Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus Berbasis Bukti

Efek Pemberian Diklofenak Dibandingkan Ibuprofen Terhadap Peningkatan


Tekanan Darah Pada Pasien Osteoarthritis Dengan Hipertensi

Disusun Oleh :
Dwi Mishelia (H1AP10033)
Istiqomah Katin (H1AP13041)

Pembimbing : Mardhatillah Sariyanti,


Ssi. M.Biomed. dr. Ahmad Azmi
Nasution, M. Biomed.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


UPTD PUSKESMAS KUALA LEMPUING KOTA BENGKULU
FAKULTAS KEDOKTERANDAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2019
LATAR BELAKANG
Osteoarthritis (OA) adalah penyakit sendi kronik yang paling sering terjadi
di dunia. Osteoarthritis oleh American College of Rheumatology diartikan sebagai
kondisi dimana terdapat gejala kecacatan pada integritas articular tulang rawan
yang ditandai dengan perubahan kapsula sendi. Pada OA, kehilangan kartilago,
munculnya spur formation, dan sklerosis sendi subkondral dapat menyebabkan
1
nyeri, disabilitas, dan penurunan kualitas hidup.
Osteoarthritis merupakan penyakit utama penyebab disabilitas di dunia.
Global mengestimasikan bahwa sebanyak 9,6% laki-laki dan 18,0% perempuan
diatas usia 60 tahun memiliki gejala nyeri akibat OA. Sebanyak 80% pasien
dengan OA memiliki keterbatasan akibat gerak dan 25% tidak dapat melakukan
aktivitas berat setiap hari. World Health Organization (WHO) menyebutkan
bahwa OA saat ini menempati posisi ke-6 setelah sebelumnya menempati posisi
2
ke-12 sebagai penyebab disabilitas dan morbiditas. Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi penyakit sendi secara nasional sebesar
24,7% dan prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 11,9%.
3
Prevalensi penyakit sendi di provinsi Bengkulu sendiri yaitu 16,5%. Pada tahun
2017, penyakit rematik berada di posisi ke-6 penyakit terbanyak di Puskesmas
Kuala Lempuing dengan jumlah kasus 164 atau 3,83% dari seluruh kasus penyakit
4
di Puskesmas.
Osteoarthritis biasanya mengenai sendi penopang berat badan (weight
bearing) misalnya pada panggul, lutut, vertebra, tetapi dapat juga mengenai bahu,
5
sendi-sendi jari tangan, dan pergelangan kaki. Beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap osteoarthritis antara lain yaitu usia, jenis kelamin, hormonal, nutrisi,
6
genetik, obesitas, serta faktor lokal seperti abnormalitas tulang dan post trauma.
Kriteria diagnosis dari OA lutut berdasarkan American College of Rheumatology
yaitu adanya nyeri sendi lutut dan paling sedikit 3 dari 6 kriteria yaitu: krepitus
saat digerakkan, kaku sendi <30 menit, usia>50 tahun, pembesaran tulang sendi
7
lutut, nyeri tekan tepi tulang, tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut.
Tatalaksana OA yang direkomendasikan oleh American College of
Rheumatology sendiri terdiri dari tatalaksana non farmakologi dan farmakologi.

2
Tujuan utama pemberian terapi farmakologi adalah untuk mengurangi nyeri dan
inflamasi akibat OA. Pilihan utama terapi yang disarankan adalah acetaminofen,
obat anti inflamasi non steroid (OAINS) oral, OAINS topikal, tramadol, dan
7
injeksi kortikosteroid sendi.
Salah satu jenis OAINS yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan
inflamasi pada osteoarthritis adalah OAINS non selektif COX-2 yaitu ibuprofen
dan diklofenak. Ibuprofen dan diklofenak merupakan jenis OAINS yang paling
sering digunakan di pelayanan kesehatan primer untuk osteoarthritis karena
ketersediaannya yang selalu ada dibandingkan meloxicam dan jenis OAINS
lainnya. Diklofenak memiliki efikasi yang lebih baik terhadap nyeri, fungsi fisik
8
dan asesmen global pasien pada penderita orteoarthritis dibandingkan ibuprofen.
Penggunaan diklofenak 150 mg/hari secara signifikan dapat mengurangi nyeri
9
lebih baik dibandingkan penggunaan ibuprofen 1200mg/hari. Akan tetapi
penggunaan kedua jenis OAINS ini jangka panjang dapat menimbulkan beberapa
efek samping yaitu perdarahan saluran cerna, gangguan renal, retensi cairan, dan
7
peningkatan tekanan darah.
Penggunaan diklofenak memiliki risiko peningkatan kejadian
10
kardiovaskular sebesar 20% lebih tinggi dibandingkan ibuprofen. Sedangkan
menurut Sherve et al (2014), penggunaan diklofenak 2-3x secara signifikan lebih
berisiko terjadinya stroke dibandingkan placebo. Akan tetapi, ibuprofen sendiri
memiliki efek perubahan tekanan darah yang secara signifikan yaitu +3,5 mHg
pada tekanan darah sistolik dan +1,2 mmHg pada tekanan darah diastolik,
sedangkan pada diklofenak adalah -0,5 mmHg pada tekanan darah sistolik dan -
11
0,56 pada tekanan darah diastolik.
Dua meta-analisis lain juga menunjukkan bahwa secara umum OAINS
dapat meningkatkan tekanan darah dengan tekanan arteri rerata (mean arterial
pressure) sebesar 3,3 mmHg dan 5 mmHg pada pasien hipertensi. Pada pasien
hipertensi yang mengonsumsi dua obat antihipertensi, OAINS dapat
meningkatkan tekanan arteri rerata sebesar 6 mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian OAINS pada pasien hipertensi yang mengonsumsi obat antihipertensi
12
akan menurunkan efektivitas obat antihipertensi yang dikonsumsi.

3
Selain menghilangkan efektivitas obat antihipertensi, OAINS juga dapat
berinteraksi dengan obat antihipertensi golongan penghambat ACE, ARB, dan
diuretik. Interaksi ini menyebabkan terjadinya gagal ginjal akut sebesar 25,9%.
Efek samping lainnya yang dapat terjadi karena interaksi ini antara lain ialah
hiponatremia dan hiperkalemia, efek samping ini khususnya terjadi pada pasien
13,14
lansia.
Oleh karena itu, penulis membahas di dalam laporan EBCR ini mengenai
efek pemberian diklofenak dibandingkan ibuprofen terhadap peningkatan tekanan
darah pada pasien osteoarthritis dengan hipertensi.

ILUSTRASI KASUS
Ny. R, 65 tahun, datang ke Poli Umum UPTD Puskesmas Kuala Lempuing
dengan keluhan nyeri sendi sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri dirasakan di bagian
lutut terutama sebelah kanan dan sering kaku pada pagi hari (<5 menit). Nyeri
yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul, bertambah jika pasien
melakukan aktivitas fisik dan berkurang saat istirahat. Pasien juga mengeluhkan
lututnya yang membengkak sejak 2 hari sebelum datang ke puskesmas. Bengkak
dirasakan pada lutut kanan. Bengkak dirasakan sebesar telor ayam, bengkak tidak
mengecil meskipun telah pasien kompres dengan air hangat. Bengkak tersebut
menambah rasa nyeri yang dirasakan pasien sebelumnya, sehingga menyebabkan
terhambatnya aktivitas sehari-hari pasien. Pasien masih bisa berjalan namun harus
secara pelan-pelan. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi yang diderita sejak 1
tahun terakhir. Pasien rutin kontrol dan mengambil obat hipertensi setiap minggu
di Puskesmas. Adapun obat yang di minum pasien adalah amlodipin 1x10 mg.
Pada pemeriksaan fisik tanda vital yaitu tekanan darah 150/90 mmHg,
o
frekuensi nadi 84x/menit, pernafasan 20x/menit, dan suhu 36.7 C. Pada
pemeriksaan fisik lainnya didapatkan berat badan pasien 72 Kg, tinggi badan 152
cm, dan lingkar perut 112 cm. Pada pemeriksaan fisik status lokalis genu dextra
didapatkan deformitas (-), bengkak (+), hiperemis (-), nyeri tekan (+), ROM
terbatas sedangkan genu sinistra dalam batas normal. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, maka pasien didiagnosis osteoarthritis genu dextra + hipertensi

4
grade I terkontrol. Penatalaksanaan medikamentosa yang diberikan pada pasien
yaitu ibuprofen 3x200 mg dan amlodipin 1x10 mg.
Berdasarkan rekomendasi IRA tahun 2014, tatalaksana osteoarthritis dengan
gejala nyeri ringan hingga sedang dapat diberikan obat anti inflamasi non steroid
(OAINS). Salah satu jenis OAINS yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri
dan inflamasi pada osteoarthritis adalah OAINS non selektif COX-2 yaitu
ibuprofen dan natrium diklofenak. Ibuprofen dan natrium diklofenak merupakan
jenis OAINS yang paling sering digunakan di pelayanan kesehatan primer untuk
osteoarthritis. Ibuprofen dengan sediaan 200 mg dan 400 mg dan natrium
diklofenak dengan sediaan 25 mg dan 50 mg sering kali digunakan di puskesmas
karena ketersediaannya yang selalu ada dibandingkan meloxicam dan jenis
OAINS lainnya. Akan tetapi, penggunaan kedua OAINS ini jangka panjang dapat
menimbulkan beberapa efek samping yaitu perdarahan saluran cerna, gangguan
7
renal, retensi cairan, dan peningkatan tekanan darah.
Berdasarkan hal inilah sehingga dokter mempertimbangkan efek pemberian
ibuprofen dibandingkan natrium diklofenak terhadap peningkatan tekanan darah
pada pasien osteoarthritis dengan hipertensi.

PERTANYAAN KLINIS
1. Bagaimanakah efek pemberian diklofenak dibandingkan ibuprofen terhadap
peningkatan tekanan darah pada pasien osteoarthritis dengan hipertensi?
P : Pasien dengan osteoarthitis dan hipertensi
I : Diklofenak
C : Ibuprofen
O : Peningkatan tekanan darah

KATA KUNCI
Pencarian jurnal dilakukan dengan menggunakan PubMed dan Cochrane pada
tanggal 15 Februari 2019 dengan menggunakan kata kunci:
 Adults OR patients AND Osteoarthritis AND Hypertension AND Diclofenac
AND Ibuprofen AND Blood Pressure

5
 Adults OR patients AND Osteoarthritis AND Hypertension AND Ibuprofen
AND Blood Pressure
 Adults OR patients AND Osteoarthritis AND Hypertension AND Diclofenac
AND Blood Pressure

KRITERIA INKLUSI:
- Pasien dewasa
- Pasien yang terdiagnosis osteoarthritis
- Pasien yang terdiagnosis hipertensi
- Penelitian Randmized Controlled Trial
- Penelitian dengan Systematic review
- Jurnal berbahasa Inggris
- Website : PubMed, Cochrane
- Jurnal Full text
- Jurnal 15 tahun terakhir

KRITERIA EKSKLUSI:
- Jurnal dengan judul yang sama
- Penderita osteoarthritis dengan penyakit lain
- Penggunaan obat diklofenak topikal

METODOLOGI
Pencarian artikel dilakukan pada tanggal 15 Februari 2019 pada dua
database yaitu PUBMED dan Cochrane Library. Pencarian artikel pada kedua
database menggunakan 3 kata kunci. Dari hasil pencarian dengan menggunakan
kata kunci tersebut didapatkan total 44 artikel dengan 29 artikel berasal dari
PUBMED dan 15 artikel berasal dari Cochrane Library.
Setelah dilakukan penyaringan, sebanyak 22 artikel yang memiliki judul
yang sama sehingga kemudian tersisa 22 artikel. Kemudian dilakukan
penyaringan kembali, didapatkan sebanyak 6 artikel yang memenuhi kriteria
inklusi dan 12 artikel di eksklusikan. Setelah itu, dilakukan penyaringan

6
berdasarkan judul dan abstrak dan didapatkan 1 artikel. Detail lebih lengkap
mengenai penyaringan pada masing-masing database dapat dilihat pada diagram
1.

Search (on Feb 15th, 2019) in


PUBMED/Cochrane
Hits: n = 44 (PUBMED: 29; Cochrane:15)

Duplicates
n = 22

Records screened
n = 22
Inclusion criteria:
Adult, Patient diagnosed
osteoarthritis, diagnosed
hypertension, RCT, Excluded
Systematic review, n = 16
English journal, Full
text, last 15 years

Titles and abstracts screened


n=6

Data extracted from publication


n=1

Diagram 1. Alur pencarian

7
Telaah Kritis
Whelton et al. tahun 2006 melakukan penelitian di Amerika Serikat yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan penurunan fungsi renal da efek tekanan
darah pada celecoxib dibandingkan diklofenak dan ibuprofen pada pasien
ostheoarthritis (OA) dan rhematoid arthritis (RA). Jumlah responden penelitian
adalah 8059 pasien. Pasien adalah laki-laki maupun perempuan usia dewasa (>18
tahun) yang telah didiagnosis OA atau RA ≥3 bulan yang memerlukan terapi
OAINS. Pasien dengan penyakit ginjal dengan kadar kreatinin >1,5 mg.dL
dieksklusikan dalam penelitian ini.
Subjek penelitian dibagi ke dalam 3 kelompok perlakuan secara
randomisasi, yaitu kelompok dengan pemberian celecoxib (400 mg, 2 kali sehari),
kelompok dengan pemberian ibuprofen (800 mg, 3 kali sehari), dan kelompok
dengan pemberian diklofenak (75 mg, 2 kali sehari). Semua pasien ditindak
lanjuti dan di follow up pada minggu ke-4, 13,26 dan setiap 13 minggu selama 9
bulan. Telaah kritis menggunakan kriteria Center of Evidence Based Medicine
Oxford dapat dilihat di Tabel 1, sedangkan bagan Gate Frame dapat dilihat di
Gambar 1.

Tabel 1. Critical Appraisal: Randomized trial, Double blind


KRITERIA APPRAISE
VALIDITAS Randomisasi YA
Tercantum pada metode bagian
populasi studi dan protokol halaman
1501 paragraf ketiga dan bagian
hasil pada halaman 1496 paragraf
pertama.

“The CLASS trial was a andomized,


double-blind, parallel-group study
based on two protocols ........”
“Patient disposition is outlined in
Figure 1. A total of 8059 patients
were randomized, ….”

Kemiripan YA
Populasi Tercantum pada metode bagian
populasi studi dan protokol halaman
1501 paragraf pertama.

“In brief, outpatients ≥18 years of


age were eligible to participate in
the study if, upon screening, they
were diagnosed with RA or OA
evident for ≥3 months that required
continuous treatment with an
NSAID for the duration of the
trial......”
Perlakuan Sama YA
Tercantum pada metode bagian
populasi studi dan protokol halaman
1501 paragraf ketiga.

“Patients were randomized 1:1 to


receive celecoxib 400 mg and a
nonselective NSAID, ibuprofen 800
mg three times a day or diclofenac
75 mg b.i.d....”

Akuntabilitas dan YA
Analisis Intention-to- Tercantum pada hasil bagian
Treat

9
populasi sampel halaman 3284
paragraf 1.

“Patient disposition is outlined in


Figure 1. A total of 8059 patients
were randomized, of whom 7968
received at least one dose of study
drug, and were therefore included
in the intent-to-treat (ITT)
population (RA: N= 2183; OA: N =
5785). In the ITT population, 3987
patients received celecoxib and
3981 were treated with either
ibuprofen or diclofenac...”

Blind YA
Jurnal ini menggunakan double
blind, tercantum pada metode
bagian populasi studi dan protokol
halaman 1501 paragraf ketiga.

“The CLASS trial was a andomized,


double-blind, parallel-group study
based on two protocols ........”

TOTAL NILAI
5
VALIDITAS

10
IMPORTANCE Control Event Rate 7%
(CER)
Experimental Event 6,6%
Rate (EER)
Relative Risk 5,7%
Increased (RRI)
Absolute Risk 40%
Increased (ARI)
Number Needed to 2,5
Harm (NNH)

APLIKABILITAS Karakteristik pasien YA


pada studi
menyerupai pasien
pada populasi
Terapi dapat YA
dilakukan pada
praktik sehari-hari
Keuntungan yang YA
diberikan lebih dari
risiko yang dapat
ditimbulkan
TOTAL APLIKABILITAS 3

11
P
Randomized
Pasien osteoarthritis, laki-laki/perempuan, 8059
usia >18 tahun yang memerlukan terapi
OAINS untuk meredakan nyeri akibat
arthritis (osteoarthritis atau rheumatoid 7968 Taking Medication
artritis) dan memiliki penyakit hipertensi
3409
Endpoint

Randomly allocated to receive Diklofenak, Ibuprofen and Celecoxib

E C C
1996 1985 3987

Diklofe ak Ibuprofen elecoxib


C
T
Peningkatan tekanan darah

Meningkat O 132 139 200

Tidak Meningkat
6 weeks
1864 1846 3787

Gambar 1. Gate Frame

HASIL

Sebanyak 8059 pasien yang berasal dari 386 senter di Amerika Serikat dan
Kanada dari Desember 1998 sampai Januari 2000 dilakukan randomisasi.
Terdapat 7968 pasien yang mendapatkan pengobatan dan di bagi menjadi 3
kelompok perlakuan secara randomisasi. Sebanyak 3409 (43%) dari 7968 pasien
dapat memenuhi penelitian selama 9 bulan, sedangkan sebanyak 4559 pasien
(1057 diklofenak, 1294 ibuprofen, dan 1779 celecoxib) tidak dapat melengkapi
penelitian selama 9 bulan.

12
Gambar 2. Alur Sampel Penelitian

Kelompok pertama sebanyak 1996 orang di berikan diklofenak (75 mg, dua
kali sehari), kelompok kedua sebanyak 1985 orang diberikan ibuprofen (800 mg,
tiga kali sehari), dan kelompok ketiga sebanyak 3987 orang diberikan celecoxib
(400 mg, dua kali sehari). Masing-masing kelompok memiliki baseline yang sama
terhadap serum kreatinin dan tekanan darah dengan rerata tekanan darah 133/80
mmHg. Sebanyak kurang lebih 40% pasien mengalami hipertensi pada masing-
masing kelompok. Terdapat lebih dari 40% pasien yang hipertensi tersebut
mendapatkan pengobatan satu atau lebih obat antihipertensi dan sebanyak 20%
dengan obat golongan diuretik. Ringkasan baseline karakteristik subjek penelitian
dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Baseline Karakteristik Partisipan

Tabel 3. Baseline Penggunaan Antihipertensi Partisipan

Tekanan darah sistolik dan diastolik pada baseline dan saat bulan ke-6 pada
ketiga kelompok ditunjukkan pada Tabel 4. Peningkatan tekanan darah sistolik
dari baseline secara signifikan terlihat pada diklofenak dan ibuprofen (p<0,05),
sedangkan tidak ada perubahan signifikan tekanan darah sistolik dan diastolik
pada kelompok celecoxib dan naproxen. Perubahan tekanan darah sistolik pada
kelompok diklofenak adalah -0,8 mmHg dan tekanan darah diastolik yaitu -1,1
mmHg, pada kelompok ibuprofen yaitu +0,3 mmHg pada tekanan darah sistolik
dan -0,6 mmHg pada tekanan darah diastolik, sedangkan pada celecoxib yaitu -
0,6mmHg dan diastolik -0,7 mmHg.

Tabel 4. Efek Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada Diklofenak, Ibuprofen dan
Celecoxib

Terjadi peningkatan secara signifikan pada insiden hipertensi baru dan


hipertensi yang memberat pada pasien yang diberikan ibuprofen dibandingkan
celecoxib (P<0,05). Pemberiaan diklofenak dan ibuprofen juga secara signifikan
menunjukkan terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik >20 mmHg dari
baseline dan nilai absolut >140 mmHg namun tidak signifikan meningkatkan
tekanan darah diastolik dibandingkan celecoxib.
Kejadian hipertensi baru dan pasien yang harus mendapatkan terapi anti
hipertensi pada kelompok diklofenak adalah 9,2%, pada kelompok ibuprofen
adalah 12%, dan pada celecoxib adalah 9,8%. Terdapat peningkatan yang
signifikan terhadap kejadian hipertensi baru dan pasien yang harus mendapatkan
terapi anti hipertensi pada kelompok yang diberikan ibuprofen dibandingkan
dengan celecoxib (p<0,05) terutama pada pemberian terapi ACE inhibitor,
Calcium Channel Blockers, dan diuretik. Sedangkan tidak ada perbedaan yang
signifikan antara pemberian diklofenak dan celecoxib terhadap kejadian hipertensi
baru dan pasien yang harus mendapatkan terapi anti hipertensi (Tabel 5).

Tabel 5. Inisiasi pemberian antihipertensi dan diuretik

DISKUSI

Berdasarkan jurnal yang didapatkan menunjukkan bahwa terdapat hubungan


signifikan antara peningkatan tekanan darah dan penggunaan OAINS. Pada
penelitian ini juga didapatkan bahwa penggunaan obat diklofenak dapat
mempengaruhi tekanan darah sistolik dengan rerata -0,8 mmHg dan tekanan darah
diastolik sebesar -1,1 mmHg. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa
penggunaan obat ibuprofen dapat meningkatkan tekanan darah sistolik +0,3
mmHg dan perubahan tekanan darah diastolik sebesar -0,6 mmHg. Ibuprofen
memiliki efek peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan OAINS
lainya yaitu Diklofenak dan Celecoxib. Penggunaan Celecoxib sebagai OAINS
selektif COX-2 dapat mempengaruhi tekanan darah sistolik dengan rerata -0,6
mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar -0,7 mmHg.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruschitzka et al.
tahun 2017 yang menyatakan bahwa ibuprofen memiliki efek peningkatan
tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan OAINS lainya yaitu Celecoxib dan
Naproxen. Penggunaan Ibuprofen dapat meningkatkan tekanan darah sistolik +3,7
mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar +0,8 mmHg pada pasien arthritis yang
memiliki atau berisiko mengalami penyakit kardiovaskular termasuk pasien yang
15
mengalami hipertensi.
Penelitian lain yang dilakukan Krum et al. tahun 2009 yang
membandingkan risiko perubahan tekanan darah antara etoricoxib dan diklofenak
pada pasien arthritis dengan hipertensi didapatkan bahwa penggunaan diklofenak
dapat mempengaruhi tekanan darah sistolik -0,6 mmHg sampai +1,6 mmHg pada
pasien osteoarthritis dan tekanan darah diastolik -0,7 mmHg sampai +0,4 mmHg
pada pasien ostheoartritis. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa pasien
terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat hipertensi dengan terjadinya
peningkatan tekanan darah sistolik (+3,04 mmHg, p<0,0001) dan tekanan darah
diastolik (+1,28 mmHg, p<0,0001) pada pasien arthritis (osteoarthritis dan
16
rhematoid arthritis).
Mekanisme terjadinya peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh
OAINS sampai saat ini belum sepenuhnya diketahui, akan tetapi berdasarkan
studi klinikal dan eksperimental menunjukkan bahwa OAINS dapat memicu
terjadinya vasokonstriksi dan memiliki efek antinatriuretik. Melalui
penghambatan COX, OAINS secara sistemik dapat menurunkan produksi dari
beberapa prostaglandin (PGE2 dan PGI2) dengan efek vasodilatasi. Pada ginjal,
efek inhibisi prostaglandin ini menyebabkan penurunan laju aliran darah ginjal
yang menyebablan penurunan laju filtrasi glomerulus sehingga terjadi
peningkatan ureum dan kreatinin. Penghambatan prostaglandin juga memicu
terjadinya peningkatan absorbsi klorida dengan konsekuensi retensi sodium,
17
edema, dan hipertensi.
Gambar 2. Mekanisme peningkatan tekanan darah oleh NSAID

Menurut British Hypertension Society Guidelines, OAINS dapat menjadi


penyebab potensial terjadinya peningkatan tekanan darah. Secara umum, pasien
dengan normotensi atau subjek sehat yang memerlukan terapi OAINS jangka
pendek cenderung menunjukkan adanya peningkatan kecil dan sementara pada
18
tekanan darah. Dibandingkan dengan subjek sehat, penggunaan OAINS pada
pasien-pasien yang juga memiliki penyakit hipertensi selama jangka panjang
19
dapat meningkatkan tekanan darah sistolik/diastolik hingga 10/7 mmHg.
Beberapa penelitian juga membandingkan manfaat dan risiko penggunaan
diklofenak dan ibuprofen terhadap tekanan darah pada pasien osteoarthritis. Studi
yang dilakukan oleh Guyot et al. tahun 2017 menyatakan bahwa penggunaaan
diklofenak 150 mg/hari lebih efektif dibandingkan penggunaan ibuprofen 1200
mg/hari dan lebih menguntungkan dibandingkan ibuprofen 2400 mg/hari terhadap
nyeri, penilaian asesmen global pasien menggunakan VAS, dan penilaian asesmen
9
global investigator pada pasien osteoarthritis.
Hal ini juga didukung oleh penelitian lain yang dilakukan oleh Walsem et
al. tahun 2015 yang menyatakan bahwa diklofenak 150 mg/hari lebih efektif
mengurangi nyeri pada pasien arthritis (OA dan RA) daripada ibuprofen 2400
mg/hari, acetaminofen 4000 mg/hari, celecoxib 200 mg/hari, naproxen 1000
mg/hari, dan etorixocib 60 mg/hari. Penelitian ini juga menilai risiko dari
pemberian diklofenak dibandingkan ibuprofen. Pada penelitian ini didapatkan
bahwa diklofenak memiliki risiko yang sama dengan ibuprofen terhadap risiko
kejadian kardiovaskular mayor (RR= 1,1) pada pasien arthritis dan memiliki efek
8
gastrointestinal yang lebih rendah dibandingkan iburpofen.
Penelitian kohort yang dilakukan Schmidt et al. tahun 2018 juga
mendukung bahwa penggunaan diklofenak dapat meningkatkan risiko kejadian
kardiovaskular 20% lebih tinggi dibandingkan ibuprofen yaitu 1,1 kali lipat
terhadap kejadian atrial fibrilasi atau atrial flutter dan gagal jantung, 1,2 kali lipat
terhadap kejadian infark miokard, 1,3 kali lipat terhadap kejadian stroke iskemik,
10
dan 1,5 kali lipat terhadap kematian akibat henti jantung.
Diklofenak merupakan NSAID golongan phenylacetic acid yang
merupakan NSAID non selektif COX-2. Diklofenak sendiri memiliki sensitivitas
terhadap COX-2 empat kali lebih tinggi dibandingkan sensitivitasnya terhadap
COX-1 (IC80: 0,23 µM vs 1,0 µM). Akan tetapi meskipun memiliki sensitivitas
yang lebih tinggi terhadap COX-2, ternyata diklofenak sendiri mampu
menghambat 70% COX-1 yang berhubungan dengan efek kardiovaskular yang
20
disebabkan oleh diklofenak.
Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa peningkatan tekanan darah
yang diakibatkan diklofenak lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan
ibuprofen. Hal ini juga didukung review yang dilakukan oleh Gan tahun 2010
yang didapatkan bahwa diklofenak memiliki efek protektif terhadap interaksi
leukosit-endotelium. Perlekatan antara leukosit pada endotel vaskular merupakan
tahap pertama terjadinya pembentukan plak pada pembuluh darah yang dapat
menyebabkan berbagai penyakit kardiovaskular. Diklofenak dapat menurunkan
kemotaksis dan produksi protease pada leukosit PMN, dan menurunkan ekspresi
kontributor yang berperan dalam proses adesi leukosit-sel endotel termasuk L-
selectin, E-selectin, intercellular adhesion molecule-1, dan vascular cell adhesion
molecule-1. Efek aggregasi platelet yang disebabkan oleh diklofenak jauh lebih
rendah dibandingkan ibuprofen dan lebih tinggi dibandingkan NSAID selektif
COX-2. Hal ini yang menjelaskan adanya perbedaan efek tekanan darah pada
diklofenak yang lebih rendah dibandingkan ibuprofen namun lebih tinggi
dibandingkan NSAID selektif COX-2 seperti celecoxib. Diklofenak juga tidak
seperti indometasin dan naproxen, diklofenak tidak tidak mengganggu efek dari
obat antihipertensi sehingga penggunaan diklofenak dapat menjadi salah satu
20
pilihan bagi pasien yang juga mengalami hipertensi.

Gambar 3. Efek aggregasi platelet yang di akibatkan oleh NSAID

Semua obat golongan inhibitor COX 2 akan menganggu keseimbangan


antara prostasiklin dan tromboksan yang akan berkonstribusi terhadap perbedaan
disposisi, metabolit dan produksi prostaglandin intrarenal, perbedaan struktur
molekular, dan perbedaan permeabilitas membran, serta perbedaan efek pada
21
endothelium-dependent relaxation yang akan mempengaruhi tekanan darah. Hal
ini juga terjadi pada diklofenak, karena diklofenak sendiri memiliki sensitivitas
empat kali lebih tinggi pada COX-2 dibandingkan COX-1 maka diklofenak dapat
mengakibatkan peningkatan agregasi platelet dan vasokonstriksi pembuluh darah
akibat peningkatan sintesis tromboksan dan penurunan sintesis prostasiklin
sehingga hal ini lah yang menjelaskan hubungan diklofenak dan risiko terjadinya
penyakit kardiovaskular mayor seperti infark miokard dan stroke.
Penilaian importance pada jurnal ini didapatkan, Control Event Rate
(CER) adalah 7%. Perhitungan ini didapatkan dari jumlah pasien yang mengalami
peningkatan tekanan darah (139 pasien) pada pengobatan ibuprofen dibagi dengan
total subjek (1985 pasien) pada kelompok ibuprofen. Hal ini berarti bahwa
proporsi efek peningkatan tekanan darah pada penggunaan ibuprofen adalah 7%.
Experimental Event Rate (EER) pada jurnal ini adalah 6,6%. Perhitungan
didapatkan dari jumlah pasien yang mengalami peningkatan tekanan darah (132
pasien) pada pengobatan diklofenak dibagi dengan total subjek (1996 pasien) pada
kelompok diklofenak. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi efek peningkatan
tekanan darah pada penggunaan diklofenak adalah 6,6%.
Relative Risk Increased (RRI) pada jurnal ini adalah 5,7%. Terapi
menggunakan obat diklofenak dapat meningkatkan risiko peningkatan tekanan
darah sebesar 5,7%. Absolute Risk Increased (ARI) pada jurnal ini adalah 40%.
Perbedaan efek samping peningkatan tekanan darah yang nyata antara terapi
diklofenak dan terapi ibuprofen adalah 40%. Number Needed To Harm (NNH)
pada jurnal ini adalah 2,5 yang artinya setiap dua atau tiga pasien osteoarthritis
yang diterapi dengan menggunakan diklofenak, satu pasien diantaranya akan
mendapatkan efek samping peningkatan tekanan darah.
Perhitungan nilai aplikabilitas didapatkan skor 3, yakni didapatkan dari
karakteristik pasien pada studi sudah menyerupai pasien pada populasi, kemudian
terapi yang diberikan pada penelitian ini dapat diterapkan pada kehidupan sehari-
hari dikarenakan obat yang digunakan sudah tersedia di Indonesia. Pada penelitian
juga tidak ditemukan adanya efek samping obat dan dapat ditoleransi dengan baik
oleh pasien, sehingga keuntungan yang diberikan lebih dari risiko yang dapat
ditimbulkan. Berdasarkan jurnal yang ditelaah bahwa pada akhir pengobatan
didapatkan perubahan tekanan darah sistolik pada penggunaan obat diklofenak
untuk mengatasi nyeri akibat osteoarthritis dengan penyakit komorbiditas seperti
hipertensi yang terkontrol adalah -0,8 mmHg dan tekanan darah diastolik yaitu -
1,1 mmHg, sedangkan ibuprofen yaitu +0,3 mmHg pada tekanan darah sistolik
dan -0,6 mmHg pada tekanan darah diastolik. Hal ini akan menjadi pertimbangan
kami dalam memberikan terapi kepada pasien mengingat peningkatan tekanan
darah yang ditimbulkan ibuprofen sangat signifikan dibandingkan diklofenak.
Sehingga pada pasien ini dapat dipertimbangkan pemberian obat diklofenak
dibandingkan ibuprofen mengingat diklofenak sendiri merupakan obat yang juga
selalu tersedia di puskesmas.

KESIMPULAN
Terdapat hubungan signifikan antara peningkatan tekanan darah dan
penggunaan OAINS. Pada penelitian didapatkan bahwa perubahan tekanan darah
sistolik pada penggunaan obat diklofenak adalah -0,8 mmHg dan tekanan darah
diastolik yaitu -1,1 mmHg sedangkan pada penggunaan obat ibuprofen yaitu +0,3
mmHg pada tekanan darah sistolik dan -0,6 mmHg pada tekanan darah diastolik.
Ibuprofen memiliki efek peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi
dibandingkan diklofenak. Sehingga pada pasien ini dapat dipertimbangkan
pemberian obat diklofenak untuk mendapatkan efek peningkatan tekanan darah
yang lebih rendah dibandingkan ibuprofen.
DAFTAR PUSTAKA

1. Glyn-Jones S et al. 2015. Osteoarthritis. Lancet. 2015;386(9991):376-87.


2. Stocks J, Valdes AM. 2018. Osteoarthritis And Ageing. EMJ 3(1):116-123.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKERDAS) 2013. Jakarta: Kemenkes RI.
4. Puskesmas Kuala Lempuing. 2017. Laporan Tahunan Puskesmas Kuala
Lempuing.
5. Carlos LJ. 2013.Training Program. Clinical Medicine. Department of
Medicine, Division of Rheumatology and Immunology. University of Miami.
Terjemahan Leonard M Miller. Editors Herbert S Diamond. 2013 School of
Medicine. USA.
6. Lane NE, Chaganti RK. 2011. Risk factors for incident osteoarthritis of the
hip and knee. Curr Rev Musculoskelet Med 4:99–104. DOI 10.1007/s12178-
011-9088-5.
7. Tugweell P, Wells G, Welch V, Towheed T, McGowan J, Guyatt G. 2012.
American College of Rheumatology 2012 Recommendations for the Use of
Nonpharmacologic and Pharmacologic Therapies in Osteoarthritis of the
Hand, Hip, and Knee. Arthritis Care & Research Vol. 64, No. 4, April 2012,
pp 465–474. DOI 10.1002/acr.21596.
8. Welsem AV, Pandhi S, Nixon RM, Guyot P, Karabis A, Moore RA. 2015.
Relative benefit risk comparing diclofenac to other traditional non-steroidal
anti-inflammatory drugs and cyclooxygenase-2 inhibitors in patients with
osteoarthritis or rheumatoid arthritis: a network meta-analysis, Arthritis
Research & Therapy: 17:66.
9. Guyot P, Pandhi S, Nixon RM, Iqbal A, Chaves RL, Moore RA. 2017.
Efficacy and safety of diclofenac in osteoarthritis: Results of a network meta-
analysis of unpublished legacy studies. Scandinavian Journal of Pain 16: 74–
88.
10. Schmidt M, Sorensen HT, Pedersen L. 2018. Diclofenac use and
cardiovascular risks: series of nationwide cohort studies. BMJ
2018;362:k3426.
11. Sherve K, Gerard CJ, Neher JO. 2014. Cardiovascular Effects of NSAIDs,
American Family Physician: Vol.9:4.
12. Xu C, Gu K, Yasen Y, Hou Y. 2016. Efficacy and Safety of Celecoxib
Therapy in Osteoarthritis: A Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials.
Medicine, 95(20): 1-9.
13. Stollberger C, Finsterer J. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs in patients
with cardio- or cerebrovascular disorders. Z Kardiol. 2003; 92(1):721-9.
14. Fournier JP, Sommet A, Durrieu G, Poutrain JC, Mestre ML, dkk. Drug
interactions between antihypertensive drugs and non-steroidal
antiinflammatory agents: a descriptive study using the French
Pharmacovigilance database. Fundamental & Clinical Pharmacology. 2014;
28(1):230-5.
15. Ruschitzka F, Borer JS, Krum H, Flammer AJ, Yeomans ND, Libby P,
Luscher TF,Solomon DH, et al. 2017. Differential blood pressure effects of
ibuprofen, naproxen, and celecoxib in patients with arthritis: the
PRECISION-ABPM (Prospective Randomized Evaluation of Celecoxib
Integrated Safety Versus Ibuprofen or Naproxen Ambulatory Blood Pressure
Measurement) Trial. European Heart Journal, 38: 3282-3292.
16. Krum H, Swergold G, Curtis SP, Kaur A, Wang H, Smugar SS, Weir MR,
Laine L, Brater DC, Cannon CP. 2009. Factors associated with blood
pressure changes in patients receiving diclofenac or etoricoxib: results from
the MEDAL study. Journal of Hypertension 2009, 27:886–893.

17. Verdecchia P, Angeli F, Mazzotta G, Martire P, Garofoli M, Gentile G and


Reboldi G. 2010. Treatment Strategies for Osteoarthritis Patients with Pain
and Hypertension. Ther Adv Musculoskel Dis, (2010) 2(4) 229240 DOI:
10.1177/ 1759720X10376120.
18. Kurth T, Hennekens CH, Sturmer T, Sesso HD, Glynn RJ, Buring JE. et al.
2005. Analgesic use and risk of subsequent hypertension in apparently
healthy men. Arch Intern Med 165: 19031909.
19. Morgan TO, Anderson AI and MacInnis RJ.2001. ACE inhibitors, beta-
blockers, calcium blockers, and diuretics for the control of systolic
hypertension. Am J Hypertens 14: 241247.
20. Gan TJ. 2010. Review: Diclofenac: an update on its mechanism of action and
safety profile. Current Medical Research & Opinion Vol. 26(7):1715–1731.

Anda mungkin juga menyukai