Anda di halaman 1dari 19

Efek Pijat Bayi pada Neonatus Jaundice yang Menjalani

Fototerapi
Chien-Heng Lin, Hsiu-Chuan Yang, Chien-Sheng Cheng, and ChinEn Yen
Abstrak
Latar belakang: Pijat bayi merupakan cara alami untuk
pengasuh untuk meningkatkan kesehatan bayi, memperbaiki
pola tidur, dan menurunkan kolik. Kami bertujuan untuk meneliti
efek pijat bayi pada neonatus dengan jaundice yang juga
menerima fototerapi.
Metode: neonatus cukup bulan dengan jaundice, yang dirawat
untuk fototerapi di rumah sakit pendidikan regional, diacak
menjadi kelompok kontrol maupun kelompok pijat. Informasi
medis dari setiap neonatus, termasuk jumlah masukan makanan,
berat badan, frekuensi defekasi, dan kadar bilirubin, dikumpulkan
dan dilakukan perbandingan antar kedua kelompok tersebut.
Hasil: sejumlah 56 pasien diikut sertakan dalam penelitian.
Terdiri dari 29 neonatus dalam kelompok kontrol dan 27 dalam
kelompok eksperimental. Pada hari ke tiga, kelompok pijat
menunjukkan frekuensi defekasi yang lebih banyak secara
signifikan (p=0,045) dan kadar bilirubin yang lebih rendah secara
signifikan (p=0,03) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tidak

terdapat perbedaan signifikan dalam hal jumlah makanan atau


berat badan antar kedua kelompok.
Kesimpulan: Pijat bayi dapat membantu menurunkan kadar
bilirubin dan meningkatkan frekuensi defekasi pada neonatus
yang menjalani fototerapi akibat jaundice.
Kata kunci: pijat bayi, jaundice, neonatus, fototerapi, bilirubin
Latar Belakang
Pijat bayi, dimana bayi di pijat segera setelah lahir,
merupakan tradisi yang sering dilakukan di India dan banyak
negara lainnya. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pijat bayi
dapat membantu menaikkan berat badan, memperbaiki pola
tidur, pertumbuhan dan perkembangan, dan fungsi sistem saraf
autonom; dan juga dapat menurunkan tingkat kejadian kolik dan
mortalitas

bayi

[16].

Selanjutnya,

terapi

pijat

dapat

menurunkan stres pada bayi dan dapat meningkatkan ikatan


emosional positif antara orangtua dan bayi [7,8].
Jaundice adalah kulit dan sklera yang berwarna kuning
akibat peningkatan kadar bilirubin serum [9]. Hiperbilirubinemia
berlebih dapat menyebabkan kerusakan otak permanen. Jaundice
terjadi sebanyak 60% pada neonatus sehat dan merupakan
penyebab 75% rawatan inap di minggu pertama setelah
kelahiran

[10].

Kasus

neonatal

jaundice

paling

banyak

disebabkan oleh hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi, yang

terjadi karena pembentukan bilirubin berlebih sedangkan hati


neonatus tidak mampu membersihkan bilirubin secara cepat dari
darah [10]. Jenis jaundice ini, yang dikenal sebagai jaundice
fisiologis, biasanya tidak terlalu berbahaya; namun tetap harus
dipantau, cenderung tidak memerlukan tatalaksana. Meskipun
demikian, beberapa neonatus bisa mengalami jaundice fisiologis
berlebih

atau

jaundice

patologis.

Kasus

seperti

ini

harus

ditatalaksana dengan fototerapi atau bahkan mungkin transfusi


tukar untuk menurunkan risiko ensefalopati bilirubin akut atau
kern ikterus [10,11].
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pijat bayi
menurunkan

kadar

bilirubin

neonatus

penderita

hiperbilirubinemia dan mengurangi kejadian neonatal jaundice


[12,13]. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pada bayi cukup
bulan yang mendapat terapi pijat memiliki kadar bilirubin serum
dan

kadar

bilirubin

transkutan

yang

lebih

rendah

secara

signifikan dibandingkan bayi yang tidak mendapatkan terapi pijat


[12]. Penelitian lain yang menunjukkan bahwa rerata kadar
bilirubin dapat diturunkan secara signifikan pada bayi cukup
bulan di hari ke empat terapi pijat, dibandingkan dengan bayi
yang tidak diterapi dengan pijat [13]. Selain adanya penelitian
terdahulu yang mendukung penggunaan pijat untuk menurunkan
kejadian neonatal jaundice, belum ada penelitian yang menilai

hubungan kedua hal tersebut pada neonatus dengan jaundice


yang menerima fototerapi. Oleh karena itu, kami bertujuan untuk
mengevaluasi efek pijat bayi pada neonatus yang menjalani
fototerapi akibat jaundice.

Metode
Peserta penelitian
Seluruh peserta dalam penelitian ini adalah neonatus
normal (sejak lahir sampai usia 5 hari) yang menerima fototerapi
akibat jaundice (kadar bilirubin melebihi 15m/dL), sesuai dengan
rekomendasi The Society of Neonatology dan praktik kedokteran
standar di Taiwan. Bayi yang diikutkan adalah yang terdaftar
antara Agustus 2011 sampai Juli 2012 di rumah sakit pendidikan
regional di kota Taichung, yang berlokasi di tengah Taiwan.
Kriteria

inklusi

untuk

peserta

penelitian

adalah:

(1)

neonatus sehat dan cukup bulan (usia kehamilan 3741


minggu), (2) berat lahir 25003600 g, (3) skor APGAR saat lahir
810, dan (4) mendapatkan fototerapi akibat hiperbilirubinemia.
Kami mengeksklusi bayi dengan inkompatibilitas rhesus dan
ABO,

perdarahan

defisiensi

subgaleal,

kelainan

glukosa-6-fosfat-dehidrogenase,

cerna, dan atresia bilier.

kongenital,

infeksi,

obstruksi

saluran

Jumlah sampel dihitung sebelum penelitian dilakukan. Nilai


estimasi minimal perbedaan rerata bilirubin yang dapat dideteksi
=2mg/dL, standar deviasi residual yang diharapkan= 2 mg/dL, 1= 0,8, =0,05. Ukuran sampel minimum setiap kelompok
adalah 17 subjek. Kami membagi peserta ke dalam kelompok
kontrol dan kelompok pijat dengan cara randomisasi sederhana,
non-blinded. Komite etik dari institusi kami menyetujui penelitian
ini, dan pernyataan persetujuan diperoleh dari orang tua
neonatus.

Fototerapi
Secara umum, bayi sehat dan cukup bulan dapat keluar
dari rumah sakit setelah usia 3 hari. Jika ditemukan jaundice
neonatal dan tersedia fototerapi di ruang rawatan, maka mereka
akan diberikan fototerapi di sana. Namun, jika tidak terdapat
fototerapi

di

ruang

rawatan,

bayi

dengan

jaundice

akan

dikeluarkan dari rumah sakit dan dirujuk ke rumah sakit yang


lebih maju.
Fototerapi diberikan menlalui lampu halogen (YONDON, YDP-222;

Taiwan)

dengan

jarak

4560

cm

dari

neonatus,

tergantung pada terangnya cahaya. Pakaian bayi diusahakan


seminimal mungkin agar kulit bayi dapat terkena cahaya terapi.
Namun, mata neonatus dan genitalia ditutup untuk mencegah

kerusakan. Jika kadar bilirubin telah menjadi kurang dari 10


mg/dL, maka fototerapi dihentikan.
Pengumpulan data
Data demografi seluruh anak dikumpulkan, meliputi usia,
jenis kelamin, usia kehamilan, dan berat lahir. Selama periode
penelitian, kami juga mencatat data klinis berikut: (1) jumlah
asupan makanan, (2) berat badan, (3) frekuensi defekasi, dan (4)
kadar mikrobilirubin.
Jumlah

asupan

makanan,

berat

lahir,

dan

frekuensi

defekasi dicatat mulai hari pertama rawat inap sampai hari ke


tiga, sesuai dengan catatan ibu dan catatan perawat. Bilirubin
diukur menggunakan alat uji mikro, yang cepat, terpercaya,
sederhana, nilai bilirubin total dan direk yang akurat [14]. Uji ini
hanya memerlukan sedikit sampel darah dari kaki neonatus
untuk dianalisis pada TBA-80FR (Toshiba, Tokyo, Jepang).
Hasil primer adalah penghentian fototerapi, dan hasil
sekunder berupa menyelesaikan seluruh tatalaksana serta keluar
dari rumah sakit.

Prosedur Pijat
Seluruh neonatus peserta penelitian dalam kelompok
intervensi mendapatkan terapi pijat dari ahli terapis. Neonatus
dari kelompok kontrol tidak mendapatkan terapi pijat. Setiap sesi

pijat dimulai saat hari pertama fototerapi, selama 1520 menit


per sesi, dan dilakukan dua kali sehari (diantara makan) selama 3
hari berturut-turut. Fototerapi dihentikan selama 1520 menit
selama neonatus mendapatkan terapi pijat.
Teknik pijat dilakukan sesuai dengan panduan Interntional
Association of Infant Massage (IAIM). Peneliti mencuci tangan,
menaruh minyak pijat (minyak almond, AEOMA, Inggris), dan
kemudian melakukan uji pada kulit sebelum memulai prosedur
terapi massase yang petama. Untuk uji pada kulit, kami menaruh
minyak almond ke bagian dalam pergelangan tangan bayi, dan
setelah 30 menit, kami menilai ada tidaknya kemerahan pada
kulit, ruam, atau tanda alergi lain. Tidak ada neonatus dalam
kelompok pijat yang mengalami reaksi alergi atau mendapatkan
efek samping penggunaan minyak almond. Setelah uji tersebut,
kami mulai melakukan pijat pada tungkai dan kaki (dengan satu
tangan menahan gerakan kaki), selanjutnya ke bagian perut,
kedua tangan, dan terakhir pada punggung. Peneliti yang sama
melakukan terapi pijat pada seluruh neonatus dalam penelitian,
suhu ruangan dipertahankan antara 26C sampai 28C.

Analisis Statistik
Data dianalisis menggunakan IMB SPSS untuk Windows,
versi 19.0 (IBM Corp, Armonk, NY, Amerika Serikat). Digunakan

uji Student-t untuk menilai perbedaan antara bayi kelompok


kontrol dan pijat sesuai asupan makanan, berat badan, frekuensi
defekasi,

dan

kadar

mikrobilirubin.

Uji

Kolmogorv-Smirnov

digunakan untuk menilai normalitas distribusi dari parameter


yang diukur (seluruh parameter berdistribusi normal). Uji Chisquare/

kai-kuadrat

digunakan

untuk

membandingkan

karakteristik demografi pada bayi dalam kelompok kontrol


maupun pijat. Hasil dianggap signifikan jika nilai p <0,05 dan
disajikan dalam bentuk reratastandar deviasi.

Hasil
Karakteristik Peserta
Pada
jaundice.

awal
Namun,

penelitian
satu

terdapat

neonatus

60

neonatus

dieksklusi

karena

dengan
kadar

bilirubinnya mencapai 22 mg/dL pada hari kedua, sehingga


neonatus tersebut dirujuk ke pusat kesehatan lain untuk
tatalaksana selanjutnya. Tiga neonatus yang lain dieksklusi
karena hari rawatan di rumah sakit kurang dari 3 hari, dan keluar
atas permintaan sendiri (tidak sesuai indikasi medis). Oleh
karena itu, pada akhirnya hanya sejumlah 56 neonatus yang ikut
dalam penelitian dan secara acak dibagi menjadi kelompok

kontrol (29 neonatus; 16 laki-laki dan 13 perempuan) dan


kelompok pijat (27 neonatus; 11 laki-laki dan 16 perempuan).

Tabel

menunjukkan

karakteristik

neonatus

peserta

penelitian. Kami menemukan tidak terdapat perbedaan signifikan


antara kedua kelompok dalam hal tipe makan, usia gestasi saat
lahir, berat lahir, berat badan saat awal masuk rumah sakit,
durasi fototerapi, dan berat badan yang hilang.

Jumlah asupan makanan

Pada seluruh peserta, asupan makanan meningkat selama


dirawat.

Pada

kedua

kelompok,

asupan

makanan

secara

signifikan lebih tinggi pada hari rawatan kedua dan ketiga


daripada

hari

pertama

(p<0,001).

Namun,

tidak

terdapat

perbedaan signifikan antara kedua kelompok selama dirawat


(Tabel 2).

Berat badan
Berat badan seluruh neonatus meningkat selama dirawat,
dengan berat badan lebih tinggi secara signifikan pada hari
ketiga dibandingkan hari pertama rawatan (p=0,03). Namun,
tidak terdapat perbedaan
(Tabel 3).

signifikan pada kedua kelompok ini

Frekuensi Defekasi

Tabel 4 menunjukkan frekuensi defekasi kelompok pijat dan


kontrol. Frekuensi defekasi seluruh neonatus secara signifikan
meningkat selama masa rawatan (p<0,001). Walaupun frekuensi

defekasi tidak berbeda signifikan antara kelompok kontrol


dengan pijat pada hari rawatan pertama dan kedua, namun pada
hari rawatan ketiga, frekuensi defekasi kelompok pijat tampak
lebih tinggi (p=0,004).

Kadar Mikrobilirubin
Kadar mikrobilirubin seluruh neonatus menurun secara
signifikan

selama

intravena

dapat

masa

rawatan

meningkatkan

(p<0,001).

ekskresi

Karena

bilirubin

infus

sehingga

akhirnya akan menurunkan kadar bilirubin serum, maka kami


mengeksklusi neonatus yang mendapatkan infus intravena saat
membandingkan nilai kadar mikronbilirubin antara kelompok
pijat

dengan

perbedaan

kelompok

signifikan

kontrol.

kadar

Kami

mikrobilirubin

tidak

menemukan

antara

kelompok

kontrol dengan pijat selama hari rawatan pertama dan kedua.


Namun, pada hari rawatan ketiga, kadar mikrobilirubin lebih
rendah secara signifikan pada kelompok pijat dibandingkan
kelompok kontrol (p=0,03; Tabel 5).

Diskusi
Berat badan
Dalam penelitian ini, kami menemukan bahwa tidak
terdapat perbedaan signifikan antara kelompok pijat dengan
kontrol. Hasil ini sesuai dengan beberapa laporan penelitian
sebelumnya [1517]. Lee juga tidak berhasil menemukan
perbedaan kenaikan berat badan yang sinifikan antara bayi yang
menerima terapi pijat dengan kelompok kontrol setelah 4 minggu
terapi [18]. Namun, kepustakaan terbaru menunjukkan bahwa
terapi pijat dapat meningkatkan berat badan bayi prematur yang
mendapatkan pijat tekanan-sedang selama 10
per hari, dalam 5 hari [19].

menit, tiga kali

Serrano dkk juga menunjukkan bahwa bayi yang dipijat


mengalami

penambahan

berat

badan

secara

signifikan

dibandingkan bayi kelompok kontrol saat usia 2 bulan [20],


sedangkan Yilmaz dkk, melaporkan bahwa baik berat badan
maupun tinggi badan meningkat secara signifikan pada bayi
yang menerima pijat dibandingkan bayi kelompok kontrol setelah
2 sampai 14 minggu terapi pijat [21]. Field dkk, menunjukkan
bahwa bayi prematur yang mendapatkan terapi pijat selama
periode 5 hari mengalami penambahan berat badan, kadar
insulin serum, dan faktor pertumbuhan-mirip insulin-1/ insulinlike growth factor-1 (IGF-1) yang sangat baik. Pada penelitian
terakhir ini, penulis beranggapan bahwa penambahan berat
badan yang terjadi setelah terapi pijat mungkin disebabkan oleh
peningkatan kadar insulin/ IGF-1 atau aktivitas vagal, yang mana,
juga, dapat menurunkan stres dan motilitas gaster, yang
akhirnya meningkatkan efisiensi absorbsi makanan [16].
Pada

penelitian

ini,

kami

menemukan

peningkatan

penambahan berat badan yang kurang signifikan setelah pijat,


yang mungkin disebabkan karena usia peserta yang masih muda
(rerata usia: 4,92,5 hari pada kelompok pijat; 4,51,7 hari pada
kelompok kontrol). Selanjutnya, mungkin durasi pijat terlalu
singkat untuk dapat memicu sekresi insulin dan IGF-1.

Frekuensi Defekasi
Frekuensi defekasi pada kelompok pijat dalam penelitian ini
lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan kelompok
kontrol pada hari ketiga terapi pijat, dimana hasil ini dapat
dibandingkan
penelitian

dengan

hasil

penelitian

dkk,

frekuensi

Seyedrasooli

sebelumnya.
defekasi

bayi

Pada
yang

mendapat terapi pijat lebih tinggi secara signifikan daripada


kelompok kontrol pada hari keempat terapi [22]. Demikian juga,
pada penelitian Chen dkk, rerata frekuensi defekasi pada
kelompok pijat lebih tinggi secara signifikan daripada kelompok
kontrol pada dua hari pertama terapi [12]. Namun, tidak satu pun
populasi

penelitian

tersebut

berupa

neonatus

penerima

fototerapi akibat jaundice.


Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kebanyakan
feses pertama neonatus terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran,
meskipun pijat dapat merangsang pengeluaran mekonium [12].
Hal ini mungkin dapat menjelaskan frekuensi defekasi yang lebih
tinggi secara signifikan yang kami temukan pada kelompok pijat
di hari ketiga terapi. Terapi pijat dapat meningkatkan pergerakan
usus dan ekskresi mekonium [22], dan peningkatan pergerakan
usus

diharapkan

dapat

menghilangkan

sirkulasi

bilirubin

enterohepatik pada neonatus, yang akhirnya meningkatkan


ekskresi bilirubin [23].

Kadar mikrobilirubin
Penelitian kami sebelumnya menunjukkan bahwa nutrisi
intravena dini dapat memperbaiki keadaan jaundice neonatal
karena meningkatkan ekskresi urin dan metabolisme bilirubin
[24]. Oleh karena itu, kami mengeksklusi neonatus yang
mendapatkan hidrasi intravena saat membandingkan kadar
bilirubin antara kelompok pijat dengan kelompok kontrol. Pada
penelitian kami, kadar bilirubun neonatus kelompok pijat lebih
rendah secara signifikan daripada kelompok kontrol pada hari
ketiga terapi pijat. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Chen dkk., yang melaporkan bahwa pada bayi
cukup bulan dengan jaundice, kadar bilirubin pada kelompok
pijat menurun secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol
pada hari keempat terapi [12]. Selanjutnya, Moghadam dll.
menyatakan bahwa rerata kadar bilirubin pada bayi dengan
jaundice dalam kelompok pijat menurun secara signifikan di hari
keempat dibandingkan kelompok kontrol [13].
Berbeda

dengan

penelitian-penellitian

ini,

sebuah

penelitian menunjukkan bahwa kadar bilirubin transkutan pada


bayi sehat, cukup bulan tidak berbeda secara signifikan antara

kelompok pijat dan kontrol setelah 4 hari terapi [22]. Penjelasan


yang

mungkin

untuk

ketidakkonsistenan

ini

mencakup

perbedaan prosedur pijat dan fakta bahwa neonatus pada


penelitian mereka tidak mengalami hiperbilirubinemia. Terapi
pijat dapat menyebabkan reduksi dini kadar bilirubin yang akan
memperpendek masa tatalaksana fototerapi, sehingga bisa
pulang lebih cepat dari rumah sakit.
Mekanisme yang mungkin berperan dalam hal penurunan
kejadian neonatal jaundice pada kelompok yang menerima terapi
pijat adalah stimulasi pergerakan usus. Dimana hal ini, akan
meningkatkan frekuensi defekasi dan memungkinkan neonatus
untuk mengeluarkan lebih banyak mekonium, yang mengandung
bilirubin [12]. Hal ini sesuai dengan temuan Gourly dkk, yang
menemukan bahwa produksi kotoran dan kadar serum bilirubin
berkorelasi secara negatif pada bayi sehat selama minggu
pertama kehidupan [25]. Dalam penelitian ini, kami menemukan
bahwa frekuensi defekasi lebih tinggi secara signifikan pada
kelompok pijat dibandingkan kelompok kontrol di hari ketiga
terapi. Peningkatan defekasi mungkin dapat menjelaskan reduksi
sinifikan kadar bilirubin yang ditemukan pada kelompok pijat.
Selanjutnya, terapi pijat juga merangsang saraf vagus,
yang

dapat

meningkatkan

frekuensi

pergerakan

usus

dan

mengurangi sirkulasi enteropatik bilirubin, yang selanjutnya akan

meningkatkan ekskresi bilirubin [22]. Kemudian, pada jaringan


subkutan, terapi pijat fisiologis dapat meningkatkan aliran darah,
pembuluh limfe, dan cairan jaringan, yang akan meningkatkan
pengumpulan dan ekskresi produk sisa seperti bilirubin [12].
Meskipun demikian, pada penelitian baru-baru ini, jumlah
neonatus peserta penelitian sedikit dan durasi terapi pijat nya
pendek, dan keterbatasan ini mungkin mempengaruhi reliabilitas
uji statistik atau menutupi korelasi penting yang ada. Penelitian
lebih lanjut harus menggunakan terapi pijat yang lebih lama/
panjang. Kami juga mengusulkan neonatus tersebut dipantau,
misalnya dengan melakukan kunjungan rumah oleh petugas
kesehatan, untuk memastikan bahwa tujuan terapi tercapai.

Kesimpulan
Penelitian
intervensi,

ini

menunjukkan

frekuensi

defekasi

bahwa
neonatus

pada
yang

hari

ketiga

menerima

fototerapi akibat jaundice lebih tinggi secara signifikan pada


kelompok penerima terapi pijat, dibandingkan dengan kelompok
kontrol yang tidak menerima terapi pijat. Selanjutnya, kadar
mikrobilirubon lebih rendah secara signifikan pada kelompok pijat

di hari ketiga, tetapi hal ini hanya dievalusi pada neonatus yang
tidak

menerima

hidrasi

intravena.

Terapi

pijat

aman

dan

ekonomis dan tidak memiliki efek merugikan yang dapat


meningkatkan ikatan dan interaksi antara ibu dan bayi. Namun,
keuntungan terapi pijat bagi neonatal jaundice masih belum
jelas, dan meskipun penelitian ini memberikan bukti, masih
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memperjelas
sebenarnya

dari

terapi

tambahan

tersebut

bagi

efek

neonatal

jaundice.

Diterjemahkan dari: Li, C., Yang H., Cheng C., et al. Effects on
infant massage on jaundice neonates undergoing phototherapy.
2015. Chaoyang University of Technology. Italian Journal of
Pediatrics, 41, 94: 16.

Anda mungkin juga menyukai