Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

DIARE

Disusun untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik KSM/Lab


Ilmu Kesehatan Anak RSD dr. Soebandi Jember

Disusun oleh:
Hans Kristian Owen
122011101053

Dokter Pembimbing:
dr. H. Ahmad Nuri, Sp.A
dr. B. Gebyar Tri Baskoro, Sp.A
dr. Saraswati Dewi, Sp.A
dr. Lukman Oktadianto, Sp.A
dr. M. Ali Shodikin, M.Kes, Sp. A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER


KSM/LAB ILMU KESEHATAN ANAK
RSD DR. SOEBANDI JEMBER
2017
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2
Pendahuluan .................................................................................................................. 3
Definisi .......................................................................................................................... 3
Epidemiologi ................................................................................................................. 4
Etiologi .......................................................................................................................... 4
Patofisiologi .................................................................................................................. 5
Diagnosis ....................................................................................................................... 7
Pemeriksaan Penunjang ................................................................................................. 9
Tatalaksana .................................................................................................................... 10
Komplikasi .................................................................................................................... 16
Pencegahan .................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 19

2
Pendahuluan

Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak di dunia
yang menyebabkan 1,6-2,5 juta kematian pada anak tiap tahunnya, serta merupakan 1/5 dari
seluruh penyebab kematian. Salah satu langkah dalam pencapaian target MDGs (Goal ke-4)
adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan
Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian
balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak
tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare
perlu tata laksana yang cepat dan tepat.1,2
Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang
disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat
menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorpsi. Diare perlu mendapat perhatian
khusus karena dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi yang dapat menyebabkan terjadinya
kematian. Selain itu diare yang dibiarkan berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya
kurang gizi akibat terganggunya proses absorbsi makanan dan menurunnya nafsu makan anak.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan kesehatan anak.1
Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi disektor kesehatan
oleh karena ratarata sekitar 30 % dari jumlah tempat tidur yang ada di rumah sakit ditempati
oleh bayi dan anak dengan penyakit diare selain itu juga di pelayanan kesehatan primer, diare
masih menempati urutan kedua dalam urutan 10 penyakit terbanyak dipopulasi. Pasein diare
terbanyak berasal dari golongan bayi dan balita.1,2

Definisi

Diare adalah buang air besar lebih dari tiga kali dalam 24 jam, disertai perubahan
konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir darah dimana kandungan air di dalam
tinja melebihi normal yaitu lebih dari 10 mL/kgBB/hari. Jenis diare ada dua, yaitu diare akut
dan diare kronis. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari, sementara
diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Di kategori diare kronis ada
yang disebut diare presisten yang artinya diare kronis tanpa jeda / fase penurunan diare.3,4

3
Pada bayi yang mengonsumsi ASI, frekuensi BAB lebih banyak sekitar 3-4 kali. Akan
tetapi hal ini merupakan hal fisiologis dan tidak dikatakan diare. Untuk bayi yang mendapat
ASI eksklusif dikatakan diare jika konsistensi tinja menjadi cair, berbau busuk / berlendir,
dan frekuensi meningkat dari biasanya.1

Epidemiologi

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk


di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya
karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Berdasarkan
Riskesdas, prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%); berdasarkan
kelompok umur, prevalensi tertinggi diare terjadi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%;
prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada
perempuan; prevalensi diare lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan, yaitu sebesar
10% di perdesaan dan 7,4 % di perkotaan; diare cenderung lebih tinggi pada kelompok
pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan dan buruh; diare merupakan penyebab
kematian bayi (usia 29 hari-11 bulan) yang terbanyak (31,4%) dan pada anak balita (usia 12-
59 bulan) terbanyak (25,2%).1,2

Etiologi

Diare dapat disebabkan oleh infeksi, baik infeksi virus, bakteri, dan parasit. Diare akut
karena infeksi dapat dibagi menjadi inflamatory dan non inflammatory. Pada diare
inflamatory, bakteri akan menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.
Diare non inflamatory disebabkan oleh enterotoksin bakteri, perusakan vili usus halus oleh
virus, perlekatan parasit, dan perlekatan atau translokasi bakteri.1
Virus, bakteri, dan parasit yang dapat menyebabkan diare infeksi :
Virus
o Rotavirus
o Calicivirus
o Astrovirus

4
o Enteric-type adenovirus
Bakteri
o Compylobacter jejuni
o Salmonella
o Escherichia coli
o Shigella
o Yersinia enterocolitica
o Clostridium difficile
o Vibrio parahaemolitycus
o Vibrio cholerae
o Vibrio cholerae non
o Leromonas hidrophila
Parasit
o Cryptosporidium
o Giardia lamblia
Pada negara berkembang kuman yang paling banyak menyebabkan diare adalah rotavirus,
ETEC (Enterotoxicgenic Eischeria coli), Shigella, Campylobacter jejuni, dan
Cryptosporidium.1
Diare dapat disebabkan oleh proses non infeksi antara lain sebagai berikut.1
Kelainan anatomis (malrotasi, penyakit Hirchsprung, atrofi mikrovili, short bowel
syndrome, striktur)
Malabsorbsi (defisiensi disakaride, malabsorbsi glukosa-galaktosa, cystic fibrosis,
kolestosis, penyakit Celiac)
Endokrinopati (tirotoksikosis, penyakit Addison, Sindrom adrenogenital)
Keracunan makanan (logam berat, jamur)
Neoplasma
Lain-lain (alergi susu sapi, defisiensi imun, penyakit Crohn, gangguan motilitas usus)

Patofisiologi

Berdasarkan proses patofisiologinya diare dapat dibagi sebagai berikut.


1. Diare osmotik

5
Didasari oleh adanya nutrien yang tidak terserap. Adanya bahan yang tidak diserap,
menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat
hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara
lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejenum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na
akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal
yang besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali,
akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat
diserap seperti Mg, glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen illeum dan melebihi
kemampuan absorpsi kolon, nutrien tersebut difermentasi di usus besar menghasilkan asam
organik dan gas. Asam organik menyebabkan peningkatan tekanan osmotik intraluminal yang
menghambat reabsorbsi air dan elektrolit sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti
karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan,
akan memberikan dampak yang sama.1,3
2. Diare Sekretorik
Pada diare sekretorik terdapat infeksi bakteri yang mampu melepas enterotoksin di dalam
usus. Selanjutnya enterotoksin ini merangsang c-AMP dan c-GMP, akibatnya kapasitas
sekresi sel kripte meningkat sehingga terjadi kehilangan air dan elektrolit yang berlebihan.
Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang
banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum.
Penyebab dari diare ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae, atau
Eschericia coli, penyakit yang menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan
absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif dioctyl sodium sulfosuksinat.3
3. Diare akibat gangguan motilitas
Perubahan motilitas usus dapat menyebabkan diare, baik hipomotilitas maupun hipermotilitas.
Hipomotilitas dapat menyebabkan bakteri tumbuh banyak sehingga menyebabkan diare.
Hipermotilitas pada bayi yang menderita kolon iritable juga dapat menyebabkan diare.
Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi
asam empedu dan berbagai penyakit lain.1
4. Diare akibat inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Akibat
kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah
dan limphatic menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan

6
sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan
dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.1,10
5. Diare infeksi
Pada diare yang disebabkan virus, virus masuk melalui makanan dan minuman sampai ke
enterosit, akan menyebabkan infeksi dan kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak
diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang, villi mengalami atropi dan tidak
dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, akan meningkatkan tekanan koloid
osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya sehingga timbul diare.1
Pada diare yang disebabkan bakteri, diare terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca
dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella dan shigella agak berbeda dengan
patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Perbedaanya bakteri tersebut
dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik.
Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang.
Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut
disentri.

Diagnosis

Anamnesis1,3,5,6
Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan konsentrasi tinja,
lendir/darah dalam tinja
Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun, buang air kecil terakhir,
demam, sesak, kejang, kembung
Jumlah cairan yang masuk selama diare
Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi selama diare, mengonsumsi makanan
yang tidak biasa
Penderita diare di sekitarnya dan sumber air minum
Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera
Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya
Berat badan sebelum sakit perlu ditanyakan. Berat badan saat datang harus diukur
sebagai parameter kehilangan cairan dan dapat digunakan sebagai parameter
keberhasilan terapi

7
Riwayat pembedahan usus dapat mengakibatkan striktur intestinal, adhesi, atau
hilangnya valvula ileocecal. Semuanya ini dapat menyebabkan terjadinya small bowel
bacterial overgrowth yang merupakan faktor risiko terjadinya diare persisten.
Riwayat bepergian, tinggal di tempat penitipan anak merupakan risiko untuk diare
infeksi
Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media,
campak
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa
berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta
riwayat imunisasinya
Mencari faktor-faktor risiko penyebab diare, antara lain:
Tidak diberikannya ASI, atau ASI tidak eksklusif dalam 6 bulan pertama kehidupan.
Riwayat makanan: adanya faktor-faktor modifikasi yang mempengaruhi BAB seperti
diet (untuk memperkirakan termasuk diare osmotik atau diare sekretorik) atau stress
Riwayat kecil masa kehamilan
Riwayat diare dalam dua bulan terakhir (yang menunjukkan ada masalah dalam
sistem imunologi anak)

Pemeriksaan Fisik3,7,8
Cari:
o Darah dalam tinja
o Bila ditemukan napas cepat dan dalam menandakan adanya komplikasi asidosis
metabolik.
o Bila nyeri bertambah pada perut pada palpasi atau ditemukan nyeri tekan, nyeri lepas
atau anak menolak diperiksa, waspadai kemungkinan komplikasi atau kemungkinan
penyebab non infeksi.
o Pada keadaan kembung, auskultasi harus lebih cermat untuk mendeteksi adanya ileus
paralitik.
o Amati adanya eritema perianal akibat adanya malabsorpsi karbohidrat sekunder atau
akibat malabsorpsi garam empedu sekunder yang disertai dengan dermatitis popok.
o Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat

8
Tabel Derajat dehidrasi1
Gejala/ derajat Diare tanpa Diare dehidrasi Diare dehidrasi
dehidrasi dehidrasi Ringan/ Sedang Berat
Ada semua tanda Bila terdapat 1* Bila terdapat 1*
tanpa dehidrasi dan 1 tanda lain dan 1 tanda lain
Lesu, lunglai /
Keadaan umum* Baik, sadar Gelisah, rewel tidak sadar
Mata Tidak cekung Cekung Sangat Cekung
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Keinginan untuk Normal, tidak ada Ingin minum terus,
minum* rasa haus ada rasa haus Malas minum
Kembali sangat
Turgor* Kembali segera Kembali lambat lambat

Pemeriksaan Penunjang
Pada diare akut, pemeriksaan penunjang tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan
penunjang dilakukan apabila terdapat kecurigaan amubiasis, penyebab dasar tidak diketahui,
dan diare dengan dehidrasi berat. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebagai berikut :3,5,9
1. Darah Lengkap
Pemeriksaan yang bisa dilakukan pertama hingga pemeriksaan feses lengkap dilakukan.
Pemeriksaan darah lengkap membantu memperkiraan apakah penyebab diare adalah infeksi
bakteri, parasit, atau bukan.
2. Feses Lengkap
Pemeriksaan feses lengkap dibagi menjadi makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan
makroskopis rutin dilakukan, yang dinilai adalah konsistensi, warna, lendir, darah, dan bau.
Pemeriksaan makroskopis ini dapat memperkirakan kuman penyebab diare. Feses yang
watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa
atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Feses yang mengandung darah
atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri
enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica,
B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam feses kecuali pada
infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi

9
EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Feses yang berbau busuk didapatkan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan mikroskopis yang dilihat adalah leukosit. Leukosit dapat memberikan informasi
tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Leukosit
dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman
yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y.
enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides.
Leukosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit
mononuklear. Pada penderita yang beresiko tinggi, misal setelah berpergian ke daerah
endemis, perlu dilakukan pemeriksaan telur atau parasit.
3. Pemeriksaan analisis gas darah untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan
keseimbangan asam dan basa. Analisis gas darah dapat melihat kemungkinan terjadinya
asidosis metabolik. Asidosis metabolik dapat terjadi pada diare.
4. Pemeriksaan serum elektrolit, terutama natrium, kalium, kalsium, dan fosfor. Pada diare
dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit seperti hiponatremi, hipernatremi, dan hipokalemi.

Tatalaksana

Pengobatan diare perlu dilakukan secara benar dan tuntas. Untuk penanganan awal
pengobatan diare memerlukan rehidrasi pada pasien yang menderita dehidrasi. Akan tetapi
pengobatan tuntas juga diperlukan untuk jangka panjang agar anak tidak mudah menderita
diare. Karena itu emperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk
mengobati pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan
diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun
sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
Rehidrasi dengan oralit diperlukan untuk menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang
saat diare. Air minum tidak mengandung garam elektrolit yan dibutuhkan oleh tubuh,
karena itu diperlukan oralit. Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium
klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat.
Oralit dapat diserap dengan baik oleh usus.2
Oralit baru adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah mendekati osmolaritas plasma.

10
Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya
lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga
menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran
tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru
ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera
pada anak.1
Pada pasein tanpa dehidrasi, pemberian oralit dilakukan setiap kali BAB cair dengan
takaran 5-10ml/kgbb secara oral. Lalu pada pasien dehidrasi ringan-sedang, oralit
diberikan 75ml/kgbb dalam 3 jam lalu pantau keadaan dehidrasi pasien untuk tata
laksana rehidrasi selanjutnya.
2. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut
Zinc termasuk mironutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang
optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk
pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan
seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam sistem
kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya
terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat
meningkatkan aborpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan
regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan
respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus.1
Dosis zinc pada anak :
- Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
- Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Pemberian zinc harus tetap dilanjutkan meskipun diare sudah berhenti. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kemungkinan berulangnya
diare pada 2 3 bulan ke depan.2
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
Perlu ditekankan pada orang tua anak, ASI bukan penyebab diare. ASI justru dapat
mencegah diare. Bayi dibawah 6 bulan sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah
diare dan meningkatkan sistim imunitas tubuh bayi. Jika anak masih mendapatkan ASI,
maka teruskan pemberian ASI sebanyak dia mau. Anak harus diberi makan seperti biasa
dengan frekuensi lebih sering. Lakukan ini sampai dua minggu setelah anak berhenti

11
diare. Jangan batasi makanan anak jika ia mau lebih banyak, karena lebih banyak
makanan akan membantu mempercepat penyembuhan, pemulihan dan mencegah
malnutrisi.1
4. Antibiotik selektif
Antibiotik diberikan jika ada indikasi, misal pada diare berdarah dan kolera. Pemberian
antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan
mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan
menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak
rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya
pengobatan yang tidak perlu.1

Tabel Antibiotik untuk diare1


Penyebab Antibiotik pilihan Antibiotik Alternatif
Kolera Tetracycline Erythromycin
12,5 mg/kgBB4x sehari 12,5 mg/kgBB 4x sehari
selama 3 hari selama 3 hari
Disentri Shigella Ciprofloxacin Pivmecillinam
15 mg/kgBB 2x sehari 20 mg/kgBB 4x sehari
selama 3 hari selama 5 hari
Ceftriaxone50-100
mg/kgBB1x sehari IM
selama 2-5 hari
Amoebiasis Metronidazole10
mg/kgBB3x sehari selama
5 hari (10 hari pada kasus
berat)
Giardiasis Metronidazole
5 mg/kg3x sehari selama 5
hari

5. Nasihat kepada orang tua


Kembali segera jika demam, tinja berdarah,berulang, makan atau minum sedikit, sangat
haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.1

12
Pengobatan diare dapat didasarkan derajat dehidrasi. Diare tanpa dehidrasi ditatalaksana
dengan rencana A. Diare dengan dehidrasi ringan-sedang ditatalaksana dengan rencana B.
Diare dengan dehidrasi berat ditatalaksana dengan rencana C.
Rencana Tipe A2,4
Rencana terapi tipe A digunakan untuk diare tanpa dehidrasi dimana terdapat dua atau lebih
tanda : keadaan umum baik dan sadar, mata tidak cekung, turgor kembali segera, minum
biasa/tidak haus.
1. Beri cairan lebih banyak dari normal
Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan
Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan oralit
atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang, dsb)
Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan
sedikit demi sedikit.
- Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak
- Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak.
Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:
- Telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C.
- Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk.
Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.
2. Beri Zinc
Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan dengan
cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
- Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
- Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
3. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat
Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau.
Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam)
Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu
4. Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi
5. Edukasi ke Ibu / pengasuh

13
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila :
Berak cair lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan dan minum sangat sedikit
Timbul demam
Berak berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari
Rencana Tipe B2,4
Rencana terapi tipe B digunakan untuk diare dengan dehidrasi ringan sedang dimana terdapat
dua atau lebih tanda : keadaan umum gelisah/rewel, mata cekung, turgor kembali lambat,
ingin minum terus/rasa haus.
Beri oralit
jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan 75 x KgBB
Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini:

UmurSampai 4 bulan 4 -12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun


Berat Badan < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400

o Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, bisa diberikan.


o Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan.
o Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas.
o Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah.
o Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air
masak atau ASI. Beri oralit sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakan telah
hilang.
o Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi b
o Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah.
o Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah
Edukasi ibu meneruskan ASI
Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200 ml air masak
selama masa ini.
Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI dan oralit

14
Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih
rencana terapi A, B, atau C untuk melanjutkan terapi
o Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah hilang,
anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur.
o Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi Rencana Terapi B
o Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.
o Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C
Beri obat zinc selama 10 hari berturut-turut
Jelaskan 5 langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah
Rencana Terapi C2,4
Rencana terapi tipe C digunakan untuk diare dengan dehidrasi berat dimana terdapat dua atau
lebih tanda : keadaan umum lesu/lunglai atau tidak sadar, mata cekung, turgor kembali sangat
lambat, tidak mau minum. Berikut adalah bagan tata laksana untuk rencana tipe

15
Terapi tambahan pada diare
+ Pemberian probiotik11
Pada kasus diare, pemberian probiotik dapat mengurangi frekuensi diare, mempercepat
penyembuhan diare, dan mengecah diare berulang. Probiotk bisa diberikan selama pasien
diare sampai 5 hari pasca diare.

Komplikasi

Diare dapat menyebabkan beberapa komplikasi jika tidak ditangani dengan benar. Beberapa
komplikasi diare adalah sebagai berikut :3,5,9
1. Gangguan Elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala
yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan.
Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah

16
cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline
5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa
koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan
rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah
8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline - 5% dektrosa, perhitungkan untuk 24 jam.
Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing.
Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10
ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung
sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L). Hiponatremi sering terjadi
pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit
aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak
berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu :
memakai Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 135 kadar Na
serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8
jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium
glukonas 10% 0,5 1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5 10 menit dengan monitor
detak jantung.
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3.5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K : jika
kalium 2,5 3,5 mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5
mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.
Dosisnya: (3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4
jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2
mEq x BB).
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal
dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi
dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare

17
dan sesudah diare berhenti.
2. Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral
Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya pengeluaran
tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang menetap, tidak dapat
minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsi glukosa. Pada keadaan-keadaan
tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan intravena.
3. Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang sebelum
atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan oleh karena :
hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk, hiperpireksia,
kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 400C, hipernatremi atau hiponatremi.

Pencegahan4

1. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun


2. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur dan tahapan
3. Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang cukup
4. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar
5. Buang air besar di jamban
6. Membuang BAB bayi dengan benar
7. Memberikan imunisasi lengkap terutama campak

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Juffrie, dkk. 2009. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta:UKK


Gastroenterologi-Hepatologi IDAI.
2. Kemenkes RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta: Depkes.
3. Karyana, I. P. G., Putra, I. G. N. S. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan
Anak. Denpasar: RSUP Sanglah.
4. Departemen Kesehatan RI. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
5. Pudjiadi, A. H., Hegar B., Handyastuti S., Idris, N. S., Gandaputra E., Harmoniati, E.
D. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Edisi I. Jakarta:
IDAI.
6. Pudjiadi, A. H., Hegar B., Handyastuti S., Idris, N. S., Gandaputra E.,Harmoniati, E.
D. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Edisi II. Jakarta:
IDAI
7. World Health Organization. 2009. Buku Saku Kesehatan Anak Di Rumah Sakit.
Jakarta: WHO Indonesia.
8. Departemen Kesehatan RI. 2008. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS). Jakarta: Depkes RI.
9. SMF Ilmu Kesehatan Anak. 2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. Surabaya: Airlangga University Press.
10. Kementrian Kesehatan RI. 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial.
Jakarta: Kemenkes RI.
11. Shinta K., Hartantyo, Wijayahadi N. Pengaruh Probiotik pada Diare Akut: penelitian
dengan 3 preparat probiotik. Sari Pediatri, Vol. 13, No. 2.

19

Anda mungkin juga menyukai