Anda di halaman 1dari 6

Efek Probiotik Terhadap Terapi Dermatitis Atopik pada Anak

Latar Belakang: Dermatitis atopik, penyakit kambuhan kronik, sering ditemukan


pada praktek klinis. Pada 30 tahun terakhir, prevalensi dermatitis atopik telah
meningkat dengan cepat akibat industrialisasi. Oleh karena itu, terdapat upaya dalam
beberapa tahun terakhir untuk menemukan cara baru untuk mengobati dan mencegah
dermatitis atopik.
Tujuan: Pada studi terkontrol plasebo, acak, tersamar ganda ini, kombinasi strain
Bifidobacterium bifidum, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, dan
Lactobacillus salivarius dievaluasi dalam terapi dermatitis atopik pada pasien anak.
Metode: Sebanyak 40 pasien anak (23 laki-laki dan 17 perempuan) berusia 1 ~ 13
tahun didaftarkan. Satu orang yang memenuhi syarat yang telah dilakukan
pendekatan menolak untuk berpartisipasi. Kelompok probiotik diberikan kompleks
probiotik yang mengandung B. bifidum, L. acidophilus, L. casei, dan L. salivarius
selama 8 minggu. Kelompok plasebo, di sisi lain, diberikan bubuk susu skim dan
dextrose. Seluruh parameter terdiri dari sitokin serum, protein kation eosinofil, indeks
SCORAD (SCORing Atopic Dermatitis), dan total IgE serum diukur pada kelompok
probiotik maupun kelompok plasebo di akhir minggu 8.
Hasil: Intervensi probiotik pada pasien dermatitis atopik anak dengan efektif
menurunkan indeks SCORAD dan sitokin serum IL-5, IL-6, IFN-, dan total kadar
IgE serum, tetapi tidak menurunkan kadar sitokin serum IL-2, IL-4, IL-10, ECP, atau
TNF- dibandingkan dengan kelompok plasebo.
Kesimpulan: Studi kami menemukan probiotik efektif dalam menurunkan indeks
SCORAD pasien dermatitis atopik, IL-5, IL-6, IFN- serum, dan total kadar IgE
serum tetapi tidak efektif dalam menurunkan kadar IL-2, IL-4, IL-10, ECP, atau TNF serum.

PENDAHULUAN
Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada bayi
atau anak kecil dimana faktor-faktor genetik membuat disposisi dan dipicu oleh
berbagai antigen. DA ditandai dengan dermatitis inflamasi kambuhan atau kronik.
Atopi

digambarkan

sebagai

kecenderungan

pribadi

atau

keluarga

untuk

menghasilkan antibodi IgE dalam responnya terhadap dosos rendah alergen, biasanya
protein, dan menimbulkan gejala-gejala seperti asma, rhinokonjunctivitis, atau DA.
Prevalensi DA telah meningkat dengan industrialisasi. Sehingga, pendekatan baru
telah menarik perhatian dalam terapi DA. Pada studi ini, kami telah meneliti efek
klinis dan anti-inflamasi suplementasi probiotik pada pasien anak dengan DA.
BAHAN DAN METODE
Sebanyak 40 pasien anak (23 laki-laki dan 17 perempuan) berusia 1 ~ 13
tahun berpartisipasi pada studi antara Oktober 2007 hingga April 2008. Seluruh anak
memenuhi kriteria diagnostik DA yang ditentukan oleh Hanifin dan Rajka. Kriteria
inklusinya berupa: skor indeks SCORAD (Scoring Atopic Dermatitis) ringan hingga
berat; berusia 1 ~ 13 tahun; tidak terdapat penyakit lain; belum pernah menggunakan
pengobatan yang terdiri dari antihistamin dan kortikosteroid selama 14 hari sebelum
studi; dan tidak terdapat malabsorpsi gastrointestinal.
Pasien diserahkan kepada perawat yang terlibat dalam studi untuk menerima
baik probiotik maupun plasebo. Perawat mengacak setiap pasien terhadap dua
kelompok terapi yang berbeda menggunakan metode amplop tertutup. Penulis tidak
berperan dalam keputusan terapi dan disamarkan terhadap kelompok terapi. Pada
studi terkontrol plasebo, acak, tersamar ganda ini, pasien diterapkan pada salah satu
dari 2 kelompok, probiotik (Kelompok 1) dan plasebo (Kelompok 2). Kelompok 1 (n
= 20) menerima dua tas yang mengandung 2 x 10 9 keempat tipe bakteri probiotik
(Bifidobacterium bifidum, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, dan
Lactobacillus salivarius) dibuat dalam bentuk suplementasi yang tersedia secara

komersial (proBiotik pur, Ella Farma, Mnster, Jerman), sedangkan pada Kelompok
2 (n = 20) menerima bubuk susu skim (Dairy Inc., Enka Milk Joint Stock Company,
Turki) dan dextrose (Havana Chemistry, Pharmaceutical Medical Limited Company,
Istanbul, Turki) per hari selama total 8 minggu.
Sampel darah dikumpulkan di awal dan 10 minggu kemudian diikuti dengan
pembekuan plasma simpanan pada suhu -80C hingga seluruh analisis sitokin
dilakukan. Total kadar IgE dianalisis menggunakan assay total dan 3gAllergyTM
(Immulite 2,000 Immunoassay System, Siemens Healthcare Diagnostics, Siemens
Healthcare Diagnostics Inc., Deerfield, IL, AS), mengikuti instruksi produsen. Protein
kation eosinofil (ECP) dan kadar sitokin ditentukan menggunakan enzyme-linked
immunosorbent assay (BioSource International, Inc., Camarillo, CA, AS)
menggunakan sistem Triturus (Grifol International S.A., diproduksi oleh GrifolsQuest Inc.).
Protokol studi mengikuti Deklarasi Helsinki dan meliputi informed consent
dari orang tua atau wali dari pasien yang berpartisipasi. Studi disetujui oleh the Drug
Reseacrh Ethics Committee dan didukung oleh the Scientific Reseacrh Projects.
Analisis Statistik
Seluruh analisis dilakukan menggunakan program statistik SPSS 11.5 (SPSS
Inc., Chicago, IL, AS). Tes rasio diterapkan untuk membandingkan jumlah pasien
pada kelompok berdasarkan usia dan jenis kelamin. Perbedaan sitokin serum, kadar
IgE total, ECP, dan perubahan indeks SCORAD pra- dan pascaterapi dibandingkan
menggunakan tes t berpasangan. Nilai p < 0.01 dianggap signifikan secara statistik.
HASIL
Satu pasien perempuan pada kelompok plasebo gagal menghadiri kunjungan
follow-up nya yang menyebabkan penarikan dari studi. Sebanyak 58.9% pasien, 23

laki-laki (usia 1 ~ 12 tahun, rata-rata [deviasi standar, SD] 7.6 + 3) dan 16 perempuan
(usia 1 ~ 13 tahun, rata-rata [SD] 9.3 + 3.2) menyelesaikan studi.
Indeks SCORAD berubah dari 35.4 + 13.4 menjadi 12.4 + 7.2 dan dari 28.1 +
6.1 menjadi 15.3 + 5.1 pada kelompok probiotik dan plasebo, masing-masing.
Penurunan indeks SCORAD pascaterapi pada kelompok probiotik lebih tinggi dari
penurunan pada kelompok plasebo, perbedaan yang signifikan secara statistik (p =
0.0015; Tabel 1, Gambar 1).
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1, terdapat penurunan kadar IL-5, IL6, dan IFN- serum kelompok probiotik setelah terapi. Perbedaan antara penurunan
sitokin IL-5 (p = 0.0012) dan IL-6 (p = 0.0016) dan IFN- (p = 0.0011) pascaterapi
signifikan secara statistik dibandingkan dengan perbedaan penurunan sitokin tersebut
pada kelompok plasebo. Perbedaan antara tingkat penurunan kadar IL-2 (p = 0.023),
IL-4 (p = 0.67), IL-10 (p = 0.013), ECP (p = 0.021), dan TNF- (p = 0.437) serum
pascaterapi dan tingkat penurunan sitokin tersebut pascaterapi pada kelompok
plasebo tidak memiliki signifikansi statistik.
Total kadar IgE serum menurun dari 427 + 500 IU/ml menjadi 281.9 + 405
IU/ml pada kelompok probiotik. Pada kelompok plasebo, total IgE serum menurun
dari 337.3 + 298 IU/ml menjadi 347.7 + 271.3 IU/ml. Perbedaan antara kadar IgE
serum pascaterapi kelompok probiotik dan kelompok plasebo signifikan secara
statistik (p = 0.0035).
PEMBAHASAN
Terdapat ketertarikan yang muncul dalam menggunakan suplemen probiotik
tidak hanya oleh para konsumen untuk efek promosi kesehatannya setiap hari, tetapi
juga oleh para profesional perawatan kesehatan untuk efikasinya sebagai suplemen
dan produk terapi untuk mengobati berbagai kondisi medis. Probiotik berdampak
terhadap kondisi alergi pada sejumlah tingkat. Pada sistem intestinal, mereka
menginhibisi ikatan epitel dan mukosa patogen dan mencegah invasi ke epitel.

Probiotik melawan patogen untuk membatasi lokus dengan kemampuan mereka


untuk beikatan epitel dan mucus intestinal. Mereka juga menginhibisi proliferasi
patogen dengan mengkonsumsi gizi di usus. Selanjutnya, potensi antibakteri strain
probiotik tertentu yang melibatkan sekresi hydrogen peroksida, asam organik, dan
bakteri yang menginhibisi pertumbuhan patogen. Enzim hidrolitik berkontribusi
terhadap peningkatan asam lemak bebas, asam lemak rantai pendek, asam laktat,
asam propionat, dan asam butirat di lumen usus, sehingga mengatur pH yang tepat.
Probiotik merubah imunitas mukosa. Hal ini melibatkan peningkatan produksi dan
aktivitas antibodi fagosit dan sel pembunuh alami (NK cell), modulasi jalur faktor-
B nukleus, dan induksi apoptosis sel T. Selain itu, probiotik telah terbukti
memodifikasi struktur alergen potensial yang menyebabkan penyakit alergi dan
mengurangi imunogenisitas mereka.
Hasil kami menunjukkan perbaikan indeks SCORAD pada kedua kelompok,
tetapi dengan tingkat yang lebih tinggi pada kelompok probiotik (65%) dibandingkan
pada kelompok plasebo (46%). Pada kelompok probiotik, penurunan skor indeks
SCORAD yang lebih besar ditunjukkan setelah terapi pada pasien dengan skor indeks
SCORAD tinggi. Namun, perbedaan ini tidak mencapai tingkat signifikan secara
statistik (p = 0.0015). Indeks SCORAD pasien DA dievaluasi sebelum dan setelah
intervensi 8 minggu menggunakan kombinasi probiotik Lactobacillus

paracasei

Lpc-37, Lactobacillus acidophilus 74-2, dan Bifidobacterium animalis subsp. Lactis


DGCC 420. Penurunan sebesar 15.5% pada kelompok probiotik, sedangkan
penurunan hanya sebesar 8% pada kelompok plasebo. Pada 9 dari 13 RCT yang
meneliti efektivitas probiotik pada terapi atau pencegahan DA pada anak, indeks
SCORAD berubah setelah satu atau dua bulan pemberian probiotik. Terdapat studi
lain mengenai intervensi probiotik yang mengindikasikan hasil yang baik pada indeks
SCORAD pasien DA.
Total kadar IgE serum menurun dari 427 + 500 IU/ml menjadi 281.9 + 405
IU/ml pada kelompok probiotik. Pada kelompok plasebo, total kadar IgE serum

meningkat dari 337.3 + 298 IU/ml menjadi 347.7 + 271.3 IU/ml. Perbedaan yang
signifikan ditemukan antara kelompok probiotik dan plasebo dalam hal total kadar
IgE (p = 0.0035).
Studi kami menunjukkan probiotik efektif dalam menurunkan kadar IL-5, IL6, dan IFN- serum pasien DA. Namun, studi terkontrol plasebo, tersamar ganda,
tidak menemukan efek klinis dan imunologis probiotik strain Lactobacillus pada
kadar IL-4, IL-5, dan IFN- serum pada bayi dengan DA dibandingkan dengan
kelompok plasebo setelah 3 bulan terapi. Studi terkontrol plasebo, tersamar ganda
pada 230 bayi dengan sindrom eczema/dermatitis atopik tidak menunjukkan
perbedaan tanda klinis dan kadar IgE serum untuk kelompok yang diberikan
Lactobacillus GG dan kelompok plasebo. Studi klinis lain tidak melaporkan
perbedaan kadar sitokin setelah terapi dengan probiotik.
Sebagai hasilnya, studi kami menemukan probiotik efektif dalam menurunkan
indeks SCORAD, IL-5, IL-6, IFN-, dan total kadar IgE serum pasien DA tetapi tidak
efektif dalam menurunkan kadar IL-2, IL-4, IL-10, ECP, dan TNF- serum. Dampak
probiotik terhadap indeks SCORAD diduga dikurangi oleh modifikasi imunogenisitas
alergen potensial. Probiotik efektif pada patogenesis DA melalui efeknya berupa
memulihkan fungsi barrier mukosa di usus, mendegradasi antigen makanan,
meregulasi komposisi dan aktivitas mikroba usus, dan menstimulasi produksi IgA
sekretorik. Mereka juga memblok respon alergi Th2 dengan merangsang respon Th1.
Probiotik meregulasi imunitas lokal dan sistemik dan sehingga menurunkan
keparahan gejala klinis.

Anda mungkin juga menyukai