Anda di halaman 1dari 34

MOTORIK DELAY

LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK

Oleh:

Kelvin Sunaryo

NPM: 19710012

Dokter Pembimbing:

dr. ARIF FAKHRUDIN, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK 2020-2021


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD IBNU SINA GRESIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA

i
2021

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Kelvin Sunaryo

NPM :19710012

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Wijaya Kusuma Surabaya

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Stase : Ilmu Kesehatan Anak

Judul lapsus : Motoric Delay

Pembimbing : dr. Arif Fakhrudin, Sp.A

Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Rumah Sakit Ibnu Sina Gresik

Disetujui Oleh :

ii
dr. Arif Fakhrudin, Sp.A

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat dan
rahmatnya lah penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus “Motoric Delay”
sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di bidang ilmu anak dalam
menyelesaikan Pendidikan dokter muda di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.

Laporan kasus ini dibuat selain tugas, juga semoga dapat membantu teman
sejawat yang ingin mengetahui tentang “Motoric Delay” dan juga membantu penulis
dalam mempelajari lebih dalam tentang “Motoric Delay”.

Selain itu penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Arif Fakhrudin, Sp.A selaku pembimbing kepanitraan
Klinik Ilmu Anak di RSUD Ibnu Sina Gresik.

Gresik, 15 September 2021

iii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul...................................................................................... i
Halaman Pengesahan............................................................................ ii
Kata Pengantar ..................................................................................... iii
Daftar Isi............................................................................................... iv
BAB I LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien......................................................................... 1
1.2 Anamnesis................................................................................. 1
1.3 Pemeriksaan Fisik..................................................................... 2
1.4 Status Antropometri.................................................................. 3
1.5 Skrining DENVER II................................................................ 5
1.6 Diagnosis................................................................................... 6
1.7 Pemeriksaan Penunjang............................................................ 6
1.8 Planning.................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi.................................................................................... 7
2.2. Epidemiologi............................................................................ 7
2.3. Etiologi.................................................................................... 8
2.4. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bicara Anak....... 8
2.5. Dampak Perkembangan........................................................... 8
2.6. Tahapan Perkembangan Kemampuan Berbicara dan Bahasa. 9
2.7. Tahapan Kemampuan Mengucapkan Kata.............................. 11
2.8. Faktor Penyebab Keterlambatan Bicara .................................. 11
2.9. Deteksi Keterlambatan Bicara dan Bahasa.............................. 13
2.10 Penatalaksanaan....................................................................... 15

iv
2.11 Prognosa................................................................................... 15
BAB III PEMBAHASAN..................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 18

v
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. E
Umur : 1 tahun 2 bulan 3 hari
Alamat : Metatu, Benjeng, Gresik
Tanggal Lahir : 12/07/2020
Tanggal Periksa : 15/09/2021
No RM : 795445
1.2 ANAMNESA
A. Keluhan utama :
Belum bisa duduk sendiri
B. Riwayat penyakit sekarang : alloanamnesa ( Ibu Pasien)
Ibu pasien mengatakan pasien belum dapat duduk sendiri,merangkak
ataupun mengangkat kepala hingga berusaha berdiri padahal usia pasien saat
ini 1 tahun 2 bulan. Dari keterangan ibu pasien, pasien hanya mampu merayap
dan membalikkan badan. Pasien dirumah mampu mengucapkan “mama,papa”
dan menirukan suara memanggil kakak pasien. Apabila dipanggil oleh ibu
ataupun kaka pasien, pasien dapat merayap kearah ibu atau kakaknya dengan
jaraj yang tidak terlalu jauh.
Pola makan pasien saat ini yaitu paling sering diberikan nasi tim atau
bubur halus dengan frekuensi 3 kali sehari dengan selingan cemilan berupa
pisang dan juga susu formula 3 hingga 4 kali sehari sebanyak sekitar 90 ml.
Ibu pasien mengatakan takaran makan pasien menggunakan cup makanan
untuk bayi dengan ukuran volume kurang lebih 200 ml dengan makanan yang
sering diberikan berupa nasi tim.Terkadang pasien tidak menghabiskan
beberapa makanan dan terbuang.
Di rumah pasien tinggal bersama ayah,ibu dan kakak pasien. Ibu
pasien tidak bekerja sehingga dapat merawat dan memperhatikan pasien.
Pasien jarang membrikan tontonan dari Tv maupun handphone kepada pasien.

1
C. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat sakit kejang disangkal. Riwayat batuk lama disangkal,
riwayat diare disangkal
D. Riwayat penyakit keluarga :
Riwaya sakit tiroid disangkal.
E. Riwayat pengobatan :
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan.
F. Riwayat Kehamilan :
Ibu pasien memiliki dua orang anak. Anak pertama lahir di rumah sakit
dengan cara operasi. Saat ini anak pertama berusia 2 tahun 5 bulan dan
tidak mengalami masalah dalam tumbuh kembangnya.
Anak kedua yaitu pasien lahir di rumah sakit dengan cara operasi
namun pasien tidak tau kenapa dilakukan tindakan operasi. Pasien rutin
kontrol 1 bulan sekali selama masa kehamilan di bidan desa. Saat lahir
pasien spontan menangis dengan berat 3.300 gram dan panjang 51 cm
G. Riwayat Persalinan :
Cara lahir : Operasi, langsung menangis
Tempat lahir : Rumah Sakit
Masa Gestasi : Cukup bulan
Berat Lahir : 3.300 gram
Panjang Lahir : 51 cm
H. Riwayat Imunisasi :
Dari keterangan ibu pasaien bahwa pasien rutin mengikuti imunisasi sesuai
jadwal di puskesmas.

I. Riwayat perkembangan :
Pasien mampu mengucapkan kata “papa,mama” dan menirukan suara
seperti memanggil nama kakaknya. Pasien belum dapat duduk sendiri,
merangkak, ataupun berdiri dengan berpegangan pada benda sekitar
juga pasien tidak mampu mengangkat kepala. Pasien dapat merayap dan
dapat didudukan oleh ibunya namun tidak dapat duduk dengan tegak.

2
1.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Nadi : 108 x/menit,kuat angkat
Suhu : 36,4 °C
Respiration rate : 30 x/menit
Kepala / leher
Mata : Isokor, anemis (-/-), ikterus (-/-)
Telinga : Tidak tampak kelainan.
Hidung : Tidak tampak kelainan
Mulut : Normal, sianosis (-), mukosa kering (-),
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax
Dinding dada : Simetris bilateral
Jantung : S1 S2 tunggal, reguler, Gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Flat, Soefl, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Superior : Akral hangat kering merah + | +, oedem - |-
Deformitas -/-
Inferior : Akral hangat kering merah + | +, oedem - | -
Deformitas -/-

3
1.4 STATUS ANTROPOMETRI
An. 1 tahun 2 bulan 3 hari, BB 5,32 kg PB 74,5cm.

-Z-score dibawah -3 SD

*Berdasarkan BB/U pada katagori ini, termasuk dalam Gizi Buruk

4
Z-score antara -2 dan -3

Indikator pertumbuhan : Pendek

-Z-score dibawah -3 SD

Indikator pertumbuhan : Sangat Kurus

5
1.5 SKRINING DENVER II

6
-F (Fail/gagal)

Bila anak tidak mampu melakukan uji coba dengan baik, ibu/pengasuh
memberi laporan anak tidak dapat melakukan tugas dengan baik

- P (Pass/lewat)

Apabila anak dapat melakukan uji coba dengan baik, ibu/pengasuh memberi
laporan tepat/dapat dipercaya bahwa anak dapat melakukan dengan baik.

*Interpretasi Denver II pada pasien ini adalah SUSPEK karena didapatkan ≥1


Delayed/keterlambatan pada Motorik kasar dan Motorik halus.

1.7 Hasil Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan hematologi Hasil


Hb 10.7 mg/dl
Hematokrit 33
LED -
Leukosit 12.500
Trombosit 263.000
Hitung jenis 8/2/0/39/42/9
MCV 86
MCH 27
MCHC 32
T4 1.00
TSH 4.29

Pemeriksaan urin Hasil


pH 7.0
Berat jenis 1.005
Protein Negatif
Glukosa Negatif
Keton Negatif
Bilirubin Negatif
Eritrosit Negatif
Epitel Negatif
Protein Negatif
Sedimen Negatif

7
Silinder Negatif
Crystal Negatif
Leukosit Negatif

1.6 DIAGNOSA
Motoric Delay, Gizi buruk

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak ada pemeriksaan penunjang yang dilakukan

1.6 PLANNING
- Konsul Rehabilitasi medik untuk fisioterapi motorik
- Edukasi ibu untuk lebih sering mengajak anak berkomunikasi dan melatih
anak di rumah
- Edukasi ibu untuk menambah asupan makanan terutama yang mengandung
protein seperti ayam dan ikan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Motoric Delay (Keterlambatan Motorik)
2.1 DEFINISI
Motor delay adalah keterlambatan suatu perkembangan sesuai tonggak usia
sehingga salah satu perkembangan menjadi dominan, yaitu pada perkembangan
motorik. Salah satu penyebab keterlambatan motorik yaitu kelahiran premature
dimana seluruh organ bayi premature masih belum dikatakan matur1.

8
2.2 EPIDEMIOLOGI
Keterlambatan dalam perkembangan didefinisikan sebagai kegagalan seorang
anak dalam mencapai patokan tertentu dalam usianya untuk dapat melakukan suatu
hal yang umumnya dapat dilakukan oleh anak lain dalam rentang usia yang sama.
Keterlambatan dalam perkembangan ini dapat mempengaruhi beberapa aspek seperti
keterlambatan dalam bahasa dan bicara, keterlambatan motoric baik motoric halus
dan kasar, keterlambatan secara kognitif, keterlambatan psikologis dan emosional,
keterlambatan secara seksual, dan keterlambatan dalam melakukan kegiatan sehari-
hari (ADL).
Menurut data, tahun 2016 menyebutkan bahwa 52.9 miliar anak memiliki
gangguan dalam perkembangan dan 95% dari total tersebut berasal dari negara
berpenghasailan rendah dan berkembang. Menurut WHO, menyebutkan bahwa 10%
dari setiap populasi negara di dunia memiliki gangguan dalam perkembangan. Data
dari USPSTF menyebutkan sekitar 1 hingga 1,5% dari total anak anak didunia
memiliki gangguan kognitif, 8% memiliki gangguan pembelajaran, 2% hingga 19%
memiliki gangguan bicara, dan 15% gangguan lainnya seperti motoric dan juga
emosional.2
2.3 ETIOLOGI
Penyebab dari motoric delay dapat dsiebabkan oleh berbagai faktor sepeti faktor
genetik, faktor lingkungan, faktor psikososial dan faktor anatomis.
Genetik, faktor ini merupakan faktor utama dari gangguan perkembangan
termasuk gangguan perkembangan motoric dan dapata diikuti dengan gangguan
perkembangan lainnya seperti bicara,dan bahasa juga kognitif. Hal ini dikarenakan
variasi genetic yang mendasari timbulnya perubahan dari genetic seorang individu
seperti adanya insersi,subtitusi,delesi amupun adisi pada rantai DNA. Salah satu
contohnya yaitu Fragile X syndrome yang merupakan yang memmpeangruhi gen
FMR1 (Fragile Mental Retardation 1) dan dikaitkan dengan Prader-Willi syndrome
dan juga Angelman Syndrome.2
Lingkungan, pada aspek lingkungan sendiri dipengaruhi berbagai hal seperti
pola asuh orangtua, sosial lingkungan sekitar terutama keluarga, tingkat ekonomi

9
keluarga serta pola interaksi antara anggota keluarga dan lingkungan sekitar dan
sosial budaya yang ada dilingkungan sekitar dari anak tersebut
Anatomis, Penyebab keterlambatan motorik dapat ditelusuri dari unsur-unsur
yang berperan dalam mekanisme gerak motorik seorang anak, mulai dari otak,
medula spinalis, saraf tepi, hingga otot dan tulang.3
 Otak, Traktus Kortikospinalis, Serebelum dan basal ganglia
Pada palsi serebral yang terganggu adalah inisiasi gerak, perencanaan,
eksekusi,serta koordinasi gerak motor disertai gangguan visual yang
menyertai. Manifestasi klinis yang ditemukan bergantung pada lesi
anatomis. Gejala klinis akan memperlihatkan imaturitas susunan saraf pusat
(SSP) atau lesi upper motor neuron, dengan refleks primitive yang menetap,
refleks perkembangan yang terlambat atau tidak ada,peningkatan refleks
fisiologis, hipertonia otot, serta refleks patologis yang positif.3
Pada spina bifida, yang terganggu terutama adalah jaras kortikospinal,
sehingga koneksi antara korteks motorik dan motor neuron di medulla spinalis
terganggu. Pada global developmental delay yang terganggu adalah inisiasi
gerak, perencanaan, eksekusi, serta koordinasi gerak motorik. Manifestasi
klinis yang kerap ditemukan adalah hipotonia otot disertai joint laxity.
 Kornu anterior medulla spinalis
Pada atrofi muscular spinal yang terganggu adalah motor neuron di kornu
anterior medula spinalis sehingga tidak terjadi inisiasi gerak motor yang
berasal dari medula spinalis. Secara klinis ditemukan gambaran lesi lower
motor neuron, yang mencakup hipotonia otot,refleks fisiologis yang negatif,
atrofi/hipotrofi otot, serta fasikulasi.3
 Saraf tepi
Pada polineuropati kongenital atau herediter, yang terganggu adalah
hantaran saraf dari kornu anterior menuju otot. Secara klinis ditemukan lesi
lower motor neuron.
 Otot

10
Pada miopati kongenital/herediter, yang terganggu adalah respons otot
terhadap impuls saraf yang dihantarkan dari otak, medulla spinalis dan saraf
tepi. Secara klinis ditemukan lesi lower motor neuron dengan refleks
fisiologis yang menurun atau menghilang.
 Koordinasi Motorik
Pada developmental coordination disorder (DCD) terdapat gangguan
dalam memproses informasi sensorik, termasuk informasi visual-
visuospasial, taktil, vestibular dan proprioseptif.

 Masalah Ortopedi
Tidak ditemukan defisit neurologi, kemampuan motorik sebelum berdiri
dan berjalan tidak terganggu. Masalah timbul ketika anak mulai belajar berdiri
dan berjalan.
Faktor lain yang mempengaruhi yaitu terdiri dari faktor intrinsik dan ekstrinsik.
Faktor intrinsik terdiri atas faktor genetik yang menentukan karakteristik fisik dan
temperamen anak, kondisi fisik, dan kesehatan anak termasuk status gizi. Faktor
ekstrinsik terdiri atas faktor keluarga, orangtua, saudara kandung, pola asuh, budaya
lingkungan, kondisi sosioekonomi keluarga,dan stimulasi.3
2.4 MEKANISME GERAK MOTORIK
Hampir semua perilaku manusia melibatkan fungsi motorik. Gerak motorik
bukanlah hal yang sederhana, sebagai contoh bagaimana mengambil segelas air.
Kontrol gerak diperlukan tidak hanya untuk menggerakkan tangan untuk meraih
dan memegang gelas, tetapi juga menaksir kekuatan yang diperlukan untuk
memegang gelas tersebut,
dengan memperhitungkan jumlah air yang ada di gelas serta terbuat dari apa gelas
tersebut. Semua hal tersebut harus dikalkulasi oleh otak dengan cermat dan
melibatkan banyak area di otak.
Primary motor cortex atau korteks motorik primer (KMP) di girus presentral
lobus frontalis adalah area di otak yang memegang peran utama dalam fungsi
motorik. Fungsinya adalah menimbulkan impuls saraf untuk mengeksekusi gerak

11
motorik. Sinyal dari area tersebut menyeberang garis tengah untuk mengaktivasi
otot rangka di sisi yang berseberangan. Artinya, sisi otak sebelah kiri mengatur gerak
ekstremitas kanan, dan sebaliknya. Setiap bagian tubuh kita direpresentasikan di
KMP sesuai somatotopi. Area untuk mengatur kaki bersebelahan secara berturut-
turut dengan tungkai bawah, tubuh, lengan atas dan tangan. Area otak yang lebih
luas diperlukan untuk mengatur gerak tangan dan jari-jari, dibandingkan area otak
untuk mengatur tubuh dan tungkai bawah. Pembagian somatotopi tersebut
disebut sebagai homunculus serebri.
Area lain di korteks yang mengatur fungsi motor adalah secondary motor cortex
atau korteks motorik sekunder, meliputi korteks parietal posterior, korteks premotor,
dan supplementary motor area atau area motoric suplemen (AMS). Korteks parietal
posterior berfungsi meneruskan informasi visual ke gerak motorik. Area motor
suplemen terletak di atas, atau medial dari area premotor di sebelah depan korteks
motor primer. Area ini berperan dalam merencanakan gerak motor dan koordinasi
kedua tangan. Area motor suplemen dan premotor ini mengirim informasi ke korteks
motor primer dan area motor di batang otak.
Neuron-neuron di KMP, AMS, dan korteks premotor mempunyai jaras ke traktus
kortikospinalis. Jaras ini adalah satu-satunya jaras yang menghubungkan korteks dan
medulla spinalis dan terdiri atas jutaan jaras. Jaras ini turun ke bawah melalui
batang otak. Di batang otak sebagian besar jaras tersebut menyilang ke sisi tubuh
yang berlawanan. Setelah menyilang, jaras tersebut berlanjut ke medulla spinalis
dan berakhir di segmen sesuai tingkat medula spinalis. Jaras kortikospinal ini adalah
jaras utama yang mengantur gerak volunter pada manusia.
Terdapat jaras motorik lain yang berasal dari motor neuron subkorteks (nuklei).
Jaras ini mengatur postur, keseimbangan, gerak otot-otot proksimal, koordinasi
kepala, leher, dan gerak mata untuk merespons target secara visual. Jaras subkortikal
ini dapat memodifikasi gerak volunter melalui sirkuit interneuron di medula spinalis
dan melalui proyeksi di area korteks motor.3
Medula spinalis terdiri atas massa putih dan kelabu. Massa putih terdiri atas
jaras serabut saraf yang berjalan di sepanjang medulla spinalis. Jaras tersebut
berwarna putih karena terbungkus mielin untuk konduksi yang lebih cepat. Seperti

12
jaras yang lain, jaras kortikospinal melewati area lateral massa putih medula spinalis.
Bagian dalam medulla spinalis mengandung massa kelabu, yang terdiri atas badan
sel saraf,termasuk saraf motorik dan interneuron. Jaras kortikospinal bersinaps
dengan motor neuron dan interneuron di daerah ventral atau anterior medula spinalis.
Jaras motorik dari area gerak lengan dan tangan di korteks berakhir di motor neuron
medula spinalis pada tingkat servikal, sedangkan untuk gerak tungkai bawah
berkahir pada tingkat lumbal.3

Gambar 2.1 traktus kortikospinalis3


Di kornu anterior, motor neuron terproyeksi ke otot-otot distal yang berlokasi di
lateral neuron-neuron yang mengontrol otot-otot proksimal. Neuron yang

13
memproyeksikan otot-otot tubuh terletak lebih medial. Neuron otot-otot ekstensor
terletak di tepi massa kelabu, sedangkan neuron otot-otot fleksor terletak lebih ke
tengah. Penting diingat bahwa motor neuron tunggal di medula spinalis dapat
menerima ribuan input dari area korteks motorik, subkorteks, dan interneuron di
medulla spinalis. Interneuron tersebut menerima input dari area yang sama,
memungkinkan untuk mengembangkan suatu sirkut yang kompleks.3
Setiap motor neuron di medula spinalis adalah bagian dari unit fungsional yang
disebut motor unit. Motor unit terdiri atas motor neuron, akson, dan serabut otot
yang dipersarafinya. Beberapa motor neuron dapat mempersarafi beberapa serabut
otot, tetapi satu serabut otot hanya dipersarafi oleh satu motor neuron. Ketika motor
neuron mencetuskan impuls listrik, semua serabut otot akan berkontraksi .Ukuran
dan jumlah motor unit dan jumlah serabut otot yang dipersarafi menentukan
kekuatan kontraksi otot. Terdapat dua macam motor neuron di medula spinalis, yaitu
motor neuron alfa dan gamma. Motor neuron alfa mempersarafi serabut otot yang
menghasilkan kekuatan otot. Motor neuron gamma mempersarafi serabut di dalam
spindel otot. Spindel otot adalah struktur di dalam otot yang mengukur panjang dan
regangan otot. Spindel otot berperan dalam pembentukan refleks, misalnya refleks
patela.Organ tendon Golgi adalah reseptor regang, berlokasi di tendon yang
terhubung dengan otot rangka. Organ tersebut memberikan informasi kekuatan
kontraksi otot ke pusat motorik. Informasi dari spindel otot, tendon Golgi, dan organ
sensoris lain dikirim langsung ke serebelum. Serebelum berperan dalam koordinasi
dan penentuan waktu program gerak motorik. Program motorik disusun di ganglia
basal, yang berperan dalam mengorganisasi gerak yang kompleks. Kerusakan area
ini akan menghasikan gerak spontan, gerak yang tidak adekuat. Ganglia basal
juga mengirimkan sinyal ke subkorteks dan korteks.3

14
Gambar 2.2 Motor unit3

2.5 TAHAPAN PERKEMBANGAN MOTORIK


Perkembangan gerak pada anak diawali dengan gerak reflek, yaitu gerakan-
gerakan yang terjadi secara tidak disadari. Gerak reflek terjadi pada waktu prenatal
sampai anak usia kurang lebih 3 bulan, gerak yang paling dominant saat bayi masih
dalam kandungan.. Ini adalah gerakan diluar kesadaran si bayi, tidak terkoordinasi
dan merupakan gerak primitive, Setelah gerak reflek berkurang maka akan
berkembang menjadi gerak sederhana dan akan menjadi gerak kasar atau gerak yang
menggunakan otot-otot besar.Macam-macam gerak reflek pada bayi adalah sebagai
berikut :
1. Reflek hisap:
Reflek ini terjadi saat ibu meyentuh pipi si bayi maka anak tersebut
akan
mencari atau akan melakukan gerakan hisap.
2. Reflek genggam:
Bila disodorkan jari telunjuk pada bayi, maka akan menggengaam jari tersebut
dengan sangat kuat, bila ditarik bayi tidak akan melepaskan genggamannya.

15
3. Reflek leher ( Tonic neck reflex )
Pada posisi telentang, bila kepala bayi menoleh kesatu sisi maka terjadi
ekstensi atau peningkatan tonus ( kekuatan otot ) pada lengan dan tungkai sisi
tersebut.
4. Rooting reflex
Apabila pipi bayi disentuh, kepala akan menoleh kearah stimulus dan mulut
terbuka.4
Pada usia ke 3 dan ke 3 gerak reflek bayi akan mulai menghilang atau
dengan lebih tepat berkurang, selanjutnya akan muncul gerak sederhana atau gerak
motoric kasar. Gerak setelah gerak reflek lebih terarah, seperti dapat dilihat pada
gerakan otot lehernya. Bayi selanjutnya bisa mengangkat kepala, bisa didudukkan,
masa ini bayi sudah bisa menegakkan kepala. Dengan berkurangnya gerak reflek
maka aktivitas anak makin bervariasi, pada usia 4 bulan anak sudah bisa tengkurap
dan telentang, menumpu badan pada kaki, serta dada terangkat menumpu pada
lengan. Pada bulan ke 5 gerak anak semakin bervariasi, otot leher dan otot lengan
semakin kuat. Masa ini anak sudah pandai berputar dengan menggunakan tangannya,
Ketika diletakkan terlentang ia menggunakan tangannya untuk mendorong dan
berguling membalikkan badannya. Bukan hanya berguling tetapi kaki mulai semakin
lincah beraktivitas, sering menendang, menggeserkan kaki dan mendorong-dorong
kakinya. Seiring dengan makin aktifnya gerakan kaki, otot leher dan punggungnya
pun menjadi lebih kuat. Mulai usia 6 bulan bayi mulai belajar duduk tanpa pegangan,
walaupun kadang-kadang masih butuh bantuan. Bulan ke 7 muncul kepandaian lain
yang dapat membuat orang tua kadang merasa frustasi, karena pada umur ini anak
mulai senang melempar dan menjatuhkan mainan atau benda-benda yang ada di
sekitarnya, Terkadang anak menagis karena tidak dapat menemukan benda yang
dapat dijatuhkan atau dilemparnya. Kesenagan baru anak mungkin membuat
merasa melelahkan, karena setiap kali harus memungut benda yang dibuangnya
seketika itu pula melemparkannya lagi. Tetapi harus diingat bahwa kegiatan ini
merupakan saat perkembangan persepsi motorik tentang tata ruang. Umur 7 bulan
anak mulai senang mengangkat dan menurunkan pantat serta punggungnya,
keterampilan kakinya juga sudah lebih baik, misalnya saat anak diberdirikan

16
dipangkuan maka anak akan meloncat-loncat gembira dan menggoyang-goyangkan
ke dua kakinya.4

2.6 DETEKSI KETERLAMBATAN GERAK MOTORIK


Untuk mendeteksi adanya gangguan pada perkembangan motoric yaitu dapat
menggunakan KPSP ( Kuesioner Pra Skrining Perkembangan). Dimana KPSP ini
dpaat dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru TK, dan petugas PAUD terlatih. Jadwal
rutin untuk pemeriksaan rutin KPSP yaitu setiap 3 bulan pada anak usia kurang dari
24 bulan dan setiap 6 bulan pada anak usia 24 hingga 72 bulan. Formulir KPSP
terdiri dari 9-10 pertanyaan dan dibagi sesuai dengan usia anak yaitu 3, 6 ,9, 12, 15,
18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 56, 60, 66 dan 72 bulan. interpretasi hasil dari KPSP yaitu
terbagi atas 3 kategori. Kategori sesuai tahap perkembangan apabila jumlah jawaban
“ya” 9 atau 10, kategori meragukan apabila jumlah 7 atau 8 perkembangan
meragukan, kategori penyimpangan apabila menjawab “ya” 6 atau kurang.5
Teknik untuk melakukan skrining mengenai adanya keterlambatan pada gerak
motoric yaitu dengan tes Denver II. Denver II memiliki 4 aspek utama untuk dilihat
sebagai parameter yaitu kemampuan personal terhadap sosial, kemampuan pada
gerak motoric halus, kemampuan terhadap bahasa dan bicara, dan kemampuan pada
motoric kasar. skrining Denver II dilakukan disesuaikan dengan umur anak sesuai
dengan indicator yang harusnya dapat dicapai di usianya dengan interpretasi normal
apabila tidak ditemukan keterlambatan (Pass) atau maksimal 1 caution, suspek
apabila didapatkan lebih dari atau sama dengan dua caution atau sekurang-kurangnya
1 keterlambatan. Tidak dapat diuji bila anak menolak lebih dari 1 uji yang terletak
disebelah kiri garis umur. Dilakukan uji ulang apabila tidak dapat diuji atau suspek
pada 1-2 minggu ke depan.6

2.7 PENATALAKSANAAN DAN PROGNOSA


Fisioterapi berperan untuk memberikan edukasi dan meningkatkan kemampuan
motoric pada anak dengan gangguan perkembangan agar mencapai kemampuan
sesuai usia. Prmainan dan alat khusus didukung dengan kemampuan penanganan
oleh fisioterapi digunakan untuk melatih kemampuan motoric anak dengan gangguan
perkembangan tersebut. Penatalaksaan fisioterapi umumnya menggunakan latihan

17
terapeutik yang mencakup pendekatan yang didesain untuk meningkatkan
fleksibilitas, kekuatan , integritas jantung- paru dan ketahanan, koordinasi dan
keseimbangan, postur dan sikap tubuh. Selain itu pada anak dengan gangguan
motoric dapat dilakukan terapi latihan neuromotorik dan sensorimotorik.7
Prognosa dari penyakit ini bergantung pada penyebab dari timbulnya
keterlambatan dalam perkembangan motoriknay tersebut. dikarenakan timbulnya
dari berbagai faktor sehingga bergantung pada faktor penyebabnya. Semakin baik
apabila dapat dideteksi sedini mungkin dan menangani faktor penyebabnya namun
prognosa dapat menjadi buruk apabila penyebab keterlambatan motoric diakibatkan
oleh kelainan anatomis seperti cerebral palsy ataupun diakibatkan oleh suatu trauma.

B. Gizi Buruk

2.1 DEFINISI

Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan
nutrisi, atau nutrisinya dibawah rata-rata. Gizi kurang adalah kekurangan bahan
-bahan nutrisi seperti protein, karbonhidrat, lemak, dan vitamin yang dibutuhkan oleh
tubuh. Cara menilai status gizi dapat dilakukan dengan pengukuran antropometrik,
klinik, biokimia, dan biofisik. Pengukuran antropometrik dapat dilakukan dengan
beberapa macam pengukuran yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas, dan sebagainya 8

2.2 EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan data kematian anak menurut World Health Organization (WHO),


dikemukan penyebab kematian tersebut yaitu komplikasi kelahiran prematur,
pneumonia, asfiksia lahir, diare dan malaria. Diperkirakan sekitar 45% dari seluruh
kematian anak terkait dengan gizi buruk sehingga membuat anak lebih rentan
terhadap penyakit. Diantara 33 provinsi di Indonesia, 18 provinsi memiliki
prevalensi gizi kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2%
sampai dengan 33,1%. Sumatera utara merupakan urutan ke 16 diantara 18 provinsi
tersebut. Sedangkan proporsi gizi kurang sebesar 13,9% lebih tinggi dibandingkan

18
pada tahun 2010 dan 2007 yaitu sebesar 13,0%. Sedangkan proporsi gizi buruk pada
tahun 2013 mengalami kenaikan yaitu sebesar 5,7% dibandingkan dari tahun
sebelumnya yaitu pada tahun 2010 sebesar 4,0% dan pada tahun 2007 sebesar 5,4% 9

Menurut data dari Riskesdas pada tahun 2018 menyebutkan bahwa di Jawa Timur
memiliki presentasi gizi buruk dan gizi kurang pada balita 0-23 bulan yaitu sebesar
3,60% untuk gizi buruk dan 11,6% untuk gizi kurang sedangkan presentase gizi
buruk pada balita usia 0-59 bulan yaitu 3,30% untuk gizi buruk dan 13,40% untuk
gizi kurang.10

2.3 ETIOLOGI

Timbulnya gizi buruk pada anak berkaitan dengan multifaktor seperti :

 Sikap Ibu terhadap makanan

Persoalan gizi kurang dan gizi buruk pada balita dapat disebabkan sikap
atau perilaku ibu yang menjadi faktor dalam pemilihan makanan yang tidak
benar. Pemilahan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang cukup
dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu
tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan
kesalahan pemilihan makanan terutama untuk anak balita, sehingga zat-zat
gizi dalam kualitas dan kuantitas tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh8

 Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan erat kaitannya dengan ketersedian air bersih,


ketersedian jamban, jenis lantai rumah, serta kebersihan peralatan makanan,
kebersihan rumah, pencahayaan, ventilasi. Makin tersediannya air bersih
untuk betuhan sehari-hari, maka makin kecil risiko anak terkena penyakit
kurang gizi8

 Sosial Ekonomi

19
Status sosial ekonomi merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk
dikarenakan rendahnya status sosial ekonomi akan berdampak pada daya beli
makanan. Rendahnya kualitas dan kuantitas makanan merupakan penyebab
langsung dari gizi buruk pada balita.Status sosial ekonomi yang kurang
sebenarnya dapat diatasi jika keluarga tersebut mampu menggunakan
sumber daya yang terbatas, seperti kemampuan untuk memilih bahan yang
murah tetapi bergizi dan distribusi makanan yang merata dalam keluarga11

 Penyakit penyerta

Penyakit penyerta merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk. Penyakit


penyerta dapat menyebabkan gizi buruk dikarenakan terdapat hubungan
timbal balik antara kejadian penyakit dan gizi buruk. Balita yang menderita
gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan sehingga rentan terhadap
penyakit. Selain itu anak yang menderita sakit akan memperjelek keadaan
gizi melalui gangguan asupan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat
gizi esensial11

 Berat Badan Lahir Rendah

Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang. Pada BBLR zat
antibodi kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit. Penyakit
ini menyebabkan balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan yang
masuk ke dalam tubuh menjadi berkurang dan dapat menyebabkan gizi
buruk11

2.4 MANIFESTASI KLINIS

Sering ditemukan gangguan pertumbuhan:


- Anak tampak kurus
- Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti
- Berat badan tidak bertambah, adakalanya bahkan turun
- Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal.
- Maturasi tulang terlambat

20
- Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal/menurun
- Tebal lipatan kulit normal atau berkurang
- Anemia ringan
- Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat.12

Gizi buruk dibagi menjadi 3 macam yaitu sebagai berikut.

a. Kwashiorkor

Pada kwashiorkor akan tampak anak dengan tanda sebagai berikut.

-Perubahan mental sampai apatis


-Anemia
-Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut / rontok
-Gangguan sistem gastrointestinal
-Pembesaran hati
-Perubahan kulit (dermatosis)
-Atrofi otot
-Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh 12

b. Marasmus

Pada marasmus akan tampak anak dengan tanda sebagai berikut.

-Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus


-Perubahan mental, cengeng
-Kulit kering, dingin dan mengendor, keriput
-Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang
-Otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas
-Kadang-kadang terdapat bradikardi
-Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya

c. Marasmus-Kwashiorkor

Terdapat tanda yang termasuk dalam kriteria marasmus dan kwashiorkor.

21
Kriteria Diagnosis:
- Terlihat sangat kurus -
- Edema nutrisional, simetris -
- BB/TB < -3 SD -
- Lingkar Lengan Atas <11,5 cm12

2.5 SKRINING

Metode Skrining penilaian status gizi dapat dilakukan dengan 4 metode yaitu metode
antropometri, metode pemeriksaan laboratorium,metode klinis dan metode
pengukuran konsumsi pangan

 Metode Antropometri

Metode antropometri dapat diartikan sebagai mengukur fisik dan bagian tubuh
manusia. Jadi antropometri adalah pengukuran tubuh atau bagian tubuh manusia.
Dalam menilai status gizi dengan metode antropometri adalah menjadikan ukuran
tubuh manusia sebagai metode untuk menentukan status gizi. Konsep dasar yang
harus dipahami dalam menggunakan antropometri untuk mengukur status gizi
adalah konsep dasar pertumbuhan. Dalam metode antropometri yang diukur
yaituberat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas,
dan lainnya13

 Metode Laboratorium

Metode laboratorium mencakup dua pengukuran yaitu uji biokimia dan uji fungsi
fisik. Uji biokimia adalah mengukur status gizi dengan menggunakan peralatan
laboratorium kimia.Tes biokimia mengukur zat gizi dalam cairan tubuh atau
jaringan tubuh atau ekskresi urin. Misalnya mengukur status iodium dengan
memeriksa urin, mengukur status hemoglobin dengan pemeriksaan darah dan
lainnya. Tes fungsi fisik merupakan kelanjutan dari tes biokimia atau tes fisik. 13

 Metode Klinis

22
Pemeriksaan fisik dan riwayat medis merupakan metode klinis yang dapat
digunakan untuk mendeteksi gejala dan tanda yang berkaitan dengan kekurangan
gizi. Gejala dan tanda yang muncul, sering kurang spesifik untuk menggambarkan
kekurangan zat gizi tertentu. Mengukur status gizi dengan melakukan
pemeriksaan bagian-bagian tubuh dengan tujuan untuk mengetahui gejala akibat
kekurangan atau kelebihan gizi.13

 Metode Pengukuran Konsumsi Pangan

Pengukuran konsumsi makanan sering juga disebut survei konsumsi pangan,


merupakan salah satu metode pengukuran status gizi. Asupan makan yang kurang
akan mengakibatkan status gizi kurang. Sebaliknya, asupan makan yang lebih
akan mengakibatkan status gizi lebih.Tujuan umum dari pengukuran konsumsi
pangan adalah untuk mengetahui asupan gizi dan makanan serta mengetahui
kebiasaan dan pola makan, baik pada individu, rumah tangga, maupun kelompok
masyarakat13

2.6 PENATALAKSANAAN DAN PROGNOSIS

Penatalaksanaan pasien gizi buruk mencakup beberapa hal sebagai berikut.

a. Medikamentosa

- Pengobatan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit


- Rehidrasi secara oral dengan Resomal, secara parenteral hanya pada dehidrasi
berat atau syok
- Atasi/cegah hipoglikemi
- Atasi gangguan elektrolit
- Atasi/cegah hipotermi

Antibiotika:
- Bila tidak jelas ada infeksi, berikan kotrimoksasol selama 5 hari
- Bila infeksi nyata: ampisilin IV selama 2 hari, dilanjutkan dengan oral sampai 7
hari, ditambah dengan gentamisin IM selama 7 hari

23
- Atasi penyakit penyerta yang ada sesuai pedoman
- Vitamin A (dosis sesuai usia, yaitu <6 bulan : 50.000 SI, 6-12 bulan : 100.000
SI, >1 tahun : 200.000 SI) pada awal perawatan dan hari ke-15 atau sebelum
pulang
- Multivitamin-mineral, khusus asam folat hari pertama 5 mg, selanjutnya 1 mg
per hari.

Kriteria sembuh apabila BB/TB lebih dari -2 SD, dengan pemantauan ketat
status gizi secara rutin dan berkala, memantau perkembangan psikomotor.

Edukasi pada orang tua mengenai pengetahuan gizi, melatih ketaatan dalam
memberikan diet , menjaga kebersihan lingkungan.12

Malnutrisi energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial.


Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidens dan menurunkan
angka kematian. Oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab
timbulnya masalah tersebut, maka untuk mencegahnya dapat dilakukan beberapa
langkah, antara lain:

- Pola makan

Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan


jumlah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur
dan berat badan)

- Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala


(sebulan sekali pada tahun pertama)

- Faktor sosial

Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan


makanan tertentu yang sudah berlangsung secara turun-temurun dan dapat
menyebabkan terjadinya MEP.

- Faktor ekonomi

24
Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan
sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan penduduk merupakan akibat
lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di
samping kuantitasnya.

- Faktor infeksi

Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan status gizi. MEP, walaupun
dalam derajat ringan, menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.12

25
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien Anak E., usia 1 tahun 2 bulan datang ke poli tumbuh kembang
diantar oleh ibunya dengan keluhan pasaien tidak mampu duduk sendiri padahal
dibandingkan dengan anak seusianya seharusnya pasien dapat mampu duduk sendiri
bahkan dapat berjalan meskipun dengan terhuyung-huyung. Dari anamanesa dengan
ibu pasien didapatkan bahwa pasien lahir dengan berat normal yaitu 3.300 gram
secara operasi SC namun ibu pasien tidak tahu alasan dilakukan operasi tersebut.
pasien saat lahir menangis dengan spontan. Dari anamnesa didapatkan bahwa pola
makan pasien cukup teratur namun dengan porsi yang kecil, dimana 1 porsi menurut
ibu pasien yaitu sebanyak 1 cup tempat makanan bayi,dengan selingan cemilan paling
sering buah seperti pisang saat pagi dan sore hari, juga pasien diberikan susu formula
dengan frekuensi 3 kali sehari sebanyak kurang lebih 90 ml. Dari anamnesa
didapatkan pasien tidak mengalami diare, batuk lama, ataupun penyakit infeksi
lainnya seperti typhoid dan dengue fever.
Dari Status gizi pasien termasuk dalam gizi buruk berdasarkan data
antropometri dengan indicator BB/u dibawah -3 SD seedangkan dari indicator TB/U
pasien terkategori pendek karena berada diantara -2 SD dan -3 SD dan dari indicator
BB/TB didapatkan pasien kategori sangat kurus. Dari pemeriksaan fisik tidak
ditemukan kelainan ataupun tumor pada leher, maupun deformitas pada tungkai
pasien. Dari riwayat tumbuh kembang pasien, pasien belum mampu untuk berdiri
dengan berpegangan dimana pada usia 1 tahun seharusnya pasien dapat berdiri
dengan berpegangan pada benda sekitar. Dalam Tes Denver II pasien mmendapat
skor Fail pada motoric kasar dan juga motoric halus sedangkan dalam kategori bicara
pasien sesuai dengan usia anak lainnya.

26
Dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pasien menderita motoric
delay dengan gizi buruk. motoric delay dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti
kelainan anggota gerak maupun gangguan hormone pertumbuhan. Namun, pada
pasien tersebut motoric delay disebabkan oleh faktor gizi yang sangat buruk dimana
asupan kalori pasien tidak mencukupi. Hal ini terbukti dengan status gizi pasien, yang
termasuk kategori gizi buruk. Jadi, pasien dalam penatalaksanannya memerlukan
terapi motoric oleh rehabilitasi medik dan edukasi mengenai porsi dan jadwal makan
yang baik serta bahan makanan yang baik untuk meningkatkan status gizi pasien dan
diberikan multivitamin agar mencegah kekurangan vitamin pada pasien.

27
DAFTAR PUSTAKA
1. Paramaninditya, Marlizka Rizka. 2016. Terapi Latihan Gross Motor Delay
Akibat Kelahiran Prematur. Surabaya
2. Khan I, Leventhal BL. Developmental Delay. [Updated 2021 Aug 4]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK562231/
3. Handryastuti,Setyo. 2017. Motor delay : What to do and when to refer. IDAI :
Jakarta
4. Suhartini. 2015. Tahap Perkembangan Motorik Bayi. Jogjakarta.
5. Kementrian Kesehatan RI. 2016. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,Deteksi dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak. Jakarta
6. Abessa, T. G., Worku, B. N., Kibebew, M. W., Valy, J., Lemmens, J., Thijs,
H., Yimer, W. K., Kolsteren, P., & Granitzer, M. (2016). Adaptation and
standardization of a Western tool for assessing child development in non-
Western low-income context. BMC public health, 16, 652.
https://doi.org/10.1186/s12889-016-3288-2
7. Amanati,Suci., et al. 2018. Pengaruh Terapi Latihan Pada Developmental
Delay. Jurnal Rehabilitasi dan Fisioterapi ;p : 61-69
8. Alamsyah, Dedi., et al. 2017. Beberapa Faktor Risiko Gizi Kurang dan Gizi
Buruk Pada Balita 12-59 Bulan. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas 2
(1) p : 54-62
9. Mardhiah, Ainun., et al. 2020. Efektivitas Penyuluhan Dan Media Audio
Visual Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu Anak Balita Gizi Kurang di
Puskesmas Medan Sunggal. Jurnal Kesehatan Global (3);p; 18-25.
10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Profil Kesehatan Indonesia
2019. Jakarta

28
11. Sari,Novita., Puruhita, Niken .2012. Faktor-Faktor resiko Kejadian Gizi
Buruk Pada Balita yang Dirawat Di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semarang
12. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
13. Kemetrian Kesehana Republik Indonesia. 2017. Penilaian Status Gizi.

29

Anda mungkin juga menyukai