleks atau mycoplasma, vaksinasi,

penyakit sistemik, agen fisik, makanan dan obat-obatan. Obat-obatan yang

menyebabkan SJS umumnya adalah antibakteri (sulfonamid), antikonvulsan

(fenitoin, fenobarbital, karbamazepin), obat anti-infl ammatory non-steroid

(turunan oksikam) dan oksida inhibitor (allopurinol). 1

Pada tahun 1940, umumnya disebut sebagai “Sindrom Steven Johnson

(SJS)”. Konsep spektrum eritema multiforme telah diterima secara luas sejak saat

itu. SJS pertama kali dijelaskan pada tahun 1922 oleh A.M. Stevens dan F.C.

Johnson dalam laporan dua anak dengan demam erupsi, stomatitis, dan ophthalmia.

Istilah TEN pertama kali diciptakan oleh A. Lyell pada tahun 1956; dia melaporkan

empat pasien yang datang dengan '‘semburan racun yang sangat mirip dengan luka

bakar dalam penampilan klinisnya dan dalam sensasi yang ditimbulkannya pada

pasien’. Reaksi yang merugikan, meskipun jarang, masih tetap menjadi ancaman

utama bagi kesejahteraan pasien. Stevens-Johnson syndrome (SJS) adalah salah

satu reaksi obat yang fatal.2,3

Stevens-Johnson syndrome merupakan bentuk eritema multiforme fatal yang

timbul dengan prodormal seperti penyakit flu, dan ditandai dengan lesi-lesi sistemik

dan mukokutan yang berat. Terdapat keterlibatan mukosa oronasal dan anogenital

9
dengan pseudomembran putih atau abu-abu yang khas, dan krusta hemoragik yang

sering terjadi pada bibir. Lesi pada mata bervariasi, sering dengan injeksi

konjungtivitis, iritis, uveitis, vesikel, erosi, dan perforasi kornea yang menyebabkan

kekeruhan kornea dan kebutaan. Paru, gastrointestinal, jantung, dan ginjal juga

dapat terlibat.3

Sindrome steven-johnson (SSJ) dan nekrolisis epidermal toksik (NET)

merupakan reaksi mukokutan akut yang mengancam nyawa ditandai dengan

nekrosis epidermis yang luas sehingga terlepas. Kedua penyakit ini mirip dalam

gejala klinis dan histopatologis, factor resiko, penyebab dan patogenesisnya

sehingga saat digolongkan dalam proses yang identic hanya saja dibedakan

berdasarkan derajat keparahan saja.4

2.2 Epidemiolodi

SSJ-NET merupakan penyakit yang jarang, secara umum insiden SSJ adalah

1-6 kasus/juta penduduk/tahun, dan insiden NET 0,4-1,2 kasus/juta

penduduk/tahun. Penyakit ini bisa terjadi pada setiap usia, terjadi peningkatan

resiko pada usia di atas 40 tahun.4

SJS dan TEN adalah penyakit langka dalam jumlah yang terjadi dengan

kejadian 1,89 kasus TEN per juta penduduk per tahun yang dilaporkan untuk

Jerman Barat dan Berlin pada tahun 1996. La Grenade dkk melaporkan hasil yang

sama, dengan 1,9 kasus TEN per juta penduduk per tahun berdasarkan pada semua

kasus yang dilaporkan ke database FDA AERS di AS. Perbedaan regional dalam

10
resep obat, latar belakang genetik pasien (HLA, enzim metabolisme), koeksistensi

kanker, atau radioterapi bersamaan, dapat berdampak pada kejadian SJS dan TEN. 5

2.3 Etiopatogenesis

Penyebab SJS banyak, tetapi obat merupakan penyebab utama. Disamping itu

infeksi, vaksinasi, graft-versus-host-disease kadang-kadang menyebabkan

timbulnya SJS. Beberapa obat sebai penyebab antara lain preparat sulfa terutama

long acting sulfonamide, beberapa antibiotic (tetracycline, penicillin), allopurinol,

anti konvulsi.6

Gambar 2.1 Retinoid and Granulysin-mediated hypothesis Of Stevens-Johnsons


Syndrome/Toxic Epidermal Necrolysis (SJS/TEN)

Sumber: Douglas M. Klein. Pathophysiology-Stevens-Johnson Syndrome/ Toxic

Epidermal Necrolysis. Summer 8-1-2016

SJS / TEN ditandai dengan erupsi luas makula dan papula yang akhirnya

mengarah pada nekrosis kulit dan peluruhan. Sampai saat ini, SJS / TEN dianggap

11
sebagai penyakit idiopatik. Penelitian yang berusaha untuk mengklarifikasi asal-

usul penyakit telah menemukan bahwa morbiditas dapat menjadi hasil dari

kecenderungan genetik untuk reaksi hipersensitivitas obat. Penelitian genetika telah

mengidentifikasi beberapa kombinasi Allele dan obat-obatan yang ketika

digabungkan, meningkatkan risiko penyakit. Penelitian lebih lanjut telah mencari

pemahaman ke dalam patofisiologi penyakit. Dalam makalah yang diterbitkan oleh

Mawson, Eriator dan Karre (2015), penulis berteori bahwa penyakit terjadi ketika

metabolit obat merusak hati, organ yang bertanggung jawab untuk penyimpanan

Vitamin A, menyebabkan molekul freeretinoid tumpah ke dalam sirkulasi

menciptakan akut, sistemik Toksisitas vitamin A. 7

Granulysin, protein sitotoksik yang diproduksi dalam jumlah besar oleh CD8

+ T-Lymphocytes dan sel pembunuh alami adalah molekul yang paling umum

ditemukan di SJS / TEN lecet. Granulysin diyakini bertindak sebagai sitokin untuk

molekul retinoid destruktif (seperti asam retinoat), gabungan bersama diyakini

bertanggung jawab untuk apoptosis keratinosit yang terlihat pada SJS / TEN. Ketika

keratinosit mati, epidermis menjadi terlepas dari dermis yang berakhir pada

nekrosis jaringan dan pengelupasan. Meskipun tidak sepenuhnya dipahami, para

penulis berteori bahwa CD8 + T-sel menjadi hiperaktif ketika terkena tingkat retinol

yang ekstrim dan memproduksi Granulysin secara berlebihan. Granulysin

kemudian menarik asam retinoat yang bersifat sitotoksik dan bersama-sama

menyebabkan keratinosit mati. Keratinosit membentuk 90% sel di epidermis.7

Pada lesi SSJ-NET terjadi reaksi sitotoksik terhadap keratoinosit sehingga

mengakibatkan apoptosis luas. Reaksi sitotoksik yang terjadi melibatkan sel NK

12
dan sel limfosit T CD8+ yang spesifik terhadap obat penyebab. Berbagai sitokin

terlibat dalam pathogenesis penyakit ini, yaitu : IL-6, TNF-α, IL-18, Fas-L,

granulisin, perforin, granzim-B.4

2.4 Gejala Klinis

SJS / TEN dapat bermanifestasi sebagai bercak erythematous atau violaceous,

lesi targetoid atipikal, bula, erosi, dan bisul. Bula biasanya menunjukkan tanda

Nikolsky yang positif: menjauh dari lapisan atas kulit dari lapisan bawah ketika

kulit sedikit digosok. Ciri khas dari SJS / TEN adalah keterlibatan mukosa (hadir

dalam 80% kasus), dengan situs oral lebih sering terlibat daripada okular, genital,

atau mukosa dubur. Gejala sistemik, meskipun tidak seragam, dapat mendahului

kulit dan temuan membran mukosa oleh 1 hingga 3 hari. Gejala mungkin termasuk

rasa sakit pada kulit, mata, atau selaput lendir lainnya, sakit kepala, rinitis, malaise,

sakit tenggorokan, batuk, dan mialgia.2

Tabel 2.1 Gejala Klinis SJS, SJS-overlap, SJS-NET


Clinical Entity SJS SJS-Overlap SJS-NET
Primary Lesion Dusky red Dusky red lesions Poorly delineated
lesions Flat atypical targets erythematous plaque
Flat atypical Epidermal detachment
targets Dusky red lesions
Flat atypical targets
Distribution Isolated lesions Isolated lesions Isolated lesions (rare)
Confluence (+) Confluence (++) on Confluence (+++) on
on face and trunk face and trunk face, trunk and elsewhere
Mucosal Yes Yes Yes
Involvement
Systemic Usually Always Alsways
Symptoms
Detachment <10% 10-30% >30%
(%body surface
are)
Sumber: Thomas Harr , Lars E French. Toxic epidermal necrolysis and Stevens-
Johnson syndrome. 2010, 5:39

13
1. Anamnesis

 Penyebab terpenting adalah penggunaan obat.

 Riwayat penggunaan obat sistemik (jumlah dan jenis obat, dosis,

carapemberian, lama pemberian, urutan pemberian obat), serta kontak obat

pada kulit yang terbuka (erosi, eskoriasi, ulkus) atau mukosa.

 Jangka waktu dari pemberian obat sampai timbul kelainan kulit

(segera,beberapa saat atau jam atau hari atau hingga 8 minggu).

 Identifikasi faktor pencetus lain: infeksi (Mycoplasma pneumoniae, virus).

imunisasi, dan transplantasi sumsum tulang belakang.

2. Pemeriksaan fisik

 SSJ dan NET ditandai dengan keterlibatan kulit dan membran mukosa.

 Kelainan kulit yaitu: eritema, vesikel, papul, erosi, eskoriasi, krusta

kehitaman, kadang purpura, dan epidermolisis. Tanda Nikolsky positif.

 Kelainan mukosa (setidaknya pada dua tempat): biasanya dimulai dengan

eritema, erosi dan nyeri pada mukosa oral, mata dan genital. Kelainan mata

berupa konjungtivitis kataralis, purulenta, atau ulkus. Kelainan mukosa oral

berupa erosi hemoragik, nyeri yang tertutup pseudomembran putih keabuan

dan krusta. Kelainan genital berupa erosi yang dapat menyebabkan sinekia

(perlekatan).

 Gejala ekstrakutaneus: demam, nyeri dan lemah badan, keterlibatan organ

dalam seperti paru-paru yang bermanifestasi sebagai peningkatan kecepatan

pernapasan dan batuk, serta komplikasi organ digestif seperti diare masif,

malabsorbsi, melena, atau perforasi kolon.

14
3. Kriteria SSJ, SSJ overlap NET, dan NET berdasarkan luas area epidermis yang

terlepas (epidermolisis), yaitu: SSJ (<10% luas permukaan tubuh), SSJ overlap

NET (10-30%), dan NET (>30%).8

Gambar 2.2 Presentasi gambar SJS, SJS overlap, SJS-NET

Sumber: Thomas Harr , Lars E French. Toxic epidermal necrolysis and Stevens-
Johnson syndrome. 2010, 5:39

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan histopatologi kulit dapat menyingkirkan diagnosis banding dan

umumnya diperukan untuk kepentingan medikolegal. Pemeriksaan laboratorium

perlu dilakukan untuk evaluasi keparahan penyakit dan tatalaksana pasien.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah darah lengkap. 4

1. Pemeriksaan darah dan urin rutin: serum glutamic transaminase (SGOT), serum

piruvic transaminase (SGPT), eosinofil darah tepi.

2. Pemeriksaan HbSAg, antibodi antivirus Hepatitis-A serta anti Hepatitis-C untuk

menyingkirkan infeksi virus sebagai penyebab hepatitis.

15
3. Uji kulit: uji tempel untuk penegakan diagnosis kausatif obat penyebab. Uji

sebaiknya dilakukan dalam waktu 6 minggu-6 bulan sesudah sembuh.8

2.6 Penatalaksanaan

1. Perawatan di tempat khusus untuk mencegah infeksi.

2. Mengidentifikasi dan menghentikan penggunaan obat penyebab.

3. Perbaikan terhadap keseimbangan cairan elektrolit dan protein (sebaiknya

pertama diperiksa BJ Plasma).

4. Pemberian Glukokortikoid misalnya methylprednisolone 80-120mg per oral

(1,5-2mg/kgBB/hari) atau pemberian dexamethasone injeksi (0,15-

0,2m/kgBB/hari).

5. Pemberian antibiotic untuk infeksi dengan catatan menghindari pemberian

sulfonamide dan antibiotic yang sering juga sebagai penyebab SJS misalnya

penicillin, cephalosphorin. Sebaiknya antibiotic diberikan berdasarkan hasil

kultur kulit, mukosa dan sputum. Dapat digunakan injeksi gentamycine 80mg

IV sehari 2-3 kali (1-1,5mg/kgBB/kali).

6. Hematokrit, blood gases, keseimbangan cairan dan elektrolit selalu dimonitor.

7. Pemberian makanan TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein)

8. Perawatan dan pengobatan kelainan mata.6

Analgesik dapat diberikan. Jika nyeri ringan dapat diberikan parasetamol, dan jika

nyeri berat dapat diberikan analgesik opiate-based seperti tramadol.

Pilihan lain:

16
1. Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat diberikan segera setelah

pasien didiagnosis NET dengan dosis 1 g/kgBB/hari selama 3 hari

2. Siklosporin dapat diberikan.

3. Kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistemik dapat mempersingkat waktu

penyembuhan, tetapi tidak menurunkan angka mortalitas. 8

Antibiotik sistemik hanya diberikan jika terdapat indikasi.

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding utama SJS / TEN adalah penyakit-penyakit autoimun yang

melepuh, termasuk dermatitis IgA linier dan pemfigus paraneoplastic tetapi juga

pemfigus vulgaris dan pemfigoid bulosa, pustulosis eksantematosa generalisata

akut (AGEP), erupsi obat bulosa terfisial yang disebarluaskan dan staphyloccocal

scalted skin syndrome (SSSS). SSSS adalah salah satu diagnosis banding yang

paling penting di masa lalu, tetapi kejadiannya saat ini sangat rendah dengan 0,09

dan 0,13 kasus per satu juta penduduk per tahun.5

2.8 Prognosis

Ditentukan berdasarkan SCORTEN, yaitu suatu perhitungan untuk

memperkirakan mortalitas pasien dengan nekrolisis epidermal. Masing-masing

dinilai 1 dan setelah dijumlahkan mengarah pada prognosis angka mortalitas

penyakit.8

17
Tabel 2.2 Prognosis angka mortalitas penyakit.
1 Usia >40 tahun
2 Denyut jantung >120 kali/menit
3 Ada keganasan
4 Luas epidermolisis >10% luas permukaan tubuh
5 Serum urea >28 mg/dL
6 Glukosa >252 mg/dL
7 Bikarbonat <20 mmol/L
Sumber: Widaty, dkk. Panduan Praktis Klinis. 2017. ISBN: 978-602-98468-8-8.

Nilai SCORTEN akan menentukan persentase angka mortalitas pada pasien SSJ

atau NET, yaitu sebagai berikut:8

Tabel 2.3. Nilai SCORTEN.


0-1 3,2%
2 12,1%
3 35,8%
4 58,3%
5 90%
Sumber: Widaty, dkk. Panduan Praktis Klinis. 2017. ISBN: 978-602-98468-8-8.

Penilaian SCORTEN, paling baik dilakukan pada 24 jam pertama dan hari ke-5.8

Quo ad vitam : dubia ad bonam.

Quo ad fungsionam : ad bonam.

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam.

18
BAB III

KESIMPULAN

Stevens-Johnson syndrome merupakan syndrom yang mengenai kulit, selaput

lendir, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat.

Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura.

Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, yaitu meliputi alergi

obat (misalnya, penisilin, analgetik, anti peuritik). Infeksi mikroorganisme (bakteri,

virus, jamur, parasit). Neoplasma dan faktor endoktrin, faktor fisik, dan makanan.

Pada syndrom ini terlihat adanya trias kelainan, berupa : kelainan pada kulit

terdiri atas eritema, purpura, papul, urtika, plak, vesikel, dan bula. lesi khas

berbentuk seperti lesi target (target lessions), yaitu bagian tengah lesi yang

berwarna keunguan dapat disertai vesikel ditengahnya dan dikelilingi makula

eritema. Vesikel dan bula kemudian pecah, sehingga terjadi erosi luas yang sangat

rentan mengalami infeksi sekunder. Kelainan mukosa oral berupa erosi hemoragik,

nyeri yang tertutup pseudomembran putih keabuan dan krusta. Kelainan genital

berupa erosi yang dapat menyebabkan sinekia (perlekatan).

Pada steven Johnson syndrome dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu darah

lengkap dan uji temple yang dilakukan setelah pasien benar-benar sembuh dan tidak

ada lesi, uji temple di harapkan untuk mengetahui obat apa saja yang menjadikan

alergi.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Deore,dkk. Drug Induced - Stevens Johnson Syndrome: A Case Report. International

Journal of Scientifi c Study. July 2014. Vol 2. Issue 4.

2. Jeremy A. Schneider . Philip R. Cohen. Stevens-Johnson Syndrome and Toxic

Epidermal Necrolysis: A Concise Review with a Comprehensive Summary of

Therapeutic Interventions Emphasizing Supportive Measures. April 24, 2017

3. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Penerbit Buku

Kedokteran. Jakarta, Indonesia. 2000.

4. Menaidi, dkk. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Edisi ke-7 2017. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

5. Thomas Harr , Lars E French. Toxic epidermal necrolysis and Stevens-Johnson

syndrome. 2010, 5:39

6. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke-3

2005. ISBN: 979-8865-07-3.

7. Douglas M. Klein. Pathophysiology-Stevens-Johnson Syndrome/ Toxic

Epidermal Necrolysis. Summer 8-1-2016

8. Widaty, dkk. Panduan Praktis Klinis. 2017. ISBN: 978-602-98468-8-8.

20

Anda mungkin juga menyukai