Anda di halaman 1dari 4

Nama: Milly Fadillah

Kelas: Anestesiologi 2C
NIM: 2019040105

UAS EBP

1. Judul: DURASI PEMBERIAN ASI TERHADAP KETAHANAN HIDUP BAYI DI


INDONESIA
Abstrak:
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dapat menurunkan risiko kematian bayi. Namun,
belum diketahui pengaruh durasi pemberian ASI terhadap ketahanan hidup bayi
setelah dikontrol oleh faktor determinan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh durasi pemberian ASI terhadap ketahanan hidup bayi di
Indonesia setelah dikontrol faktor ibu, faktor bayi, dan lingkungan tempat tinggal.
Penelitian ini menggunakan data sekunder SDKI 2002-2003. Analisis dilakukan
dengan menggunakan regresi cox ganda. Hasil penelitian ini menemukan bahwa
durasi pemberian ASI sangat mempengaruhi ketahanan hidup bayi di Indonesia. Bayi
yang disusui dengan durasi 6 bulan atau lebih memiliki ketahanan hidup 33,3 kali
lebih baik daripada bayi yang disusui kurang dari 4 bulan, dan bayi yang disusui
dengan durasi 4-5 bulan memiliki ketahanan hidup 2,6 kali lebih baik daripada bayi
yang disusui kurang dari 4 bulan, setelah dikontrol dengan jumlah balita dalam
keluarga dan tempat tinggal. Faktor lain yang berpengaruh terhadap ketahanan hidup
bayi di Indonesia adalah jumlah balita dalam keluarga dan tempat tinggal. Oleh
karena itu, semua pihak diharapkan mendukung kebijakan yang telah dilaksanakan
oleh Departemen Kesehatan untuk terus meningkatkan lama pemberian ASI bahkan
sampai 24 bulan.
 Pertanyaan klinis:
Apakah ada pengaruh durasi pemberian ASI ibu terhadap ketahanan hidup
bayi?

Unsur PICO Analisis

P
(patient/Populasi) Bayi

I Asupan asi ibu


(Intervensi)
C Tidak ada intervensi pembanding
(Comparison)
O Ketahanan hidup
(Outcome)

2. Judul: Keaman Obat Anti Psikotik Bagi Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit
Umum Daerah Banyumas Tahun 2009
Abstrak: Pemberian obat pada pasien sebaiknya memastikan dulu kemungkinan
tidak terjadi interaksi. Hal ini dimaksudkan agar dalam mengkonsumsi obat, seorang
pasien terhindar dari efek samping yang merugikan bagi pasien itu sendiri. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian obat antipsikotik pada pasien
skizofrenia dan keamanan obat antipsikotik pada pasien skizofrenia ditinjau dari
aspek interaksi antar obat. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan
menggunakan metode pengumpulan data secara restrospektif. Bahan yang
digunakan adalah data pasien yang diberi obat antipsikotik di Rumah Sakit Umum
Daerah Banyumas pada bulan April tahun 2009. Data pasien yang diambil sebanyak
38 pasien yang memenuhi kriteria dianalisis secara deskriptif analitik. Berdasarkan
hasil penelitian ini dapat disimpulkan pemberian obat antipsikotik pada pasien
skizofrenia sebagian besar adalah obat golongan antikolinergika yaitu
Trihexyphenidyl 2 mg dan keamanan obat antipsikotik ditinjau pada pasien
skizofrenia di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas ditinjau dari aspek interaksi
antar obat adalah : interaksi antara Amitripilin + Haloperidol pada grade 5,
Amitripilin + Chloropromazine pada grade 5, Carbamazepine + Haloperidol pada
grade 2, Chloropromazine + Haloperidol pada grade 4 dan Chloropromazine +
Trihexyphenidyl pada grade 2.
 Pertanyaan klinis: Pada pasien skizofrenia yang mengalami gaduh
gelisah/agitasi, apakah penggunaan injeksi benzodiazepine lebih efektif
dibandingkan dengan antipsikotik atipikal dalam meredakan gejala gaduh
gelisah?

Unsur PICO Analisis

P
(patient/Populasi) Pasien skizofrenia yang mengalami gaduh gelisah/agitasi

I Efektivitas benzodiazepine
(Intervensi)
C Antipsikotik atipikal
(Comparison)
O Meredakan gaduh gelisah
(Outcome)

3. Abstrak: Stemi merupakan suatu kejadian kegawatdaruratan medis dengan angka


insiden, morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia, sehingga dibutuhkan
penanganan yang cepat dan tepat. salah satu penanganannya adalah pemberian
fibrinolitik, namun terkadang fibrinolitik tidak selalu berhasil. penelitian yang
membahas tentang masalah ini di indonesia khususnya di aceh masih sedikit. tujuan
dari penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya hubungan antara onset
serangan dan lokasi infark dengan keberhasilan fibrinolitik pada pasien stemi.
penelitian ini adalah penelitian potong lintang retrospektif dengan subjek pasien
stemi yang dirawat di ruang iccu dan mendapatkan terapi fibrinolitik pada periode
januari - desember tahun 2013. data diperoleh dari rekam medik pasien. terdapat 132
pasien stemi yang dirawat pada periode tersebut dan sebanyak 25 orang mendapatkan
terapi fibrinolitik. terdapat 88% subjek yang fibrinolitiknya berhasil dan 12% subjek
yang fibrinolitiknya gagal. simpulan, terdapat
 Pertanyaan Klinis: Apakah Terdapat Pengaruh Lokasi Infark Dengan
Keberhasilan Fibrinolitik Pada Pasien STEMI?

Unsur PICO Analisis

P
(patient/Populasi) STEMI

I Fibrinolitik
(Intervensi)
C Tidak ada pembanding atau intervensi lainnya
(Comparison)
O Keberhasilan fibrinolitik
(Outcome)

4. Abstrak: ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) akan terjadi apabila kekebalan
tubuh menurun. Beberapa upaya yang dilakukan dalam menurunkan resiko penyebab
ISPA, antara lain dengan pemberian Imunisasi Hib dan pemberian Vitamin A.
Kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja puskesmas Gela Kecamatan Taliabu Utara
merupakan salah satu penyakit terbanyak dari penyakit yang lain. Tujuan penelitian
mengidentifikasi pemberian Vaksin Hib dan Vitamin A serta untuk menganalisis
hubungan pemberian Vaksin Hib dan Vitamin A dengan kejadian ISPA. Sampel
berjumlah 72 responden yang didapat menggunakan teknik total sampling. Desain
penelitian yang digunakan adalah desain Retrospektif dan data dikumpulkan dari
responden menggunakan lembar observasi. Hasil penelitian uji statistik menggunakan
uji chi-square pada tingkat kemaknaan 95% (a = 0,05), maka didapatkan nilai p=
0,001. Ini berarti bahwa nilai p< a (0,05). Dengan demikian bahwa terdapat hubungan
pemberian Vaksin Haemophilus Influenzae Type B (Hib) dan Vitamin A dengan
kejadian ISPA pada balita. Rekomendasi peneliti yaitu lengkapi pemberian Vaksin
Haemophilus Influenzae Type B dan Vitamin A pada balita.
 Pertanyaan Klinis: Apakah imunisasi Hib dapat mencegah penyakit
pneumococcal meningitis?

Unsur PICO Analisis

P
(patient/Populasi) Bayi berumur 3 bulan

I Imunisasi HIB
(Intervensi)
C Tidak melakukan imunisasi HiB
(Comparison)
O Bayi terhindar dari penyakit meningitis
(Outcome)

5. Abstrak: Infeksi Tuberkulosis paru (TB paru) pada anak menjadi masalah yang sangat
mengkhawatirkan karena dapat menyebabkan banyak persoalan, mulai dari
kasus kegagalan tumbuh kembang, kecacatan, bahkan kematian. Gejala yang
dijumpai pada TB paru pada anak sering tidak spesifik sehingga tidak jarang
menimbulkan overdiagnosis dan kemudian diikuti dengan overtreatment.
Penegakan diagnosis pasti tuberkulosis pada anak dilakukan dengan cara
menemukan kuman Mycobacterium tuberculosis pada sputum, bilasan lambung,
biopsi, dan lain-lain. Namun, pemeriksaan tersebut sulit dan jarang dapat
dilakukan sehingga sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak ditegakkan oleh
dokter spesialis anak berdasarkan pemeriksaan gambaran klinis, dan penunjang
diagnosis seperti uji tuberkulin (matoux test) dan pemeriksaan rontgen thoraks.
Pada sarana terbatas, diagnosis dibuat berdasarkan sistem skoring TB dari Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Tatalaksana dilakukan 2 tahap, yaitu intensif selama 2
bulan dengan paduan obat Rifampisisin, Isoniazid, dan Pirazinamid. Seterusnya,
fase lanjutan, selama 4 bulan, dengan paduan obat rifampisin dan Isoniazid.

 Pertanyaan Klinis: Apakah pemeriksaan tes darah lebih spesifik dibandingkan tes
tuberkulin untuk menegakkan diagnosi pada anak penderita TB?

Unsur PICO Analisis

P Anak penderita TB
(patient/Populasi)
I Tes darah
(Intervensi)
C Tes tuberkulin
(Comparison)
O Tes darah lebih spesifik
(Outcome)

Anda mungkin juga menyukai