Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pembahasan terhadap kasus ini, penulis akan membandingkan antara


teori dan aplikasi yang telah dilakukan pada tanggal 13 November sampai dengan
15 november 2019 pada By. N dengan Hiperbilirubinemia di ruang Perinatologi
RSUD Bendan Kota Pekalongan. Kegiatan yang telah dilakukan yaitu pengkajian
keperawatan, penetapan diagnosa keperawatan, menyusun rencana keperawatan,
melakukan implementasi keperawatan dan melakukan evaluasi keperawatan.
Adapun urutannya sebagai berikut
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah proses pengumpulan data untuk
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami pasien.
Pengkajian dilakukan dengan berbagai cara yaitu anamnesa, observasi,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.
Menurut Suriadi (2010) pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan
umum bayi tampak lemah, letargik atau lemas, ikterik pada sklera mata,
peningkatan frekuensi nafas, peningkatan suhu tubuh, muntah, anoreksia,
warna urine gelap, tinja berwarna pucat, tidak mau menghisap, perut
kembung/ distensi, kejang,dan tremor. Terjadi peningkatan kadar bilirubin
dalam darah >10 mg/dL pada minggu pertama yang secara klinis ditandai
dengan ikterus.
Pada By. N pengkajian yang didapatkan dari hasil observasi dan
wawancara dengan keluarga pasien didapatkan keluhan utama bayi tampak
kuning, warna kuning terdapat pada wajah, leher, dan dada. Saat observasi
didapatkan keadaan umum baik, menangis kuat, gerak aktif tidak lemas,
reflek menghisap kuat, tidak muntah, perut supel/ tidak distensi. Tanda-tanda
vital yaitu suhu 36,5 o C, respirasi 42 kali per menit dan nadi 143 kali per
menit Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 13 November 2019
didapatkan kadar bilirubin total 14,6 mg/dl. Adapun pengobatan/ terapi yang
didapatkan adalah fototerapi selama 2 x 24 jam.
Hasil analisa penulis yaitu terdapat perbedaan antara teori dengan
kenyataan yang ada. Manifestasi klinik yang disebutkan dalam teori tidak
sepenuhnya terjadi pada pasien. Pada teori pemeriksaan keadaan umum
terjadi letargik/ lemas, peningkatan suhu tubuuh dan frekuensi pernafasan,
kemampuan menghisap menurun, tidak mau menyusu sedangkan pada kasus
ini tidak ditemukan hal tersebut karena bayi gerak aktif, refleks menghisap
masih kuat, mau menyusu 2 jam sekali, dan tidak ada peningkatan suhu
tubuh, nadi maupun frekuensi nafas. Pada teori pemeriksaan abdomen terjadi
penurunan bising usus, perut membuncit, kembung/ distensi dan terjadi
muntah sedangkan pada kasus ini bayi tidak kembung, perut supel tidak
membuncit, dan tidak terjadi muntah. Pada teori pemeriksaan kulit terjadi
penurunan elastisitas kulit, dan turgor jelek tetapi pada kenyataannya, turgor
dan elastisitas kulit masih baik.

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut diagnosa Nanda (2015), diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada kasus Hiperbilirubinemia antara lain : 1) kekurangan
volume cairan berhubungan dengan tidakadequatnya intake cairan, fototerapi,
diare, 2) hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi dan, 3) gangguan
integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia.
Sedangkan pada kasus By. N dengan hiperbilirubinemia didapatkan
tiga diagnosa keperawatan yaitu 1) hiperbilirubinemia/ peningkatan kadar
bilirubinemia dalam darah berhubungan dengan kondisi fisiologis/ patologis,
2) resiko perubahan suhu tubuh hipertermi berhubungan dengan efek samping
fototerapi, dan 3) resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan
hiperbilirubinemia dan efek samping fototerapi.
Ada kesenjangan antara teori dan kasus yang terjadi pada By. N. Untuk
diagnosa pertama dan menjadi prioritas menjadi berbeda karena tidak
ditemukannya data- data yang menunjukan bahwa pasien mengalami
kekurangan volume cairan, dimana bayi mau menyusu setiap 2 jam sekali,
reflek hisap kuat, frekuensi BAK 7-8 kali sehari, urine berwarna jernih,
turgor kulit baik, tidak ada diare, gerak aktif.
Sesuai dengan teori Carpenito (2001) bahwa perumusan diagnosa
keperawatan pertama dan menjadi prioritas adalah harus Actual, yaitu
menjelaskan masalah yang nyata saat ini dan sesuai dengan data- data yang
ditemukan oleh perawat ataupun menjadi keluhan utama pasien. Oleh karena
itu diagnosa keperawatan hiperbilirubinemia/ peningkatan kadar bilirubin
dalam darah berhubungan dengan kondisi fisiologis/ patologis dijadikan
prioritas karena dapat mengancam jiwa dan dapat menyebabkan komplikasi
yang lain apabila tidak segera ditangani. Komplikasi terberat ikterus pada
bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin atau kernikterus.Kernikterus
terjadi pada keadaan hiperbilirunemia indirek yang sangat tinggi, cedera
sawar darah-otak, dan adanya molekul yang berkompetisi dengan bilirubin
untuk mengikat albumin (Schwartz, 2014).
Untuk diagnosa kedua dan ketiga menurut penulis sudah sesuai dengan
teori, sesuai dengan pendapat Carpenito (2010) bahwa setelah ditemukan
diagnosa utama maka diagnosa yang selanjutnya adalah diagnosa yang
memenuhi unsur Risk, yaitu harus menjelaskan masalah kesehatan nyata yang
akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi.

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah panduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari
klien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi
dilakukan untuk membantu klien mencapai hasil yang diharapkan (Setiadi,
2012). Penulis menyusun kriteria hasil yang berpedoman pada SMART
yaitu S (Specific) dimana tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti
ganda, M (Measurable) dimana tujuan keperawatan harus dapat diukur,
khususnya tentang perilaku klien: dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan
dan dibau, A (Achievable) dimana harus dapat dicapai, R (Reasonable)
dimana tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, T (Time)
mempunyai batasan waktu yang jelas (Nursalam, 2014).
Intervensi keperawatan yang dilakukan selama 3 x 24 jam dan
disesuaikan dengan kondisi klien dan fasilitas yang ada sehingga rencana
tindakan keperawatan dapat dilaksanakan dengan prinsip ONEC, yaitu
Observation dimana merupakan rencana tindakan untuk mengkaji atau
melakukan observasi terhadap kemajuan klien untuk memantau secara
langsung yang dilakukan secara berkelanjutan. Nursing Treatment yaitu
tindakan yang dilakukan untuk mengurangi, memperbaiki dan mencegah
perluasan masalah yang dialami klien, Education yaitu rencana tindakan
yang berbentuk pendidikan kesehatan baik pada klien ataupun pada
keluarga, Collaboration yaitu tindakan medis yang dilimpahkan pada
perawat (Rohmah, 2012).
Rencana keperawatan yang diberikan dalam menangani masalah )
hiperbilirubinemia/ peningkatan kadar bilirubinemia dalam darah
berhubungan dengan kondisi fisiologis/ patologis, dengan tujuan : dalam
jangka waktu 3x24 jam bayi 1.) Serum bilirubin menurun: bilirubin total
< 10 mg/dl, 2.) tidak ada ikterus . Intervensi: 1.) Observasi tanda-tanda
ikterus, 2.) observasi tindakan fototerapi, 3.) Tempatkan lampu fototerapi
diatas bayi dengan tinggi 30-50 cm, 4.) Cek intensitas lampu setiap hari, 5.)
Ukur suhu tubuh 4-6 jam sekali, 6.) ubah posisi bayi setiap 2 jam sekali, 7.)
tutup daerah kemaluan dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya
untuk melindungi daerah kemaluan , 8.) observasi penutup mata.
Rencana keperawatan yang diberikan untuk menangani masalah resiko
perubahan suhu tubuh hipertermi berhubungan dengan efek samping
fototerapi dengan tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3×24 jam diharapkan suhu dalam batas normal. Kriteria hasil : nadi dalam
batas normal (140 – 160 kali per menit), suhu dalam batas normal (36,5 o C
o
sampai dengan 37,5 C). Intervensi yang diberikan adalah beri suhu
lingkungan yang netral, monitor suhu sesering mungkin, monitor warna dan
suhu kulit, monitor tanda- tanda vital tiap 2 jam, dan kolaborasi pemberian
cairan intravena dan antipiretik jika diperlukan.
Sedangkan rencana keperawatan untuk menangani diagnosa resiko
gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan efek
samping fototerapi, dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3×24 jam diharapkan kerusakan kulit teratasi. Kriteria hasil : kulit
menjadi lembab, perbaikan kulit meningkat. Intervensi: kaji warna kulit tiap 4
jam, pantau bilirubin direk dan indirek, ubah posisi setiap 2 jam, masase
daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.
Pada intervensi pada diagnosa ke dua dan ke tiga tidak ditemukan
kesenjangan antara teori dan praktek.

D. Implementasi Keperawatan
Tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan perencanaan yang telah
ditetapkan pada masing-masing diagnosa keperawatan.
Tindakan yang dilakukan pada diagnosa pertama pada By. N adalah
memonitor tanda- tanda vital untuk mengetahui kondisi pasien selama
dilakukan fototerapi. Suhu badan 36,5o C, Nadi 140 kali per menit, RR 42 kali
per menit. Setelah itu mengobservasi tindakan fototerapi yang sedang
berlangsung diantaranya mengecek intensitas lampu, memastikan lampu
fototerapi berada diatas bayi dengan ketinggian 30-50 cm, memastikan
penutup mata merekat dengan baik sehingga tidak mudah lepas. Setelah itu
melakukan alih baring setiap 2 jam sekali supaya setiap bagian tubuh bisa
terkena sinar fototerapi.
Tindakan yang dilakukan pada diagnosa kedua adalah memonitor tanda -
tanda vital, didapatkan suhu badan 36,8o C, nadi 138 kali per menit, dan
respirasi 42 kali per menit. Setelah itu mengecek suhu kulit bayi terutama
bagian akral utuk mengetahui hangat atau tidak. Tindakan keperawatan
selanjutnya adalah memberikan ASI atau PASI setiap 2 jam sekali sebanyak
30 cc setiap kali minum.
Tindakan yang dilakukan pada diagnosa ketiga adalah Setelah itu
melakukan alih baring setiap 2 jam sekali supaya setiap bagian tubuh bisa
terkena sinar fototerapi, selain itu supaya tidak terjadi lecet pada kulit yang
terlalu lama tertekan. Setelah itu menjaga kebersihan dan kelembaban kulit
dengan memandikan bayi dengan sabun khusus bayi lalu mengganti sprei/alas
tidur bayi dengan kain yg halus, kering dan bersih lalu mengoleskan
pelembab khusus bayi pada daerah kulit yang kering dan tertekan guna
mencegah lecet. Tindakan keperawatan selanjutnya adalah memberikan ASI
atau PASI setiap 2 jam sekali sebanyak 30 cc setiap kali minum untuk
menjaga integritas kulit sehingga kulit tetap lembab, turgor kulit tetap baik
dan diharapkan ikterik hilang.

E. Evaluasi Keperawatan
Menurut Surasmi (2013), evaluasi yang diharapkan pada kasus
hiperbilirubinemia pada neonatusadalah tidak terjadi ikterus, tanda-tanda
vital dan suhu tubuh stabil dalam batas normal, keseimbangan cairan dan
elektrolit terjaga, integritas kulit baik/utuh.
Evaluasi keperawatan berdasarkan implementasi yang telah dilakukan
selama 3 hari yaitu dengan menggunakan teori SOAP (Subjective,
Objective, Assessment, Planning). Subjective yaitu pernyataan dari klien
atau keluarga klien, objective yaitu hasil dari pemeriksaan dan observasi
perawat, assessment yaitu kesimpulan dari hasil tindakan yang dilakukan,
dan planning yaitu rencana tindakan intervensi lanjut.
Hasil evaluasi pertama pada tanggal 13 November 2019 jam 18.00 WIB,
setelah dilakukan implementasi adalah kulit masih tampak ikterik, kulit
lembab dan tidak ada ruam, bayi mau minum 2 jam sekali sebanyak 30 cc tiap
kali minum, suhu badan 36,5o C, nadi 140 kali per menit dan respirasi 42 kali
per menit. Masalah ikterik belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu
observasi tanda tanda vital, observasi warna kulit masih adanya ikterik atau
tidak, jaga kebersihan dan kelembaban kulit, dan alih baring/rubah posisi tiap
2 jam.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 14 November 2019 jam 18.00 WIB,
setelah dilakukan implementasi yaitu ikterik sudah hilang pada bagian dada
dan leher, serta berkurang di bagian punggung. Kulit lembab tidak ada ruam /
lecet, bayi minum 2 jam sekali sebanyak 35 cc tiap kali minum, suhu 36,8 o C,
nadi 138 kali per menit dan pernafasan 42 kali per menit. Masalah ikterik
belum teratasi maka intervensi dilanjutkan yaitu observasi tanda tanda vital,
observasi warna kulit masih adanya ikterik atau tidak, jaga kebersihan dan
kelembaban kulit, dan alih baring/rubah posisi tiap 2 jam.
Pada evaluasi hari ketiga tanggal 15 November 2019 sesuai advis dokter
spesialis anak bahwa fototerapi selesai pada jam 13.00 WIB dan dilakukan
evaluasi ulang pemeriksaan laboratorium kadar bilirubin paska fototerapi.
Pada jam 16.00 WIB didapatkan hasil bilirubin total 8,6 mg/dl, bilirubin direk
0,2 mg/dl, dan bilirubin indirek 8,4 mg/dl. Selain itu didapatkan hasil
observasi tanda- tanda vital yaitu suhu 36,8o C, nadi 140 kali per menit, dan
pernafasan 42 kali per menit. Ikterik sudah tidak tampak, kulit bersih tidak
ada ruam atau lecet, kulit lembab. Masalah sudah teratasi. Sesuai advis dokter
DPJP, jika kadar bilirubin total kurang dari 10 mg/dl, tanda-tanda vital dalam
batas normal, ikterik tidak ada, maka pasien diperbolehkan pulang.
Tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek.

Anda mungkin juga menyukai