Anda di halaman 1dari 11

Evidence-based Case Report

Antibiotik Profilaksis terhadap


Spontaneous Bacterial Peritonitis pada
Asites dengan Sirosis

Penulis:
dr. Oldi Dedya
NPM: 1006824421

Divisi Hepatologi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
Jakarta, Mei-Juni 2013
1

Pendahuluan
Spontaneous bacterial peritonitis (SBP) merupakan infeksi bakteri yang
sering dijumpai pada penderita sirosis dengan asites. Saat dijumpai pada
seseorang, angka mortalitas mencapai 90%, namun bila dilakukan diagnosis dan
terapi secara dini, maka angka tersebut akan turun mencapai 20%.1
Prevalensi SBP pada pasien rawat jalan adalah 1,5-3,5% dan 10% pada
pasien rawat inap, bahkan pada penderita sirosis dengan infeksi hepatitis B atau C
prevalensi SBP mencapai 31%.2 Gejala yang sering dijumpai adalah gejala
peritonitis seperti abdominal pain, abdominal tenderness, muntah, diare, dan
ileus, serta tanda inflamasi seperti demam, menggigil, peningkatan leukosit,
takikardia, takipneu, perburukan fungsi liver, encephalopati hepatik, syok,
gagguan ginjal maupun perdarahan saluran cerna.1,3 Diagnosis SBP ditegakan
berdasarkan pemeriksaan cairan asites dimana didapatkannya hitung neutrophil
lebih dari 250/mm3. Kultur asites umumnya positif hanya pada 40% kasus, namun
bila hasil kultur negatif, tatalaksana yang dilakukan tetap sama dengan pasien
dengan hasil kultur cairan asites positif.1
Pemberian antibiotik empirik pada SBP sebaiknya dilakukan segera ketika
diagnosis SBP ditegakan. Antibiotik yang digunakan umumnya yang tidak
bersifat nefrosoksik. Cefotaksim yang merupakan cephalosporin generasi ketiga
saat ini digunakan secara luas dalam tatalaksana SBP karena antibiotik ini mampu
mencakup sebagian besar organisme penyebab SBP dengan dosis harian sebanyak
4 gram selama 10 hari. Obat lain yang dapat diberikan adalah amoksilin-asam
clavulanat intravena yang memiliki efektifitas serupa dengan cefotaxime. Evaluasi
respon terhadap antibiotik dilakukan dengan melihat penurunan netrofil lebih dari
25% setelah 2 hari terapi.1
Pertanyaan klinis yang terpenting berkaitan dengan topik ini apakah
diperlukan pemberian antibiotik profilaksis, dan apakah ciprofloksasin merupakan
antibiotik terpilih sebagai profilaksis SBP pada pasien dengan asites dengan
sirosis.

Resume kasus
Seorang pasien Pria, Tn. S 55 tahun, dengan riwayat sejak 3 bulan SMRS saat Di
RS Bandar Lampung pasien diketahui menderita hepatoma, keluhan saat itu nyeri
pada perut dan oleh dokter dirujuk ke Jakarta. Pada tanggal 3 April 2013 pasien
dilakukan TACE di RS H Jakarta. Pasca tindakan kondisi baik dan direncanakan
TACE ke 2 pada tanggal 3 Mei 2013 namun dibatalkan karena bedasarkan
evaluasi didapatkan thrombus pada main portal vein. 1 minggu SMRS Pasien ada
keluhan nyeri perut kanan atas serta demam tinggi dengan perut yang membesar
sejak 2 bulan, pasien kemudian dirawat di RSCM dengan masalah awal adalah
SBP pada sirosis hati dengan child pugh B, berdasarkan hasil pemeriksaan analisa
cairan asites. Selama perawatan pasien mendapatkan antibiotik cefpirome 2x1
gram dan bedasarkan pemeriksaan analisa cairan asites berikutnya didapatkan
penurunan pada netrofil serta perbaikan klinis pasien. Pasien dirawat dengan
target terapi best supportive care kemudian setelah SBP teratasi pasien
direncanakan untuk rawat jalan dengan antibiotik profilaksis untuk asites
menggunakan ciprofloxacin 2x500 mg.
Dari pemeriksaan fisik didapat perut membesar dan dengan serta nyeri pada
perut dan didapatkan stigmata sirosis. Hasil laboratorium terbaru hemoglobin 9,4;
leukosit 12.030; trombosit 204.000, Ureum/creatinin 29/0,7 dengan SGOT/SGPT
82 dan 29. HBsAg reaktif, anti HCV negatif, albumin 3,13 dan AFP 27.256
laboratorium lain dalam batas normal. Dari pemeriksaan USG kontras didapatkan
lesi khas HCC dan pada analisa cairan asites awal didapat segmen 475.
Yang menjadi pertanyaan pada kasus ini apakah diperlukan antibiotik
profilaksis pada pasien SBP ? dan pertanyaan kedua apakah ciprofloxacin dapat
digunakan sebagai antibiotik profilaksis pada pasien SBP ?

Formulasi pertanyaan klinis


Pada EBCR ini akan dilakukan terobosan dengan mengemukakan pertanyaan
klinis yang berkaitan dengan pasien ini. Pertanyaan akan dijawab dengan

pendekatan berbasis bukti (evidence-based) menggunakan pencarian dan telaah


kritis (critical appraisal) sesuai pertanyaan dan jenis artikel untuk menentukan
1. apakah diperlukan antibiotik profilaksis pada pasien SBP ?
2. apakah levofloxacin dapat digunakan sebagai antibiotik profilaksis pada
pasien SBP ?

Pencarian bukti ilmiah


Dalam rangka menjawab pertanyaan klinis di atas, maka dilakukan pencarian di
situs PubMed terhadap pertanyaan tersebut.
Pertanyaan klinis 1 : apakah diperlukan antibiotik profilaksis pada SBP ?

13 telaah sistematis
dan/atau metaanalisis
(PubMed)

0 artikel tidak
tersedia naskah
lengkap

13 artikel tersedia naskah


lengkap

11 artikel tidak
fokus menjawab
pertanyaan klinis

2 artikel meta analisis


menjawab pertanyaan
klinis

1 artikel masuk dalam


telaah kritis
Dalam rangka pencarian bukti ilmiah terbaik mengenai apakah diperlukan
antibiotik profilaksis pada SBP, maka dilakukan pencarian di situs PubMed

dengan kata kunci Spontaneous bacterial peritonitis and prophylaxis dengan


kategori telaah sistematis (systematic review) atau meta-analisis, sehingga
diperoleh 13 artikel. Pada pencarian ini, dilakukan seleksi artikel yang tersedia
naskah lengkap dan didapatkan 13 artikel dengan naskah lengkap. Dari 12 artikel,
hanya 2 artikel yang fokus menjawab pertanyaan, namun 1 artikel dari 2 artikel
tersebut sudah tercakup dalam meta analisis yang terbaru, sehingga 1 artikel
tersebut yang masuk dalam telaah kritis (critical appraisal). Oral Antibiotic
Prophylaxis Reduces Spontaneous Bacterial Peritonitis Occurrence and Improves
Short-Term Survival in Cirrhosis: A Meta-Analysis ditulis oleh Saab dkk.4 (The
American Journal of Gastroenterology 2009; 104: 993-1001).
Pertanyaan klinis 2 : dapatkah ciprofloxacin digunakan sebagai antibiotik
profilksis ?

3 telaah sistematis dan/atau


metaanalisis (PubMed)

0 artikel tidak
tersedia naskah
lengkap

3 artikel tersedia naskah


lengkap

2 artikel tidak
fokus menjawab
pertanyaan klinis

1 artikel meta analisis


menjawab pertanyaan
klinis

1 artikel masuk dalam


telaah kritis

Dalam rangka pencarian bukti ilmiah terbaik mengenai dapatkan ciprofloxacin


digunakan sebagai antibiotik profilaksis, maka dilakukan pencarian di situs
PubMed

dengan

kata

kunci

Spontaneous

bacterial

peritonitis

and

fluoroquinolon dengan kategori telaah sistematis (systematic review) atau metaanalisis, sehingga diperoleh 3 artikel. Pada pencarian ini, dilakukan seleksi artikel
yang tersedia naskah lengkap dan didapatkan 3 artikel dengan naskah lengkap.
Dari 3 artikel, hanya 1 artikel yang fokus menjawab pertanyaan sehingga 1 artikel
tersebut yang masuk dalam telaah kritis (critical appraisal). Role of
Fluoroquinolones in the Primary Prophylaxis of Spontaneous Bacterial Peritonitis:
Meta-Analysis ditulis oleh Loomba dkk.5 (Clinical Gastroenterology and
Hepatology 2009;7:487 493).
Telaah kritis (critical appraisal)
Dalam melakukan telaah kritis untuk artikel tersebut, digunakan metode telaah
untuk jenis studi meta-analisis, yaitu PRISMA (Preferred reporting items for
systematic reviews and meta-analyses). PRISMA memperhatikan berbagai aspek
yang harus terdapat di dalam sebuah studi telaah sistematis (systematic review)
dan meta-analisis. Metode ini merupakan revisi terbaru dari telaah kritis
QUORUM (Quality of reporting of meta-analyses) yang diperkenalkan oleh
British Medical Journal (BMJ) pada tahun 2009.
Beberapa poin pokok yang terdapat di dalam telaah PRISMA adalah: Judul,
Abstrak, Metode, Hasil, Diskusi, dan Pendanaan. Telaah PRISMA ditampilkan
dalam kertas kerja (worksheet) menggunakan sistem cek list () yang diberikan
bila di dalam artikel meta-analisis tersebut terdapat poin yang diminta. Semakin
lengkap daftar cek list, terutama pada kolom Metode dan Hasil, maka semakin
baik artikel tersebut.

Oral Antibiotik Prophylaxis Reduces Spontaneous Bacterial Peritonitis


Occurrence and Improves Short-Term Survival in Cirrhosis: A Meta-Analysis
ditulis oleh Saab dkk 4, telaah PRISMA

Role of Fluoroquinolones in the Primary Prophylaxis of Spontaneous Bacterial


Peritonitis: Meta-Analysis ditulis oleh Rohit dkk.5 (Clinical Gastroenterology
and Hepatology 2009;7:487 493).

Berdasarkan telaah PRISMA yang dilakukan terhadap kedua artikel meta analisis
dapat disimpulkan bahwa artikel ini memiliki validitas yang cukup baik dan dapat
menjadi bahan rujukan bagi pertanyaan klinis dalam EBCR ini. Selanjutnya,
jawaban dan diskusi atas pertanyaan klinis yang diajukan dalam kasus mengacu
pada temuan hasil dan simpulan pada artikel tersebut.

Diskusi
Meta-analisis yang dilakukan Saab dkk.3 mengambil 8 uji klinis, 2
diantaranya merupakan studi terkontrol, dengan jumlah sampel total sebanyak 647
subjek. 324 pasien pasien mendapatkan terapi profilaksis dan 323 pasien
pendapatkan terapi placebo. Pada penelitian ini didapatkan mortalitas tanpa
melihat penyebab selama follow up. Pada kelompok yang mendapat terapi
antibiotik profilaksis memiliki 35% relative risk reduction pada mortalitas
dibanding dengan pasien yang tidak diintervensi dengan antibiotik profilaksis.
Mortalitas pada kelompok yang mendapat antibiotik profilasis adalah 16%
(52/324) dan pada kelompok tanpa profilaksis antibiotik mencapai angka 25%
(81/323).4
Mortalitas dalam 3 bulan follow up menunjukan adanya penurunan angka
kematian mencapai 72% pada kelompok yang mendapatkan antibiotik profilaksis
(RR 0,28; P=0,005; 95% CI, 0,12-0,68. Keseluruhan mortalitas pada kelompok
yang mendapat antibiotik profilaksis adalah 6,2%, sedangkan pada kelompok
tanpa antibiotik profilaksis 22,3%.4
Mortalitas jangka lama (long term mortality) pada studi yang dilakukan oleh
Saab dkk ini walaupun tidak signifikan secara statistic (RR 0,71; p=0,08; 95%
CCI, 0,49-1,04) insidensi mortalitas yang didapat dalam 6 bulan follow up
didapatkan angka 19,9% pada kelompok yang mendapat antibiotik profilaksis
sedangkan pada kelompok placebo mencapai 28,5%.4
Studi Saab dkk ini menyimpulkan bahwa profilaksis antibiotik dapat
meningkatkan survival short-term pada pasien yang mendapat terapi dibandingkan
dengan pasien yang tidak diberikan terapi profilaksis antibiotik. Hal serupa juga
diungkapkan pada penelitiaan yang dilakukan oleh Loomba dkk pada tahun 2008,

dimana hanya ada 1 penelitian oleh Terg dkk tahun 2008 yang menyatakan tidak
terdapat manfaat pemberian antibiotik profilaksis dengan CI 0,076-1,167,
p=0.082.5
Dalam

telaahnya,

Loomba

dkk5

menyebutkan

bahwa

profilaksis

menggunakan fluoroquinolon baik norfloxacin 400 mg atau ciprofloxacin 500 mg


efektif menurunkan risiko episode SBP serta infeksi berat, dan mortalitas pada
penderita asites dengan sirosis. Pada penelitian ini melibatkan pasien sebanyak
194 orang yang diberikan profilaksis menggunakan fluoroquinolon dan 190 orang
mendapatkan placebo dengan follow up rata-rata selama 40 minggu (18-52)
walaupun heterogenitas tidak tercapai p>0.71. Angka mortalitas yang didapatkan
pada penelitian Loomba dkk ini pada pasien yang mendapat fluoroquinolon
sebesar 2,5% dan pada pasien yang mendapat placebo 19,1%. Organisme
tersering yang menyebabkan SBP disebutkan adalah gram-negatif.5 Pada satu
artikel oleh Alvarez dkk di tahun 2005 dikatakan tidak terdapat perbedaan
bermakna antara pemberian kotrimoksazol dengan fluroquinolon sebagai
profilasis untuk SBP.6

Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari EBCR ini adalah antibiotik profilaksis dapat
diberikan pada penderita asites dengan sirosis untuk menurunkan risiko SBP dan
antibiotik ciprofloxacin yang merupakan antibiotik golongan fluoroquinolon yang
dapat digunakan sebagai antibiotik profilaksis untuk SBP.

10

Daftar Pustaka
1. Anonymous. EASL clinical practice guidelines on the management of

ascites, spontaneous bacterial peritonitis, and hepatorenal syndrome in


cirrhosis. Journal of Hepatology 2010; 53: 397-417.
2. Saqib A, Khan RR, Masood Z, Haque I. Frequency of Spontaneous Bacterial
Peritonitis (SBP) in Cirrhotic Patients with Ascites due to Hepatitis B and C.
JUMDC 2012; 3: 22-6.
3. Xia H, Koulaouzidis, Bhat S, Saeed AA. SSpontaneous Bacterial Peritonitis.
World J Gastroenterol; 2009; 15(9): 1042-1049.
4. Saab S, Hernandez JC, Chi AC, Tong MJ. Oral Antibiotik Prophylaxis

Reduces Spontaneous Bacterial Peritonitis Occurrence and Improves


Short-Term Survival in Cirrhosis: A Meta-Analysis. Am J Gastroenterol
2009; 104:993 1001
5. Loomba R, Wesley R, Bain A, Csako G, Pucino F. Role of

Fluoroquinolones in the Primary Prophylaxis of Spontaneous Bacterial


Peritonitis: Meta-Analysis Clinical gastroenterology and hepatology
2009; 7: 487-93
6. Alvarez RF, Mattos AA, Correa EBD, Cotrim HP, Nascimento TV.
Trimethroprim-Sulfamethoxazole versus Norfloxacin in The Prophylaxis of
Spontaneous Bacterial Peritonitis in Cirrhosis. Arq Gastroenterol 2005; 42: 25662

11

Anda mungkin juga menyukai