Makalah
Disusun Oleh :
RIZQI KARIMA PUTRI
N 111 14 028
Pembimbing Klinik: dr. JUNIATY C.S., Sp.OG, M.Kes
pengeluaran hasil pembuahan (konsepsi) dengan berat badan janin < 500 gram
atau kehamilan kurang dari 20 minggu. Pada kasus ini terjadi pengeluaran hasil
konsepsi pada kehamilan kurang dari 20 minggu yaitu kehamilan 15-16 minggu.
2
dengan pemberian cairan dan transfusi darah walaupun menurut teori pemberian
cairan dan transfusi diberikan pada pasien dengan tanda-tanda syok. Pada kasus
ini pasien tidak mengarah ke kondisi syok tapi pasien mengalami perdarahan yang
cukup banyak jadi untuk mencegah keadaan syok pasien diberikan cairan dan
transfusi darah. Pasien ini setelah kondisi umumnya baik dilakukan kuretase dan
setelah itu pasien diberikan obat uterotonika dan antibiotik yaitu metergin dan
cefadroxil.
Menurut Sumiwi, 2014 penggunaan antibiotik rasional merupakan pemberian
antibiotik yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis, dan waspada
terhadap efek samping obat. Berdasarkan penggunaannya, antibiotik dibagi
menjadi dua yaitu antibiotik terapi dan antibiotik profilaksis. Antibiotik terapi
digunakan pada pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat
empiris atau definitif.
Terapi empiris merupakan terapi inisial yang diberikan pada kasus infeksi
yang belum diketahui jenis kumannya, sedangkan terapi definitif merupakan
terapi yang diberikan pada kasus infeksi yang telah diketahui kuman penyebabnya
berdasarkan hasil laboratorium mikrobiologi. Antibiotik profilaksis adalah
antibiotik yang diberikan pada jaringan tubuh dengan dugaan kuat akan terkena
infeksi, seperti pada operasi pembedahan. Antibiotik profilaksis biasanya
diberikan secara intravena.
Menurut Nelwan, 2010 antibiotik dapat diberikan berdasarkan beberapa pola
tertentu, antara lain : direktif, kalkulatif, interventif, omnisprektif dan profilaktif.
Pada terapi antibiotik direktif, kuman penyebab infeksi sudah diketahui dan
kepekaan terhadap antibiotik sudah ditentukan, sehingga dapat dipilih obat
antibiotik efektif dengan spektrum sempit. Kesulitan yang akan dihadapi adalah
tersedianya fasilitas pemeriksaan mikrobiologis yang cepat dan tepat.
Terapi antibiotik kalkulatif memberikan obat secara best guess. Dalam hal ini,
pemilihan harus didasarkan pada antibiotik yang diduga akan ampuh terhadap
mikroba yang sedang menyebabkan infeksi pada jaringan atau organ yang
dikeluhkan. Penilaian keadaan klinis yang tepat dan kemungkinan kuman
penyebab sangat penting dalam penerapan terapi antibiotik kalkulatif.
terjadi
infeksi.
Antibiotik
profilaksis
diindikasikan
ketika
besar
kadar Hb ibu sebelum persalinan di atas 10,0 11,0 g/dL. Sebaliknya, transfusi
darah hampir selalu diindikasikan jika Hb <7 g/dL.
Transfusi tukar
Kontraindikasi
Anemia kronis
Pasien gagal jantung
Cara transfusi
kompatibel/cocok
Tidak boleh menambahkan obat dalam kantong darah
Transfusi 1 unit WB diselesaikan maksimal dalam 4 jam
Hb <7 g/dL
Hb <10 g/dL dengan gejala anemia dan atau tanda vital tidak stabil
Cara transfusi
Tujuan transfusi PRC adalah penggantian kapasitas angkut oksigen oleh sel
darah merah. Dosis awal biasanya 2-4 unit.7 Transfusi 1 unit PRC diharapkan
menaikkan kadar hematokrit sekitar 3%.
Pada pasien ini ditransfusi dengan PRC dimana Hb 8,3; HCT 25,4%
SMRS disertai nyeri perut hebat bagian bagian bawah. Pusing (+), malaise (+),
anoreksia (+), nausea (+), emesis (+) sejak 1 minggu terakhir, sulit BAB (+).Dari
pemeriksaan fisik didapatkan KU sakit sedang, kesadaran compos mentis. Tanda
vital: TD 90/60; R 24x/menit; S 36,7 C; N 80x/m. Konjuntiva anemis +/+; palpasi
abdomen : nyeritekan (+) diseluruh kuadran; Pemeriksaan obstetric: Leopold tidak
teraba. Pemeriksaandalam: nyeri goyang portio (+); pelepasan darah (+).
Laboratorium: Hb 11,4 g/dl; WBC 23.100, Plano tes (+), USG, kesan : Sugestif
KET
DIAGNOSIS KERJA
GIIPIA0 Gravid 7 minggu + KET
PENATALAKSANAAN
O2 4 Lpm
IVFD RL 30 tpm
Inj. Cefriaxon 1 gr/12jam
Ultragestron 200mg 2x 1
Dulcolax supp
Observasi Keadaan Umum, TTV dan perdarahan
Cek DL (Hb Serial)
Rencana laparotomi
terlalu sadar jika ia lambat haid tapi pasien mengeluhkan gejala morning sickness
yaitu mual, muntah, malaise sejak 1 minggu yang lalu.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien KET menurut
Cunningham, 2014 yaitu pemeriksaan hemoglobin dan hematrokit serial tiap satu
jam selama 3 kali tetapi pada pasien ini hanya dilakukan 1 kali. Kemudian
pemeriksaan leukosit pada pasien ini menunjukkan leukositosis. Urinary
pregnancy test, pada pasien ini menunjukkan hasil positif. USG dilakukan dan
menunjukan kesan sugestif KET. Kuldosintesis tidak dilakukan karena pada
pasien ini mengeluhkan nyeri abdomen sehingga jika diintervensi lagi dengan
kuldosintesis akan semakin membuat pasien kesakitan kemudian laporoskopi
merupakan gold standar pemeriksaan KET tapi tidak dilakukan pada kasus ini
dikarenakan tidak tersedianya alat.
Penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu terdiri atas konservatif
(tabel 2) dan pembedahan. Tindakan pembedahan yang dilakukan yaitu
salpingostomi atau salpingektomi.
10
bersangkutan
Spektrum sempit untuk mengurangi risiko resistensi bakteri
Toksisitas rendah
Tidak menimbulkan reaksi merugikan terhadap pemberian obat anestesi
Bersifat bakterisidal
Harga terjangkau
4. Rute pemberian
a. Antibiotik profilaksis diberikan secara intravena.
b. Untuk menghindari risiko yang tidak diharapkan dianjurkan pemberian
antibiotik intravena drip.
5. Waktu pemberian
Antibiotik profilaksis diberikan 30 menit sebelum insisi kulit. Idealnya
diberikan pada saat induksi anestesi.
6. Dosis pemberian
Untuk menjamin kadar puncak yang tinggi serta dapat berdifusi dalam
jaringan dengan baik, maka diperlukan antibiotik dengan dosis yang cukup
11
tinggi. Pada jaringan target operasi kadar antibiotik harus mencapai kadar
hambat minimal hingga 2 kali lipat kadar terapi.
7. Lama pemberian
Durasi pemberian adalah dosis tunggal.
Pasien perempuan usia 23 tahun datang dengan nyeri perut sejak 3 hari yang
lalu, muncul secara tiba-tiba. Keluhan disertai dengan perut membesar sejak 3
bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, perdarahan pervaginam (-). Riwayat
leucorrhea (+), penggunaan kontrasepsi (-).
Pemeriksaan fisik didapatkan, KU = sedang, TD = 110/70 mmHg, N = 88
x/m, P = 20 x/m, S = 36,7oC, konjungtiva anemis +/+. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan massa mobile konsistensi kenyal di suprailiaka sinistra. Pemeriksaan
palpasi adnexa terapa massa mobile konsistensi Kenyal di adnexa sinistra, nyeri
tekan (+). USG : kista ovarium kiri. Diagnosis post op : kista dermoid
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin
12
Wbc
: 9.70 x 109/l
BT
: 5
Hgb
: 11,7 gr/dl
CT
: 930
Hct
: 34.9 %
Plt
: 380 x 109/l
Rbc
: 4.59 x 1012/l
Immunoserologi :
HbsAg
: Nonreaktif
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 1 gr/8jam/iv
Preop laparotomi
Instruksi Post Op:
o IVFD RL 28 tts/mnt
o TransfusiWB 1 kantong post op
o Inj. Ceftriaxone 1 gr/IV/12 jam
o Inj. Transamin 1 amp/iv/8 jam
o Drips metronidazole 0,5 g/12 jam
o Inj. Ketorolac 1 Amp/IV/8 jam
o Inj. Ondancentron 1 amp/iv/8 jam
o Inj. Ranitidin 1 amp/iv/8 jam
o Inj. Gentamicin 1 amp/11v/12 jam
Kista dermoid yang disebut juga Mature Cystic Teratoma (MCT) adalah
kista jinak di mana struktur-struktur ekdotermal dengan diferensiasi sempurna,
seperti epitel kulit, rambut, gigi, dan produk galndula sebasea berwarna putih
kuning menyerupai lemak tampak lebih menonjol daripada elemen-elemen
endorem dan mesoderm.
Mayoritas pasien dengan kista dermoid umumnya asimtomatik, dan sering
ditemukan secara insidental saat pemeriksaan pelvis ataupun kehamilan. Akan
tetapi, pada pasien dengan kista, dapat ditemukan adanya nyeri abdomen akut jika
13
terjadi torsio pada kista ataupun ruptur spontan dari kista tersebut sehingga terjadi
peritonitis.
Pasien perempuan usia 23 tahun datang dengan nyeri perut sejak 3 hari yang
lalu, muncul secara tiba-tiba. Keluhan disertai dengan perut membesar sejak 3
bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Riwayat leucorrhea (+), penggunaan
kontrasepsi (-).
Berdasarkan pemeriksaan fisik di abdomen terdapat massa mobile
konsistensi kenyal di suprailiaka sinistra. Pemeriksaan palpasi adnexa terapa
massa mobile konsistensi kenyal di adnexa sinistra, nyeri tekan (+). CA-125 9,6
U/mL, Hasil USG kista ovarium berukuran 109mm x 95mm.
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis, didapatkan faktor resiko yaitu umur pasien adalah usia
produktif (23tahun), dan didapatkan nyeri abdomen secara tiba-tiba, yang
menandakan adanya torsio dari kista. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan adanya
massa abdomen di regio suprailiaka sinistra, konsistensi kenyal, mobile, nyeri
tekan (+).
Dari pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan CA-125 yang mana
meskipun pasien pada usia produktif, tetapi dengan pertimbangan pembesaran
perut secara mendadak dalam 3 bulan terakhir dapat dicurigai adanya suatu proses
keganasan. Maka dari itu, pada pasien ini, diperiksakan kadar CA-125. Sedangkan
untuk mendiagnosis pasien ini, dilakukan USG sebagai alat diagnosis utama, hal
ini sudah sesuai dengan teori.
Pada kebanyakan wanita dengan kista dermoid, pembedahan merupakan
terapi utama, menghilangkan gejala, dan mencegah torsi, ruptur dan keganasan.
Sama seperti kista ovarium lainnya, kista dapat dieksisi dengan tindakan
laparoskopi ataupun laparotomi, dan jika memang diindikasikan, dapat dilakukan
oophorektomi selama tindakan berlangsung jika ovarium tidak dapat diselamatkan
lagi.7
14
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelwan RHH. Pemakaian Antimikroba Secara Rasional Di Klinik. Dalam :
Sudoyo AW et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna
Publishing. Cetakan kedua 2010:2896-2900.
2. Santoso J. T., Lin D. W., and Miller D. S., 1995. Transfusion Medicine in
Obstetric and Gynecology, CME Review Articles, 50(6):470-481.
3. Lockwood C. J and Magriples U., 2009. The Initial Prenatal Assessment and
Routine Prenatal Care, www.uptodate.com
4. WHO, 2002. The Clinical Use of Blood, Geneva
5. Anonim,
2009.
Blood
Usage
in
Obstetric
Hemorrhage,
www.lancastergeneralcollege.edu
16
17