Disusun oleh:
Zulfikar Caesar Narendra
1102014294
Pembimbing :
dr. Yuniasti Evitasari, Sp.A
Kata kunci: Lactobacillus; probiotik; asma; Childhood Asthma Control Test; laju
puncak ekspirasi; Immunoglobulin E
1
PENDAHULUAN
2
090 (BCRC 910259, CCTCC M204055) (LF), atau campuran keduanya. (LP + LF).
Penulis berfokus pada efek terapeutik dari probiotik tersebut terhadap keparahan
penyakit, kualitas hidup, biomarker imun, dan komposisi mikroba feses pada anak usia
sekolah dengan asma.
METODE
Peserta
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2011 sampai September 2013
pada klinik rawat jalan anak Rumah Sakit Taipei, Kementerian Kesehatan dan
Kesejahteraan. Kriteria inklusinya yaitu usia 6 – 18 tahun dengan riwayat asma
intermiten sampai asma persisten sedang (Global Initiative for Asthma (GINA)
langkah 1 – 3) selama sedikitnya 1 tahun. Penulis mengeksklusikan anak yang telah
mendapatkan terapi imunosupresan, antibiotik, kortikosteroid sistemik, atau antijamur
dalam jangka waktu 4 minggu sebelum penelitian dilakukan atau antihistamin dalam
jangka waktu 3 hari sebelum penelitian dimulai. Anak yang memiliki penyakit
defisiensi imun, masalah medis lainnya, atau penggunaan preparat probiotik dalam
waktu 4 minggu juga dieksklusikan. Penulis mendapatkan persetujuan tindakan medik
tertulis dari semua orang tua sampel yang sesuai dengan Deklarasi Helsinki.
Protokol
3
digunakan selama durasi penelitian. Jumlah kapsul dihitung tiap bulan untuk
memastikan bahwa kapsul tersebut dikonsumsi. Kode randomisasi diungkap di akhir
penelitian.
Hasil pengukuran
Hasil utama dari penelitian ini yaitu perubahan derajat keparahan asma dan skor
Childhood Asthma Control Test (C-ACT) selama 3 bulan intervensi dibandingkan
dengan batas dasar. Pada batas dasar dan kunjungan follow-up di bulan ke 0, 1, 2, 3,
dan 4 bulan intervensi, penulis menentukan keparahan asma berdasarkan GINA dan
merekam skor C-ACT, Kuisioner kualitas hidup anak dengan asma (PAQLQ), skor
keparahan asma (PASSs), laju puncak ekspirasi, dan penggunaan obat. Tes tusuk kulit
dan analisis serum darah dilakukan pada bulan ke 0 dan 3 intervensi. Selain itu, analisis
mikroba feses juga dilakukan sebagai evaluasi komprehensif sebelum dan sesudah
menjalani terapi selama 3 bulan. Perubahan pada skor PAQLQ, PASS, laju puncak
ekspirasi, reaktivitas tes tusuk kulit, tingkat biomarker imun serum, dan komposisi
mikroba probiotik feses merupakan hasil sekunder yang diharapkan.
Metode laboratorium
4
mendeteksi perbedaan yang signifikan dari penggunaan probiotik pada skor C-ACT
dengan kekuatan 90% dan 5% tingkat signifikansi, tiap kelompok penelitian harus
beranggotakan minimal 22 orang. Untuk mengantisipasi 20% kehilangan peserta yang
tidak patuh, penulis memutuskan untuk mengikutsertakan 30 anak pada tiap kelompok.
Setelah penilaian kekuatan, penulis memperkirakan bahwa 120 orang akan cukup.
Analisis statistik
HASIL
Karakteristik Responden
Dari 160 orang anak, 152 terpilih untuk secara acak diberikan LP, LF, LP + LF,
atau placebo. Gambar 1 menunjukkan diagram hubungan dan perjalanan responden,
dan tabel 1 menunjukkan garis batas demografis dari 147 anak yang telah
menyelesaikan keseluruhan rangkaian penelitian. Proses randomisasi memastikan
perbandingan yang adekuat antara kelompok terapi dan placebo. Tidak ada perbedaan
yang signifikan secara statistik pada demografis, klinis, ataupun variabel fungsional.
Terlebih lagi, manifestasi klinis dari asma cukup mirip pada kedua kelompok. Tidak
ada perbedaan yang signifikan pada derajat keparahan, tingkat IgE serum total,
5
sensitisasi pada berbagai macam alergen, laju ekspirasi puncak, atau parameter lain
antara kedua grup pada garis batas (Tabel 2).
6
Bagan 1. Diagram perjalanan responden pada penelitian
7
Tabel 2. Pengukuran berskala pada garis batas (N=147)
8
Efek probiotik pada derajat keparahan asma dan kualitas hidup
Perbedaan antar kelompok terlihat pada skor C-ACT, yang mana merupakan
parameter utama terlihat pada seluruh kelompok kecuali kelompok placebo (Bagan 3).
Dibandingkan dengan kelompok placebo, baik derajat keparahan asma maupun skor
C-ACT membaik secara signifikan pada kelompok LP, LF, LP + LF menurut
pengaturan model GEE yang diatur sesuai usia dan jenis kelamin (Tabel 3). Tidak ada
perbedaan yang signifikan pada derajat keparahan asma dan skor C-ACT antar
kelompok LP, LF, dan LP + LF. Skor PAQLQ dan PASSs menunjukkan efek
kelompok berdasarkan waktu. Pada kelompok LP + LF, laju puncak ekspirasi membaik
secara signifikan (p < 0.01).
Tabel 3. Nilai p dan ukuran efek () dibandingkan dengan kelompok placebo (n=35)
menggunakan model perhitungan estimasi umum (GEE)
9
Bagan 3. Perbedaan antar kelompok pada skor Childhood Asthma Control Test
*p<0.05
Pada akhir dari terapi, tingkat IgE serum menurun secara signifikan hanya pada
kelompok LP + LF (p < 0.05; Tabel 4). Walaupun begitu, dari semua kelompok,
perbedaan yang signifikan terlihat pada reaktivitas uji tusuk kulit pada alergen tungau.
Namun, tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan pada alergen lain baik
sebelum maupun setelah intervensi (Tabel S1). Terlebih lagi, tingkat interferon (IFN)
, interleukin (IL) 4, dan faktor nekrosis tumor (TNF) tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan (Tabel 4).
10
Tabel 4. Tingkat biomarker imun pada garis batas dan perubahannya (N=147)
DISKUSI
Sejalan dengan hasil penelitian ini, sebuah uji klinis teracak oleh Chen et al.
menunjukkan terdapat adanya manfaat dari probiotik terhadap derajat keparahan asma
dan gejala klinis, namun mereka mengikutsertakan responden dengan asma yang
memiliki riwayat rhinitis alergi persisten. Dengan kata lain, banyak penelitian telah
menunjukkan efek signifikan dari berbagai jenis probiotik pada beberapa parameter
11
asma, namun tidak termasuk derajat keparahannya, pada anak dengan asma. Berkaitan
dengan probiotik yang mengandung strain bakteri tunggal, keuntungan klinis dari
mengaplikasikan campuran strain bakteri atau menggunakan campuran terapi yang
termasuk regimen probiotik telah terbukti pada pasien dengan asma. Alasan dari
ketidakpastian dari hasil tersebut mungkin terjadi karena variasi genetic, keparahan
penyakit, kebudayaan, dan diet dari responden; terlebih lagi, perbedaan dari desain
penelitian, regimen campuran, dan dosis strain dan kombinasi mungkin dapat
memberikan efek pada hasil karena efek dari probiotik bersifat spesifik strain.
Berkenaan dengan efeknya pada kadar biomarker imun serum, sebuah uji klinis
mengaplikasikan strain tunggal Lactobacillus gasseri A5 pada anak sekolah dengan
asma dan rhinitis alergi dan melaporkan pengurangan yang tidak signifikan pada kadar
IgE. Pada penelitian terbaru, penggunaan LP atau LF secara tunggal menunjukkan
kecenderungan untuk mengurangi kadar IgE, walaupun tanpa mencapai nilai yang
signifikan secara statistik. Dengan kata lain, penurunan yang signifikan terlihat pada
laju puncak ekspirasi dalam kelompok LP + LF. Hasil ini, dapat dijelaskan dalam
interaksi sinergis atau efek dosis bergantung, yang mana juga terlihat pada uji probiotik
lainnya; namun mekanisme yang mendasari efek tersebut masih belum diketahui secara
pasti. Penelitian yang melaporkan perbedaan antar grup terkait dengan efek probiotik
terhadap kadar IgE pada anak dengan asma sangat terbatas, tetapi makna dari
12
penurunan IgE yang dicetuskan oleh probiotik pada anak dengan asma telah dibuktikan
dalam beberapa penelitian. Bahkan banyak penelitian mengungkapkan bahwa selain
meregulasi kadar IgE probiotik mampu meregulasi kadar sitokin pada pasien dengan
Dermatitis atopik. Singkatnya, pada sejumlah penelitian dermatitis atopik, probiotik
menurunkan kadar IL-4 serum secara signifikan, yang mana berkesinambungan dengan
berkurangnya respon Th2. Namun, penemuan terkait sitokin tersebut dalam konteks
asma sangat dibutuhkan. Segelintir kepustakaan menyebutkan bahwa pengukuran
tersebut kurang konsisten dalam mengungkapkan hasilnya.
13
probiotik cocok untuk anak dengan asma daripada penyakit lainnya; pendapat ini
didukung oleh penelitian-penelitian sebelumnya.
14
probiotik pada feses. Terakhir, beberapa kesalahan, seperti bias seleksi, faktor pejamu
(latar belakang genetis dan situasi flora normal), dan faktor lingkungan (diet dan gaya
hidup). Untuk memitigasi keterbatasan tersebut, penulis melakukan randomisasi.
Terlepas dari itu semua, penelitian ini memiliki beberapa keunggulan: jumlah
sampel yang besar, pengukuran hasil yang komprehensif (termasuk skor C-ACT, skor
PAQLQ, PASSs, dan uji tusuk kulit), dan pengukuran berulang longitudinal. Penulis
mengumpulkan berbagai jenis data, terutama kadar biomarker imun yang beragam dan
komposisi mikroba feses. Terlebih lagi, sebuah faktor pembeda dari penelitian ini
adalah penulis mengkombinasikan dua jenis probiotik (LP + LF) dan menemukan efek
signifikan dalam menurunkan IgE dan meningkatkan laju puncak ekspirasi daripada
satu jenis probiotik saja. Topik ini dapat memberikan sebuah bukti penggunaan
Lactobacillus pada anak dengan asma bagi dokter anak, ahli imunologi, dan pakar
kesehatan lainnya. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi inspirasi
bagi ahli kesehatan masyarakat.
KESIMPULAN
15
CRITICAL APPRAISAL
16
5. Apakah tingkat respons tercapai?
Jawab : Ya, penelitian ini mencapai tingkat respons yang diinginkan
17