Anda di halaman 1dari 12

JOURNAL READING

“Comparative efficacy of Amoxycillin Vs Cefixime in the treatment of Childhood


enteric fever in a tertiary level Hospital in Bangladesh”

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klink Bagian


Ilmu Kesehatan Anak 

RSUD Dr. Soedirman Kebumen

Disusun Oleh :
Diajeng Salsabila Kanae
16711115

Pembimbing :
dr. Agus Tusino, M.Sc., Sp.A.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2022
TELAAH KRITIS
Informasi Jurnal :
“Comparative efficacy of Amoxycillin Vs Cefixime in the
Judul Jurnal : treatment of Childhood enteric fever in a tertiary level
Hospital in Bangladesh”
Md. Miraz Ali, Md Nazmul Hassan, Md Rafiqul Islam, Md
Penulis :
Rukunuzzaman
Tahun : 2021
Journal of Medical Science and Clinical Research: IGM
Penerbit :
Publication

PICO :
Patient / Problems : Anak dengan demam typhoid
Intervention : Amoksisilin
Comparison : Cefixime
Outcome : Keadaan klinis membaik
Apakah pemberian amoksisilin pada anak
Pertanyaan Klinis : dengan demam typhoid sama efektif dengan
pemberian cefixime?
Resume Jurnal :
A. Latar Belakang / Pendahuluan
Demam tifoid terus menjadi masalah kesehatan global yang menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang sangat besar di negara berkembang. Lebih dari
90% kasus demam tifoid diperkirakan terjadi di wilayah Asia dan juga
merupakan penyakit demam umum di Bangladesh. Tetapi pilihan pengobatan
yang tersedia menghadapi beberapa kesulitan seperti meningkatnya strain S.
typhi yang resisten terhadap banyak obat, biaya terapi yang tinggi, kesulitan
dalam pemberian obat dan profil keamanan pada populasi anak. Oleh karena itu,
ketersediaan obat pilihan oral yang efektif, aman dan lebih murah sangat
diharapkan. Sebagian besar kasus demam tifoid dapat dikelola secara efektif
dengan kloramfenikol, amoksisilin, ampisilin, atau kotrimoksazol. Namun, dalam
beberapa tahun terakhir, strain S. typhi ditemukan resisten terhadap tiga
antibiotik oral utama yaitu ampisilin, kotrimoksazol dan kloramfenikol sehingga
menjadi perhatian utama dari kesehatan masyarakat.
Sefalosporin generasi ketiga dan turunan kuinolon ditemukan efektif
melawan galur MDR dari S. typhi. Keterbatasan utama sefalosporin generasi
ketiga adalah biaya tinggi dan kebutuhan untuk pemberian parenteral. Cefixime,
sefalosporin generasi ketiga oral telah diklaim memiliki aktivitas antibakteri yang
baik terhadap Enterobacteriaceae termasuk Salmonella typhi. Ceftriaxone dan
cefixime oral telah menunjukkan bahwa mereka sama-sama efektif melawan
demam tifoid. Amoksisilin adalah obat pilihan oral yang aman dan lebih murah
serta efektif digunakan melawan demam tifoid. Jadi, Amoksisilin bisa menjadi
pilihan yang lebih baik untuk pengobatan demam typhoid pada anak.

B. Partisipan dan Metode Penelitian


Waktu dan Tempat Penelitian
Departemen rawat inap dan rawat jalan anak di Rumah Sakit Rangpur
Medical College. Durasi studi: Dari September 2013 hingga Februari 2014.
Design Penelitian
Studi intervensi yang disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin.
Partisipan
Populasi Studi: 86 kasus (70 dari rawat inap dan 16 dari departemen rawat
jalan) awalnya terdaftar dalam penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi.
 Kriteria inklusi adalah:
(1) Usia <14 tahun
(2) Demam lebih dari 5 hari
(3) Tidak minum antibiotik.
 Kriteria eksklusi adalah:
(1) Adanya gambaran klinis yang menunjukkan penyakit demam lainnya
seperti pneumonia, Meningitis, Malaria dll.
(2) Sudah mendapat antibiotik
(3) Sakit parah memerlukan intervensi segera
(4) Tidak dapat minum obat oral
(5) Penolakan orang tua untuk mendaftarkan anaknya dalam penelitian.
Setelah evaluasi laboratorium, 66 kasus didaftarkan untuk pengobatan. Dari
66 kasus tersebut, 6 tidak melanjutkan pengobatan dan tindak lanjut. Sehingga,
hanya 60 pasien yang menyelesaikan penelitian.
Kriteria Diagnosis
Gambaran klinis yang khas dengan uji Widal (TO)> 1/160 atau kultur
darah positif atau keduanya.
Prosedur
Setelah mengambil persetujuan tertulis dari orang tua/pasien, riwayat rinci
diambil dan pemeriksaan fisik dilakukan. Sampel darah diambil untuk CBC, tes
widal dan kultur darah. Semua investigasi dilakukan di departemen patologi
klinis dan departemen Mikrobiologi, Rangpur Medical College. Uji widal
dilakukan dengan metode tabung aglutinasi slide menggunakan kit komersial.
Kultur darah dilakukan dengan metode litik pada media agar MacConkey. Pasien
yang telah memenuhi kriteria diagnostik akhirnya terdaftar dalam penelitian ini.
Mereka dibagi menjadi dua kelompok, kelompok A dan kelompok B.
Kedua kelompok dicocokkan satu sama lain dalam hal usia, jenis kelamin dan
gizi. Baru kemudian pengobatan diberikan. Pasien kelompok A (34) diobati
dengan amoksisilin 100mg/kg/hari dalam dosis terbagi dan kelompok B paten
(32) diobati dengan cefixime 20mg/kg/hari dalam dosis terbagi. Empat pasien
dari kelompok A dan dua pasien dari kelompok B tidak melanjutkan pengobatan.
Akhirnya total 60 pasien (kelompok A=30 dan kelompok B=30) dievaluasi.
Kami menindaklanjuti subjek penelitian setiap hari dan respon klinis
dievaluasi dengan mengambil catatan suhu, penilaian nafsu makan dan
kesejahteraan umum dan pengurangan gejala dan tanda.
Perbaikan klinis ditentukan oleh:
(a) Penurunan suhu secara bertahap
(b) Meningkatkan nafsu makan
(c) Meningkatkan kesejahteraan umum
(d) Mengurangi gejala dan tanda.
Respon terhadap pengobatan dicatat sebagai penyembuhan klinis atau
kegagalan pengobatan. Penyembuhan klinis didefinisikan sebagai pasien tetap
tidak demam selama 5 hari bersama dengan peningkatan nafsu makan dan
kesejahteraan umum. Kegagalan pengobatan didefinisikan sebagai kegagalan
untuk perbaikan kondisi klinis setelah 5 hari pengobatan antibiotik yang
memadai.
Pengumpulan Data & Analisis Statistik
Data dikumpulkan dalam formulir pengumpulan data yang telah dibentuk
sebelumnya dan dianalisis dalam perangkat lunak SPSS. Hasil dinyatakan dalam
tabel. Nilai P < 0,05 dianggap signifikan secara statistik.
C. Hasil Penelitian
Pada 36,6% kasus, demam bersifat intermiten dan (63,3%) berlanjut secara
alami. Penelitian ini menunjukkan angka kesembuhan 73,3% pada kelompok
amoksisilin dan 83,3% angka kesembuhan pada kelompok cefixime. Perbedaan
antara kedua kelompok tidak signifikan secara statistik. Terdapat periode
penurunan suhu pada kelompok amoksisilin (4,64 ± 1,4) dan kelompok cefixime
(4,24 ± 1,13). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok
(P=0,54). Tidak didapatkan efek samping yang serius kecuali diare pada tiga
kasus pada kelompok Amoksisilin dan dua kasus mual dan muntah pada
kelompok cefixime.
D. Diskusi
Dalam penelitian ini dilakukan upaya untuk mengevaluasi efikasi
komparatif amoksisilin dengan cefixime dalam pengobatan demam typhoid anak.
Kedua kelompok pasien dicocokkan dalam hal usia, jenis kelamin, status gizi dan
kondisi sosial ekonomi pasien. Dalam penelitian ini kejadian demam tifoid
adalah nihil sebelum usia 1 tahun. Insiden tinggi (45%) ditemukan pada
kelompok usia 1 sampai 5 tahun. Pengamatan ini mirip dengan penjelasan Sinha
et al. bahwa mungkin dari insiden yang lebih rendah pada usia kurang dari 1
tahun adalah karena mereka kurang terpapar lingkungan eksternal dan antibodi
ibu masih bisa berperan di daerah endemik seperti Bangladesh.
Kemanjuran obat dinilai dalam hal demam serta penyembuhan klinis dari
populasi penelitian. Angka kesembuhan adalah 83,3% pada kelompok cefixime
dan 73,3% pada kelompok amoksisilin. Tingkat kesembuhan demam typhoid
anak dengan amoksisilin sebanding dengan cefixime dalam penelitian kami
(P>0,05). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam periode demam antara dua
kelompok populasi penelitian. Tidak ada efek samping serius yang dicatat terkait
dengan obat-obatan kecuali mual, muntah, dan diare.
E. Kesimpulan
Amoksisilin adalah obat yang efektif dan aman dalam pengobatan demam
typhoid pada anak. Kemanjurannya sebanding dengan cefixime. Jadi, mengingat
tingkat ekonomi masyarakat kami, kami dapat merekomendasikan amoksisilin
dalam pengobatan demam typhoid pada anak.
FORM CRITICAL APPRAISAL

 Ya, jurnal ini memiliki pembahasan yang jelas.


 Populasi penelitian telah dijelaskan pada bagian methods, study population.
Populasi diambil dari anak <14 tahun yang mengalami demam lebih dari 5
hari serta belum mendapatkan antibiotik sebelumnya.
 Intervensi yang dilakukan pada penelitian ini telah dijelaskan pada bagian
methods, yaitu pemberian amoksisilin 100mg/kgBB/hari.
 Hasil (outcome) yang diinginkan dari penelitian ini telah dijelaskan pada
bagian methods, yaitu pasien bebas demam selama ≥ 5 hari disertai dengan
perbaikan nafsu makan dan peningkatan kesejahteraan hidup pasien.
 Peneliti tidak menjelaskan apakah penelitian ini dirandomisasi atau tidak.

 86 kasus (70 dari rawat inap dan 16 dari departemen rawat jalan) awalnya
terdaftar dalam penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah
evaluasi laboratorium, 66 kasus didaftarkan untuk pengobatan. Dari 66 kasus
tersebut, 6 tidak melanjutkan pengobatan dan tindak lanjut. Sehingga, hanya
60 pasien yang menyelesaikan penelitian.
 Karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, status gizi, serta tipe demam)
anak-anak tidak berbeda secara statistik antara kedua kelompok.

 Peneliti tidak menjelaskan apakah kedua grup mendapatkan perlakuan yang


sama selain dari intervensi yang diberikan.
 Outcome yang diharapkan adalah kesembuhan pasien, meliputi pasien bebas
demam 5 hari, adanya perbaikan nafsu makan dan peningkatan kesejahteraan
hidup pasien.
 Hasil pengukuran masing-masing outcome tercantum dalam tabel 5.
 Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik pada kelompok yang
menerima amoksisilin dibandingkan dengan kelompok yang menerima
cefixime.
 Tidak ditemukan efek samping yang serius pada kedua kelompok perlakuan.

 Nilai P<0,05 dikatakan signifikan.


 Hasil penelitian dapat diaplikasikan pada pasien jika pasien memenuhi kriteria
inklusi.

 Penelitian ini menyatakan bahwa amoksisilin adalah obat yang efektif dan aman
dalam pengobatan demam typhoid pada anak. Kemanjurannya sebanding
dengan cefixime.

 Amoksisilin adalah obat pilihan oral yang aman dan lebih murah serta efektif
digunakan melawan demam tifoid. Jadi, Amoksisilin bisa menjadi pilihan yang
lebih baik untuk pengobatan demam typhoid pada anak.
KESIMPULAN

Telaah uji klinis secara khusus meliputi 3 aspek, yaitu validity, importance
dan applicability. Ditinjau dari segi validitasnya, penelitian ini memaparkan
mengenai patient, intervention, comparison, dan outcome dengan jelas. Dalam
penelitian ini terdapat dua kelompok perlakuan yang masing-masing mendapatkan
perlakuan yang sama. Namun, pada penelitian ini tidak dijelaskan terkait randomisasi
dari kelompok perlakuan.
Aspek kedua, importance, dapat dilihat pada bagian hasil penelitian.
Penelitian ini menunjukan bahwa pemberian amoksisilin pada anak dengan demam
typhoid sama efektif dengan pemberian cefixime. Tidak didapatkan adanya efek
samping yang serius pada pemberian amoksisilin maupun cefixime pada anak dengan
demam typhoid.
Aspek ketiga dalam telaah uji klinis adalah applicability. Hasil penelitian
dapat diaplikasikan apabila pasien memiliki karakteristik yang mirip dengan subyek
penelitian. Amoksisilin juga merupakan terapi yang murah dan aman sehingga dapat
diterapkan untuk pengobatan demam typhoid pada anak.

Anda mungkin juga menyukai