Anda di halaman 1dari 233

STANDARD

PELAYANAN MEDIS
KESEHATAN ANAK

ALERGI IMUNOLOGI
ALERGI SUSU SAPI

PENGERTIAN :
Alergi susu sapi adalah suatu penyaki akibat reaksi imunologik, timbul setelah pemberian susu
sapi atau makanan yang mengandung susu sapi. Reaksi ini dapat terjadi melalui reaksi hipersensitivitas
tipe I fase cepat maupun fase lambat.

INSIDENS :
Angka kejadian pada bayi di negara Barat sekitar 2%-2,5%. Di Indonesia belum ada angka pasti,
tetapi menurut hasil penelitian di poliklinik Alergi Imunologi Anak RSCM Jakarta, dari seluruh anak
yang menderita alergi, sekitar 2,4% mengalami alergi susu sapi.
Hasil penelitian Hide (1997) menunjukkan adanya penurunan angka alergi susu sapi sesuai
dengan bertambahnya usia, yaitu 44% pada usia 1 tahun, 1.9% pada usia 2 tahun dan 0,4% pada usia 4
tahun. Studi prosfektif lainnya menunjukkan separuh dari anak yang menderita alergi susu sapi akan
kehilangan gejala-gejalanya pada usia 1 tahun, 70% pada usia 2 tahun dan 85% saat mereka berusia 3
tahun.

LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF

Bayi yang memiliki resiko tinggi yaitu mempunyai riwayat atopi pada ibu dan ayah, sebaiknya
dilakukan pengindaran terhadap paparan protein susu sapi sejak dini (minimal 6 bulan), dengan cara:
ASI eksklusif
Diet pengnindaran susu sapi pada ibu menyusui bayi yang mempunyai risiko atopi
Pemberian formula hipoalergenik, casein free, protein hidrolisat.
Pemberian formula susu kedelai

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Jangka waktu timbulnya gejala setelah minum susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi
Jumlah susu atau makanan yang mengandung susu yang diminum atau dimakan
Riwayat penyakit atopi seperti asma, rinitis alergi, dermatitis atopik, urtikaria, alergi makanan, dan
alergi obat pada keluarga maupun pasien sendiri
Gejala klinis pada kulit (urtikaria, dermatitis atopik), saluran nafas (asma, rintitis alergi) serta saluran
cerna (muntah, diare, berak berdarah, kolik, obstipas).

Pemeriksaan fisis
Kulit kering, urtikaria, dermatitis atopik (lihat manifestasi klinis SPM masing-masing gejal alergi
tersebut).
Alergi Schiners, nasal crease, geografhictongue, mukosa pucat, mengi.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
darah tepi: hidung jenis eosinofil > 3%, eosinofil total >300/ml
kadar IgE total (menurut umur)
kadar IgE spesifik susu sapi
Radioallergosorbent Test (RAST) yang dinyatakan positif bila hasilnya 1 dan hasil yang
positif berkolerasi baik dengan uji tusuk kulit. Pemeriksaan RAST untuk susu sapi dilakukan
dengan memeriksakan darah terhadap baik susu sapi secara keseluruhan maupun fraksi-fraksi
dari susu sapi tersebut. Pemeriksaan RAST yang telah tersedia yaitu:
Susu sapi 12 keju tipe mould f82
Alfa laktalbumin f76 Susu bubuk Rf228
Betalaktoglobulin f77 Whey Rf236
Kasein f78 Susu Kuda Rf286
Keju tipe chedder f81 Susu kambing Rf300
Pharmacia CAP System, yaitu suatu pemeriksaan yang sama dengan ELISA; dinyatakan
positif bila hasilnya > 32kUa/L dan berkolerasi baik dengan double blind placebo
controlled food challenge (DBPCFC).
b. Uji kulit.
Terdapat beberapa cara uji kulit yaitu uji tusuk kulit, uji gores serta uji intradermal. Akurasi hasil
positif kurang dari 50%, sedangkan bila halnya negatif dapat memprediksi tidak terjadinya reaksi
alergi IgE mediated sebesar 95%. Hasil yang positif akan berkorelasi dengan uji DBPCFC.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada uji tusuk kulit yaitu:
Hasil ui tusuk kulit dapat negatif pada anak usia <1 tahun.
Timbulnya indurasi sebesar >6 mm pada anak berusia <2 tahun, atau >8 mm pada anak
berusia >2 tahun dianggap positif.
c. Provokasi susu sapi
Suatu cara pemeriksaan lanjutan bila hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan salah satu dari
pemeriksaan IgE total, IgE spesifik atau uji kulit menunjukkan hasil yang positif.
Buku emas diagnosis alergi susu sapi adalah DBPCFC, tetapi karena cara ini sulit dan mahal
maka dibuat modofikasi dengan cara double blind placebo controlled cows milk challenge
(DBPCCMC) dengan langkah-langkah di bawah ini.
Cara melakukan uji double-blind placebo controlled cows milk challenge (DBPCFC) :
Eliminasi susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi minimal 14 hari sebelum
dilakukan tes.
Anthisistamin tidak boleh diberikan sejak 3 hari sebelumnya, serta tidak boleh
mengkonsumsi steroid dan bronkodilator sejak 1 hari sebelumnya.
Besarnya dosis awal harus kurang dari dosis yang diperkirakan akan menimbulakan
reaksi, bila tidak diketahui dimulai dengan dosis 400 mg.
Dosis kumulatif 8-10 g bahan bubuk harus dicapai untuk mrnyatakan bahwa hasil negatif.
Lamanya periode observasi tergantung dari reaksi yang timbul (minimal 2 jam setelah
provokasi selesai)
Persiapkan peralatan dan obat-obatan untuk menangani reaksi anafilaktik.
Bila tidak timbul gejala saat observasi, orang tua diberi catatan harian untuk mengamati
dan mencatat timbulnya gejala alergi yang muncul kemudian.
Elimination challenge test dilakukan untuk membuktikan adanya perbaikan dari gejala
setelah tidak minum susu sapi dan berulangnya gejala bila tidak diberikan susu sapi
kembal. Uji ini harus dilakukan dalam pengawasan dokter. Kesulitan dari uji ini adalah
keberhasilannya tergantung pada kemampuan pasien untuk menghindari semua makanan
yang mengandung susu sapi dan tidak terdapatnya faktor-faktor lain yang dapat memicu
terjadinya manifestasi klinis yang sama.

TERAPI
Tata Laksana
Pemberian ASI eksklusif dengan pengnhindaran susu sapi pada ibu
Jika tidak mungkin memberikan ASI, diberikan susu formula yang bebas susu sapi pada bayi
berisiko tinggi yanng diketahui mempunyai riwayat atopi.
Melakukan eliminasi susu sapi serta produknya dari diet ibu menyusui yang berisiko atopi. Tidak
dianjurkan untuk menggantikan susu sapi dengnan susu kambing atau hewan lainnya karena adanya
reaksi silang.
Pemberian terapi medika mentosa sesuai dengan manifestasi klinis yang timbul (lihat SPM
masingn-masing gejala alergi)

Suportif
Pada bayi dengan alergi susu sapi harus dipertimbangkan pemenuhan kebutuhan nutrisi lain yang
dapat menggantikan kandungan nutrisi dari susu sapi.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya dll)


Bila terjadi gangguan gizi, pasien perlu dirujuk kepada ahli gizi.

PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Perbaikan gejala klinis (lihat SPM masing-masingn gejala alergi)
Efek samping penggunaan medikamentosa
Kemungkinan alergi terhadap kacang kedelai bila pasien mendapat formula kacang kedelai
(sekitar 30-40% pada pasien alergi susu sapi)
Bila gejala klinis mennghilang dilakukan rechallenge terhadap susu sapi setiap 6 bulan, dengan
jumlah dan frekuensi sesuai dengan usia pasien. Prosedur dilakukan seperti pada challenge di
atas.
Tumbuh kembang
Pemantauan tumbuh kembang pada pasien.
URTIKARIA

PENGERTIAN :
Urtikaria adalah erupsi kulit yang terbatas tegas dan menimbul (maculopapular, bentol), berwarna
memutih berlangsung secara akut, kronis atau berulang. Urtikaria dapat berlangsung secara akut, kronis
atau berulang. Urtikaria akut biasanya berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari dan umumnya
penyebabnya dapat diketahui. Urtikaria kronik yaitu urtikaria yang berlangsung lebih dari 6 minggu dan
biasanya tidak diketahui pencetusnya, dapat berlangsung sampai beberapa tahun, dan umumnya
ditemikan pada orang dewasa.

LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF
Kelainan ini disebabkan oleh mediator; terutama histamin, yang dilepaskan sel mast melaui
proses degranulasi akIbat ikatan antara IgE spesifik dengan alergen pencetusnya. Untuk melakukan
pencetus perlu dilakukan anamnesis yang teliti dan rinci.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Anamnesis diarahkan terhadap faktor lingkungan seperti debu, tungau debu rumah (terdapat pada
karpet, kain sofa, kasur kapuk, tirai, boneka berbulu dan lain-lain), binatang peliharaan, tumbuhan,
senatan binatng, serta faktor makanan termasuk zat warna, zat pengawet, obat-obatan, faktor fisik seperti
dingin, panas, dan sebagainya. Selain itu juga dinyatakan riwayat atopi pada keluarga.

Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisis didapatkan erufsi kulit yang berbatas tegas dan menimbul (bentol),
berwarna memutih bila ditekan disertai rasa gatal. Pada lesi yang menunjukkan bentuk khas seperti lesi
linier, lesi kecil-kecil di daerah berkeringat dan lesi hanya bagian tubuh yang terbuka dapat diduga
penyebabnya. Apabila dari anamnesis dan pemeriksaan fisik belum dapat ditentukan faktor pencetusnya,
dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah perifer lengkap, urin dan feses dilakukan untuk mencari penyebab infeksi,
autoimun, atau keganasan sebagai faktor pencetus.
Pemeriksaan hitung eosinofil total dan kadar IgE total dapat digunakan untuk menunjang adanya
atopi pada pasien
Pemeriksaan uji kulit terhadap alergen dilakukan untuk menentukan adanya atopi serta
identifikasi makanan atau obat.
Uji provokasi diolakukan terhadap makanan atau obat.
Pemeriksaan IgE spesifik dilakukan bila uji kulit tidak dapat dilakukan (misalnya ada
kontraindikasi atau pasien tidak bisa bebas dari penggunaan anthistamin).
Uji es tempel untuk menentukan urtikaria dingin.

TERAPI
Medikamentosa
Mediator utama adalah histamin, maka obat yanng paling sering digunakan adalah antihistamin H 1

(misalnya klorfeniramin maleat 0,35 mg/ kg BB/ hari). Untuk mengnhindarkan efek samping
menngantuk(pada pemberian jangka panjang misalnya urtikaria berulang atau pada anak sekolah)
dapat diberikan antihistamin non-sedatif atau antihistamin generasi baru seperti setirizin 0,25
mg/kgBB/kali, 1-2 kali per hari.
Bila tidak berhasil dapat dicoba dengan menambahkan antihistaminb H2 , misalnya simetidin20-40
mg/kgBB/hari.
Bila terjadi urtikaria yang sangat luas dapat diberikan suntikan ardenalin dilanjutkan dengan
kortikosteroid
Kostikosteroid diberikan bila diduga reaksi yang terjadi adalah reaksi alergi fase lambat (misalnya
bila tidak berespons terhadap antihistamin).

Suportif
Selain mennghindari alergen, dilakukan terapi suportif seperti suhu lingkungan harus optimal,
pakain jangan terlalu ketat, baju harus dibilas bersih dari deterjen serta memperhatikan nutrisi yang
seimbang sebagai pengganti diet terhadap beberapa jenis makanan hiperalergenik. Kuku harus dipotong
pendek dan selalu bersih untuk mencegah infeksi skunder akibat garukan.

PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Pemantauan perbaikan gejala klinis
Pemantauan terhadap komplikasi yang terjadi akibat garukan (infeksi sekunder)
Pemantauan terhadap efek samping obat.

Tumbuh kembang
Pengaruh terhadap tumbuh kembang terutama akibat penghindaran beberapa jenis protein
makanan serta pengobatan steroid sistemik pada pasien urtikaria kronik yang berat.
LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

PENGERTIAN :
Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan penyakit sistemik evolutif yang mengenai satu
atau beberapa organ tubuh, ditandai oleh inplamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat, dan
bersifat episodik yang diselingi oleh periode remisi.
Manifestasi klinis SLE sangat bervariasi dengan perjalanan penyakit yang sulit diduga, tidak
dapat diobati dan seringa berakhir dengan kematian. Kelainan ini merupakan sindrom klinis disertai
kelainan imunologis, diantaranya yang terpenting ditandai adanya antibodi antinuklear. Penyebab SLE
belum diketahui.

LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF
Untuk mencegah keadaan yang dapat mengindukasi gejala lupus dilakukan beberapa tindakan
antara lain mennghindari pemakain obat tertentu (misalnya sulfa, isoniazid), pajanan langnsung sinar
matahari, kelelahan, serta mencegah infeksi dan mempertahankan fungsi organ tubuh secara optimal.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Gejala yang timbul merupakan manifestasi adanya autoantibodi dan/ atau depot kompleks imun
dengan vaskulitis.
Gejala penyakit tersering adalah demam dan asteria. Demam atau tanpa menggigil dapat timbul pada
semua tipe, seringkali diagnosis SLE diketahui pada saat dilakukan eksplorasi pasien demam yang
tidak diketahui penyebabnya.
Astenia seringn menyertai gejala demam dan merupakan petanda bahaya pada penyakit lupus.
Kelainan kulit dan mukosa yang dikenal dengan nama lupus terdapat pada sepertiga jumlah SLE pada
anak dan tidak bersifat patognomonik. Kelainan ini predominan pada daerah yang terkena sinar
matahari.
Gejala lain adalah gejala kelainan yang dapat terjadi pada semua organ pada suatu saat atau pada
tahap evolusi penyakit yangn berbeda.

Pemeriksaan fisis
Secara klinis terdapat 2 unsur penting SLE yaitu,
1. SLE adalah penyakit episodik, biasanya terjadi pada anak yang lebih besar, dengan gejala
intermiten artritis, pleuritis, dermatitis, atau nefritis.
2. SLE adalah penyakit multisitemik, pasien biasanya memperlihatkan kelainan pada lebih dari satu
organ akibat vaskulitis, misalnya pada kulit, ginjal, dan gambaran saraf pusat.

Erupsi pada kulit berbentuk sayap kupu-kupu, paling sspesifik terdapat di daerah muka, dapat
berupa eritema simpel berwarna kemerahan. Erupsi ini dapat juga mengenai daerah kuping hidung dan
pangkal hidung, sering juga disertaierupsi di daerah leher atau bahu yng terbuka, periorbita, frontal atau
daerah telinga luar. Dapat juga ditemui lupus diskoid berupa eritema berbatas tegas dengan tepi meninggi
dan berkembang menjadi papuloskuamosa. Kelainan kulit lain yang sering ditemukan pada pasien SLE
adalah:
1. Erupsi papuloeritematosa diseminata, non-spesifik, dapat terlihat terutama di daerah anggota
gerak
2. kulit fotosensitif; pajanan sinar matahari dapat menimbulakan lesi bentuk lupus
3. Alopesia non-sikatrikal sering menyertai lupus aktif
4. sindrom Raynaud, apabila timbul gejala lain walaupun sedang dalam pengobatan, terkadang
terjadi komplikasi ulserasi digital atau akrosklerosis, bahkan gangren jari.

Manifestasi selaput mukosa berupa ulserasi anal dan oral dapat menyertai perkembangan
progresivitas penyakit lupus. Secara ringkas gejala manifestasi klinis SLE berupa nefritis, hipertensi,
artritis, dermatitis, eritema malar, fotosensitifitas, alopesia, ulserasi oral atau nasofarings, fenomena
Raynaud, perikarditis, pleuritis, kelainan SPP, hepatomegali, dan pucat.

Pemeriksaan penunjang
Berbagai indikator fase akut inflamasi yang menggambarkan aktivitas penyakit sistematis
ditemukan meningkat pada SLE, antara lain LED, hipergamaglobulinemia poliklonal, alfa-2 globulin, dan
CRP. Pemeriksaan darah perifer menunjukkan anemia, leukopenia, hitung trombosit. Pemeriksaan uji
Coombs dapat dilakukan untuk mrngetahui adanya hemoloisis. Pemeriksaan labolatorium ditunjukkan
untuk mendeteksi kerusakan organ yang terlibat, disamping mendeteksi berbagai proses yang
berhubungan dengan penyakit otoimun.
Beberapa diantara pemeriksaan tersebut mempunyai nilai diagnostik, prognostik, surveilans, atau
mempunyai arti patofisiologi khusus dan bukan merupakan prosedur rutin. Pemeriksaan tersebut meliputi
pemeriksaan otoantibodi (ANA, anti ds DNA, antifosfolipid , faktor reumatoid), krioglobulin, dan
komplemen serum. Secara ringkas pemeriksaan labolaturium pada pasien SLE mencakup analisis darah
tepi lengkap termasuk laju endap darah, sel LE, ANA, anti da DNA, autoantibodi lain (anti sm, RF,
antifospolifid, antihiston dll), titer komplemen C3, C 4 dan CH50, titer lgG dan lgA, krioglobulin, masa
pembekuan, serologi sifilis, uji Coombs, elektroforesis protein, kreatinin dan ureum darah, protein urin
total dalam 24 jam, biakan kuman terutama dalam urin serta pemeriksaan lain yaitu foto rontgen dada.
Criteria diagnosis lupus menurut ARA (American Reumatism Association) yaitu :
1. eritema malar (butterfly rash)
2. lupus discoid
3. fotosensitivitas
4. ulserasi mukokutaneus oral atau nasal
5. arthritis nonerosif
6. nefritis, proteinurin > 0,5 mg/24 jam dengan silinder sel
7. ensefalopati, konvulsi, psikosis
8. pleuritis atau pericarditis
9. sitopenia
10. imunoserologi postif anti ds DNA, anti Sm, sel LE
11. ANA positif

Terapi
Medikamentosa
1. Salisilat
Merupakan terapi simtomatis atau artralgia dan mialgia. Dosis 75-90 mg per kg bb/ hari untuk
anak dengan berat badan <25 kg. pada anak besar diberikan dosis lebih rendah (maksimum 1000
gram/ x)
2. Antimalaria
Digunakan untuk membantu penyepihan kortikosteroid atau untuk pengobatan dermatitis lupus.
[erlu diperhatikan efek toksik pada mata, maka harus dilakukan pemeriksaan oftalmologis setiap
4- bulan. Obat yang biasanya digunakan adalah hidroksikloroquin sulfat, dengan dosus awal 6-7
mg/kgbb/hari dibagi 1-2 dosis selama 2 bulan, kemudian diturunkan menjadi 5 mg/kgbb/hari
3. Kortikosteroid
-dosis rendah <0,5 mg/kgbb/hari diberikan untuk mengatasi gejala klinis seperti demam,
dermatitis, arthritis, efusi pleura, dll. Dosis insial dipertahankan minimal 4 minggu sebelum
dilakukan penyapihan.
-dosis tinggi 1-2 mg/kgbb/hari untuk mengatasi krisis lupus, gejala neurologis SSP, anemia
hemolitik akut atau beberapa bentuk nefritis tertentu. Indikasi kontra relatif adalah hipertensi,
azootemia, dan gejala awal psikosis. Dosis inisial dipertahankan 6-8 minggu.
-dosis untuk beberapa bentuk nefritis diberikan berdasarkan gambaran patologis anatomi. Untuk
nefritis lupus dengan gambaran PA mesangeal biasanya hanya diberikan terapi simtomatik. Untuk
kelainan glomerulus fokal, diberikan prednisone dosis rendah 0,5 mg/kgbb/hari untuk kelainan
difus dosis tinggi 1 mg/kgbb/hari, sedangkan untuk bentuk membranosa diberi dosis tinggi,
disertai terapi simtomatik dan siklofosfamid 1 mg/kgbb/hari.
Penyapihan kortikosteroid
Bila klinis baik dan gambaran laboratorium dlam batas normal, mulai dilakukan penyapihan
bertahap. Apabila tidak dapat dilakukan pemantauan seperti itu, makan pemeriksaan konversi negative sel
LE dan titer ANA dapat dipakai sebagai pegangan untuk memulai penyapihan kortikosteroid. Setiap dosis
insial harus diberikan dalam dosis terbagi 3-4 x sehari, setelah itu dapat diberikan dosis tunggal pada pagi
hari.
Bila terdapat suatu stress (infeksi, trauma, luka pembedahan, tekanan kejiwaan, dll) pengobatan
diberikan dalam dosis terbagi. Bila pada saat penyapihan gejala kambuh kembali, dosis dinaikkan 25-50
% kembali dari terapi saat itu, dalam dosis terbagi yang diperthankan beberapa lama sebelum diputuskan
untuk meneruskan penyapihan atau meningkatkan dosis kembali. Patokan untuk penyapihan adalah
sebagai berikut:
1. Jika dosis awal kurang 10 mg/hari, turunkan 0,5-1 mg setiap 2-4 minggu
2. Jika dosis awal 10-20 mg/hari, turunkan 1-2,5 mg setiap minggu
3. Jika dosis awal 20-0 mg/hari, turunkan 2,5-5 mg setiap minggu
Pada dosis > 30 mg/hari, masih harus diberikan dosis terbagi 2-3 x sehari. Apabila gejala telah
terkontrol dengan dosis tunggal, dapat dicoba pemberian obat selang sehari, tetapi harus diingat bahwa
dosis selang sehari dilaporkan sering menimbulkan eksaserbasi. Terapi kortikosteroid secara bolus hanya
diberikan pada keadaan darurat atau krisis lupus dengan manifestasi akut dan pada kasus tak terkontrol.
Dianjurkan untuk memberikan metilprednisolon 10-30 mg/kgbb/kali intravena selama 1-3 hari. Pilihan
preparat kortikosteroid berdasarkan potensi dan masa paruh disesuaikan dengan kondisi klinis pasien
4. Imunosupressan/ sitostatik
Imunosupresan atau sitostatik diberikan jika terdapat gangguan neurologi SSP, nefritis tipe
proliferative difus dan membranosa, anemia hemolitik akut, dan kasus resisten steroid. Obat yang
diberikan adalah azatioprin atau siklofosfamid. Dosis azatioprin oral 1-2 mg/kgbb/hari,
siklofosfamid oral 1-2 mg/kgbb/hari untuk terapi bolus 500-750 mg/m2 intravena tiap bulan
Bedah
Tindakan bedah dilakukan apabila terdapat komplikasi akibat pengobatan, misalnya katarak
karena pemberian kortikosteroid jangka panjang.

Supportif
Memberikan edukasi dan pengertian mengenai penyakit pasien pada keluarga sangat penting
untuk menunjang keberhasilan terapi. Rehabilitasi bila terjadi kecacatan harus dilakukan sedini mungkin
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Lain-lain (rujukan sub spesialis, rujukan spesialis lainnya)


1. Rujukan dilakukan apabila terdapat kelainan organ yang perlu penanganan subspesialistis,
konsultasi psikiatri dilakukan untuk mencegah atau mengobati gangguan jiwa akibat penyakitnya.
2. Diet rendah garam, rendah gula tidak mengandung gas dengan restriksi cairan serta supplemen
kalsium dan kalium diberikan untuk mencegah/ mengurangi efek pemberian kortikosteroid jangka
panjang

PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Selama pemberian kortikosteroid dilakukan, pemantauan titer anti ds ANA dan komplemen (
CH50, C3, C4) minimal 6 bulan sekali. Pemantauan efek samping obat (kortikosteroid, sitostatik, salisilat,
dll) juga perlu dilakukan.

Tumbuh Kembang
Pemantauan terhadap perkembangan fisik dan mental dilakukan setiap bulan untuk deteksi dini
gangguan tumbuh kembang akibat pengobatan maupun penyakitnya sendiri.
ARTRITIS REUMATOID JUVENILLE

PENGERTIAN :
Arthritis rheumatoid juvenile merupakan sekumpulan penyakit yang tidak homogen. Terdapat
banyak sekali factor etiologi yang dapat menyebabkan gejala klinis ARJ. Seperti infeksi autoimun,
trauma, stress, serta factor imunogenetik. Pathogenesis ARJ merupakan imunopatogenesis penyakit
kompleks imun. Penyakit arthritis rheumatoid pada anak berbeda dengan orang dewasa. Pada umumnya
kriteris klasifikasi dan diagnosis penyakit rheumatoid dapat dipakai untuk anak dan dewasa, kecuali ARJ.
Penyakit ARJ umumnya mudah mengalami remisi sehingga pengobatan ditujukan untuk mencegah
komplikasi dan timbulnya kecacatan terutama yang mengenai sendi.

LANGKAH PROMOTIF/ LANGKAH PREVENTIF


Pencegahan dini terhadap terjadinya cacat sangat penting dilakukan dengan deteksi dini kelainan
yang terjadi pada ARJ. Pada penderita ARJ, dilakukan tatalaksana secara terpadu untuk mengontrol
manifestasi klinis dan mencegh depermitas dengan melibatkan dokter anak, ahli fisioterapi, latihan kerja,
pekerjaan social dan bila perlu konsultasi dengan ahli bedah dan psikiater.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Dijumpai 2 gejala inflamasi sendi yaitu gerakan sendi yang terbatas, nyeri dan panas pada
pergerakan. Rasa nyeri sendi pada pergerakan biasnaya tidak begitu menonjol. Pada anak kecil yang
begitu jelas adalah kekakuan sendi pada pergerakan terutama pada pagi hari. Tipe onset sistemik, ditandai
dengan demam intermitten dengan puncak tunggal atau ganda lebih dari 30 derajat celcius selama 2
minggu atau lebih, arthritis dan biasanya disertai kelainan sistemik lain berupa ruam rheumatoid serta
kelainan visceral (hepatosplenomegali, serositis, limfadenopati).

Pemeriksaan fisis
Gejala klinis utama yang secara bjektif terlihat adalah arthritis, sendi yang terkena teraba hangat,
biasanya tidak terlihat eritem. Secara klinis arthritis ditentukan dengan menemukan salah satu dari gejala
pembengkakan atau efusi sendi, atau dengan menemukan paling sedikit 2 gejala iflamasi sendi yaitu
gerakan sendi yang terbatas, nyeri pada pergerakan dan panas. Rasa nyeri atau nyeri sendi pada
pergerakan tidak begitu menonjol. Pada anak kecil yang lebih jelas adalah kekakuan sendi pada
pergerakan terutama pada pagi hari. Tipe onset poliartritis terdapat pada fase yang menunjukkan gejala
artirtis pada lebih dari 4 sendi, sedangkan tipe onset oligoartritis bila mengenai 4 sendi atau kurang.
Pada tipe oligoartritis, sendi besar lebih sering terkena dan biasanya di daerah tungkai. Pada tipe
poliartritis, keluhan lebih sering terdapat pada sendi-sendi jari dan biasanya simetris, tetapi di samping itu
dapat pula pada sendi lutut, pergelangan kaki dan siku. Tipe onset sistemik ditandai oleh demam
intermitten dengan puncak tunggal atau ganda, lebih dari 39 derajat celcius selama 2 minggu atau lebih,
arthritis dan biasanya disertai kelainan sistemik lain berupa ruam rheumatoid serta kelainan visceral
(hepatosplenomegali, serositis, limfadenopati)

Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ARJ dapat ditegakkan secara klinis, beberapa pemeriksaan imunologis tertentu dapat
menyokong diagnosis. Perlu diingat bahwa tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk ARJ.
1. Pada pemeriksaan darah tepi dijumpai anemia ringan atau sedang dengan kadar Hb 7-10 gr/dl dan
leukositosis dengan predominansi neurotrofil. Hitung trombosit dapat meningkat hebat pada tipe
sistemik berat atau poliartritis, dan sering dipakai sebagai pertanda kekambuhan atau reaktivasi
ARJ. Untuk pertanda aktifitas penyakit dapat dilakukan pemeriksaan LED dan CRV yang
biasanya sesuai dengan peningkatan aktivitas penyakit. Peningkatan kadar IgG dan IgM serum
dapat juga sesuai dengan aktivitas ARJ. Peningkatan IgM berbeda dengan rheumatoid arthritis
dewasa. Kadar komponen komplemen C3 dan komponen hemolitik pada ARJ aktif akan
meningkat. Factor rheumatoid jarang ditemukan pada ARJ, tetapi bila positif biasanya
dihubungkan dengan ARJ tipe poliartritis, anak yang lebih besar, nodul subkutan, erupsi tulang
atau pasien yang secara fungsional lebih buruk. Pemeriksaan ANA lebih berarti pada ARJ
disbanding pada SLE. Kekerapannya lebih tinggi pada anak perempuan yang lebih muda
terutama pada tipe oligoartritis dengan komplikasi uveitis. Oleh karena itu pemeriksaan ANA
perlu dilakukan untuk mengetahui resiko setiap pasien ARJ terhdapat kemungkinan uveitis.
2. Pemeriksaan pencitraan dilakukan untuk mengetahui derjat kerusakan yang terjadi pada keadaan
klinis tertentu. Kelaianan radiologis pada sendi dapat berupa pembengkakan jaringan lunak
sekitar sendi, pelebaran ruang sendi, osteoporosis dan kelaianan yang agak jarang seperti formsi
tulang baru periostar. Pada tingkat lebih lanjut ( lebih dari 2 tahun) dapat terlihat erupsi tulang
dan penyempitan daerah tulang rawan. Ankilosis dapat ditemukan terutama daerah sendi, carpal
dan tarsal. Gambaran nekrosis aseptic jarang ditemukan walaupun dengan pengobatan steroid
dosis tinggi jangka panjang. Selain dengan foto radiologi biasa, kelainan tulang dan sendi dapat
pula dideteksi dengan skintigrafi.
TERAPI
Medikamentosa
1. Dasar pengobatan ARJ adalah supportif, bukan kuratip. Asam asetil salisilat adalah obat anti
inflamasi non steroid (AINS) terpenting untuk ARJ, bekerja dengan menekan proses inflamasi
dan terbukti aman untuk pemakaian jangka panjang. Dosis yang dipakai adalah 75-90
mg/kgbb/hari dalam 3-4 x pemberian. Asam asetil salisilat diberikan terus menerus sampai 1-2
tahun setelah gejala klinis menghilang.
2. Analgetik lain, asetaminofen walaupun bukan obat anti inflamasi dapat bermanfaat mengontrol
nyeri, dan demam terutama pada penyakit sistemik. Namun asetaminofen tidak boleh diberikan
jangka panjang karena menimbulkan kelainan ginjal. Sebagian besar AINS tidak boleh diberikan
pada anak. Naproksen merupakan AINS yang dapat diberikan pada anak dengan dosis 10-15
mgkgbb dibagi 2 dengan tujuan untuk mengontrol nyeri, kekakuan dan inflamasi pada anak yang
tidak responsive terhadap asam asetil salisilat atau sebagai pengobatan inisial.
3. Obat antireumatik kerja lambat terdiri dari obat-obat anti malaria (hidrosiklokloroquin, reparat
emas oral dan suntikan, penicilamin dan sulfasalazim). Obat golongan ini hanya diberikan untuk
poliartritis progresif yang tidak menunjukkan perbaikkan dengan AINS. Hidrosiklokloroquin
dapat bermanfaat sebagai obat tambahan untuk anak besar. Dosis awal 6-7 mg/kgbb/hari setelah 8
minggu diturunkan menjadi 5 mg/kgbb/hari. Bila setelah 6 bulan pengobatan tidak diperoleh
perbaikan, maka hidrosiklokloroquin harus dihentikan.
4. Kortikosteroid diberikan bila terdapat gejala penyakit sistemik, uveitis kronik, atau untuk
suntikan intraartikuler. Untuk gejala penyakit sistemik berat yang tidak terkontrol diberikan
prednisone 0,25-1 mg/kgbb/hari dengan dosis tunggal atau dosis terbagi pada keadaan yang lebih
berat. Jika tampak perbaikan klinis maka dosis diturunkan perlahan-lahan dan prednisone
dihentikan. Perlu diingat bahwa pemberian kortikosteroid, walaupun dengan dosis tinggi tidak
akan memperpendek aktivitas penyakit, mencegah komplikasi ekstraartikuler, atau mengubah
hasil akhir. Jadi lebih baik membatasi pemakaian kortikosteroid untuk menghindari efek toksis
obat tersebut. Perlu diingat kortikosteroid tidak diindikasikan pada semua jenis ARJ karena efek
ketergantungan yang besar dan sulit dilakukan penyapihan.
5. Imunosupresan diberikan dalam protocol eksperimental untuk keadaan berat yang dapat
mengancam kehidupan, walaupun beberapa pusat reumatologi sudah mulai memakainya dalam
protocol baku. Obat yang biasa dipakai adalah azathiprin, siklofosfamid, klrambucil, dan
metotreksad. Yang paling sering digunakan adalah metrotreksad dengan indikasi untuk poliartritis
berat atau gejala sistemik yang tidak membaik dengan AINS, hidroksiklokloroquin atau garam
emas. Dosis inisial 5 mg/m2/minggu dapat dinaikkan menjadi 10mg/m2/minggu bila respon tidak
adekuat setelah 8 minggu pemberian. Lama pengobatan 6 bulan dianggap adekuat.

Bedah
Tindakan bedah diperlukan untuk koreksi kecacatan sendi.

Suppotif
Edukasi pasien dan keluarga sangat penting untuk keberhasilan penyakit-penyakit ini. Pengenalan
dan tatalaksana dini kelainan ini penting untuk mencegah deformitas yang lebih luas. Pengertian tentang
penyakit ARJ pada keluarga dan lingkungannya sangat diperlukan untuk mencegah gangguan emosi pada
pasien.

Lain-lain (rujukan sub spesialis dan rujukan spesialis lainnya)


1. Rujukan ke spesialis rehabilitasi medic utnuk mencegah kekakuan dan kecacatan sendi
2. Rujukan ke ahli ortopedi
3. Konsultasi berkala ke spesialis mata (3 bulan sekali) untuk deteksi dini adanya uveitis
4. Rujukan ke psikiater untuk pencegahan atau pengobatan gangguan emosi akibat kronisitas
penyakit
5. Konsultasi ke subbagian lain bila ada keterlibatan organ lain

PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Selama pemberian asam salisilat perlu dilakukan pemantauan terjadinya gangguan
gastrointestinal, di samping pemantauan efektivitas pengobatan. Pemantauan aktivitas penyakit secara
laboratories dilakukan sesuai dengan pemeriksaan penunjang. Pemantauan efek samping obat perlu juga
dilakukan terhadap kortikosteroid, garam emas, dan imunosupresan.

Tumbuh kembang
Pemantauan terhadap perkembangan fisik dan mental dilakukan setiap bulan untuk deteksi dini
gangguan perkembangan akibat pengobatan dan penyakitnya sendiri.
RHINITIS ALERGI

PENGERTIAN :
Manifestasi letrgi pada hidung paling sering terjadi dibandingkan dengan organ lain karena fungsi
hidung sebagai penyaring vertical dan allergen hirup untuk melindungi saluran nafas bagian bawah.
Histamine merupakan mediator terpenting gejala alergi pada hidung, hal ini berbeda dengan saluran nafas
bagian bawah. Histamine bekerja langsung pada reseptor histamine seluler dan secara tidak langsung
melalui reflex yang berperan pada bersin dan sekresi.
Melalui system saraf otonom histamine menimbulkan gejala bersin dan gatal, terjadi vasodilatasi
dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan gejala hidung beringus encer. Newly formed
mediator adalah mediator yang dilepas setelah terlepasnya histamine, misalnya leukotrien (LTB4, LTC4),
prostaglandin PDG2 dan platelet activating factor ( PAF). Mediator ini menyebabkan gejala hidung
tersumbat (nasal blockade) meningkatnya sekresi kelenjar sehingga menimbulkan gejala beringus kental
(mucous rhinorea). Gejala rhinitis alergi fase lambat seperti hidung tersumbat, berkurangnya pembauan,
dan hiperreaktivitas diperankan oleh eosinofil.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF


Kelainan ini disebabkan oleh mediator, terutama histamine yang dilepaskan sel mast melalui
proses degranulasi akibat ikatan antara immunoglobulin E spesifik dengan allergen pada reaksi
hipersensitifitas tipe 1.mediator reaksi fase lambat, seperti leukotrien, juga berperan terutama pada rhinitis
persisten atau kronik. Oleh karena itu tindakan pencegahan yang paling penting adalah identifikasi dan
penghindari factor pencetus. Pengobatan dini dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi sinusitis
pada anak yang lebih besar.
Rhinitis alergi dibagi menjadi 2 yaitu rhinitis alergika intermitten yang timbul bila terpajan
dengan allergen dan gejala menghilang apabila tidak lagi terpajan dengan allergen. Sedangkan rhinitis
alergi persisten gejala terjadi sepanjang tahun dan allergennya susah diprediksi.

LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Riwayat atopi pada keluarga merupakan factor predisposisi rhinitis alergika pada anak. Untuk
menentukan pencetus, perlu dilakukan anamnesis yang teliti dan rinci. Anamnesis juga diarahkan
terhadap factor lingkungan seperti debu, tungau debu rumah (pada karpet, kain sofa, kasur kapuk, gorden,
boneka berbulu, dll) binatang periharaan, tumbuhan, sengatan binatang, serta factor makanan termasuk
zat warna, zat pengawet, obat-obatan, factor fisik seperti dingin, panas dan sebagainya.
Gejala rhinitis alergi yang merupakan manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe 1 fase lambat baru
timbul sampai 6 jam pasca pajanan allergen akibat reaksi inflamasi jaringan yang berkepanjangan. Gejala
rhinitis alergi umumnya baru ditemukan pada anak usia 4-6 tahun. Sesuai dengan factor patogenesisnya
maka gejala rhinitis alergi dapat berupa rasa gatal di hidung dan mata, bersin, sekresi hidung, hidung
tersumbat dan bernafas melalui mulut. Secret hidung dapat keluar melalui lubang hidung atau berupa post
nasal drip yang ditelan. Hidung tersumbat dapat terjadi bilateral, unilateral, atau bergantian. Gejala
bernafas melalui mulut sering terjadi pada malam hari yang dapat menimbulkan gejala tenggorokkan
kering, mendengkur, gangguan tidur serta rasa kelelahan pada siang hari.
Gejala lain dapat berupa suara sengau, gangguan pembauan dan pengecapan, dan gejala sinusitis.
Gejala kombinasi bersin, beringus, serta hidung tersumbat adalah gejala yang paling dirasakan
mengganggu dan menjengkelkan.

Pemeriksaan fisis
Anak yang menderita rhinitis alergi kronik dapat mempunyai bentuk wajah yang khas. Sering
didapatkan warna gelap serta bengkak di bawah mata. Bila terdapat gejala hidung tersumbat yang berat
pada anak, sering terlihat mulut selalu terbuka yang disebut sebagai adenoid face. Keadaan ini
memudahkan timbulnya gejala lengkung palatum yang tinggi, overbite serta maloklusi. Anak yang sering
menggosok hidung karena rasa gatal, menunjukkan tanda yang disebut alergik salute.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah tepi dapat menduga adanya infeksi sebagai factor pencetus. Pemeriksaan feses
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan peningkatan eosinofil dan IgE karena cacing.
Pemeriksaan hidung eosinofil total dan kadar IgE total dapat digunakan untuk menunjang adanya
atopi pada pasien.
Pemeriksaan apusan sekret hidung dilakukan untuk melihat adanya eosinofilia.
Pemeriksaan uji kulit terhadap alergen dilakukan untuk menentukan adanya atopi serta identifikasi
faktor pencetus .
Uji provokasi dilakukan terhadap makanan atau obat ( lihat SPM alergi makanan dan alergi obat).
Pemeriksaan IgE spesifik dilakukan bila uji kulit tidak dapat dilakukan ( ada kontra indikasi, tidak
bisa bebas dari penggunaan antihistamin).
Pemeriksaan pencitraan sinis dilakukan pada rinitis kronik pada anak usia 4 tahun ke atas untuk
melihat kemungkinan komplikasi sinusitis.
TERAPI
Medikamentosa
Pengobatan rinitis pada anak terutama dilakukan dengan menghindari alergen penyebab.
Antihistamin oral merupakan obat pilihan utama. Untuk rinitis intermiten cukup diberikan
antihistamin generasi I. Pada rinitis alergi yang memerlukan antihistamin jangka panjang digunakan
antihistamin generasi baru yang bersifat non sedatif dan mempunyai efek antiinflamasi.
Terapi topikal sulit diberikan pada anak yang tidak kooperatif.
Obat semprot hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator sel mast dapat diberikan pada anak
yang kooperatif. Obat ini biasanya diberikan 4 kali sehari dan sampai saat ini tidak dijumpai efek
samping. Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak dipertentangkan karena efek
sistemik pemakaian lama dan efek lokal obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping
setelah pemberian kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid topikal hidung dapat
diberikan setengah dosis dewasa, dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan
pada kasus rinitis alergi dengan keluhan hidung tersumbat yang mencolok. Pemberian
kortekosteriid sistemik tidak dianjurkan pada rinitis alergi pada anak. Demikian pula halnya
pemberian vasokonstriktor topikal dibawah usia 1 tahun karena batas antara dosis terapi dengan
dosis toksik yang sempit. Pada dosis toksik akan terjadi gangguan kordiovaskular dan sistem saraf
pusat. Dekongestan oral dapat diberikan dengan perhatian terhadap efek sentral.
Ipratropium bromida sebagai anikolinergik diberikan untuk rinitis alergi pada anak dengan keluhan
hidung beringus yang mencolok.
Imunoterapi pada anak diberikan secara selektif dengan tujuan pencegahan.

Bedah

Tindakan bedah dilakukan bila terdapat komplikasi sinisitis dengan gambaran radiologi air fluid
level.

Suportif

Selain menghindari alergen, dilakukan terapi suportif seperti optimalisasi suhu lingkungan dan
memperhatikan nutrisi yang seimbang sebagai pengganti diet terhadap beberapa jenis makanan
hiperalenergfik.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya dll)


Rujukan ke spesialis THT dilakukan apabila ditemukan gejala sinusitis dengan gambaran radiologi
air fluid level.
STANDARD
PELAYANAN MEDIS
KESEHATAN ANAK

ENDOKRINOLOGI
HIPOTIROID KONGENITAL
PENGERTIAN :

Hipotiroid kongenital yang dimaksud dalam SPM ini adalah hipotiroid kongenital sporadis.

INSIDENS :
Angka kejadian diberbagai negara bervariasi dengan kisaran antara 4000-6000 kelagiran hidup.
Hipoteroid kongenital merupakan salah satu penyebab retardasi mental yang dapat dihindari bila
ditemukan dan diobati sebelum usia 1 bulan.

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF


Hipotiroid kongenital endemik yang disebabkan defisiensi yodium menampakkan gejala klinis
pada bayi baru lahir atau anggota keluarga lainnya dan dapat disertai gangguan neurologis sejak lahir.
Sedangkan hipotiroid kongenital sporadis pada bayi baru lahir sering tidak menampakkan gejala, oleh
sebab itu skrining hipotiroid kongenital diberlakukan di beberapa negara untuk mencegah retardasi mental
dan fisik.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Tanpa adanya skrining pada bayi baru lahir, pasien sering datang terlambat dengan keluhan retardasi
perkembangan disertai dengan gagal tumbuh atau peraakan pendek. Pada beberapa kasus pasien datang
dengan keluhan pucat. Pada bayi baru lahir sampai usia 8 minggu keluhan tidak spesifik.
Perlu ditanyakan riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit ibu saat hamil, obat antitiroid yang
sedang diminum dengan terapi sinar.

Pemeriksaan fisis
Gejala hipoteroid yang dapat diamati adalah konstipasi, lidah besar, kulit kering, hernia umbilikal ,
dull face ubun-ubun besar lebar atau terlambat menutup, kutis marmorata, suara serak, dan bayi
kurang aktif.
Penampilan fisik sekilas seperti sindrom down, namun pada sindrom down bayi lebih aktif.
Pada saat ditemukan pasien pada umumnya tampak pucat.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH dilakukan untuk memastikan diagnosis; apabila ditemukan
kadar T4 rendah disertai TSH yang meningkat maka diagnosis sudah dapat ditegakkan.
Pemeriksaan lain yang perlu dilakuka adalah darah perifer lengkap.
Apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka bayi perlu diperiksa antibodi antitiroid. Kadar TBG
diperiksa bila ada dugaan defisiensi TBG yaitu bila dengan pengobatan hormon tiroid tidak ada
respon.

Pemeriksaan radiologis
Bone age
Untuk menentukan penyebabnya maka dilakukan pemeriksaan sintigrafi kelenjar tiroid.

TERAPI
Medikamentosa
Diberikan preparat L-tiroksin dengan dosis berdasarkan usia (lihat Tabel 1). Pengobatan
diberikan seumur hidup karena tubuh tidak mampu memproduksi kebutuhan tiroid sehingga prinsip terapi
adalah replacemen theraphy. Pandangan terkini menganjurkan pemberian dosis awal yang tinggi untuk
meningkatkan kadar hormon tiroksin dalam tubuh secepatnya. Dengan meningkatkan kadar tiroksin
didalam tubuh, hormon tersebut akan membantu proses meilinisasi susunan saraf pusat sehingga
perkembangan fungsi otak dapat dibantu. Prinsip ini terutama berlaku pada periode perkembangan otak
yang terjadi antara 0 sampai 3 tahun.

Bedah
Tidak ada tindakan bedah pada kasus ini. Kesalahan pembedahan pernah dilaporkan akibat pasien
disangka menderita penyakit hirschsprung.

Suportif
Selain pengobatan hormonal diperlukan beberapa pengobatan suportif lainnya. Anemia berat
diobati sesuai dengan protokol anemia berat. Rehabilitasi atau fisioterapi diperlukan untuk mengatasi
retardasi perkembangan motorik yang sudah terjadi. Penilaian IQ dilakukan menjelang usia sekolah untuk
mengetahui jenis sekolah yang dapat diikuti ( sekolah biasa atau luar biasa)

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis, dll)


Rehabilitasi medis, maka rujukan untuk mengetahui ada tidaknya gangguan pendengaran perlu
dilakukan. Kasus yang sejak awal meragukan sebaiknya dirujuk kepada ahli endokrinologi anak terdekat.

PEMANTAUAN (MONITORING)

Terapi

Dengan adanya kecenderungan untuk memberikan dosis tiroksin yang tinggi pada awal diagnosis,
maka kemungkinan terjadinya hipertiodism perlu diwaspadai. Pemeriksaan fungsi tiroid secara berkala
(setiap bulan apabila ada perubahan dosis terapi) akan membantu pemantauan efek samping ini. Apabila
fase perkembangan kritis otak sudah dilalui, pemantauan dapat dilakukan 3 bulan sekali dengan
memperhatikan tumbuhan linier, berat badan, pertumbuhan motorik dan bahasa, serta kemampuan
akademis untuk yang sudah bersekolah. Apabila terjadi regresi atau stagnasi perkembangan kepatuhan
pengobatan perlu diselidiki.

Tumbuh kembang

Hipotiroid kongenital sangat mengganggu tumbuh kembang anak apabila tidak terdiagnosis secara dini
atau pun bila pengobatan dilakukan tidak benar. Apabila hipotiroid diobati dini dengan dosis adekuat,
proses pertumbuhan linier pada sebagian kasus mengalami kejar tumbuh yang optimal sehingga mencapai
tinggi badan normal. Pengobatan yang dilakukan setelah usia 3 bulan akan mengakibatkan taraf IQ
subnormal atau rendah.
KETOASIDOSIS DIABETIK

PENGERTIAN :
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan kedaruratan pada diabetes melitus (DM) tipe I. Dengan
tata laksana yang adekuat, angka kematian dapat ditekan sampai 2%. Definisi KAD adalah adanya kadar
gula darah 300 mg/dl, ketonemia, dan asidosis (pH 7,32 dan kadar bikarbonat 15 mEq/L).

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF

KAD dapat dicegah dengan tata laksana DM yang baik. Edukasi pada pasien sangat penting

LANGKAH DIAGNOSTIK

Anamnesis

Kasus baru DM tipe 1 sering kali bermanifestasi sebagai KAD sehingga manifestasi DM yaitu
poliura, polidipsia, dan polifagia dapat ditemukan.
Gejala-gejala lain seperti asidosis dikeluhkan sebagai pernafasan cepat dan dalam (kussmaul)
dengan bau pernafasan aseton.
Ketonemia akan terlihat sebagia berat badan yang menurun akibat proses glikoneogenesis dan
glikolisis.
Dalam keadaan KAD berat (pH 7.1 dan kadar bikarbonat serum 10 mEq/L) pasien datang
berobat dalam keadaan syok dengan atau tanpa koma.
Pasien DM tipe 1 lama, sering disertai gejala tambahan seperti nyeri perut dan malaise.
Kita mewaspadai adanya KAD apabila kita temuka dehidrasi berat namun masih terjadi poliuria.
Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan gejala asidosis, dehidrasi sedang sampai berat dengan
atau tanpa syok, bahkan sampai koma.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang awal yang utama adalah kadar guladarah (300 mg/dl), urinalisis (
ketonuria), dan analisis gas darah (pH 7.3). Kadar elekrolit darah, keton darah, darah tepi lengkap, dan
fungsi ginjal diperiksa sebagai data dasar.
TERAPI

Dasar terapi adalah :

Terapi cairan
Insulin
Koreksi gangguan elektrolit
Penanganan infeksi
Medikamentosa

Terapi cairan

Prinsi-prinsip resusitasi cairan

1. Apabila terjadi syok, atasi syok terlebih dahulu dengan memberikan cairan NaCI 0,9%20 ml
dlam satu jam sampai syok teratasi.
2. Resusitasi cairan selanjutnya diberikan secara perlahan dalam 36-48 jam berdasarkan derajat
dehidrasi.
3. Selama keadaan belum stabil secara secara metabolik ( kadar bikarbonat natrium 15 mE/q/l,
gula darah 200 mg/dl,pH 7,3) maka pasien dipuaskan.
4. Perhitungan kebutuhan cairan resusitasi total sudah termasuk cairan untuk mengatasi syok.
5. Apabila ditemukan hipernatremia maka lama resusitasi diberikan secara 72 jam.
6. Jenis cairan resusitasi awal yang aigunakan adalah NaCI 0.9% Apabila kadar gula darah sudah
turun mencapai 250 mg/dl cairan diganti dengan dekstrosa 5% dalam NaCI 0,45% .
Terapi insulin

Prinsip-prinsip terapi insulin

1. Diberikan setelah syok teratasi dan resusitasi cairan dimulai.


2. Gunakan rapid (regular) insulin secara intravena dengan dosis insulin antara 0,05-0,1
U/kgBB/jam. Bolus insulin tidak perlu diberikan.
3. Penurunan kadar gula secara bertahap tidak lebih cepat dari 75-100 mg/dl/jam.
4. Insulin intravena dihentikan dan asupan per oral dimulai apabila secara metabolik sudah
stabil ( kadar biknat15mEq/L, gula darah 200 mg/dl, pH 7.3). sebelum insulin dihentikan
asupan per oral diberikan dengan menambah dosis insulin sebagai berikut:
o Untuk makan ringan dosis insulin digandakan 2 kali selama makan sampai 30 menit
setelah selesai.
o Untuk makan besar dosis insulin digandakan 3 kali selama makan sampai 60 menit
setelah selesai.
5. Selanjutnya insulin regular diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5-1 U/kgBB/hari dibagi
4 dosis atau untuk pasien lama dapat digunakan dosis sebelumnya.
6. Untuk terapi insulin selanjutnya dirujuk ke dokter ahli endokrinologi anak.
Koreksi elekrolit

1. Tentukan kadar natrium dengan menggunakan rumus :


Kadar Na terkoreksi = Na + 1.6 ( Kadar gula darah 100)

100

Nb : (Nilai gula darah dalam satuan mg/dL).

2. Pada hipernatremia gunakan cairan NaCI 0,45%


3. Kalium diberikan sejak awal resusitasi cairan kecuali pada anuria. Dosis K = 5 mEq/kgbb per
hari diberikan dengan kekuatan larutan 20-40mEq/L dengan kecepatan tidak lebih dari 0,5
mEq/kg/jam.
4. Asidosis metabolik tidak perlu dikoreksi.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya dll)

Pada kasus KAD berulang diperlukan tata laksana psikologis dan re-edukasi.

PEMANTAUAN (MONITORING)

Terapi

Pemantauan

Penanganan yang berhasil tidak terlepas dari pemantauan yang baik, meliputi, nadi, kecepatan
bernafas, tekanan darah, pemeriksaan neurologis, kadar gula darah, balans cairan, suhu badan. Keton urin
harus sampai negatif.

Pemantauan harus dicatat

Perhatikan adanya penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama terapi sebagai tanda awal edema
serebri. Jika terdapat kecurigaan adanya edema serebri berikan manitol dengan dosis 1-2 gram/kg
intravena tetesan cepat, karena keadaan tersebut merupakan kedarurutan medik.
PERAWAKAN PENDEK

PENGERTIAN :

Perawakan pendek atau short stature adalah tinggi badan yng berada dibawah persentil ke 3 atau
2SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi tersebur atau NCHS. Peraawakan pendek
dapat disebabkan karena berbagai kelainan endokrin maupun non endokrin. Penyebab terbanyak adalah
kelainan non-endokrin seperti penyakit infeksi kronik, gangguan nutrisi, kelainan gastrointestinal,
penyakiy jantung bawaan, dll. Pemantauan tinggi badan dibutuhkan untuk menilai normal tidaknya
pertumbuhan anak. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan diperlukan untuk pemberian terapi lebih
awal, sehingga memberikan hasil yang lebih baik.

LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF

Pengukuran tinggi badan harus dilakukan secara periodik, setiap bulan pada anak usia 0-12 bulan,
setiap 3 bulan pada usia 1-2 tahun, setiap 6 bulan pada usia 2-12 tahun, dan setiap tahun pada usia 12
tahun sampai akhir pubertas.

Interprestasi hasil pengukuran:

2SD dan 3SD, 80% Merupakan Varian normal. Bila tinggi badan kurang dari 3 SD pada
umumnya 80% patologis.
Penurunan kecepatan pertumbuhan anak antara umur 3 dan 12 tahun (memotong beberapa garis
persentil) harus dianggap patologis kecuali dibuktikan lain.
Berat badan menurun tinggi badan mempunyai diagnostik dalam menemtukan etiologi. Pada
kelainan endokrin umumny tidak mengganggu BB sehingga anak terlihat gemuk. Kelainan
sistemik umumya lebih mengganggu BB dari TB sehingga anak lebih terlihat kurus.

LANGKAH DIAGNOSTIK

Anamnesis

Riwayat kelahiran dan persalinan, tumbuh kembang, penyakit kronis dan obat-obatan, pendek
dalam keluarga, aspek psikososial, dan riwayat pubertas pada orang tua perlu ditanyakan.

Target height /mid parental height :

Laki-laki = {TB Ayah + ( TB Ibu + 13)}x


Perempuan ={TB Ibu + (TB Ayah 13)}x

Potensi tinggi genetik= target height 8,5 cm

Pemeriksaan fisis

Perhatikan proporsi tubuh, ada tidaknya stigmata sindrom/ tampilan dismorfik tertentu, kelainan
tulang
Pengukuran berat badan, tinggi badan, rentang lengan, tinggi, duduk, lingkar kepala
Pemeriksaan tingkat maturasi kelamin
Pemeriksaan fisis lain.
Pemeriksaan penunjang
Kriteria awal untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut (khusus) pada anak dengan perawakan
pendek

Tinggi badan dibawah persentil 3 atau 2SD


Kecepatan tumbuh dibawah persentil 25%
Prakiraan tinggi dewasa dibawah mid- parental height
Bone age terlambat
Pemeriksaan lanjutan

Fungsi tiroid
Analisis kromosom (hanya pada wanita)
Uji stimulasi/ provokasi untuk hormon pertumbuhan (harus dilakukan oleh dokter spesialis
endokrinologi anak) apabila fungsi tiroid dan analisis chromosom normal.

TERAPI
Medikamentosa

Anak dengan variasi normal perawakan pendek tidak memerlukan pengobatan, sedang dengan
kelainan patologis terapi sesuai dengan etiologinya. Variasi normal perawakan pendek tidak memerlukan
pengobatan yaitu :

1. Familial short stature


Tanda:

Pertumbuhan selalu dibawah persentil 3


Kecepatan pertumbuhan normal
Bone age normal
Tinggi badan kedua orang tua pendek
Tinggi akhir dibawah persenti 3
2. Constituonal delay of growth of puberty
Tanda :

Perlambatan pertumbuhan linier pada tiga tahun pertama kehidupan


Pertumbuhan linier normal atau hampir normal pada saat prapubertas dan selalu berada
dibawah persentil 3
Bone age terlambat (tetapi masih sesuai dengan height age)
Maturai seksual terlambat
Tinggi akhir pada umumnya normal
Pada umumnya terdapat riwayat pubertas terlambat dalam keluarga.
Untuk terapi hormon pertumbuhan

Sebelum terapi dimulai, kriteia anak dengan defisiensi hormon pertumbuhan harus terlebih
dahulu ditetapkan sebagai berikut

Tinggi badan dibawah persentil 3 atau 2SD


Kecepatan tumbuh dibawah persentil 25
Bone age terlambat > 2 tahun
Kadar GH < 7 ng/ml dengan 2 jenis uji provokasi
IGF I rendah
Tidak ada kelainan dismorfik, tulang dan sindrom tertentu
Disamping terapi untuk anak dengan defisiensi hormon pertumbuhan, hormon pertumbuhan
diberikan juga untuk anak dengan sindrom turner, anak dengan IUGR (intra uterine growth retardation),
gagal ginjal kronik, dan sindrom prader willi.

Hormon pertumbuhan diberikan secara subkutan dengan dosis 0,05U/kg/hari untuk difisiensi
hormon pertumbuhan dan 0,08 mg/kg/hari untuk sindrom Turner dan insufisiensi renal kronik

Hormon pertumbuhan diberikan 6 kali per minggu

Supportif

Nutrisi yang optimal

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya dll)

Konsultasi psikiatri atau psikologi bila ada gangguan makan.


PEMANTAUAN (MONITORING)

Terapi

Terapi hormon dihentikan bila lempeng epifisis telah menutup atau respon tetapi tidak ade kuat.
Ciri respon terapi yang tidak adekuat adalah pertambahan kecepatan pertumbuhan yang lebih kecil dari 2
cm per tahun.

Tumbuh Kembang

Apabila dijumpai kelainan perawakan pendek yang patologis harap dirujuk ke divisi
Endokrinologi anak karena pasti pertumbuhan akan terganggu.
HIPOGLIKEMIA

PENGERTIAN :

Hipoglikemia yang dimaksud pada SPM ini adalah hipoglikemia pada bayi dan anak. Disebut
hipoglikemia apabila kadar gula darah kurang dari 40 mg % (serum atau plasama lebih tinggi 10-15%).
Hipoglikemia dapat asimptomatik atau disertai gejala gangguan susunan syaraf pusat dan kardiopulmonal
yang berat. Pada BBLR, bayi prematur, makrosomia dan anak sakit berat yang secara klinis terdapat tanda
hipoglikemia, harus diperiksa terhadap kemungkinan hipoglikemia, khususnya apabila terdapat riwayat
masukan per oral kurang.

INSIDENS :

Insiden hipoglikemia simptomatik pada bayi baru lahir di Amerika bervariasi dari 1,3-3 per 1000
kelahiran hidup. Insiden meningkat pada bayi resiko tinggi. Prognosis tergantung penyebab dan terapi
dini. Keterlambatan terapi dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap khususnya pada bayi kecil
dan prematur. Hipoglikemia yang berlangsung lama atau berulang dapat berpengaruh besar terhadap
perkembangan dan fungsi otak. Apabila disertai hipoksemia dan iskemia, hipoglekimia dapat
menyebabkan kerusakan otak yang menetap.

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF

Glukosa merupakan bahan yang sangat penting untuk metabolisme neuron. Untuk mencegah
terjadinya komplikasi maka kadar glukosa darah harus berkisar 80-90 mg% (normal). Untuk upaya
preventif, maka pemeriksaan kadar gula darah harus segera dilakukan pada BBLR, bayi prematur,
asfiksia, makrosomia, anak sakit berat, dan apabila dijumpai tanda/gejala hipoglikemi.

LANGKAH DIAGNOSIS

Anamnesis

Ditanyakan ada tidaknya gejala hipoglikemia dan faktor-faktor pemicu timbulnya hipoglikemia
antara lain,

Ibu menderita Diabetes


Obesitas saat lahir mendukung ke arah hiperinsulinisme
Kolestasis dan mikropenis mendukung ke arah hipopituitarisme
Hepatomegali termasuk anamnesis atau pemeriksaan fisis seringkali akibat dari glycogen storage
disease atau defek glukoneogenesis
Miopati merupakan tanda defek fatty acid oxidation dan glycogen storage disease
Menum obat-obatan sebelumnya (misalnya etanol, salisilat, hipoglikemik oral)
Komponen dalam diet yang merupakan petunjuk adanya inborn error of metabolism antara lain pada
galaktosemia, penyakit maple syrup urine, dan intoleransi fruktosa.
Pemeriksaan Fisis

Pada hari pertama atau kedua setelah kelahiran, hipoglikemia mungkin asimptomatik, namun
apabila ada gejala akan didapatkan :

Sianosis
Apne
Distres respirasi
Malas minum
Kejang mioklonik
Wilting spells
Kejang
Somnolen, letargi, apatis
Temperatur subnormal
Berkeringat
Hipotonia
Manifestasi klinis pada anak :

Perhatian kurang
Strabismus
Letargi atau somnolen
Perubahan perilaku
Nyeri kepala
Kehilangan nafsu makan
Pucat
Keringat dingin
Kejang
Koma
Pemeriksaan Penunjang

Bilamana didapatkan gejala yang menyokong hipoglikemia, maka harus secepatnya diperiksa
kadar gula darah untuk memastikan. Apabila kadar gula darah rendah, maka untuk konfirmasi diagnosis
perlu diperiksa :

Kadar glukosa plasma


Pemeriksaan serum terhadap kadar insulin, C-peptida, kortisol, hormon pertumbuhan, beta-
hydroxybutyrate, laktat, dan asam lemak bebas.
Pemeriksaan urin pada saat yang sama untuk pemeriksaan asam arganik, keton, dan bahan preduksi
lain.
Bila terdapat indikasi, diperiksa kadar karnitin
Bila dibutuhkan pemeriksaan yang lebih akurat, maka dibutuhkan pemeriksaan formal gula darah
puasa (OGTT)
Pada keadaan hipoglikemia yang menetap, diberikan suntikan glukagon intravena (0,03 mg/kg).
Kenaikan glukosa plasma lebih dari 25 mg/dl sangat menyokong hiperinsulinisme. Satu jam setelah
diberikan glukagon dianjurkan untuk memeriksa kadar glukosa plasma, laktat dan kadar hormon
pertumbuhan. Untuk pendekatan diagnosis dianjurkan mengikuti algoritma.

TERAPI

Medikamentosa

Tujuan pengobatan adalah mengembalikan kadar gula darah menjadi normal dengan pemberian
glukosa secara adekuat, enteral maupun parenteral.
Bila tidak dapat diberikan glukosa per oral, berikan secara IV bolus glukosa 25 % 1-2 ml/kgBB
(dektrose 0,25-0,5 mg/kgBB), diikuti dengan glucose 10 % 3-5 ml/kgBB/jam (6-8 mg/kgBB/menit)
kemudian dilanjutkan dengan pemberian melalui pipa nasogatrik atau per oral setiap 3 jam bila sudah
sadar.
Bila kebutuhan glukosa > 10 mg/kgBB/menit, sesuai insulinoma, maka
- Tambahkan glukagon 5-10 ug/kgBB/jam
- Beri deksametason bila ada tanda edema otak
- Pengobatan kausal tergantung penyebab
Bedah

Terapi bedah dilakukan pada hiperinsulinisme.


Suportif

Oksigen
jaga kehangatan tubuh
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll)

divisi endokrinologi anak


bedah anak
patologi anatomi
Radiologi

PEMANTAUAN (MONITORING)

Terapi

Kadar gula darah secara periodik


Tumbuh Kembang

Pantau perkembangan kognitif


Perkembangan mental
KRIPTORKISMUS

PENGERTIAN :

Kriptorkismus atau undescended testis (UDT) merupakan kelainan bawaan genital yang sering
ditemukan pada anak laki-laki dengan angka kejadian 5,5 % pada bayi baru lahir, 1,4 % pada usia 3 bulan
dan 0,5-0,8 % pada anak usia 1 tahun. Sedangkan pada bayi prematur kejadiannya lebih tinggi kira-kira
30 % (Fernando, Current APP UDT, 2000). Insidens meningkat pada kasus defisiensi gonadotropin
seperti pada kasus sindrom Kalman, Prader Willi. Disamping itu kriptorkismus juga terdapat pada
beberapa sindrom dengan gangguan biosintesis testosteron. Di bagian IKA FKUI-RSCM selama 6 tahun
didapatkan 82 anak dengan kriptorkismus.

Sudah lama diketahui bahwa testis yang tidak berada pada tempat yang seharusnya akan
menggangngu spermatogenesis dan meningkatkan kemungkinan terjadinya torsi dan keganasan sehingga
keadaan ini harus mendapatkan perhatian yang seksama. Terdapat berbagai alasan mengapa testis yang
tidak pada tempatnya hatus diturunkan; alasan utama ialah agar tidak terjadi kerusakan pada tubulus
seminiferus yang berada di dalam testis maupun testis normal yang kontralateral sehingga akan
menyebabkan interfertilitas.

LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF

Untuk mencegah komplikasi perlu diagnosis dan tatalaksana dini. Hal ini dapat dicapai jika
kesadaran akan kelainan ini ditingkatkan, khususnya bagi dokter anak. Untuk itu perlu dilakukan
pemeriksaan rutin genitalia eksterna yang cermat pada setaip bayi baru lahir.

LANGKAH DIAGNOSTIK

Anamnesis

Orangtua mengeluh buah zakar tidak teraba atau kantung zakar terlihat rata
Riwayat kelahiran kurang bulan
Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan genitalia eksterna harus dilakukan dengan rutin dan teliti. Posisi terbaik adalah
posisi fog-leg, yaitu selain memeriksa buah zakar, harus diobservasi bentuk dan ukuran penis, serta
kelainan pada penis seperti hipospadia. Pemeriksaan genital harus mengeksklusi hipospadia ataupun
ambiguous genitalia. Adanya UDT bilateral dan hipospadia sering berkaitan dengan interseksualitas.

Ukuran dan lokasi testis harus dipastikan.

Dari berbagai pembagian posisi testis yang akan diajukan oleh berbagai peneliti, pada SPM ini
dipakai pembagian sebagai berikut :

Intra-abdominal
Inguinal
Preskrotal atau disebut juga sliding testis
Skrotal
Retraktil
Posisi testis diatas preskotral diklasifikasikan sebagai unde-scended tetis (kriptorkismus), lokasi
preskrotal sebagai sliding testis, sedangkan jika testis pernah teraba turun didasar skrotum disebut testis
retraktil

Testis retraktil : testis dapat berada diskrotum atau kanalis inguinalis dan masih mobil,
namun posisi testis pernah teraba diskrotum atau orang tua pernah meraba
testis diskrotum

Sliding testis : testis tidak pernah turun ke skrotum secara spontan, jika diturunkan testis
akan kembali lagi ke posisi preskrotal

Kriptorkismus : testis tidak terdapat didalam kantung skrotum

Bila testis tidak berada pada jalur penurunan testis yang seharusnya hal ini disebut sebagai
maldescent atau ectopic testis.

Pemerikasaan penunjang

Pada UDT bilateral, sebagai awal diagnosis dilakukan pemeriksaan FSH, LH dan testosteron,
kemudian diikuti dengan uji HCG (oleh dokter subspesialis endokrinologi anak)

Pencitraan dapat membantu diagnosis UDT, walaupun indikasinya tisak sering, dengan akurasi
sekitar 44 % untuk semua jenis pencitraan

Akhir-akhir ini peran USG agak diragukan, sehingga asosiasi dokter anak Amerika (AAP) tidak
merekomendasi USG untuk testis yang tidak teraba
MRI dapat menolong untuk menentukan lokalisasi testis intra abdominal, terutama pada anak besar.
Laparaskopi sekarang digunakan seabgai metode diagnosis testis yang tidak teraba. Teknik ini
cukup aman dan dapat mencari posisi impalpable gonad.

TERAPI

Medikamentosa

Terapi hormonal merupakan salah satu cara untuk menurunkan testis ke dalam skrotum dengan
menggunakan HCG, LHRH atau kombinasi keduanya. Terapi hormonal dapat segera dimulai setelah usia
6 bulan untuk kriptorkismus dan sliding tetis. Testis retraktil bukan merupakan indikasi untuk terapi
hormonal. Banyak protokol pengobatan hormonal UDT, sampai sekarang masih belum didapatkan cara
pemberian terapi yang seragam dengan menggunakan HCG. Berbagai peneliti mengajukan protokol
pengobatan yang berbeda.

Pengobatan dinyatakan berhasil apabila testis sudah berada di dalam skrotum. Evaluasi
pengobatan dilakukan selama pengobatan, pada akhir pengobatan, serta 1, 3, 6, dan 12 bulan kemudian.
Relaps setelah pengobatan cukup sering sehingga pemantauan setelah pengobatan sangat penting

Bedah

Pada usia 2 tahun diusahakan agar posisi testis sudah pada tempatnya. Jika pada umur diatas 2
tahun testis belum turun maka pasien diindikasikan untuk orkidopeksi. Orkidopeksi diindikasikan untuk :

Kegagalan terapi hormonal


Testis ektopik
UDT dengan hernia
UDT pada usia pubertas
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya dll)

Rujukan ke spesialis urologi dilakukan pada kegagalan terapi hormonal atau jika testis yang telah
turun tidak berkembang ukurannya.

PEMANTAUAN (MONITORING)

Komplikasi dan resiko jangka panjang yang berkaitan dengan UDT adalah :
Keganasan, Resiko keganasan pada UDT 35-48 kali dibandingkan dengan testis normal. Sekitar 10%
dari semua pasien tumor testis terjadi pada pasien UDT. Satu diantara 5 tumor tersebut terjadi pada testis
kontralateral yang normal
Gangguan fertilitas
Torsi testis
Hernia
STANDARD
PELAYANAN MEDIS
KESEHATAN ANAK

GASTRO - HEPATOLOGI
DIARE AKUT

PENGERTIAN :

Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan
berlangsung kurang dari 1 minggu, episode diare 4,5 per tahun. Kematian disebabkan karena dehidrasi.
Penyebab terbanyak pada usia 0-2 tahun adalah infeksi rotavirus. Diare menyebabkan gangguan gizi dan
kematian.

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF

Upaya ASI tetap diberikan


Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan
Kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban
Imunisasi campak
Memberikan makanan penyapihan yang benar.
Penyediaan air minum yang bersih
Selalu memasak makanan.

LANGKAH DIAGNOSTIK

Anamnesis

Sudah berapa lama diare berlangsung, berapa kali sehari, warna dan konsistensi tinja, lendir dan/atau
darah dalam tinja, adanya muntah, anak lemah, kesadaran menurun, rasa haus, rewel, kapan kencing
terakhir, suhu badan
Jumlah cairan yang masuk selama diare
Anak minum ASI atau susu formula, apakah anak makan makanan yang tidak biasa.
Apakah ada yang menderita diare di sekitarnya, dari mana sumber air minum.
Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisis harus diperhatikan tanda utama, yaitu kesadaran, rasa haus, turgor kulit
abdomen. Perhatikan juga tanda tambahan, yaitu ubun-ubun besar cekung atau tidaknya mukosa mulut,
bibir dan lidah. Jangan lupa menimbang berat badan. Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai dengan
kriteria berikut :
Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5 % berat badan)
- tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
- keadaan umum baik, sadar
- tanda vital dalam batas normal
- ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut dan bibir
basah
- turgor abdomen baik, bising usus normal
- akral hangat
- pasien dapat dirawat dirumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain (tidak mau
minum, muntah terus menerus, diare yang frekuen)
Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10 % berat badan)
- Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan
- Keadaan umum gelisah atau cengeng
- Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung air mata kurang, mukosa mulut dan
bibir sedikit kering
- Turgor kurang
- Akral hangat
- Pasien harus rawat inap
Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10 % berat badan)
- Apabila didapatkan dua tanda utama ditambah dengan dua atau lebih tanda tambahan
- Keadaan umum lemah, letargi atau koma
- Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada,
mikosa mulut dan bibir sangat kering
- Turgor buruk
- Akral dingin
- Pasien harus rawat inap
Pemeriksaan penunjang

Tinja

Mikroskopis : bau, warna, lendir, darah, konsistensi


Mikroskopis : eritrosit, lekosit, parasit
Kimia :pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
Biakan dan uji sensitivitas.
TERAPI

Medikamentosa

Tidak boleh diberikan obat anti diare


Antibiotik sesuai hasil pemeriksaan penunjang. Sebagai pilihan adalah kontrimoksazol, amoksisilin
dan atau sesuai hasil uji sensitivitas
Antiparasit : metronidazol
Cairan dan Elektrolit

Jenis Cairan :
Per Oral : cairan rumah tangga, oralit

Parenteral : ringer laktat, ringer asetat, larutan normal salin

Volume cairan disesuaikan derajat dehidrasi

Tanpa dehidrasi : cairan rumah tangga dan ASI diberikan semaunya, oralit diberikan sesuai usia
setiap kali buang air besar atau muntah dengan dosis :
- Kurang dari satu tahun : 50-100 cc
- 1-5 tahun : 100-200 cc
- lebih dari 5 tahun : semaunya
Dehidrasi tidak berat (ringan-sedang) ; rehidrasi dengan oralit 75 cc/kg/BB dalam 3 jam pertama
dilanjutkan pemberian kehilangan cairan yang sedang berlangsung sesuai umur seperti diatas setiap
kali buang air besar
Dehidrasi berat ; rehidrasi parenteral dengan cairan ringer laktat atau ringer asetat 100cc/kgBB. Cara
pemberian :
- Kurang dari 1 tahun 30 cc/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan 70 cc/kgBB dalam 5
jam berikutnya.
- Lebih dari 1 tahun : 30 cc/kgBB dalam jam pertama, dilanjutkan 70 cc/kgBB dalam
21/2 jam berikutnya.
Minum diberikan jika pasien sudah mau minum 5 cc/kgBB selama proses rehidrasi

Nutrisi

Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-dikit tapi sering (lebih kurang 6 kali sehari),
rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang
Hipernatremia (Na > 155 mEq/L), koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan pemberian
cairan dekstrosa 5% + salin. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 meq per hari karena bisa
menyebabkan edem otak

Hiponatremia (Na < 130 mEq/L), koreksi kadar Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan
dehidrasi yaitu memakai ringer laktat atau normal salin, atau dengan memakai rumus :

Kadar Na koreksi (mEq/L) =

125-kadar Na serum x 0.6 x berat badan ; diberikan dalam 24 jam

Hiperkalemia (K < 5 mEq/L), koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10 % 0.5-1 ml/kg
bb iv perlahan-lahan dalam 5-10 menit; sambil memantau detak jantung

Hipokalamia (K < 3,5 mEq/L), koreksi dilakukan menurut kadar K

Jika kadar K 2,5-3,5 mEq/L, diberikan 75 mEq/kg/BB per oral per hari dibagi tiga dosis.
Jika kadar K < 2.5 mEq/L : berikan secara drip intravena dengan dosis :
- 3.5 kadar K terukur x BB (kg) x 0.4 + 2 mEq/kgBB / 24 jam dalam 4 jam pertama
- 3.5 kadar K terukur x BB (kb) x 0.4 + 1/6 x 2 mEq x BB dalam 20 jam berikutnya.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya dll)

Jika diare berlanjut lebih dari satu minggu atau terdapat komplikasi infeksi saluran napas
(bronkopneumonia), sepsis, toksik megakolon, ileus, gangguan elektrolit dirujuk ke subspesialis terkait.

PEMANTAUAN (MONITORING)

Terapi

Setelah pemberian cairan rehidrasi harus dinilai ulang derajat dehidrasi, berat badan dan gejala
dan tanda dehidrasi. Jika masih dehidrasi maka dilakukan rehidrasi ualng sesuai dengan derajat
dehidrasinya. Jika setelah 3 hari pemberian antibiotik klinis dan laboratorium tidak ada perubahan maka
dipikirkan penggantian antibiotik dengan yang lain atau sesuai hasil uji sensetivitas.

Tumbuh Kembang

Timbang berat badan sebelum dan setelah rehidrasi, dua minggu setelah sembuh dan seterusnya
secara periodik sesuai umur. Jika anak mengalami gizi buruk maka dikelola sesuai dengan SPM gizi
buruk.
KONSTIPASI

PENGERTIAN :

Konstipasi adalah keterlambatan atau kesulitan buang air besar yang terjadi 1 sampai 2 kali per
minggu atau lebih dari 3 hari berturut-turut. Gejala ini dikeluhkan oleh kira-kira 3 % dari pasien yang
datang ke dokter spesialis anak atau 25 % pasien yang datang ke klinik gastroenterologi. Konstipasi
kronis menyebabkan kecemasan orang tua pasien. Di dalam istilah konstipasi juga dikenal soiling dan
encopresis. Soiling mempunyai arti terdapat bercak tinja di celana sedangkan encopresis mempunyai arti
buang air besar tanpa disadari. Penyebabnya didapat organik atau fungsional. Konstipasi (soiling) terjadi
pada 1,5 % anak umur 7 tahun, anak laki-laki 6 kali lebih sering dibandingkan anak perempuan.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF

Mengajarkan pola makan yang benar, mengandung cukup serat, pemberian cairan yang cukup,
dan melatih berdefekasi yang benar. Toilet training mulai diajarkan sejak usia 1 tahun dan dikatakan
gagal apabila pada usia 3 tahun anak belum dapat buang air besar dengan benar.

LANGKAH DIAGNOSIS

Anamnesis

Ditanyakan mengenai keluhan tentang kesulitan buang air besar (BAB) 2 kali atau lebih dalam satu
minggu (setiap mau BAB, anak terihat mengejan dengan muka yang merah dan disertai dengan rasa
nyeri). Apakah buang air besar sulit, terasa sakit, apakah disertai darah dan terasa nyeri perut (mulas).
Apakah ada riwayat memakan obat-obatan atau makan makanan tertentu
Apakah didapatkan demam, perut kembung, nafsu makan menurun, mual, muntah, berat badan yang
menurun, dan adanya gangguan pertumbuhan, dan apakah didapatkan diare berselang.
Ditanyakan mengenai masalah dalam keluarga.
Pemerikasaan fisik

Pemeriksaan abdomen : apakah teraba massa disebelah kiri bawah


Pemeriksaan eksternal : pada perineum dan derah perianal, apakah terdapat fisura ani. Pada
pemeriksaan colok dubur dirasakan tonus sfingter, ukuran rektum, jepitan rektum, dan apakah teraba
tinja yang mengeras di dalam rektum (skibala). Apakah trelihat adanya darah dan tinja pada sarung
tangan.
Pemeriksaan Penunjang

Darah perifer
Tinja rutin
Pemeriksaan kearah kelainan metabolik (hipotiroid, hipoparatiroid, diabetes insipidus)
Foto polos abdomen : terlihat adanya massa/skibala di daerah rektum
Pemeriksaan lain disesuaikan dengan kemungkinan penyebab

TERAPI

Tata laksana

Tahap 1

Melakukan modifikasi makanan dengan banyak makanan berserat


Banyak minum
Olah raga cukup
Toilet training
Tahap 2

Gunakan laksansia, untuk melunakkan tinja, dosis sesuai umur.

Tahap 3

Apabila terjadi konstipasi kronik, mohon di rujuk ke dokter subspesialis gastrohepatologi anak.

Bedah

Diperlukan pada kasus Hirschprung, striktura ani dan adanya kelainan orbagik.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)

Bila terjadi konstipasi kronik lebih dari 3 bulan, rujuk ke konsultan gastrohepatologi

PEMANTAUAN (MONITORING)

Tumbuh Kembang
Pada konstipasi kronik dapat dijumpai gagal tumbuh. Bila ditemukan gagal tumbuh pasien perlu
dirujuk ke konsultan gastrohepatologi dan gizi.
KOLESTASIS PADA BAYI

PENGERTIAN :

Kolestasis adalah semua kondisi yang menyebabkan terganggunya sekresi berbagai substansi
yang seharusnya dieksresikan ke dalam duodenum, sehingga menyebabkan tertahannya bahan-bahan atau
substansi tersebut didalam hati dan menimbulkan kerusakan hepatosit. Parameter yang paling banyak
digunakan adalah kadar bilirubin direkserum > 1,5 mg/dl atau 15 % dari bilirubin total.

Pada dasarnya, retensi asam empedu akan merusak membaran biologis tubuh. Retensi asam
empedu hidrofobik akan menyebabkan pengendapan asam empedu ini di membran sel sehingga
mengganggu membrane fluidity dan fungsinya. Kerusakan yang disebabkan asam empedu terhadap
membran hepatosit merupakan faktor utama timbulnya kolestasis. Di lain pihak, retensi kolesterol
menyebabkan peningkatan kolesterol di dalam membran sel sehingga mengurangi fungsi membran.
Kondisi ini akan memperberat kerusakan membran dan akhirnya menyebabkan kegagalan total sekresi
empedu.

Kolestasis secara klinis dibedakan atas koilestasis intrahepatik dan eksrtahepatik. Menghadapinya
bayi dengan kolestasis, pertama kali perlu disingkirkan kemungkinan bayi tersebut menderita kolestasis
eskrahepatik, terutama atresia bilier. Insidens atresia bilier 1 : 10.000-15.000 kelahiran hidup. Salah satu
faktor prognosis atresia bilier ditentukan saat dilakukan operasi kasai. Bila dilakukan operasi Kasai
sebelum usia 8 mnggu angka bebas ikterus dapat mencapai 80 %. Bila dioperasi setelah usia 12 minggu
angka bebas ikterus menurun menjadi sekitar 20 % karena umumnya sudah terjadi sirosis bilier yang
irreversible.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF

Ikterus fisologis sering ditemukan pada 2 mnggu pertama kehidupan. Ikterius ringan yang muncul
setelah 24 jam kehidupan dan menghilang sebelum usia 14 hari tidak memerlukan pemeriksaan dan
terapi. Ikterus karena ASI merupakan sebab ikterus melanjut yang tersering, tetapi penyebab lain perlu
disingkirakan. Walaupun demikian ASI tidak perlu dihentikan. Ikterus yang melanjut lebih dari 14 hari
perlu ditentukan apakah merupakan kolestasis (hiperbilirubinemia terkonjugasi) karena keadaan ini
memerlukan evaluasi dan terapi segera. Pada kasus kolestiasis ekstrahepatik seperti atersia bilier,
diagnosis dan terapi bedah akan mendapatkan hasil terbaik apabila dilakukan sebelum usia 8 mnggu.
LANGKAH DIAGNOSTIK

Anamnesis

Riwayat kehamilan dan kelahiran : infeksi pada saat kehamilan atau saat melahirkan, pertumbuhan
janin (kolestasis intrahepatik umumnya menyebabkan pertumbuhan janin yang agak terlambat)
Riwayat keluarga : hepatitis B, hepatitis C, hemokromatosis, penyakit Wilson, perkawinan antar
kelaurga
Risiko hepatitis virus, paparan terhadap toksin/obat-obatan
Warna urin
Tinja pucat/dempul
Pemeriksaan fisis

1. Kulit : ikterus, spider angiomata, eritema palmaris, edem


2. Abdomen
- Hepatomegali atau hati yang sudah mengecil, konsistensi hati kenyal atau sudah
mengeras, permukaan hati masih licin atau sudah berbenjol-benjol atau bernodul
- Splenomegali
- Vena koleteral, asites
3. Mata ikterik
4. Lain-lain : jari tabuh, arsiteksis, foetor hepaticus
Pemeriksaan penunjang

1. Darah perifer lengkap, gambaran darah perifer


2. Biokimia darah
- Bilirubin direk dan indirek serum
- ALT (SGPT), AST ( SGOT)
- Gamma glutamil transpeptidase (GGT)
- Alkali fosfatase
- Albumin
- Kolesterol, trigliserida
- Gula darah puasa
- Ureum, kretinin.
- Masa protrombin
- Asam empedu
3. Urin rutin (leukosit urin, bilirubin, urobilinogen, reduksi) dan biakan urin
4. tinja 3 porsi (dilihat feses akolik pada 3 periode dalam sehari)
5. Pemeriksaan etiologi : TORCH (toksoplasma, rubella, CMV, herpes simpleks), hepatitis virus,
skrining penyakit metabolik.
6. Pencitraan : Ultrasonografi dua fase (puasa 4-6 jam dan sesudah minum), untuk kasus tertentu
mungkin perlu pemeriksaan skintigrafi, CT scan, MRI, atau kolangiografi
7. Biopsi hati.

TERAPI

Medikamentosa

- Terapi operatif untuk kolestasis ekstrahepatik


- Terapi medikamentosa untuk kolestasis intrahepatik yang dapat diketahui penyebabnya.
Terapi Suportif

- Stimulasi aliran empedu : asam ursodeooksikolat 10-20 mg/kg berat badan 2-3 dosis
- Nutrisi diberikan untuk menunjang pertumbuhan optimal (kebutuhan kalori umumnya dapat
mencapai 130-150 % kebutuhan bayi normal ) dan mengandung lemak rantai sedang (medium
chain triglyceride MCT)
- Vitamin yang larut dalam lemak
1. A. 5000-25.000 IU
2. D : calcitriol 0,05-0,2 ug/kg/hari
3. E 25-200 IU/kgBB/hari
4. K1 2,5-5 mg, 2-7 x / minggu
- Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe
- Terapi komplikasi lain misalnya untuk hiperlipidemia/xantelasma diberikan obat HMG-
coAreductase inhibitor seperti kolestipol, simvastatin.
- Terapi untuk mengatasi pruritus :
Antihistamin : difenhidramin 5-10 mg/kg/hari, hidroksinin 2-5
mg/kg/hari
Rifampisin 10 mg/kg/hari
Kolestirahim 0,25-0,5 g/kg/hari
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll)

Konsultasi ke dokter konsultan subspesialis gastrohepatologi secepat mungkin diperlukan bila


dicuriagai penyebabnya kolestasis ekstrahepatik/atresia bilier (BAB dempul terus-menerus, bilirubin
meningkat progresif, alkali fosfatase 600-800 IU/I, gamma GT lebih dari 10 kali nilai normal). Untuk
kasus kolestasis secara umum yang tidak menunjukkan perbaikan pada usia 1 bulan atau bayi telah
berusia 1 bulan saat pertama kali datang perlu dirujuk ke konsultan gastrohepatologi

PEMANTAUAN (MONITORING)

Terapi

Keberhasilan terapi dilihat dari :

- Progresivitas secara klinis, seperti keadaan ikterus (berkurang, tetap, makin kuning), besarnya
hati, limpa, asites, vena kolateral.
- Pemeriksaan laboratoris, seperti kadar bilirubin direk dan indirek, ALT, AST, alakalim fosfatase,
gGT, albumin, dan uji koagulasi.
- Pencitraan kadang-kadan diperlukan untuk memantau adanya perbaikan atau perburukan.
Tumbuh Kembang

Pertumbuhan pasien dengan kolestasis intrahepatik menunjukkan perlambatan sejak awal. Pasien
dengan kolestasis ekstrahepatik umumnya akan tumbuh dengan baik pada awalnya tetapi kemudian akan
mengalami gangguan pertumbuhan sesuai dengan berlanjutnya penyakit. Pasien dengan kolestasis perlu
dipantau pertumbuhannya dengan membuat kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan bayi/anak.
HEPATITIS AKUT

PENGERTIAN :

Hepatitis adalah suatu keadaan hati yang mengalami inflamasi dan atau nekrosis. Pemicu
timbulnya proses inflamasi dapat berupa, infeksi, obat, toksin, atau kelainan autoimun maupun metabolik.
Hepatitis infeksi merupakan penyebab terbanyak hepatitis akut. Hepatitis infeksi dapat disebabkan oleh
virus, bakteri atau parasit. Virus hepatitis adalah penyebab terbanyak hepatitis infeksi. Hepatitis A
merupakan penyebab terbanyak hepatitis virus. Penyebab non virus kurang sering dijumpai tetapi perlu
dipikirkan sebagai diagnosis banding.

Hepatitis virus A merupakan suatau self limiting disease tetapi potensial untuk menimbulkan
dampak negatif epidemiologis dan klinis. Pada anak berusia kurang dari 5 tahun penyakitnya sering kali
asimtomatis tetapi mereka merupakan sumber penularan (melalui jalur fekal-oral) terhadap anak besar
dan orang dewasa. Hal ini menimbulkan dampak morbiditas dan mortalitas yang lebih besar. Meskipun
jarang (<1%) hepatitis visu A dapat menyebabkan hepatitis fulminan kolestasis yang memanjang

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF

Untuk mneurunkan angka kejadian infeksi virus hepatitis A, perlu dilakukan perbaikan sarana
sanitasi dan peningkatan pendidikan higiene perorangan. Pencegahan jg dapat dilakukan dengan cara
pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin) dan aktif (vaksinasi)

LANGKAH DIAGNOSTIK

Anamnesis

Gejala non spesifik (prodromal) ditandai dengan timbulnya anoreksia, mual, muntah dan demam.
Dalam beberapa hari sampai beberapa minggu timbul gejala ikterus, tinja pucat dan urin yang berwarna
gelap: kemudian gejala prodromal berkurang. Perlu diyanyakan adanya riwayat kontak dengan pasien
hepatitis sebelumnya dan riwayat pemakaian obat-obatan hepatotoksik.

Pemeriksaan fisis

- Keadaan umum sebagian besar tampak sakit ringan, suhu badan tidak tinggi, mata ikterik
- Hepatomegali ; ukur besar hati dalam sentimeter di bawah lengkung iga kanan dan dibawah
prosesus sifoidesus. Periksa nyeri tekan di daerah hati, selain itu perhatikan tepi, permukaan, dan
konsistensi hati.
- Splenomegali, ukur besar limpa dalam sentimeter
- Kulit ikterus, perdarahan kulit.
Pemeriksaan Penunjang

1. Darah tepi : dapat ditemukan pansitopenia (virus), eosinofilia (infestasi cacing), leukositosis
(infeksi bakteri)
2. Urin : bibilubin urin
3. Biokimia
- Bilirubin direk dan indirek
- ALT (SPGPT) dan AST (SGOT)
- Albumin, globulin
- Glukosa darah
- Koagulasi, waktu protrombin
4. Seromarker
- IgM antiHAV
- HbsAG
- IgM anti HBc
5. Apabila perlu dilakukan pemeriksaan langsung pada urin dan darah menggunakan dark field
microscoe, IgM anti leptospira, biakan urin untuk leptospira, biakan darah-empedu (Gal)
6. Ultrasonografi hati dan saluran empedu untuk mencari apakah terdapat kista duktus koledokus,
batu saluran empedu, gambaran kolesistisis, gambaran parenkim hati (homogen, inhomogen),
tepi hati dan besarnya limpa

TERAPI

Medikamentosa

Hepatitis virus mempunyai prognosis baik, pada umumnya sembuh sempurna. Setelah sembuh
sebagian besar pasien akan mendapatkan antibodi protektif yang menetap. Selama infeksi akut terapi
suportif berua pembatasan aktivitas, pemberian makanan, dan cairan yang adekuat sesuai umur. Hindari
pemberian obat-obatan yang bersifat hepatotoksik. Pada kasus kolestasis berjepanjangan dapat diberikan
vitamin yang larut dalam lemak dan terapi simtomatis untuk menghilangkan rasa gatal. Pada kasus
fulminan diperlukan traspalantasi hati.
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya dll)

Konsultasi kepada ahli gastrohepatologi diperlukan apabila :

- Timbul gejala-gejala fulminan, yaitu kesadaran menurun, gejala pendarahan, ALT dan AST lebih dari
1000 iu/I, serum bilirubin serum lebih dari 10 mg/dl, pemanjangan waktu protrombin lebih dari 20
detik dari nilai normal.
- Terjadi kolestasis yang berkepanjangan (lebih dari 30 hari)

PEMANTAUAN (MONITORING)

- Penilaian kesadaran apakah terdapat penurunan kesadaran.


- Suhu badan
- Derajat ikterus
- Besar hati, apakah terdapat pembesaran atau pengerutan hati
- Gejala perdarahan terutama dari saluran cerna
- Laboratorium, yaitu bilirubin direk, indirek, ALT dan AST, glukosa, albumin, waktu protrombin
diulang tiap 3-7 hari tergantung perkembangan penyakit.
MUNTAH PADA BAYI

PENGERTIAN :

Muntah adalah suatu gejala yang sangat terintegrasi yang terutama merupakan refleks somatik
terhadap berbagai macam rangsangan. Dengan kata lain, muntah adalah pengeluaran yang cepat dari isi
lambung melalui mulut. Muntah dapat diagi menjadi 3 fase yaitu nausea, recthing, dan emesis. Nausea
adalah sesnsasi psikis yang dipicu oleg rangsang viseral, labirin, atau emosional dan tidak selalu
meunyebabkan recthing atau emesis.

Recthing meliputi suatu urutan-urutan spasmodik dan berhentiunya gerakan nafas dengan
penutupan glotis pada saat dilakukannya usaha inspirasi oleh otot dada dan diagfragma, sehingga
menyebabkan tekanan intratorakal yang negatif terjadi bersamaan dengan kontraksi ekspiratori dari otot
perut. Recthing tidak selalu diikuti dengan emesis. Emesis terjadi pada akhir retching; pada emesis
terkumpul tenaga untuk kontraksi otot-otot abdomen disertai makin menurunnya diafragma,
menghasilkan keluarnya isi lambung melalui mulut.

Muntah perlu dibedakan dengan regurgitasi. Pada regurgitasi pengeluaran isi lambunng terjadi
tanpa usaha pengeluaran. Muntah pada bayi dapat terjadi secara normal, terjadi sesudah miunum dan
makan dan akan berkurang dengan bertambahnya usia. Kebanyakan defek konenital yang menyebabkan
obstruksi lambung atau usus halus proksimal bersifat asimtomatik segera setelah lahir. Contohnya adalah
antral web gaster, atresia usus kecil, pankreas anulare, dan malrotasi.

Pada dua bulan pertama kehidupan, penyebab utama muntah adalah stenosis pilorus hipertrofi
dengan gejala bayi selalu lapar, ingin minum terus, tetapi segera muntah setelah minum. Muntah bersifat
menyemprot (proyektil); pada keadaan ini dapat teraba masa epigatrik oval (sperti buah zaitun). Muntah
akan terjadi terus menerus (persisten), berbau asam, dan dapat bercampur cairan empedu karena adanya
refluks cairan duodenum ke dalam lambung.

LANGKAH PROMOTIF /PREVENTIF

Sebagai upaya pencegahan dapat diberikan minum/makan dalam jumlah sedikit tetapi lebih
sering. Kadang-kadang bayi perlu dipuasakan selama maksimum dua jam.
LANGKAH DIAGNOSIS

Anamnesis

- Riwayat kehamilan kelahiran, misalnya hidramnion, trauma kepala (tindakan saat persalinan, jatuh,
dll)
- Sejak kapan muntahnya, apakah sejak lahir atau baru terjadi?
- Bagaimana kenaikan berat badan?
- Deskripsi muntahan, apakah jumlah lebih banyak dari minum sebelumnya, berbau asam, bercampur
darah atau hitam seperti kopi, mengandung empedu atau mukus?
- Muntah proyelktil, dihubungkan dengan gangguan pilorus terutama stenosis pilorus, dapat pula
karena hernia hiatal dan hiperplasia adrenal
- Muntah malam hari, biasanya khas pada hernia hiatal
- Nyeri / kesakitan atau mengangis terus, mengkin esofagitis
- Perubahan posisi bayi mneyebabkan perubahan frekuensi dan berat ringannya muntah terjadi pada
hernia hiatal.
- Adakah gejala atopi, misalnya dermatitis atopi, ruam kulit.
- Adakah hiccups (cegukan)?
- Adanya gejala infeksi misalnya adanya demam, infeksi saluran nafas atas, infeksi saluran kemih,
sepsis
- Apakah ada keluhan lain, misalnya diare, kuning (ikterus), konstipasi?
- Riwayat pemberian minum, jumlah minum/makan.
- Apakah bayi kejang.
Pemeriksaan fisis

- Bagaimana kesadarannya?
- Apakah ada kelainan neurologis?
- Apakah terdapat dehidrasi?
- Apakah lingkar kepala normal ? Fontanel, ubun-ubun besar cembung atau cekung?
- Adakah kandidiasi?
- Apakah bayi ikterus?
- Apakah ada tanda infeksi saluran nafas atas?
- Apakah ada tanda-tanda gagal jantung?
- Abdomen apakah kembung, terlihat gerakan peristaltis, teraba massa, nyeri tekan? Lokasi ? Bising
usus meningkat/menurun? Hati teraba membesar?
- Apakah terdapat tanda infeksi saluran kemih, misalnya kemerahan di daerah muara uretra?
STANDARD
PELAYANAN MEDIS
KESEHATAN ANAK

HEMATO-ONKOLOGI
PENATALAKSANAAN THALASSEMIA BETA

PENGERTIAN :
Thalassemia beta merupakan kelainan genetik yang paling sering ditemukan di dunis.
Sebagai penyakit anemi hemolitik yang akan diderita selama hidup. Pnderita thalassemia berat
memerlukan transfusi darah seumur hidupnya. Berdasarkan berat ringannya secara klinis dibagi
menjadi thalassemia mayor ( berta ), thalassemia intermedia dan thalassemia minor ( ringan), ibu
hamil dan ibu menyusui.
TUJUAN :
Melaksanakan pelayanan ilmu kesehatan Anak yang komprehensip, cepat, tepat dan
akurat dan optimal.
KEBIJAKAN :
1. Pelayanan penderita rawat inap di Bangsal anak dan rawat inap lainnya.
2. Tenaga Pelayanan Kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak ( SPA ), perawat
dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Faktor Risiko / Predisposisi
Langkah preventif yang harus dikerjakan adalah konseling genetik pranikah, diagnosis
perinatal ( perental diagnosis ).
Gambaran Klinik
Tampak pucat. Anemia dengan segala akibatnya gangguan nafsu makan. Gangguan
tumbuh kembang, perut membesar karena pembesaran dari limpa dan hati. Keluhan ini timbul
biasanya sejak usia 6 bulan.
Pemeriksaan Fisik
Pasien nampak pucat, bentuk muka mongoloid atau facies colley , ikterus, gangguan
pertumbuhan, splenomegali dan atau hepatomegali
Penunjang
Hemoglobin ,MCV,MCHC, morfologi sel darah merah, retikulosit, fragmentasi, fragilitas
osmotik. Analisa hemoglobin terhadap kadar Hb F, Hb A2 dan elektroforesis hemoglobin, kadar
zat besi, saturasi transferin, dan serum feritin. X foto tulang menunjukan gambaran hair on end
apperence.
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik, HbF meningkat 10-90%, HBA Normal, atau rendah
atau sedikit meningkat.HB A2 yang meningkat menunjukkan adanya pembawa sifat thalassemia
beta.
Terapi
Medikamentosa
Kelasi besi ( desferoksamin ) diberikan setelah kadar zat feritin 1000 mg/I atau saturasi
feritin lebih dari 50 % atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoksamin diberikan dengan
cara subkutan melalui pompa inlzis dalam waktu minimal 10-12 jam dengan dosis 25 50
mg/kgbb/ hari minimal selama 5 hari berturut turut setiap selesai transfusi darah. Transduis
darah sesuai PRC bila kadar HB <7gr/I
Asam Askorbat : 100 mg / hari selama pemberian kelasi besi untuk meningkatkan efek
kelasi besi. Asam folat 2-5 mg/ hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat Vitamin E 200-
400 IU setiap hari sebagai anti oksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.
Bedah
Splenektomi dengan indikasi rujuk ke RS Tipe B
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak pasien dan menimbulkan
peningkatan tekanan intra abdoninal . serta bahaya adanya ruptur.
Hipersplenisme yang ditandai dengan adanya peningkatan kebutuhan transfusi
darah atau kebutuhan suspensi eritrosit melebihi 200-250 ml/kgBB dalam satu
tahun .
Lain lain : Konsultasi dengan sub bagian lainnya yang terkait mislanya
gastroenterologi, gizi , nutrisi dan metabolik, kardiologi, dll )
Pemantauan
Terapi
Lakukan pemeriksaan kadar feritin setiap 1- 3 bulan . Efek samping pemberian kelasi
besi : - nyeri perut, gatal gatal , sukar bernafas, nyeri kepala. Bila ini terjadi pemberian kelasi
besi dihentikan.
Prognosis
Pemantauan terhadap tumbuh kembang :
Penimbangan berat badan setiap bulan
Perubahan tingkah laku
Daya konsentrasi dan kemampuan belajar
Aktivitas motorik.

UNIT TERKAIT :
1. SMF Anak
2. IRNA
3. IPI/ICU
4. Laboratorium
5. Radiologi
6. Gizi
PENATALAKSANAAN ANEMIA KEKURANGAN BESI (AKB)

PENGERTIAN :
Anemia yang disebabkan kekurangan zat besi untuk sintesis hemoglobin.
INSIDENS :
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia & lebih dari 50% kasus ini adalah
AKB yang terutama mengenai bayi, anak sekolah, & ibu hamil & menyusui. Dindonesia AKB
masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vit A, dan yodium.
Penelitian diIndonesia mendapatkan prevalensi AKB pada anak balita sekitar 30-40% dan anak
sekolah 55,5% dan sebagian besar adalah AKB. AKB mempunyai dampak yang merugikan bagi
kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya
konsentrasi, serta penurunan kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi belajar
disekolah.
LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF
Upaya penanggulangan AKB diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu balita, anak usia
sekolah, ibu hamil, dan menyusui, wanita usia subur termasuk remaja putri dan pekerja wanita.
Upaya pencengahan efektif untuk menanggulangi AKB adalah pola hidup sehat dan upaya
pengendalian faktor penyebab dan predisposisi AKB berupa penyuluhan kesehatan, pemenuhan
aktif kebutuhan zat besi pada masa pertumbuhan cepat, pengobatan infeksi kronis/ berulang
pemberantasan penyakit cacing dan fortikasi besi.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
1. Riwayat faktor predisposisi dan etiologi
Kebutuhan yang meningkat secara fisilogis
Masa pertumbuhan cepat
Infeksi kronis
Menstruasi
Kurang besi yang diserap
Asupan besi dari makanan yang tidak adekuat
Malabsorpsi besi
Pendarahan
Pendarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitiis ulserativa)
2. Pucat, lemah, lesu, gejala pika
Pemeriksaan Fisis
Tampak pucat
Tidak disertai ikterus, organomegali, atau limfadenopati
Stomatitis angularis, atrofi papila lidah
Ditemukan bising jantung sistolik
Pemeriksaan penunjang
Hb, Ht, apus darah tepi, retikulosit, kadar besi serum dan TIBC (total iron binding
capacity), kadar ferittin dan kadar FEP.
TERAPI
Medikamentosa
Preparat besi (ferosulfat/ ferofumarat/ feroglukonat) dosi 4-6mg/ kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis
diberikan diantara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hb
normal
Asam askorbat 100mg/15mg besi elemental (untuk meningkatkan absorpsi besi).
Bedah
Penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti pendarahan karena divertikulum
meckel
Supportif
Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang bersumber
dari hewani (hati, limpa, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan)
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya dll)
Ke sub bagian terkait dengan etiologi dan komplikasi (Gizi, infeksi, pulmonologi, gastro-
hepatologi, dan Kardiologi)
PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Periksa kadar Hb setiap 2 minggu
Kepatuhan orangtua dalam memberi obat
Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gangguan gastrointestinal misalnya iare,
konstipasi, rasa terbakar diulu hati, nyeri abdomen, dan mual. Gejala lain dapat berupa
penwarnaan gigi yag bersifat sementara.
Tumbuh kembang
Penimbangan berat badan setiap bulan
Perubahan tingkah laku
Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan konsultasi ke ahli
psikologi
Aktivitas motorik
PENATALAKSANAAN IMMUNE THROMBOCYTOPENIC PURPURA
(ITP)

PENGERTIAN :
Yang disebut juga autoimmune trombocytopenic purpura, morbus Wilhof, atau purpura
hemorrhagica, merupakan kelainan pendarahan (bleeding disorder) pada anak usia 2- 4 thn,
dengan insidens 4-8 kasus per 100.000 anak per tahun. ITP terjadi akut dan biasanya sembuh
sendiri dalam 6 bulan. Jika ITP terjadi pada usia < 1tahun atau > 10tahun, kelainan ini cenderung
menjadi kronis dan dihubungkan dengan kelainan imun yang umum.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah infeksi bakteri atau virus, misalnya rubella,
rubeola, varisela atau selesai vaksianasi dengan virus hidup.
Riwayat pendarahan, gejala dan tipe pendarahan, lama pendarahan, dan riwayat sebelum
pendarahan
Riwayat pemberian obat-obatan misalnya heparin, sulfonamid, aspirin, kuinidin/ kuinin
Riwayat ibu menderita HIV, riwayat keluarga yang menderita trombositopenia, atau
kelainan hemaologi
Pemeriksaan Fisis
Perhatikan manifestasi pendarahan, tipe pendarahan termasuk pendarahan retina, beratnya
pendarahan
Perabaan hati, limpa, kelenjar getah bening
Adanya infeksi
Adanya gambaran dismorfik yang diduga sebagai kelainan kongenital termasuk kalinan
tulang, kehilangan pendengaran
Pemeriksaan penunjang
Morfologi eristrosit, leukosit, dan retikulosit, biasanya normal. Hb, indeks eritrosit dan
jumlah leukosit normal
Trombositopenia, besar trombosit normal atau lebih besar, masa pendarahan memanjang
Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang tidak perlu bila gambaran klinis dan lab klasik tapi
perlu dilakukan bila ditemukan limfadenopati, organomegali, anemia, atau kelainan jumlah
leukosit

TERAPI
ITP bersifat akut dan sembuh spontan, karena itu keputusan apakah perlu diberi
pengobatan masih diperdebatkan.
Medikamentosa
Beberapa kemungkinan pengobatan ITP pada anak
Imunoglobulin iv
Inisial dose 0,8gr/kgbb, 1 kali pemberian. Diulang dengan dosis sama jika jmlh rombosit <
30x 109/l pada hari ke-3 (72 jam setelah infus pertama). Pada pendarahan emergensi
0,8gr/kgbb, 1-2 kali pemberian bersama-sama dengan kortikosteroid dan tranfusi tombosit.
Pada ITP kronis: 0,4gr/kgbb/x setiap 2-8minggu
Kortikosteroid
4mg prednison/ kgbb/hari/ per oral atau iv selama 7 hari, kemudian tapering off dalam
periode 7 hari. Pada pendarahan emergensi 8-12 mg metilprednisolone / kgbb/iv atau 0,5-1
mg/kgbb dexamethason iv atau po, bersama-sama dengan IVIG atau transfusi trombosit
Antibodi anti-R (D)
10-25lg/kgbb/hari selama 2-5hari, iv dalam 50cc nacl 0,9% dan habis dalam 30 menit
Alfa interferon
3x 106 unit sc, 3 kali perminggu selama 4 minggu
Siklosporin
3-8mg/kgbb/ hari dibagi dalam 2-3 dosis
Azatioprin
50-300mg/m2 per os/hari selama >4 bln
PENATALAKSANAAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

PENGERTIAN :
Keadaan keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang didominasi oleh klon
maligna lifositik dan terjadi penyebaran sel-sel ganas tersebut kedarah dan semua organ tubuh.
INSIDENS :
Leukemia menempati 40% dari semua keganasan pada anak. Faktor resiko leukemia
terutama faktorkelianan kromosom, bahan kimia, radiasi, hormonal dan infeksi virus.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Anemia sering demam, pendarahan, berat badan turun , anoreksia, kelemahan umum
Ada keluahan pembesaran kelenjar getah bening dan perut
Pemeriksaan Fisis
Kulit anemis, tanda pendaraha, mukosa anemis, pendarahan ulserosa, angina ludwig
Pembesaran kelenjar limfe umum, plenomegali, kadang hepatomegali
Pada jantung terjadi kelainan sebgai akibat anemia
Infeksi pada paru, kulit dan tulang
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan apusan darah tepi didaptkan anemia normositik normokromik, kadang-
kadang ditemkan normoblas. Pada hitung jenis terdapat limfoblas. Jumlah limfoblas dapat
sampai 100%. Juga didaptkan trombositopneia, uji tourniquet positif dan waktu pendarahan
memanjang dan retikulositopenia.
Kepastian diagnostik dari pungsi sumsum tulang yang menunjukkan pendesakan
eritropoesisi, trombopoesis, dan granulpoesis. Sumsum tulang didominasi oleh limfoblas.
Kelainan imunologi dapat diperiksa dengan imunotyping. Kelainan kromosom diperiksa dengan
karyotying. Pemeriksaan lain adalah pencitraan foto thorax AP dan lateral untuk melihat infiltasi
mediastinal. Pungsi lumbal dilakukan untuk mengetahui adanya infiltrasi ke CSS.
TERAPI
Medikamentosa
1. Protol pengobatan (menurut IDAI) ada 2 macam, yaitu:
Protokol half dose methothrexate
Protokol Wijaya Kusuma
2. Pengobatan suportif
Bedah
Tidak dilakukan tindakan pembedahan pada leukemia limfoblastik akut
Supportif
Misalnya transfusi komponen dara, pemerian antibioik, nutirisi dan dukungan psiko-
sosial
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya dll)
Pemeriksaan kesehatan gigi, kecukupan gii, dan kestabilan psikologi kadang memerlukan
keahlian spesialis lainnya.
PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Pada minggu 6-8 terapi terjadi remisi diikuti konsolidasi dan rumat samapi 2 tahun.
Komlikasi terapi dalah alopsia, depresi sumsum tulang dengan agranulositosis. Sepsis
merupakan komplikasi selama engobatan sitotatika. Pemberian koritkosteroid dapat
menyebabkan perubahan perilaku, misalnya mudah marah dan nafsu makan yang
berlebihan.
Tumbuh kembang
Pasien secepatnya kembali masuk sekolah. Dalam jangka panjang perlu diobservasi fngi
hormonal dan tumbuh kembang anak.
HEMOFILIA A

PENGERTIAN :
Hemofilia adalah suatu penyakit herediter yang disebabkan karena kelainan gen factor
VIII yang mengakibatkan rendahnya kadar serta aktivitas factor VIII, yang selanjutnya
menyebabkan perdarahan yang terjadi sulit berhenti. Hemofilia A merupakan bentuk yang paling
sering dijumpai (80-85% hemophilia A, 15-20% hemophilia B).
INSIDENS :
Prevalensinya adalah 1:10.000 kelahiran bayi laki-laki. Derajat beratnya sangat
tergantung pada kadar factor VIII dalam tubuh. Tersedianya fasilitas seperti darah segar,
kriopresipitat, dan factor VIII menyebabkan prognosis menjadi lebih baik.
LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF
Anak yang menderita hemophilia membutuhkan darah atau produk darah selama
hidupnya. Penanganan di Negara maju berbeda dengan Negara berkembang. Di Negara maju
perawatan pasien hemophilia ditanggulangi oleh sebuah tim yang merupakan staf pusat
hemophilia. Tim inilah yang melakukan pendekatan dari sisi biologis, social, dan kebutuhan
lainnya sehingga pasien mampu hidup wajar. Untuk mencegah timbulnya penyakit ini
seyogyanya dilakukan konseling perkawinan.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Keluhan penyakit hemophilia A ini dapat timbul:
Saat lahir, biasanya terjadi perdarahan lewat tali pusat
Pada anak yang lebih besar terdapat perdarahan sendi sebagai akibat jatuh pada saat berjalan,
riwayat timbulnya biru-biru bila terbentur (perdarahan abnormal).

Pemeriksaan fisis
Ditemukan perdarahan berupa
- Hematom di kepala atau tungkai bawah/ atas
- Hemartrosis
- Sering dijumpai perdarahan interstisial yang akan menyebabkan atrofi otot, pergerakan akan
terganggu dan terjadi kontraktur sendi. Sendi yang paling terkena adalah siku, lutut, pergelangan
kaki, paha dan sendi bahu.

Pemeriksaan penunjang
- Masa pembekuan
- Partial thromboplastin time test (PTT), activated partial thromboplastin time test (APTT)
- Pemeriksaan factor VIII

TERAPI
Medikamentosa
Prinsip penatalaksanaan hemophilia A adalah:
1. Tindakan saat perdarahan :
a. Bahan-bahan bukan darah
DDAVP (Desmopresin) 0,3 ug/kgBB
Tranexamic acid 10 mg/kgBB
b. Faktor VIII
Kriopresipitat (dosis lihat lampiran)
Plasma segar beku, 15 ml/kgBB dengan interval 8-12 jam
Konsentrat factor VIII
2. Pengobatan pencegahan: factor VIII 25-50 U/kgBB
3. Analgetik: Paracetamol saja atau kombinasi dengan kodein dapat diberikan. Hindari pemberian
salisilat
4. Fisioterapi, dimulai bila rasa nyeri sudah hilang dan perdarahan dapat diatasi.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya dll)


Bila sudah terjadi komplikasi hemartrosis kronis dengan kontraktur sendi, pasien dirujuk
ke ahli bedah ortoped.
PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Efek samping terapi :
- Hepatitis B dan hepatitis C dapat terjadi karena transmisi virus melalui produk darah. Dianjurkan
pemeriksaan fungsi hati setiap 6 bulan.
- Monitor kemungkinan infeksi HIV dan kelainan imunologi.
- Pembentukan inhibitor terhadap factor VIII terjadi pada 5-10% pasien hemophilia A yang
mendapat terapi factor VIII.

Tumbuh Kembang
Gangguan tumbuh kembang akan terjadi bila terdapat komplikasi kontraktur sendi. Hal
ini dapat dicegah dengan penanganan secara komprehensif oleh tim yang terdiri dari dokter anak,
dokter gigi, ahli bedah ortopedi, ahli jiwa, dan ahli patologi klinik.
NEUROBLASTOMA

PENGERTIAN :
Neuroblastoma merupakan kanker intracranial yang paling sering ditemukan pada anak.
Kanker ini berasal dari sistem saraf simpatis derivate dari neural crest.
INSIDENS :
Angka kejadian sekitar 1,1 per 10.000 anak di bawah 15 tahun. Di RSCM Jakarta dan RS
Sutomo Surabaya neuroblastoma menempati urutan ketiga setelah limfoma dan retinoblastoma.
Deteksi dini penting agar prognosis dan survival menjadi lebih baik.
LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF
Neuroblastoma sering terjadi pada bayi, karena itu di Negara maju telah dilakukan
skrinning dengan pemeriksaan metabolit katekolamin dalam urin. Karena 80% tumor primer
berasal dari rongga abdomen maka pemeriksaan USG abdomen perlu dilakukan pada
setiappembesaran perut pada anak.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Perut yang membesar merupakan keluhan yang paling sering ditemukan, di samping
berat badan yang menurun. Mata yang menonjol dengan ekimosis periorbital juga merupakan
keluhan yang perlu ditanyakan. Keluhan lain adalah nyeri tulang, anoreksia dan pucat.
Pemeriksaan fisis
Gejala dan tanda tergantung pada lokasi tumor primer dan penyebarannya. Pada
pemeriksaan fisik sering ditemukan adanya pembesaran perut. Pada penyebaran limfogenik akan
ditemukan pembesaran kelenjar getah bening dan bila terjadi penyebaran hematogenik ke
sumsum tulang, tulang, dan hati akan ditemukan pucat, perdarahan, nyeri tulang dan
hepatomegali. Tumor yang berasal dari ganglia dimpatis paraspinal dapat menimbulkan
kompresi spinal dan bila tumor menyebar ke daerah leher akan terjadi sindrom Horner (miosis,
ptosis, dan anhidrosis unilateral). Ekimosis periorbital dan proptosis sering disebabkan karena
infiltrasi retrobulbar dan orbital.
Pemeriksaan penunjang
- USG abdomen, CT scan untuk mencari tumor primer dan penyebarannya
- Biopsi sumsum tulang untuk mencari penyebaran
- VMA (vanylil mandelic acid), HVA (homo vanilic acid) dalam urin
- Diagnosis pasti dengan pemeriksaan histopatologis.

Terapi
Terapi neuroblastoma terdiri dari :
1. Operasi pengangkatan tumor
2. Kemoterapi
3. Radioterapi

Terapi tergantung dari usia pasien, lokasi tumor dan stadium penyakit, antara lain:
Stadium 1 : operasi pengangkatan tumor
Stadium 2 : operasi pengangkatan tumor + kemoterapi adjuvan.
Stadium 3 & 4 : kemoterapi, operasi dan radioterapi

Kemoterapi yang sering digunakan adalah kombinasi antara: vinkristin, siklofosfamid,


doksorubisin, karboplatin, dan etoposid.
PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Pemantauan terhadap efek samping kemoterapi yaitu terhadap sumsum tulang, fungsi
hepar, fungsi ginjal, jantung dan system saraf perifer perlu dilakukan secara berkala baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang.
STANDARD
PELAYANAN MEDIS
KESEHATAN ANAK

KARDIOLOGI
DEFEK SEPTUM VENTRIKEL

PENGERTIAN :
Defek septum ventrikel (DSV) merupakan salah satu jenis penyakit jantung bawaan yang paling
sering ditemukan. Penyakit jantung bawaa ini sering ditemukan seagai defek sendiri (20%) atau dapat
merupakan bagian dari kompleks PJB (Penyakit Jantung Bawaan); seperti TF (tentralogi Fallot) dan
transposisi arteri besar. DSV merupakan lesi yang paling sering ditemukan pada sindrom kelainan
kromosom.
Secara anatomis DSV diklasifikasikan sesuai dengan letak defeknya yaitu : (1). DSV
diklasifikasikan sesuai dengan letak defeknya yaitu (1). DSV perimembraneus (80%) biasanya meluas ke
muskular, inlet, atau outlet, (2). Outlet 5-7%), (3). Inlet (5-8%) posterior dan inferior defek
perimbemraneus, (4). Muskular (5-20%), tipe sentral, apikal, marginal, dan Swiss cheese.
Berdasarkan fisiologi, klasifikasi DSV adalah sebagai berikut : 1) DSV defek kecil dega resistensi
vaskular paru normal, 2) DSV defek sedang dengan resistensi vaskular paru normal, 2) DSV defek besar
dengan peningkatan resistensi vaskular paru ringan sampai sedang, 4) DSV besar dengan resistensi
vaskular paru tinggi.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
1. DSV kecil umumnya menimbulkan gejala yang ringan, atau tidak ada gejala (asimptomatik).
Umumnya pasien dirujuk karena ditemukannya bising jantung (murmur) secara kebetulan. Anak
tampak sehat. Pada auskultasi S1 dan S2 normal, teraba thrill, bising pasistolik derajat IV / 6
dengan pungtum maksimum di S1 3-4 pada aris parasternal kiri.
2. DSV efek sedang dapat menimbulkan gejala yang ringan berupa takipea dan takikardi ringan.
Bayi dapat/ sering mengalami kesulitan minum dan makan, dan sering mengalami infeksi saluran
nafas bagia atas. Pada pemeriksaanfisik ditemukan takipnea, retraksi interkostal atau suprasternal.
Bising pansistolik intensitas keras di S1 3-4 parasternalis kiri. Bising mid-diastolik sering
ditemukan di apeks.
3. DSV defek besar, gejala timbul setelah 3-4 minggu. Terlihat gejala da tanda gagal jantung. Bayi
mengalami takikardi, takipne, hepatomegali. Pasien tampak sesak, biru, gagal tumbuh, banyak
keringat dan sering mengalami infeksi nafas berulang. Bising pansistolik bernada rendah dan
tidak terlokalisasi.
Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi (EKG)
Pada DSV kecil, gabaran EKG normal. Kadang-kadang ditemukan gelombang S yang sedikit dalam
diantara prekordinasi atau peningkatan ringan gelombang R di V5 da V6.
Pada DSV sedang terdapat hipertrofi ventrikel kiri atau kanan dan deviasi sumbu ke kiri.
2. Foto toraks
Tidak spesifik. Pada defek kecil, ukuran jantung normal dengan corakan vaskular paru normal.
Pada DSV sedang terdapat kardiomegali dan peningkatan corakan vaskular paru dan tampak
segmen pulmonal menonjol.
Pada DSV besar, terdapat kardiomegali, peningkata corakan vaskular paru dan hipertrofi
ventrikel kanan.
3. Ekokardiografi
Pemeriksaan meliputi M-mode, 2 dimensi, doppler dan doppler berwarna; dapat ditentukan besar
defek, arah piradimensi ruang jantung serta fngsi ventrikel.
4. Kateterisasi
Pemeriksaan ini dilakukan pada DSV sedang dan besar untuk menilai besarnya pirau dari kiri dan
kanan (QP/ QS) yang berguna untuk menentukan indikasi operasi.
Perjalanan Alamiah
1. Penutupan spontan terjadi pada 30-40 % pasien DSV membranus da muskular pada usia 6 bulan,
paling sering terjadi pada DSV defek kecil.
2. Gagal jantung terjadi pada defek DSV yang besar, biasanya pada usia 6-8 minggu
3. penyakit obstruksi vaskular paru dapat terjadi pada usia 6-12 bulan pada DSV besar.
4. Pada beberapa bayi dengan DSV besar dapat terjadi stenosis infundibular
5. Jarang terjadi infeksi endokarditis.

TERAPI
Medikamentosa
1. DSV kecil tanpa gejala tidak perlu terapi
2. Pada gagal jantung diberikan digoksin 0,01 mg/kg/hari dan diuretik selama 2-4 bulan untuk
melihat apakah gagal tumbuhmengalami perbaikan. Pemberian makanan berkalori tinggi
dilakukan dengan frekuensi sering secara oral / enteral (viaNGT). Perbaikan anemia dengan
preparat besi.
3. Menjaga kbersihan mulut dan pemberian atibiotic profilaksis terhadap infektif endokarditis.
4. Penutupan DSV dengan menggunakan umbrella device (amplatzar septal occluder).
Pembedahan
Indikasi dan waktu pembedahan
Pada bayi dengan DVS besar yang mengalami ggal jantung serta retardasi pertumbuhan,
dan kegagalan terapi medikamentosa, dilakukan operasi pada usia 6 bulan.
Setelah usia 1 tahun, degan QP / QS 2 : 1
Bayi dengan tanda hipertensi pulmonal tanpa gagal jantung atau gagal tumbuh harus
dilakukan kateterisasi pada usia 6-12 bulan dan dilakukan operasi segera setelah
katetarisasi.
Bayi yang lebih besar dari DSV besar dan tanda hpertensi pulmonal harus segera
dioperasi.
DUKTUS ARTERIOUSUS PERSISTEN

PENGERTIAN :
Duktus arteriosus persisten (DAP) adalah suatu kelainan yang ditandai dengan tetap terbukanya
duktus yang menghubungkan arteri pulmonalis kiri dan aorta desenden setelah bayi lahir. Pada bayi
cukup bulan, penutupan duktus secara fungsional terjadi 12 jam setelah bayi lahir dan secara lengkap
dalam 2 sampai 3 minggu. DAP mencakup 5 % sampai 10% penyakit jatung bawaan, dengan jumlah
pasien perempuan lebih banyak dari laki-laki (3:1). Insiden makin bertambah dengan berkurangnya masa
gestasi.
Gangguan penutupan duktus pada bayi cukup bulan disebabkan adanya kelainan struktur otot
pulos duktus sedangkan pada bayi prematur disebabkan oleh penurunan responsitivitas duktus terhadap
oksigen, dan peran relaksasi atif dari prostalandin E2 (PGE2) dan prostasiklin (PGI2). Berbeda halnya
dengan bayi prematur, penutupan DAP pada bayi cukup bulan sagat jarang terjadi. Penyulit yang sering
terjadi adalah gagal jantung kongestif, pneumonia berulang, penyakit obstruktif paru endokarditis
bakterial subakut.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Gambaran klinis tergantung besarnya pirau kiri dan kanan pada duktus. Bila ukuran DAP kecil,
biasanya asimtomatik, sedangkan DAP besar sering memberikan gejala sesak, kesulitan minum, berat
badan sulit naik, infeksi saluran nafas bawah berulang, atelektasis, dan ggal jantung kongestif.
Pemeriksaan Fisis
DAP kecil tidak memberi gejala. Tekanan dara dan nadi normal, hanya pada pemeriksaan auskultasi
terdengar bising kontinu di daerah subklavia kiri.
Pada DAP sedang, gejala timbul pada usia 2-5 bulan berupa kesulitan makan dan infeksi saluran
nafas berulang, tetapi berat badan masih dalam batas normal.
DEFEK SEPTUM ATRIUM

PENGERTIAN :
Setiap defek pada septum atrium, selain pate foramen ovale, disebut defek septum atrium (DSA).
Secara anatomis, terdapat tiga tipe DSA yaitu : defek sekundem, defek primum, dan defek tipe sinus
venosus. DSA mencakup lebih kurang 10 % penyakit jantung bawaan. DSA tipe sekundem merupakan
bentuk kelaiman terbanyak (50% sampai 70%), diikuti tipe primum (30%) dan sinus veosus (10%).
Sebagian besar DSA terjadi secara familial, sebagai akibat kelainan genetik atau mutasi genetik
pada kromososm 5p. Pirau melalui DSA ditentukan oleh komplaiens relatif dari kedua ventrikel dan
bukan dari besarya defek. Umumnya komplaies ventrikel kanan lebih baik dari pada ventrikel kiri,
menyebabkan resistensi atrium kanan pada saat pengisian lebih rendah sehingga aliran pirau terjadi dari
kiri dan kanan.
Pada defek kurang dari 3 mm yang didiagnosis sebelum usia 3 bulan, penutupan secara spontan
terjado pada 100% pasien pada usia 1 tahun. Defek 3 sampai 8 mm menutup pada usia 1 tahun pada
80 % pasien, dan defek lebih besar dari 8 mm jarang menutup spontan.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Sebagia besar bayi dan anak asimtomatik. Bila pirau cukup besar, maka pasien mengalami sesak napas,
infeksi parau berulang, dan berat badan sedikit kurang.
Pemeriksaan Fisis
Anak tampak kurus, berat badan kurang dari persentil ke 10.
Pada auskultasi, S2 melebar dan menetap pada saat inspirasi maupun ekspirasi disertai
bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal. Pada pirau kiri dan kanan yang besar dapat
terdengar bising diastolik pada tepi kiri sternum bagian bawah.
Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi : deviasi sumbu QRS ke kanan (+ 90) sampai dengan 1800), hipertrofi vetrikel
kanan, blok cabang berkas karena (RBBB) dengan pola rsR pada V1.
2. Foto toraks : kardiomegali dengan pembesara atrium kanan dan ventrikel kanan. Arteri
pulmonalis tampak menonjol diserta tada peningkata vaskular paru.
3. Ekokardiografi dapat menentukan lokasi dan besarnya defek dimensi atrium kanan vertikel kanan
da dilatasi arteri pulmonalis. Dengan dopler dapat dilihat pola aliran pirau.
TERAPI
Medikamentosa
Pada DSA yang disertai gagal jantung, diberikan digitalis atau inotropik yang sesuai dan
diuretik.
Profilaksis terhadap subakut bakterial endokarditis diberikan bila ada tanda prolaps katup
mitral.
Penutupan tanpa pembedahan
Dilakukan dengan pemasangan device (Clamshell, atrial septal defect occluder system) melalui
traskateter; hanya dilakukan pada DSA tipe sekundem.
Penutupan dengan pembedahan
Dilakukan apabila bentuk anatomis DSA tidak memungkinkan untuk dilakukan pemasangan device.
Pada DSA dengan aliran pirau kecil, penutupan defek dengan atau tanpa pembedahan
dapat ditunda sampai usia 5-8 tahun, hipertensi dilakukan bila tidak terjadi penutupan secara spontan.
Pada bayi dengan aliran pirau besar, pembedahan dilakukan segera bila gagal jantung
kogestif yang terjadi tidak memberi respon memadai dengan terapi medikamentosa.
Tindakan intervensi penutupan defek hanya dilakukan bila hipertensi pulmonal belum
terjadi. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal , hanya diberikan terapi konservatif.
Pada pirau DAP besar: takikardia dan dipsnea tampak sejak minggu pertama kehidupan.
Bila telah terjadi penyakit obstruktif paru maka aliran akan berbalik, dari kanan menuju ke kiri , dan akan
memberikan gejala siamosis pada setengah tubuh bagian bawah (differential cyanosis). Sering dijumpai
hiperaktivitas prekordium, thrill sistolik pada bagian kiri atas tepi sternum, dan tekanan nadi yang lebar
dan kuat.
Pemeriksaan penunjang
1. Elektrodakardiografi; Pada DAP kecil dan sedang, EKG dapat normal atau menunjukkan tanda
LVH, sedangkan pada DAP besar dapat menunjukkan tanda LVH dan RVH.
2. Foto toraks; Pada DAP kecil, foto toraks masih normal, sedang sampa besar akan tampak
kardiomegali, pembesaran atrium kiri, ventrikel kiri dan aorta asenden, dan tanda peningkatan
vaskular paru.
3. Ekokardiografi; dapat mengukur bsarnya duktus, dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri.
Medikamentosa
1. Pada neonatus prematur ataupun cukup bulan dapat dicoba pemberian indometasin dengan dosis
pertama 0,2 mg/kgBB.
Dua dosis berkutnya diberikan tergantung usia pertam kali dosis pertma diberikan. Bila
pemberian pertama dilakukan pada saat uia kurang dari 48 jam, dua dosii berikutnya adalah
sebesar 0,10 mg/kgBB;dan bila lebih dari 7 hari; 0,25 mg/kg BB. Total ketiga dosis tersebut
diberikan dengan jarak 12-24 jam. Efek maksimal dapat diharapkan apabila pemberian dilakukan
sebelim bayi berusia10 hari.
2. Pada DAP sedang atau besar yang disertai gagal jantung, diberikan digitalis atau inotropik yang
sesuai dan diuretika.
3. Profilaksis terhadap endokarditas bakterial subakut bila ada Indikasi.
Penutupan tanpa Pembedahan
Dilakukan bila duktus tidak menutup secara spontan dengan medikamentosa. Penutupan dengan
pemasangan device (umbrella, coil atau Amplatzer ductul occulder) melalui transkateter.
Penutupan dengan pembedahan
Dilakukan apabila terdapat bentuk anatomis DAP tidak memungkinkan untuk dilakukan pemasangan
device.
Pada bayi tanpa gagal jantumg , tindakan intrvensi dapat ditunda sampai mencapai berat badan
dan usia ideal.
Pada pasien anak/dewasa , bila belum terjadi hipertensi pilmonal, maka langsung dilakukan
tindakan intervensi penutupan duktus.
Penitupan duktus tidak dikerjakan apabila telah terjadi hipertensi pulmonal; pada keadaan ini
hanya dilkukan tindakan konservatif saja
TETRALOGI FALLOT

PENGERTIAN :
Tetralogi Fallot (TF) merupakan penyakit jantung bawan sianotik yang terdiri dari empat kelainan
yaitu DSV besar, penyempitan jalan keluar venrikel kanan, hipertrofi ventrikel kanan, dan overriding
aorta. Pada dasarnya hanya dua kelainan yang dibituhkan yaitu VSD yang ukup besar yang membuat
tekanan ventrikel kanan dan kiri sama dan jalan kekuar ventrikel menyempit.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Dapat terdengar bising jantung pada waktu lahir
Biru sejak lahir atau kemidian sesudah lahir. Sesak waktu braktifitas, squatting, hipiksik spell
yang berkembang kemudian walaupun bayi menunjukkan gejala sianosis yang ringan sebelimnya.
Bayi dengan TF yang asianotik bisa tidak menunjkkan gejal atau dapat menunjukkan gagal jntung
pada DSV besar dengan pirau dari kiri ke kanan.
Pasien dengan atresia pulmonal mengalami sianisis segera setelah lahir.
Pemeriksaan Fisis
Sianosis dengan derajat yan gbervariasi, nafas cepat, jari tabuh
Tampak Rvtap sepanjang tepi sternum dan tgrill sistolk pada bagian atas dan tengah tepi sternum
kiri.
Klik ejeksi yang bersal dari aorta dapat terdengar. Suara jantung 11 (S2) biasanya tnggal,
keras.Terdengar bising ejeksi sistolik (grade 3-5/6) pada bagian atas dan tengah tepi sternum kiri.
Pada tipe asianotik, dijumpai bising sistolik yang panjang.
Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi; right axis deviation (RAD)(+120-+ 150 derajat) pada TF sianotik. Pada
bentuk yang asianotik aksis bisa normal. Terdapat pembesaran ventrikel kanan dengan pola strain
tidak lazim. Pada TF asianotik terdapat pembesaran kedua ventrikel yang dapat disertai
pembesaran atrium kanan.
2. Foto toraks
a. TF sianotik
Besar jantung bisa normal atau lebih kecil dari normal dan corakan paru menurun.Pada
TF dengan atresis pulmonal, dapat ditemukan lapangan paru yang hitam (black).
Segmen AP utama ceking dan apex upturned (boot-shaped)
Pembesaran atrium kanan dan arkus aorta kanan.
b. TF asianotik
Gambaran radiologi tidak dapat dibedakan dengan gambaran VSD kecil sampa sedang.
Ekokardiografi: 2D dan Doppler
VSD perimembran infundibular besar dengan overriding aorta dapat dilihat dengan
pandangan parasternal long axis
Anatomi jalan kekuar ventrikel kanan, katup pulmonal. Anulus pulmonal dan AP utama
beserta cabang-cabangnya dapat dilihat dengan pandangan short axis.
Pressure gradient melalui obstruksi dapat dinilai dengan Doppler. Kelainan arteri koroner
dapat dinilai dengan eko, juga kelainan yang berhubungan misalnya DSA, persistent left
superior vena cava.

TERAPI
Medikamentosa
Terapi spell. Orangtua harus dapat mengenali spell dan mengetahui apa yang semestinya dikerjakan.
Bayi diangkat dan diposisikan dalam posisi knee chest
Morfin sulfat 0,2 mg/kg secara subkutan atau intra muscular
Oksigen
Atasi asidosis dengan NaHCO3 1 meq/kgBB intravena. Dosis yang sama dapat diulang 15 menit
kemudian.
- Propranolol oral 0,5-1,5 mg/kg setiap 6 jam untuk mencegah spell
- Dilatasi dengan balon pada katup pulmonal
- Kebersihan mulut dan gigi dan pemberian antibiotik profilaksis untuk endokarditis
bakterialis subakut
- Deteksi anemia defisiensi besi dan pemberian preparat besi.
Pembedahan
1. Prosedur shunt paliatif
Indikasi :
- Neonatus dengan TF-PA
- Bayi dengan hipoplastik anulus pulmonal yang memerlukan patch transanulus
- Anak dengan hipoplastik Pas
- Bayi < 3 bulan dengan sianosis berat
- Bayi < 3 bulan dengan spell yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
Bedah Konvensional
Indikasi :
1. Bayi dengan sianosis ringan; dilakukan koreksi total 1-2 tahun sesudah shunt
2. Pada anak asimtomatik dan asianotik koreksi dilakukan pada usia 1-2 tahun
3. Pada aak yang asimtomatik denga anomali arteri koroner, koreksi dilakukan pada usia 3-4 tahun.
GAGAL JANTUNG PADA BAYI DAN ANAK

PENGERTIAN :
Gagal jantung pada bayi dan anak adalah suatu sindrom klinis yang ditandai oleh ketidak
mampuan miokardium memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi pertumbuhan. Gagal jantung
dapat disebabkan oleh penyakit jantung bawaan maupun didapat yang menimbulkan beban volume
(preload) atau beban tekanan (after load) yang berlebih atau insufisiesi miokard. Penyebab lain adalah
takikardi supraventrikular, blok jantung komplit, anemia berat, dan korpulmonale akut.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Sesak napas
Bayi mengalami kesulitan minum
Bayi mengalami Bengkak pada kelopak mata / sacrum
Anak mengalami bengkak pada tungkai
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada kasus kronis
Penurua toleransi latihan
Keringat berlebihan di dahi
Manifestasi klinis
Tanda gangguan miokard
1. Takikarda : lalu jantung > 160/ menit pada bayi dan > 100 / menit pada aak (saat diam). Jika laju
jantung > 200 / menit, perlu dicurigai adanya takikarda supravetrikuler.
2. Kardimegali pada pemeriksaan fisis atau foto anak
3. peningkatan tonus simpatis : berkeringat, gangguan pertumbuhan
4. irama derap (gallop)
Pemeriksaan Fisis
Tanda kongesti vena paru (gagal jantung kiri)
1. Takipne
2. Sesak napas, terutama saat aktivitas
3. Ortopne
4. Mengi atau ronki
5. Batuk
Tanda kongesti vena sistemik (gagal jantung kanan) :
1. Hepatomegali ; kenyal dan tepi tumpal
2. Peningkatan tekanan vena jugularis
3. Edema perifer
Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks
EKG
Ekokardiografi
Elektrolit
Analisa gas darah
Darah rutin

TERAPI
Tujuan Penatalaksanaan :
1. Menghilangkan faktor penyebab (ligasi untuk PDA)
2. Menghilangkan faktor Pencetus
3. (Penangana infeksi / demam)
4. Mengatasi gagal jantung
Penatalaksanaan Umum
1. Oksigen
2. Tirah baring, posisi setengah duduk. Sedasi kadang diperlukan : luminal 2-3 mg/kgBB/dosis tiap
8 jam selama < 0,5 g/hari
3. Koreksi gangguan keseimbagan asam basa dan elektrolit
4. Restriksi garam jangan terlalu ketat, pada anak garam < 0,5 g/hari
5. Timbang berat badan tiap hari
6. hilangkan faktor yang memperberat, atasi demam, aemia, infeksi jika ada.
Obat
Inotropik
Digoxin
lakukan EKG sebelum pemberian digoxin
jika mungkin periksa kadar K karena pada hipokalemi digoxin dapat memberikan efek toksis.
Digoxin dapat diberikan secara intravena dengan dosis 75 % dosis oral.
Pemberian IM tidak dianjurkan.
Digitalisasi diberikan dengan cara :
- dosis awal dosis digitalisasi total ;
- 8 jam kemudian dosis digitalisasi total, sisanya 8 jam kemudian
- dosis rumatan diberikan 12 jam setelah dosis digitalisasi selesai.
Pada kasus gagal jantung ringan ; langsung dosis rumat
Tanda-tanda intoksikasi digitalis
Pemanjangan PR interval pada EKG
Sinus bradikardi atau blok pada sinoartrial
Supraventrikular takikardi
Venticular arrhytmias
Dopamin
Inotropik dengan efek vasodilatasi renal dan takikardia.
Dosis 5-10 Ug/kg BB/ menit secara IV drip
Dobutamin
Inotropik tanpa efek vasodilatasi renal maupun takikardia
Dosis 5-8 g/kg BB/menit secara IV drip.
Dobutamin dan dobutamin dapat diberi bersamaan dalam dosis rendah.
Diuretik
Furosemid
Dosis : 1-2 mg/ kg BB/ hari
Dapat menimbulkan hipokalemi.
Spironolakton
Dosis : 1-3 mg/kg BB
Bersifat menahan kalium
Obat yang menurunkan afterload
Captopril
Captopril biasanya diberikan pada gagal jantung akibat beban volume, kardiomiopati, insufisiensi
mitral atau aorta berat, pirau dari kiri ke kanan yang besar.
Dosis 0,3-0,6 mg/kg BB/ hari dibagi 2-3 dosis
Menyebabkan retensi kalium
Dianjurkan untuk tidak diberikan bersamaan dengan diuretik yang bersifat penahan kalium
(spiroolaktron).
Bedah
Tergantung etiologi
Suportif
Perbaikan penyakit penyerta
SERANGAN SIANOTIK (CYANOTIC SPELLS)

PENGERTIAN :
Serangan sianotik merupakan suatu keadaan kegawatan yang sering ditemukan pada bayi dan
anak yang menderita penyakit jantung bawaa sianotik. Kelainan ini biasanya terjadi pada bayi usia 2-4
bulan namun tidak jarang ditemukan lebih awal pada umur 6-12 bulan. Oleh karena keadaan ini sangat
berbahaya dan dapat berakibat fatal maka diperlukan pengenalan klinis dan tatalaksana yang cepat da
tepat.
Serangan sianotik disebaban oleh spasme infundibulum pada ventrikel kanan pada Tetralogi
Fallot sehingga peningkata pirau kanan ke kiri da terjadi asidosis metabolik. Oleh karena itu perubahan
keseimbangan vaskular bed sirkulasi pulmonal da sistematik dianggap merupakan salah satu sebab
terjadinya serangan ini.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Gejala dan tanda klinis
Ana rewel dan gelisah, menangis lama
Sianosis bertambah
Sesak napas (cepat dan dalam)
Bising jantung melemah
Pada keadaan serangan yang berat dapat menyebaban kesadaran menurun da kejang, gangguan
serebrovaskular, atau kematian.

TATA LAKSANA
Tata laksana serangan sianotik terutama ditujukan untuk memutuskan mata rantai patofisiologi serangan
sianotik.
1. posisi lutut ke dada (knee-chest position)
posisi ini akan meningkatkan aliran darah ke paru karena peningkatan afterload aorta akibat
penekanan arteri femoralis.
2. Morphine-sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB s.c.i.m.i.v untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi
takipne. Pemberian awal akan lebih mudah melalui s.c (subcutaneous)
3. Berikan bikarbonat-natrikus 1 mEq/kgBB i.v untuk mengatasi asidosis metabolik
4. Oksigen dapat diberikan, namun tidak banyak berpengaruh oleh karena masalah utamanya bukan
kekurangan oksigen tetapi menurunnya aliran dara ke paru.
5. Propranolol 0,01-0,25 mg/kgBB i.v diberikan perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung
sehingga dapat mengatasi spell.
Langkah selanjutnya setelah spell dapa diatasi adalah :
1. Medikal
Propranolol oral 2-4 mg/kg BB/hari untuk mencegah timbulnya seragan ulangan sementara
menunggu terapi bedah.
Deteksi dan terapi anemia relatif
Hindari dehidrasi dan jaga kesehatan mulut untuk mencegah endokarditis.
2. Bedah
Tindakan edah paliatif (Blalock-Taussiq shunt) dilakukan pada bayi kecil untuk memperbaiki
sirkulasi pulmonal. Setelah pembuluh darah arteri cukup setelah beberapa waktu maka dilakukan
tindakan bedah defenitif.
DEMAM REMATIK AKUT

PENGERTIAN :
Demam rematik merupakan penyakit vaskularkolagen multisistem yang terjadi setelah infeksi
streptokokus grup A pada individu yang mempunyai faktor predisposisi. Keterlibatan kardiovaskular pada
penyakit ini ditandai oleh inflamasi edokardium da miokardium melalui suatu proses autoimmune yang
menyebabka kerusakan jaringan. Insiden tertinggi ditemukan pada aak berumur 5-15 tahun.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Manifestasi klinis demam rematik akut (DRA) didahului dengan infeksi tenggorokan akut
(faringitis akut) sekitar 3 minggu sebelum timbul gejala. Manifestasi klinis dapat dikelompokka menjadi
criteria major (5), kriteria minor (4) dan bukti didahului oleh infeksi kuman streptokokus.
Kriteria diagnosis DRA berdasarkan Kriteria Jones Revisi 1992) ditegakkan bila ditemukan 2
kriteria mayor atau kriteria mayor + 2 kriteria minor ditambah dengan bukti infeksi streptokokus Grup A
tenggorok positif peningkatan titer antibodi streptokokus.
Kriteria Major
1. Poliartritis
Ditemukan pada 70 % kasus
Mengenai sendi besar : lutut, mata kaki, siku da pergelangan tangan
Sering melibatkan > 1 sendi bersamaan atau bergantia atau berpindah pindah (poliartritis
migrans)
Terdapat tanda radang pada sendi yang terkena (bengkak panas, merah, nyeri)
Sangat responsif terhadap salisilat
2. Karditis
Ditemukan pada 50 % kasus
Karditis akut ditandai dega takikardia dan bising akibat valvulitis
Miokarditis berat yang menyebabkan kardiomegali dan gangguan kontraktilitas miokard pada
ekokardiogram.
Perikarditis (friction rub, efusi pericardium, nyeri dada)
3. Eritema marginatum
Ditemukan pada kurang dari 10 % kasus
Bercak kemerahan yang berbatas tegas
Tidak gatal dan tidak pernah di wajah
Terutama pada beban dan anggota gera proksimal bagian dalam
4. Nodul subkutan
Ditemukan pada 2-10 % kasus, terutama pada kekambuhan
Merupakan nodul yang keras, tidak nyeri, tidak gatal dengan diameter 0,2-2 cm
Biasanya simetris pada daerah esktensor sendi, sepanjang tulang belakang, dan berlangsung
beberapa minggu
5. Korea Syndeham
Ditemukan pada 15 % kasus, terutama pada anak perempuan sebelum puber
Dimulai dengan emosi yang labil dan perubahan kepribadian
Gerakan spontan tidak terkontrol, disertai kelemahan otot, da bicara cadel
Disfungsi ganglia basalis da komponen neuron korteks

Kriteria Minor
Demam dan arthralgia : manifestasi klinis yang ditemukan pula pada banyak penyakit lain.
Demam terjadi pada fase awal demam rematik yang tidak diobati.
Peningkatan LED dan C-Reactive protein hampir selalu ditemukan pada karditas.
Pemanjangan interval PR dapat pula terjadi pada penyakit inflamasi lain.
Catatan
Keadaan berikut ini merupakan perkecualian pemakaian kriteria Jones;
1. Korea dapat terjadi sebagai satu-satunya manifestasi klinis demam rematik
2. indolent carditis dapat merupakan satu-satunya manifestasi klinis pada pasien yang datang
beberapa bulan setelah onset demam rematik
3. Seringkali pasien yang mengalami kekambuhan (recurreence) tidak memenuhi kriteria Jones
Klasifikasi derajat penyakit (berhubungan dengan tata laksana)
1. Artritis tanpa karditis
2. Artritis + karditis, tanpa kardiomegali
3. Artritis + kardiomegali
4. Artritis + kardiomegali + gagal jantung

TATA LAKSANA
Tata laksana komprehensif pada pasien dengan demam rematik meliputi :
1. Pengobatan manifestasi akut, pencegahan kekambuhan (rekurensi) dan pencegahan
endokarditis pada kasus dengan kelainan katup.
2. Bila gejala klinis dan riwayat penyakit mengarah pada demam rematik akut maka segera
periksa ASTO, CRP, LED, tenggorok dan darah tepi legkap. Untuk memastikan keterlibatan
jantung maka diperlukan pemeriksaan ekokardiogram
3. Diberikan antibiotik untuk eradikasi streptokokus (penisilin atau eritromisin 40 mg/kgBB/hati
selama 10 hari bagi anak dengan alergi penisilin
4. Tirah baring (bed rest) bervariasi tergantung berat ringannnya penyakit. LED merupakan
indikator penting masih adanya demam rematik aktif. Aktivitas anak dapat dimulai setelah
LED kembali normal.
5. Terapi antiinflamasi harus segera dimulai setelah diagnosis demam rematik ditegakkan
Bila hanya ditemukan artritis, diberikan aspirin 100mg/kgBB/hari sampai 2 minggu
kemudian dosis diturunkan selama 2-3 minggu berikutnya.
Pada keadaan karditis ringan sampai sedang diberikan Aspirin dosis 90-100
mg/kgBB/hari terbagi dalam 4-6 dosis selama 4-8 minggu tergantung respon klinis. Bila
ada perbaikan, maka dosis diturunkan bertahap selama 4-6 minggu berikutnya.
Predison 2 mg/kgBB/hari diberikan selama 2-6 minggu hanya pada kasus dengan karditis
berat dengan gagal jantung.

PENCEGAHAN
1. Setiap pasien dengan riwayat demam rematik baik yang hanya dengan korea atau tanpa
gejala sisa (penyakit jantung rematik) memerlukan pengobatan profilaksis (Sekunder).
Evaluasi pengobatan selama 5 tahun Risiko terjadi kekambuhan paling tinggi dalam 5
tahun pertama.
2. Direkomendasikanj pemberian profilaksis sampai usia dewasa (21-25 tahun), namun pada
kekayaan yang berat dianjurkan lebih lama bahkan seumur hidup.
3. Obat yang diberikan Benzatin-Penisilin G : 600.000 unit bila BB<27 kg
1.2 juta unit bila BB > 27 kg
Diberikan setiap 28 hari (bukan tiap bulan)
Obat lain sebagai alternatif adalah penisilin oral, sul fadiazine, atau eritromisin.
PENYAKIT JANTUNG REMATIK

PENGERTIAN :
Penyakit Jantung rematik merupakan penyakit jantung didapat yang sering ditemukan pada anak.
PJR merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam rematik akut sebelumnya, terutama
mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. PJR dapat menimbulkan stenosis
atau insufisiensi atau keduanya.

STENOSIS MITRAL
Stenosis mitral paling sering ditemukan pada usia dewasa karena diperlukan waktu sekitar 5-10
tahun untuk timbulnya gejala setelah serangan demam rematik akut.

Manifestrasi klinis
Stenosis mitral ringan tidak menimbulkan keluhan yang berarti berat akan menimbulkan sesak
nafas dengan atau tanpa atifitas ortope dan palpitasi.

Pemeriksaan fisik
Peningkatan impuls sepanjang garis parasternal kiri.
Denyut nadi perifer melemah, tekanan nadi menyempit
Pada stenosis mitral berat dapat ditemukan tanda-tanda hipertensi pulmonal (bunyi jantung I
mengeras, bunyi jantung II komponen pulmonal mengeras)
Bising mid diastolic / presistolik.

LANGKAH DIAGONOTIK
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiografik deviasi aksis ke kanan, pembesaran atrium ke kiri, hipertrofi ventrikel kanan.
Foto toraks
Pembesaran antrium kiri dan atrium kanan segme pulmonal menonjol, dan kongesti vena
pulmonalis.
Ekokardiografi
Kaatup mitra menebal, klasifikasi gerakan terbatas, perlekatan katup dengan korda.
Dilatasi atrium kiri, atrium kanan ateri pulmonalis ventrikel kanan.

TERAPI
Antibiotika profilaksi sesuai dengan demam rematik akut
Pembatasan aktivitas tergantung derajat penyakit
Pasien dengan gejala klinis dapat dilakukan baloon valvuloplatis atau operasi
Profilaksis terhadap endokarditis infektif.

INSUFFISIENSI MITRAL
Merupakan kelainan katup yang paling sering ditemuka akibat demam rematik akut.

Manifestasi Klinik
Pada anak sering tidka menimbulkan keluhan
Pemeriksaan Fisik
Peningkatan impuls didaerah apeks pada mitral insufisiensi yang berat
Bunyi jantung I normal atau melemah
Bunyi jantung II dapat terdengar terpecah lebar
Bunyi jantung III sering dijumpai
Murmur pansistolik didaerah apeks menjalar ke arah aksial kiri.
Elektrokardiografi
Pada kasus ringan tidak dapat kelainan
Pada kasus berat terdapat hipertrofi ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi atrium kiri.
Foto Toraks
Pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri
Kongesti vena pulmonalis jika ada gagal jantung

TERAPI
Antibiotika profilaksis sesuai dengan demam rematik akut
Pemberian ACE inhibitor seperti kaptopril dapat dipertimbangkan
Pembatasan aktivitas tergantung derajat penyakit.
Profilaksis terhadap endocarditis infektif
Operasi : repair atau replacement

INSUFISIENSI AORTA
Lebih jarang dibandingkan insufisiensi mitral. Biasanya bersamaan dengan kelaina katup mitral.
Manifestasi Klinis
Insufiestensi ringan biasanya asimtomatis. Pada insufistensileih berat toleransi latihan menurun.
Pemeriksaan Fisik
Impuls prekordium meningkat,
Dapat dijumpai getaran bising (thrill) pada sela 3 garis parasteral kiri
Bunyi jantung I melemah, bunyi jantung II ormal atau tunggal
Bising diastolik pada sela iga 3-4 kiri
Bising sistolik pada sela iga 2 kanan karena stenosis aorta relatif.
Pada stenosis aorta berat : bising middiastolik di apeks
Elektrokardiografi
IA ringan : normal
IA berat : hipertrofi ventrikael kiri, dilatasi atrium kiri
Foto Toraks
Dapat ditemukan kardiomegali dengan dilatasi aorta asenden.

TERAPI
Antibiotik profilaksis seperti pada demam rematik akut
Kasus ringa tidak perlu pembatasan aktivitas
Tindakan bedah bila didapatkan nyeri angina atau sesak saat aktivitas, dan kardiomegali
bermakna.
STANDARD
PELAYANAN MEDIS
KESEHATAN ANAK

NEFROLOGI
GAGAL GINJAL AKUT

PENGERTIAN :
Gagal ginjal akut (GGA) ialah penurunan fungsi ginjal yang mendadak yang mengakibatkan
hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh, ditandai dengan peningkatan
kadar kreatinin darah seara progresif 0,5 mg/dl per hari danpeningkatan ureum sekitar 10-20 mg/dl per
hari.
GGA tanpa peyakit penyerta menunjukkan angka kematian sekitar 10-20%, sedangkan GGA
yang disertai penyakit penyerta seperti sepsis, syok, dan pembedahan jantung menunjukkan angka
kematian sampai > 50 %.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF


Keadaan di bawah ini memerlukan pemantauan fungsi ginjal yang adekuat, agar diagnosis dini
dan tata laksana GGA daat segera dilakukan, yaitu :
GGA pra renal : dehidrasi, syok, perdarahan, gagal jantung, sepsis
GGA real : pielnefritis, glomerulonefritis, neofrotosisitas karena obat atau kemotrafi, lupus
nefritis, mikrosis tubuler akut, SHU, HSP.
GGA pasca renal : keracunan jengkol, batu saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sindrom
tumor fisis, buli-buli neurogenik.

LANGKAH DIAGOSTIK
Anamnesis
Gejala GGA dapat berupa lemah, pucat, sakit kepala, edem, produksi urin berkurang atau tidak
ada sama sekali, urin berwarna merah, kejang, atau sesak napas.
Riwayatnya penyakit yang menjadi predisposisiterjadinya GGA seperti tersebut di atas juga perlu
ditanyakan.
Pemeriksaan Fisis
Pernapasan Kussmaul, edema, hipertesi dan tanda overload cairan lain seperti ederma paru, ggal
jantung, esefalopati hipertensi, perdarahan saluran cerna, atau kesadaran menurun dapat ditemukan.
Pemeriksaan Penunjang
Pada urinalisis dapat ditemukan proteinuria, hematuria, leukosituria.
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemuka anemia, trombositopenia, tanda hemolitik
Kadar ureum dapat kreatinin serum meningkat
Analisis gas darah menunjukka asidosi metabolik dengan anion gap meningkat
Pemeriksaan elektrolit dapat menunjukka hipo/ hipernatremia, hiperkalemia, hipokalsemia,
hiperfostatemia
Foto toraks untuk mendeteksi edema paru
Ultrasonografi ginjal dan salura kemih dan ata foto polos perut untuk mendeteksi penyakit
primer;

TERAPI
Medikamentosa
a. Terapi sesuai penyakit primer
1. Bila ada infeksi, dosis antibiotik disesuaikan dengan beratnya penurunan fungsi ginjal
2. Pemberian cairan disesuaikan dengan keadaan hidrasi.
3. Koreksi gangguan ketidakseimbangan cairan elekrolit terutama hiperkalemia
4. Natrium bikarbonat untuk mengatasi asidosis metabolik sebanyak 1-3 meq/kgBB/hari
sesuai dengan beratnya asidosis.
5. Pemberian diuretik pada GGA real untuk memacu diuresis dengan furosemid 1-2
mg/kgBB dua kali sehari dan dapat dinaikkan secara ertahap sampai maksimum 10
mg/kgBB/kali.
b. Bila gagal dengan medikamentosa, maka dilakukan dialisis peritoneal atau hemodialisis.
Bedah
Tindakan bedah sesuai dengan kelainan pasca renal yang ditemukan
Suportif
Pemberian nutrisi yang rendah protein, rendah garam dan kalori yang adekuat sesuai dengan
umur dan berat badan.
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll)
Dirujuk ke dokter spesialis nefrologi anak setelah keadaan darurat diatasi.

PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Pemantauan keseimbangan cairan dan elektrolit (balans cairan)
Pemantauan keadaan yang merupakan indikasi dialisis
Tumbuh Kembang
Gagal ginjal akut bila di tata laksana dengan adekuat umumnya tidak mempengaruhi proses
tumbuh kembang anak
Tata Laksana Hiperkalemia
Bila kadar K serum 5,5-7,0 mEq/l, perlu diberi kayexalat yaitu suatu cation exchange resin
(Resonium A) 1 g/kgBB per oral atau per rektal 4 x sehari atau kalitake 3 x 2,5 gram.
Bila kadar K>70 mEq/l atau ada kelainana EKG atau aritmia jantung, perlu diberika natrium
bikarbonat 7,5 % 2,5 mE /kgBB i.v. dalam 10-15 menit.
Glukonas kalsikus tidak menurunkan kadar K serum tetapi menstabilkan membran sel jantung. Na
bikarbonat menurunkan H serum sehingga H+ keluar dari sel K+ masuk ke dalam sel. Insulin mendorong
glukosa bersama K+ masuk ke dalam sel.
Untuk penanggulangan hiperkalemia juga dapat diberikan salbutamol 5 mg/kgBB i.v. selarna 15
menit atau degan nebulizer 2,5-5 mg.
DIALISIS PERITONEAL

PENGERTIAN :
Dialisis peritoneal adalah suatu teknik pemisahan molekul besar (koloid) dari molekul kecil
dalam suatu larutan karena perbedaa kemampuan difusi melalui selaput semipermeabel yaitu peritoneum.

INDIKASI
a. Pada gagal akut :
Indikasi klinis
- Sindrom uremia yang mencolok; muntah, kejang, kesadaran menurun
- Kelebihan cairan yang menimbulkan gagal jantung, edema paru dan hipertensi
- Asidosis yang tidak dapat dikoreksi.
Indikasi biokimia
- Ureum darah > 200 mg/dl atau kreatinin > 15 mg/dl
- Hiperklemia 7 meq/I.
Bikarbonas plasma 12meq/ L
b. Gagal ginjal kronik yang belum didialisis dan menunjukkan gejala akut (acute on chronic real
failure)
c. Intoksikasi obat dan keracunan yang berat.

KONTRAINDIKASI
Kontra indikasi absolut tidak ada. Kontra indikasi relatif adalah super obesitas, perlekatan dalam
abdomen, peritonitis, pasca operasi atau trauma adomen, kelainan intra abdominal yang tidak diketahui
diagnosanya.

LANGKAH PERSIAPAN
Evaluasi pradialisis
- Keseimbangan cairan, bila terdapat dehidrasi dilakukan rehidrasi lebih dahulu
- Pemantauan balans cairan dan elektorlit
Persetujuan orangtua (informed consent)
Persiapan alat :
- Kateter stilet
- Cairan dialisat isotonis dan hipertonis
- Larutan Nacl 0,9% untuk asites buatan
- Lidokain 2% untuk anestesi lokal
- Heparin
- Larutan KCL 1 mEq/ml
- Atibiotika garamisin atau amoksisilin intravena / intraperitoneum
- Peritoneal infusion set
- Trokar untuk memasukkan kateter
- Set bedah minor

LANGKAH PELAKSANAAN
Anak ditidurka dalam posisi terbaring, sebelumnya dapat diberi premediksi degan diazepam. Bila
kandung kemih masih terisi, dilakukan katerisasi. Daerah abdomen antara umbilikus dan pubis
disterilkan dengan menggunakan iodium dan alkohol.
Pada kulit garis tengah (linea alba) ditentukan lokasi tempa kateter peritoneum dimasukkan yaitu
2-3 cm di bawah umbikalus. Pada lokasi tersebut dilakukan anestesi lokal/ dengan lidokain 2%.
Dibuat asites buatan melalui lokasi tersebut bila pasien tidak menderita asites yang cukup dengan
memasukkan cairan NaCl sejumlah 20 ml/kgBB melalui jarum besar.
Kateter dimasukkan ke dalam rongga peritoneum melalui bantuan trokar, kemudian didorong ke
bawah masuk kerongga pelvis sampai semua lubang pada kateter berada dalam rongga
peritoneum. Kemudian kateter difiksasi.
Caira dihangatkan terlebih dahulu.cairan dialisat dimasukkan sebanyak 30-40 ml/kgBB. Satu
siklus dibutuhkan 60 menit, dan cairan dibiarkan dalam rongga peritoneum selama 30 menit.
Pada 1-2 silklus pertama, heparin 1000 unit/L ditambahkan kedalam cairan dialisit
Antibiotik profilaksis (gentamisin 5 mg/L atau ampisilin 250 mg/L) dapat ditambahkan ke cairan
dialisat. Penambahan KCl ke dalam cairan dialisat disesuaikan dengan kadar kalium darah. Bila
kadar kalium darah normal, ditambahkan cairan KCl 4 mEq/L.

LANGKAH PEMANTAUAN
Pemantauan Jangka Pendek
Pemantauan terhadap komplikasi :
Komplikasi mekanik : perforasi alat visera (usus dan kandung kemih), perdarahan pada tempat
masuknya kateter dan perdarahan dalam rongga peritoneum, gangguan aliran dialisit yang tidak
lancar, komplikasi mekanik lain seperti ekstravasasi cairan dialisis ke jaringan subkutan, hernia,
omentum.
Monitoring meliputi berat badan, cairan, warna dan kekeruhan cairan dialisat ; laboratorium ; Hb
asam basa dan elektrolit kalsium, fosfor, natrium, kalium, glukosa, ureum, kreatinin.
Pemantauan Jangka Panjang
Komplikasi metabolik erupa gangguan keseimbangan cairan, gangguan keseimbangan elektrolit,
gangguan keseimbangan asam basa, hilangnya protein selama dialisis
Komplikasi radang.
Penghentian Dialisis
Bila keadaa klinis dan laboratorium telah membaik
Bila lebih dari 3 kali 24 jam tidak terjadi perbaikan, dirujuk ke dokter spesialis nefrologi anak.
HIPERTENSI

PENGERTIAN :
Hipertensi adalah suatu keadaan tekanan darah sistolik dan atau diastolik persentil ke-95 untuk
umur dan jenis kelamin pada pengukuran 3 kali berturut-turut.
Krisis hipertensi bila tekanan sistolik 180 mmHg dan atau diatolik 120 mmHg, atau tekanan
darah kurang dari ukuran tersebut namun telah timbul gejala gagal jantung, ensefalopati, gagal ginjal,
maupun retinopati.
Prevalansi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik yang menetap pada anak usia sekolah sebesar
1,2 % dan 0,37%.
Pada anak, kejadian hipertensi skunder lebih banyak daripada hipertensi primer dan hampir 80%
penyebabnya berasal dari penyakit ginjal.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF


Untuk menemukan hipertensi sedini mungkin, tekanan darah sebagai bagian dari pemeriksaan fisik perlu
diukur pada setiap anak usia 3 tahun ke atas sekurangnya sekali setahun.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Hipertesi ringan-sedang umumnya tidak menimbulkan gejala. Gejala umumnya berasal dari penyakit yan
mendasarinya seperti glomerulonefritis akut, lupus eritermatosus, sindrom Henoch-Schonlein. Gejala
hipertensi berat atau krisis hipertensi dapat berupa sakit kepala, kejang, muntah, nyeri perut, anoreksia,
gelisah, keringat berlebihan, rasa berdebar-debar, perdarahan hidung, dan lain-lain.

Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tekanan darah pada keempat ekstremitas untuk mencari koartaksio aorta perlu dilakukan.
Kesadaran dapat menurun sampai koma, tekanan histolik da diastolik meningkat, denyut jantung
meningkat. Bunyi murmur dan bruit, tada gejala jantung, dan tanda ensefalopati dapat ditemukan.
Pada pemeriksaa funduskopi, dapat ditemukan kelainan retina berupa perdarahan, eksudar, edema
papail atau penyempitan pembuluh darah arteriol retina.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyakit primer diagi dalam 2 tahap. Pemeriksaan tahap kedua
dilakukan bila pada pemeriksaan tahap I didapatkan kelainan dan jenis pemeriksaan tahap I didapatkan
kelainan da jenis pemeriksaan yang dilakukan disesuaikan dengan kelainan yang didapat.

TERAPI
Medikamentosa
Obat antihipertensi pada anak mulai diberikan bila tekanan darahberada 10 mmHg di atas persentil ke-95
untuk umur dan jenis kelainan aak tersebut.
Pengobatan Hipetensi non Krisis
Tekanan distolik 90-100 mmHg : diuretik, furosemid
Tekanan diastolik 100-120 mmHg : furosemid ditambah kaptopril, jika tidak turun juga dapat
ditambah dega antihipertensi golonga beta bloker atau golongan lain

Bedah
Sesuai dengan kelainan yang ditemukan

Suportif
1. Pemberian nutrisi rendah garam dapat dilakukan
2. Anak abes perlu berusaha untuk menurunkan berat badan
3. Olahraga dapat merupakan terapi pada hipertensi ringan
4. Restriksi cairan.

Lain-lain (rujukan sbspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll)


Rujukan ke Bagian Mata untuk mendeteksi kelainan retina. Rujuk ke dokter nefrologi anak bila tidak
berhasil dengan pengobatan atau terjadi komplikasi.

PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Pemantauan ditujukan pada komplikasi yang timbul.
Terapi berhasil memenuhi kriteria :tekanan diastolik turun dibawah 90 persentil, efek samping obat
minimal, penggunaan obat untuk mengontrol tekanan darah hanya diperlukan dalam jumlah sedikit.

Tumbuh Kembang
Anak umumnya menderita hipertensi sekunder. Proses tumbuh kembang dapat dipengaruhi oleh penyakit
primernya.
1. Syarat-syarat pengukuran tekanan darah
Teknik mengukur tekanan darah
Untuk mendapatkan hasil pengukuran tekanan darah yang tepat perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a. Manset yang digunakan harus cocok untuk ukuran anak. Bila menggunakan manset yang terlalu
sempit akan menghasilkan angka pengukuran yang lebih tinggi, sebaliknya bila menggunakan
manset yang terlalu lebar akan memberikan hasil angka pengukuran lebih rendah.
b. Lebar kantong karet harus mempuyai 2/ panjang lengan atas sehingga memberikan ruangan
yang harus cukup untuk meletakkan bel steteskop di daerah fossa kubiti, sedang panjang
kantong karet sedapat mungkin menutupi seluruh lingkaran lengan ata.
c. Periksa terlebih dahulu spigmonemeter yang digunakan apakah anda kerusaka mekanik yang
mempegaruhi hasil pengukuran.
d. Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam suasana yang tenang, usahakan agar
anak jangan sampai menangis, karena keadaan ini akan mempengaruhi hasil pengukuran.
2. Kurva menurut tekanan darah sistolik da diastolik menurut umur dan jenis kelamin
3. Derajat hipertensi
4. Tahapan pemeriksaan penunjang pada hipertensi
INFEKSI SALURAN KEMIH

PENGERTIAN :
Infeksi saluran emih (ISK) ialah istila umum untuk menyatakan adanya pertumbuhan bakteri di
dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksidi kandung kemih.
Infeksi saluran kemih merupakan penyebab demam kedua tersaring setelah infeksi akut saluran
napas pada anak berusia kurang dari 2 tahun. Pada kelompok ini angka kejadian ISK mencapai 5 %.
Angka kejadia ISK bervariasi, tergantung umur dan jenis kelamin. Pada anak < 10 Tahun ISK ditemukan
pada 3,5 % anak perempuan dan 1,1 % anak laki-laki.
Diagnosis yang cepat da akurat dapat mencegah penderita ISKdari komplikasi pembentukan parut
ginjal dengan segala konsekuensi jangka panjangnya seperti hipertesi da gagal ginjal.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF


Gangguan alira urin yang menyebabkan obstruksi mekanik maupun fungsional, seperti refluks vesiko
ureter, batu salura kemih, buli-buli neuroneik, sumbatan muara uretra, atau kelainan anatomi saluran
kemih lainnya, dapat menjadi faktor predisposisi ISK.
Usaha preventif adalah tidak menahan kencing, pemakaian lampin sekali pakai, dan menjaga
higiene periuretra dan perineum.

LANGKAH DIAGOSTIK
Anamnesis
Gambaran klinis ISK sangat bervariasi dan sering tidak khas, dan asimtomatik sampai gejala spesis yang
berat. Pada neonatus sampai usia 2 bulan gejalanya menyerupai gejala sepsis, berupa demam, apatis, berat
badan tidak naik, muntah, mencret, aoreksia, ikterus, problem minum, dan sianosis, sedangkan pada bayi,
gejalanya berupa demam, berat badan sukar naik, atau anoreksia. Pada anak besar, gejalanya lebih khas,
seperti sakit waktu miksi, frekuensi miksi meningkat, nyeri perut / pinggang, mengompol, polakisuria,
atau urin yang berbau menyengat.

Pemeriksaan Fisis
Gejala dan tanda ISK yang dapat ditemuka berupa demam, nyeri ketok sudut kosto-vertebral, nyeri tekan
supra simfisis, kelainan pada genitalia eksterna, seperti fimosis, sinekia vulva, hipospodi, epispadia, dan
kelainan pada tulang belakang seperti spina bifida.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaa urinalisis dapat ditemuka proteinuria, leukosituria (Leukosit > 5/ LPB), hematuria
(eritrosit > 5/LPB).
Diagnosis pasti dengan ditemukannya bakteriuria bermakna pada kultur urine, yang jumlahnya tergantung
dari metoda pengambilan sampel urin.
Pemeriksaan pada penunjang lain dilakukan untuk mencari faktor risiko seperti disebutkan di atas dengan
melakukan pemeriksaan ultrasonografi, foto polos perut, dan bila perlu dilanjutkan dengan miksio-sisto-
uretrogram dan bila perlu dilanjutkan dengan miksio-sisto-uretrogram dan pielegrafi intravena.
Pemeriksaan ureum dan kreatinan serum dilakukan untuk menilai fungsi ginjal.

TERAPI
Medikamentosa
Penyebab tersaring ISK adala Escherichia-coli. Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan,
atibiotik diberikan secara empirik selama 7-10 hari untuk eradikasi infeksi akut.

Bedah
Koreksi bedah sesuai dengan kelainana saluran kemih yang ditemukan.

Suportif
Selain pemberian atibiotik, penderita ISK perlu mendapat asupan cairan yang cukup, perawatan
higiene daerah perineum dan periuretra, pencegahan konstipasi.

Lain-lain (Rujukan Subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll)


Rujukan ke Bedah Urologi sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
Rujukan ke Unit Rehabilitasi Medik untuk buli-buli neurogenik.
Rujukan kepada SpA (K) bila ada gagal ginjal.

PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akurat dimulai, gejala ISK umumnya menghilang. Bila
belum menghilang dipikirkan untuk mengganti antibiotik yang lain.
Dilakukan pemeriksaa kultur dan uji resistensi urin ulang 3 hari setelah pengobatan fase akut
dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan dan setiap 3 bulan. Jika ada ISK berikan antibiotik
sesuai dengan hasil uji kepekaan.
Bila ditemuka adanya kelainanan anatomik maupun fungsional yang memyebabkan obstruksi,
maka pengobatan fase akut dilanjutkan degan antibiotik profilaksis.
Tumbuh Kembang
ISK simpleks umumnya tidak mengganggu proses tumbuh kembang, sedangkan ISK kompleks
bila disertai dengan gagal ginjal kronik akan mempengaruhi proses tumbuh kembang.
GAGAL GINJAL KRONIK

PENGERTIAN :
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah terjadinya penurunan fungsi ginjal sehingga kadar kreatian
serum lebih dari 2 atau 3 kali nilai normal untuk anak dengan jenis kelamin dan usia yang saa, ata bila
laju fitrasi glomerulus (LFG) < 30 ml/menit/1,73 m2 sekurang-kuragnya selama 3 bulan.

INSIDENS :
Di Indonesia, atara 1984-1988 di 7 rumah sakit pendidikan ditemukan GGK seanyak 2 % dari
2889 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal. Sedangkan di RSCM Jakarta didapatkan peningkata
jumlah penderita GGK dari 4,9% dari 668 aak yang dirawat tahun 1991-1995, menjadi 13,3% dari 435
anak pada tahun 1996-2000.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF


Insufisiensi gnjal kronik ialah keadaan LFG atara 30-50 ml/menit/1,73 m2. Pada keadaan ini perlu
dilakuka upaya tertentu untuk mempertahankan fungsi gnjal semaksimal mungkin, aar penderita tidak
jatuh kedalam keadaan ginjal terminal, yaitu keadaan penderitayang tidak bisa hidup tanpa terapi
pengganti ginjal.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Pada anamnesis dicari adanya riwayat penyakit ginjal dan saluran kemih (penyebab terbanyak
GGK ialah glomerulonefritis da Infeksi saluran kemih). Gejala GGK ini tidak spesifik seperti sakit
kepala, lelah, letargi, gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah, polidipsi,poliuria, ganggua
pertumbuhan, jumlah urine yang berkurang dan edema.

Pemeriksaan Fisis
Berbagai kelainan yang bersifat kegagala multiorga akibat sindrom uremik dapat ditemukan.
Anak sering tampak pucat, lemah, dan mengalami gangguan kesadaran. Tekanan darah tinggi, pernapasan
cepat dan dalam (Kussmaul), da edem. Juga sering ditemukan pada keadaan lanjut dapat ditemukan
kelainan bentuk tulang, ganggua pertumbuhan (perawakan pendek), ganggua perdarahan, gangguan
neurologi, atau gangguan jantung.

Pemeriksaan Penunjang
Ureum dan kreatinin serum meningkat. LFG dapat dihitung menggunakan rumus Schwartz atau
dengan pemeriksaan klirens kreatiin dan klirens ureum.
Pada pemeriksan urinalisis dapat ditemukan proteinuria, leukosituria, hematuria, isosteuria.
Analisis gas darah menunjukkan asidosis metabolik dengan memperlihatkan anion gap
meningkat. Pemeriksaan elektrolit dapat memperlihatkan hipo/hipernatremia, hiperkalemia, hipokalsemia,
dan hiperfosfatemia.
Pemeriksaan pencitraan yang diperlukan ialah foto toraks untuk melihat pembesaran jantung, dan
edema paru. Serta denga tangan untuk melihat usia tulang, foto tulang panjang untuk melihat tanda
osteodistrofi ginjal. Ultrasonografi ginjal diperlukan untuk mencari etiologi dan menyingkirkan adanya
obstruksi saluran kemih.
Pemeriksaan EKG untuk menilai keadaan jantung.

TERAPI
Medikamentosa
Koreksi asidosis metabolik degan natrium bikarbonat, dosis awal 1-3 meq/kg/BB/hari,
disesuaikan dengan derajat asidosis
Diuretika untuk memacu produksi urin dengan furosemid 1 mg/kg/B/kali, 2 kali sehari. Dosis
dapat ditingkatkan sesuai respons sampai dengan maksimal 10 mg/kgbb/kali.
Pengobatan hipertensi
Mengatasi infeksi bila ada
Pemberian suplemen kalsium (kalsium glukonat) fosfat binders (CaCO3 50 mg/kgBB/hari),
vitamin D aktif (0,25 ug/ hari)
Bila memungkinka dapa diberika recombinant human erytropoetin 50-150 ug/kg/BB/kali, 3 kali
dalam seminggu sampai kadar Hb 10 g/dl, dan recombinant uma growth hormone 0,125
mg/gBB/kali, 3 kali dalam seminggu sampai epifisis menutup.
Terapi pengganti ginjal
Dialisis peritoneal ataemodialisis dilakukan bila :
1. Terdapat keadaan darurat pada acute on cronic renal failure
2. Gagal ginjal terminal
3. Pasien sedang menunggu transplantasi
Bedah
Suportif
Pemberian nutrisi yang adekuat sangat penting dalam tata laksana konservatif GGK.
Pemberian transfusi sel darah merah harus dilakukan secara hati-hati bila kadar hemoglobin <6
g/dl, sebanyak 5-10 ml/kgBB.
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll)
Pasien harus dirujuk ke dokter spesialis nefrologi aak kalau LFG <10 ml/menit/m2 atau terdapat tanda
uremia berat seperti penurunan kesadaran, perdarahan, gagal jantung.

PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Pemantaua terhadap asupan nutrisi, keadaan umum, gangguan keseimbangan caira dan elektrolit
(balans cairan dan elektrolit), hipertensi, dan pertumbuhan harus dilakukan. Dalam pemberian obat, dosis
dan interval pemberian disesuaikan dengan derajat GGK.
Tumbuh Kembang
Gangguan tumbuh kembang dapat ditemukan akibat penyakit.
GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS (GNAPS)

PENGERTIAN :
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) adalah suatu sindom fritik akut yang
ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (azotemia). Gejala-
gejala ini timbul setelah infeksi uman Streptokokus beta hemolitikus grup A di saluran nafas bagian atas
atau di kulit.

INSIDENS :
GNAPS terutama menyerang anak usia sekolah dan jarang menyerang aak usia < 3 tahun. Laki-
laki lebih sering daripada perempuan dengan perandingan 2 : 1. GNAPS merupakan penyakit yang
bersifat self limiting, tetapi dapat juga menyebabkan ggal ginjal akut. Sebagian besar pasien (95%) akan
sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF


Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus di saluran
nafas atas dan kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi saluran nafas atas dan kuit dapat
menurunkan kejadian penyakit ini. Degan perbaika kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini
dapat dikurangi.

LANGKAH DIAGOSTIK
Anamnesis
Penyakit ini biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas atau kulti 1-2 minggu sebelumnya.
Umumnya pasien datag dengan meturia nyata atau sembab di kedua kelopak mata atau tungkai. Kadang-
kadang pasien datang dengan kejang dan penurunan kesadaran akibat ensefalopati hipertensi. Keluhan
lain adalah oliguria/ auria akibat gagal ginjal atau gagal jantung.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik sering ditemukaedema di kedua kelopak mata da tungkai, dan hipertensi.
Dapat ditemukan lesi bekas infeksi di kulit. Jika terdapat ensefalopati, pasien dapat mengalami penurunan
kesadaran dan kjang.

Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis menunjukkan proteinuria, hematuria, dan adanya silinder eritrosit. Kreatinin dan ureum
darah umumnya meningkat. ASTO meningkat pada75-80% kasus. Komplemen C3 menurun pada hampir
semua pasien pada minggu pertama. Jika terjadi komplikasi gagal ginjal akut, didapatkan iperkalemia
asidosis metabolik, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia.
Foto Ronstgen toraks diperlukan untuk melihat pembesara jantung dan tadan bendungan paru
serta efusi pleura (nepriticlung).

TERAPI
Mediamentosa
Golongan penisilin dapat diberikan untuk eradikasi kuman, yatu amoksilin 50 mg/gBB dibagi
dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika anak alergi terhadap golongan penisilin, eritromisin dapat diberikan
dengan dosis 30 mg/kg/BB/hari dibagi dalam 3 dosis.
Diuretik diberikan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. Jika terdapat hipertensi, berikan
obat antihipertensi tergantung pada berat ringannya hipertensi.

Bedah
Tidak diperlukan tindakan bedah

Suportif
Pengobatan GNAPS umumnya bersifat suportif. Tirah baring umumnya diperlukan jika pasien
tampak sakit, misalnya terjadi penurunan kesadaran, hipertensi, atau edema.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan speliasis lainnya, dll)


Rujuk ke dokter nefrologiana bila terdapat komplikasi gagal ginjal, ensefalopati hipertensi, atau
gagal jantung.

PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Meskipun umumnya pengobatan bersifat sportif, tetapi pemantauan pengobatan dilakukan
terhadap komplikasi yang terjadi karena komplikasi tersebut dapat mengakibatkan kematian. Pada kasus
yang berat, pemantauan tanda vital secara berkala diperlukan untuk memantau kemajuan pengobatan.

Tumbuh Kembang
Penyakit ini tidak mempunyai pengaruh terhadap tumbuh kembang anak, kecuali jika terdapat
komplikasi yang menimbulkan sekuele.
SINDROM NEFROTIK

PENGERTIAN :
Sindrom Nefrotik adalah keadaa klinis dengan gejala proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema,
dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang gejala timbul disertai dengan hematuria, hipertensi, dan
penuruna fungsi ginjal.

INSIDENS :
Angka kejadian bervariasi atara 2-7 per 100.000 anak, dan lebih banyak ditemukan pada anak
laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi
sindrom nefrotik kongenital, sindrom nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder.
Pada umumnya sebagian besar sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik terhadap pengobatan
awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50 % di antaranya aan relapsberulang da sekitar 10 % tidak memberi
respon lagi dengan pengobatan steroid.

LANGKAH DIAGOSTIK
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai, atau tubuh
yang dapat disertai penurunan jumlah urin. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna
kemerahan.

Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya
asites dan edema skrotum/ labia. Kadang-kadang hipertensi ditemukan.

Pemeriksaan Penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai4+) yang dapat disertai hematuria. Pada
pemeriksaan darah ditemukan hipoalbuminemia (<2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah
yang meningkat, serta rasio albumin/globulin yang terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal
kecuali ada penurunan fungsi ginjal.

Medikamentosa
Pengobatan degan predison diberikan dengan dosis awal 60 mg/m2/hari ata 2 mg/kgBB/hari
(maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi selama 4 minggu, dilanjutkandengan 2/3 dosis awal (40
mg/m2/hari), maksimum 60 mg/ hari) selama 4-8 minggu. Bila terjadi relaps maka diberika prednosin 60
mg/m2/hari sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu), dilanjutka dengan 2/3 dosis awal (40 mg/m2/hari)
secara alternating selama 4 minggu. Pada sindrom nefrotik resisten steroid atau toksik steroid, diberikan
obat imunosupresan lain seperti siklofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari selama 8 minggu.

Bedah
Tidak ada tindakan bedah pada kasus ini.

Suportif
Bila ada edeme anasarkan diperlukan tirah baring.
Selain pemberian imunosupresan, diperlukan pengobatan siportif lainnya, seperti pemberian diet
nefrotik dan diuretik. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi. Pmberian albumin/ plasma dilakukan atas
indikasi, seperti edema refrakter atau syok. Terapi psikologis terhadap pasien dan orangtua diperluka
karena penyakit ini dapat berulang dan merupakan penyakit kronis.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lainnya, dll)


Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan
fungsi ginjal.
Keadaa di bawah ini merupaka indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis efrologi anak; bila
tidak responsif terhadap pengobatan awal, relaps frekuen, terdapatkomplikasi, terdapat indikasi kontra
steroid, diperlukan biopsi ginjal.

PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Dengan pemberian prednison atau imunospresan lain dalam jangka lama, maka perlu dilakukan
pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat. Prednosin dapat menyebabkan
hipertensi atau efe samping lain, dan siklofosfamid dapat menyebabka depresi sumsum tulang dan efek
samping lain.
Pada pemakaian siklofosfamid diperlukan pemeriksaan darah tepi setiap minggu. Jika terjadi
depresi sumsum tulang (leukosit < 3.000/ul) maka obat dihentika sementara dan dilanjutkan lagi jika
leukosit 5.000/ul.
Tumbuh Kembang
Gangguan tumbuh kembang dapat terjadi sebagai akibat penyakit sindrom nefrotik sendiri atau
efek samping pada pemberian obat prednosin secara berulang dalam jangka lama. Selain itu penyakit ini
merupakan keadaa jangka lama. Selain itu penyakit ini merupaka keadaan imunokompromais sehingga
sangat rentan terhadap infeksi. Infeksi yang berulang dapat mengganggu tumbuh kembang pasien.
1. Dosis pemberian albumin :
Kadar albumin serum 1-2 g/dl diberikan 0,5 g/kgBB/hari; kadar albumin < 1 g/dl diberikan 1
g/kgBB/hari.
STANDARD
PELAYANAN MEDIS
KESEHATAN ANAK

NEUROLOGI
STATUS KONVULSIVUS

PENGERTIAN :
Status konvulsivus adalah kejang konvulsif yang berlangsung lebih dari 30 menit atau kejang
berulang selama lebih dari 30 menit; selama kejang pasien tidak sadar.
ENSEFALITIS

PENGERTIAN :
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme.
Penyebab yang tersaring dan terpenting ialah virus. Berbagai jenis virus dapat menimbulkan ensefalitis
dengan gejala yang sama.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF


Vaksinasi MMR
Penyemprotan terhadap vektor serangga.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Ensefalitis mempunyai perbagai penyebab, namun gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan
khas, sehingga gejala klinis terseut dapat digunakan sebagai penegak diagnosis.
Gejala berupa suhu mendadak naik; seringkali ditemuka hiperpireksia.
Kesadaran dengan cepat menurun. Anak agak besar sering mengeluh nyeri kepala sebelum
kesadarannya menurun.
Kejang dapat bersifat umum, fokal, atau hanya twitching saja.

Pemeriksaan Fisis
Seringkali ditemukan hiperpireksia, kesadaran menurun dan kejang. Kejang dapat berlangsung
berjam-jam. Gejala serebral lain dapat beraneka ragam, dapat timbul terpisah atau bersama-sama,
misalnya paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya.

Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit darah, biakan darah.
Fungsi lumbal (LP); caira jernih, jumlah sel di atas normal hitung jenis didominasi sel limfosit,
protein dan glukosa normal atau meningkat
Pemeriksaan CT atau MRL kepala menunjukkan gambaran edema otak. Pada ensefalitis herpes
simpleks, pemeriksaan CT scan hari sakit ketiga menunjukkan ambaran hiporens pada daerah
frontotemporal.
Pada pemeriksaan elektroensefalografi didapatkan penurunan atifitasatau perlambatan.
TERAPI
Medikamentosa
Tidak ada pengobatan yang spesifik, tergantung dari etiologi. Asiklovir dapat diberikan10 mg/kg
tiap 8 jam bila secara klinis dicurigai disebabkan oleh virus herpens simpleks.
Suportif
Mengatasi kejang, hiperpireksia, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Mengatasi edema otak dengan manitol 0,5-1 gram/kg; dapat diberikan setiap 8 jam, dan
metilprednisolon 1-2 mg/kg/hari

Rujukan
Perawatan di ruang rawat intesif

PEMANTAUAN
Terapi
Pemeriksaan fisis neurologis secara teratur dan pemeriksaan penunjang lain yang disesuaika
dengan temuan klinis

Tumbuh Kembang
Angka kematian masih tinggi, berkisar antara 35-50 %. Di antara pasien yang hidup 20-40 %
mengalami sekuele berupa paresis/ paralisis, gerakan koreoatetoid, gangguan penglihatan, dan kelainan
neurologis lain. Pasien yang sembuh tanpa kelainan yang nyata, dalam perkembangan selanjutnya masih
mungkin mengalami retardasi mental, gangguan watak, dan epilepsi.
MENINGITIS BAKTERIALIS PADA NEONATUS

INSIDENS :
Diperkiraka insidens meningitis bakterialisis neonatal 0,5 kasus per 1000 kelahira hidup. Insiden
meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih tinggi dibandingkan pada bayi dengan berat lahir
normal. Gambaran klinis dapat terjadi secara early onset atau late onset.

LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF
Mengurangi atau menghilangkan faktor risiko dari ibu atau bayi, misalnya menurunkan insidens
sepsis neonatal, kejadian prematuritas, ketuban pecah dini, korioamnionitis, demam pada ibu, dan
kelahira traumatik. Pemberia kemoprofilaksis intrapartum pada kasus dengan risiko tinggi dapat
dipertimbangkan.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Mengetahui adanya faktor risiko pada Ibu maupun pada bayi sangatlah penting, disamping
penampilan klinis Demam, nyeri kepala dan meningismus yang merupakan tanda kardinal meniginitis
pada aak sering kali tidak ditemukan.

Pemeriksaan fisis
Manifestasi klinis meningitis pada bayi baru lahir sering tidak spesifik, erupa temperatur yang
tidak stabil, gangguan pernafasa, iritabilitasi, letargi, dan slit makan atau muntah. Kejang terjadi pada
kira-kira 40% bayi dengan meningitis bakterial. Tanda lainnya yaitu ubun-ubun menonjol,
hiper/hipoaktif, penurunan kesadaran, tremor, apnea, hemiparesis atau kelumpuha saraf kranial.

Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit darah, biakan darah.
Pungsi lumbal (LP) : jumlah sel > 30/mm3, pada hitung jenis didapatkan sel polimorfonuklear,
protein > 150 mg/dl, glukosa kurang lebih 40 mg/dl, pewarnaan gram, biakan dan uji resistensi,
identifikasi antigen (aglutinasi latex)
Pemeriksaan USG, CT atau MRI kepala (bila diperlukan)
Pemeriksanelektroensefalografi bila ada indikasi.

TERAPI
Medikamentosa
Diawali dengan terapi empirik, kemudian disesuaikan dengan hasil pewarnaan gram atau
identifikasi antigen dan atau biakan serta uji resistesi
Terapi empirik
Umur 0-7 hari
- Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + sefotaksim 100 mg/kg/BB/hari setiap 12 jam
IV atau
- Seftirakson 50 mg/kg/BB/hari setiap 24 jam IV atau
- Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + gentamisin 5 mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV.
Umur > 7 hari
- Ampisilin 200 mg/kg/BB/hari setiap 6 jam IV + gentamisin 7,5 mg/kgBB/hari setiap 12
jam IV atau
- Ampisilin 200 mg/kg/BB/hari setiap 8 jam IV dan Seftriakson 75 mg/kgBB/hari setiap 8
jam IV atau
- Seftriakson 75 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV.
Dexametason
Tidak diperlukan
Lama pengobatan
Tergantng dari etiologi kuman, umumnya 14-21 hari.
Bedah
Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah, kecuali ada komplikasi seperti empiema subdural,
abses otak atau hidrosefalus.
Suportif
Perlunya perhatiahusus terhadap ada tidaknya gangguan ventilasi, perfusi, temperatur, keadaan
metabolik, dan komplikasi penyakit seperti kejang, syndrome of inappropriate anti diuretic hormone
SIADH), edema otak, hidrosefalus akut, efusi subdural, dan abses otak.

PEMANTAUAN
Terapi
Untuk monitor efek samping penggunaan atibiotik dosis tinggi, misalnya pemeriksaan darah perifer
secara serial, uji fungsi hati, dan uji fungsi ginjal.
Tumbuh Kembang
Angka kejadian sekuele berat 15-20 % dan 25%- - 35% dengan sekuele ringan-sedang. Pemeriksaan
penunjang yang lain disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.
MENINGITIS BAKTERIALIS PADA ANAK

PENGERTIAN :
Meningitis bakterialis adalah suatu peradangan selaput otak yang disebabkan oleh bakteri
patogen. Penyakit ini menyebabkan angka kesakita dan kematian yang signifikan di seluruh dunia.
Keadaan ini harus ditangani sebagai keadaan emergensi. Kecurigaan klinis meningitis sangat dibutuhkan
untuk diagnosis. Bila tidak terdeteksi dan tidak diobati, keadaan ini dapat mengakibatkan kematian.
Etiologi pada usia 2 bulan 5 tahun adalah H. influenza, S, pneumonia, dan N, meningitis, dan H.
influenza.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF


Kemoprofilaksis pada anak yang kontak erat dengan pasien meningitis Hib (H. influenza tipe B)
atau meningitis. Akhir-akhir ini vaksinasi Hib, pneumokokus da meningokokus telah tersedia.

LANGKAH DIAGOSTIK
Anamnesis
Seringkali didahului infeksi pada saluran nafas atas atau saluran cerna, seperti demam, batuk,
pilek, diare, dan muntah. Demam, nyeri kepala, dan meningismus denga atau tanpa penurunan kesadara
merupaka hal yang sangat sugestif meningitis yang berkaitan dengan usia, misalnya anak kurang dari 3
tahun jarang mengeluh nyeri kepala.
Pemeriksaan Fisis
Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan kesadaran atau iritabilitas. Dapat juga ditemukan
ubu-ubun yang menonjol, kaku kuduk atau tanda rangsang meninggal lain, kejang, dan defisit neurologik
fokal. Tanda rangsang meninggal mungkin tidak ditemukan pada aak berusia kurang dari 1 tahun.
Pemeriksaan Penunjang
darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit darah, biakan darah
Lumbal pungsi (LP); jumlah sel 100-10.000/mm3 protein 200-500 mg/dl, glukosa <40 mg/dl,
pewarnaan gram, biakan dan uji resistesi, identifikasi antigen (aglutinasi lateks)
Pada kasus berat, LP harus ditunda (penundaa 2-3 hari tidak mengubah nilai diagnostik kecuali
untuk identifikasi kuman, itu pun jika antibiotiknya sensitif)
Pemeriksaan CT atau MRI kepala (pada kasus berat)
Pemeriksaan eektroesefalografi bila ada indikasi.

TERAPI
Medikamentosa
Diawali dengan terapi empiris, kemudian disesuaikan denan hasil biakan dan uji resistensi.
Terapi empirik antibiotik
1 3 bulan : ampisilin 200-400 g/kgBB/hari setiap 6 jam IV da sefotaksim 200 mg/kg/hari setiap
12 jam IV
> 3 bulan : sefotaksim 200 mg/kg/hari setiap 6-8 jam IV atau seftriakson 100 mg/kg/hari setiap
12 jam IV atau ampisilin 200 mg/kg/hari setiap 6 Jam IV plus kloramfenikol 100 mg/kg/hari
setiap 6 jam.
Deksametason
Deksametason 0,6 mg/kg/hari dibagi 4 dosis untuk 2 hari pertama (rekomendasi American
Academy of Pediatrics) Dosis awal diberikan sebelum atau pada saat pemberian anibiotik.
Lama Pengobatan
Tergantung dari kuman penyebab, umumnya 10-14 hari
Bedah
Umumnya tidak diperlukan tindaan bedah, kecuali ila ada komplikasi seperti empiema subdural,
abses otak, atau hidrosefalus.
Suportif
Periode kritis pengobatan meningitis bakterialis adalah kiri ke-3 dan ke-4. tanda vital dan evaluasi
neurologis harus dilakuka secara teratur. Guna mencegah muntahdan aspirasi sebaiknya
dipuasakan setiap hari pada anak dengan ubun-ubun terbuka.
Lingkar kepala harus dimonitor setiap hari pada anak dengan ubun-ubun terbuka
Peningkatan tekaan inrakranial, SIADH, kejang dan demam harus dikontrol dengan baik.
Restriksi caira atau posisi kepala lebih tinggi tidak selalu dikerjakan pada setiap anal dengan
meningitis bakterial.

PEMANTAUAN
Terapi
Untuk memantau efe samping penggunaan antibiotik dosis tinggi, dilakukan pmeriksan darah
perifer secara serial, uji fungsi hati, dan uji fungsi ginjal bila ada indikasi.
Tumbuh Kembang
Insidens sekuele meningitis bakterialis 9-38%, karena itu pemeriksaa uji pendengaran harus
segera dikerjaka setelah pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain
disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.
MENINGITIS TUBERKULOSIS

PENGERTIAN :
Meningitis tuberklosis adalah radang selaput otak yang disebakan oleh Mycobacterium
tuberculosis.

INSIDENS :
Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bula dan mulai meningkat dalam usia 5 tahun pertama.
Angka kematian berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa hanya 18% pasien yang
normal secara neurologis dan intelektual.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF


Angka kejadian meningkat dengan meningkatkan jumlah pasien tuberkulosis dewasa. Imunisasi
BCG dapat mencegah meningitis tuberklosis yang berat.
Faktor risiko adalah malnutrisi, peminum alkohol, penyalah gunaanobat/zat adiktif, diabetes
melitus, penggunaan kortikosteroid, keganasan, trauma kepala, dan infeksi HIV.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Anamnesis adanya riwayat demam kronis, kejang jenis kejang, penurunan kesadaran, lamanya
kejang, suhu sebelum/ saat kejang, frekuensi kejang, interval antara kejang, pasca kejang, riwayat
penurunan berat badan, imunisasi BCG, kontak dengan pasien tuberkulosis dewasa.
Pemeriksaan Fisis
Manisfestasi klinis dibagi menjadi 3 stadium :
1. Stadium I (inisial)
Predominan gejala gastrointestinal, tanpa manifestasi kelainan neurologis. Pasien tampak apatis
atau iritabel, disertai nyeri kepala interminan
2. Stadium II
Pasien tampak mengantuk, disorientasi, disertai tanda rangsangan meningeal. Refleks tendon
meningkat, refleks abdomen menghilabg,disertai klonus patela dan pergelangan kaki. Nervi kraialis
VII, IV, VI dan III terlibat. Dapat ditemukan tuberkel pada koroid
3. Stadium III
Pasien koma, pupil terfiksasi, spasme klonik, pernapasan iregular disertai peningkatan suhu tubuh.
Hidrosefalus terdapat pada dua pertiga kasus dengan lama sakit 3 minggu
Lakukan pemeriksaan parut BCG, limfadenopati, dan tanda meningismus. Pada funduskopi dapat
ditemukan papil pucat, tuberkuloma pada retina, dengan adanya nodul pada koroid. Umumnya didapatkan
tremor, dapat pula ditemukan koreoatetosis atau hemibalismus.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, serum kalsium, natrium, dam
kalium
Pungsi lumbal : cairan serebrospinal jernih atau santokrom, sel meningkat sampai 500 sel / mm3,
hitung jenis predominan sel limfosit walaupun pada mulanya dapat polimorfonuklear, protein
meningkat sampai 500mg/dl namun glukosa di bawah normal. Pungsi lumbal ulangan dapat
memperkuat diagnosis.
Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), enzyme-linked immunorsobent assay (ELISA)
dan latex particle agglutination dapat mendeteksi kuman Mycobacterium di cairan
serebrospinalis.
Pemeriksaan imaging (CT scan atau MRI) mneunjukkan lesiparenkim pada dasar otak, infrark,
dan tuberkuloma selain hidrosefalus
Foto Rontgen dada dapat menunjukkan adanya penyakit tuberkulosis apabila terdapat gambaran
klinis
Uji tuberkulin dapat mendukung diagnosis
Elektroensefalografi dapat menunjukkan perlambatan irama dasar, dapat disertai gelombang
epileptform.

TERAPI
Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa diberikan sesuai rekmendasi American Academic of Pediatrics 1994,
yakni dengan pemberian 4 macam obat selama 2 bulan, dilanjutkan dengan pemberian INH dan
Rifampisin selama 10 bulan
Dosis obat antituberkulosis adalah sebagai berikut :
1. Isoniazid (INH) 5-10 mg/kgBB/hari, dosis maksimum 300mg/hari
2. Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari, dengan maksimum dosis 600 mg/hari
3. Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari, dosis maksimum 2000 mg/hari
4. Etambotol 15-25 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2500mg/hari
5. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari, selama 2-3 minggu. Dilanjutkan dengan taperin off
Bedah
Bila didapatkan hidrosefalus, dapat dilakukan pemasangan VP-shunt
Suportif
Pengobatan suportif meliputi restriksil cairan, posisi kepala lebih tinggi, dan fsioterapi pasif

PEMANTAUAN
Terapi
Dilakuan pemantauan darah tepi dan pemantauan fungsi hati setiap 3-6 bulan untuk mendeteksi
adanya komplikasi obat tuberkulostatik.
Tumbuh Kembang
Umumnya angka kematian berkisar antara 10-20% kasus. Gejala sisa dapat berupa ganggua
fungsi mata dan pendengaran. Dapat dijmpai hemiparesis, retardasi mental, dan kejang. Keterlibatan
hipotalamus dan sisterna basalis dapat menyebabkan gejala endokrin.
KEJANG DEMAM

PENGERTIAN :
Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (shu di atas 38,40C per rektal)
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia diatas 1
bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Kejang demam dibagi menjadi kejang demam sederhana dan kompleks. Kejang demam disebut
kompelks apabila kejang bersifat fokal, lamanya lebih dari 10-15, menit atau berulang dalam 24 jam.
Kejang demam disebut sederhana bila bersifat umum, singkat, dan hanya terjadi sekali dalam 24 jam.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF


Faktor risiko berulangnya kejang dan kejang demam ialah (1) riwayat kejang demam dalam
keluarga, (2) usia dibawh 18 bulan, (3) suhu tubuh saat kejang, (4) lamanya demam saat awitan
kejang, dan (5) riowayat epilepsi dalam keluarga
Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari ialah (1) adanya gangguan neurodevelopment,
(2) kejang demam kompleks, (3) riwayat epilepsi dalam keluarga, (5) lebih dari satu kali kejang
demam kompleks.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Adanyakejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/ saat kejang, frekuensi,
interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga.
Singkirkan penyebab kejang lainnya.

Pemeriksaan Fisis
Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meninggal, tanda peningkata tekanan intrakranial, tanda
infeksi di luar SSP.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang demam.
Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum, urialisis,
dan biakan darah, urin atau feses.
Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada anak berusia di bawah 12 bulan, dianjurkan pada anak
berusia 12-18 bulan, dan dipertimbangkan pada anak berusia di atas 18 bulan yang dicurigai
menderita meningitis.
Pemeriksaan imaging (CT scan atau MRI) dapat diindikasikan pada keadaan (1) adanya riwayat
dan tanda klinis trauma kepala, (2) kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali,
spastik), dan (3) adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, fontanel anterior membenjol, paresis saraf untuk VI, edema papil).
Elektroensefalografi dipertimbangkan pada kejang demam kompleks.

TERAPI
Medikamentosa
Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada saat demam berupa :
1. An tipiretik
Tiujuan utama pengobatan kejang demam adalah mencegah demam tinggi.
2. Anti Kejang
Beri diazepam oral 0,3 mg/kgBB/dosisi tiap 8 jam saat demam atau diazepam rektal 0,5 mg/kg/BB/
hari setiap 12 jam saat demam. Efek samping diazpem oral adalah letergi, mengantuk, dan ataksia.
3. Pengobatan jangka panjang
Pengobatan jangka panjang selama 1 tahun dapat dipertimbangkan pada kejang demam kompleks
denga faktor risiko. Obat yang digunaan adalah fenobarbital 3-5 mg/kgB/hari atau asam valproat 15-
40 mg/kgBB/hari.

Bedah
Tidak ada indikasi bedah pada kejang demam
Suportif
Pengobatan suportif ditujukan untuk menurunkan suhu bila anak demam tinggi
Rujukan
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut :
Kejang demam kompleks
Hiperpireksia
Usia di bawah 6 bulan
Kejang demam pertama
Dijumpai kelainan neurologis
ENSEFALITIAS HERPES SIMPLEKS

PENGERTIAN :
Ensefalitis herpes simpleks (EHS) disebabkan oleh virus herpes simpleks dan merupakan
esefalitis yang paling sering menimbulkan kematian. Angka kematian 70% bila tidak diobati.
Asiklovir harus diberikan sesegera mungkin walaupun hanya secara empirik, bila ada dugaan
ensefalitis herpes simpleks berdasarkan peampilan klinis dan gambaran laboratorium. Asiklovir memiliki
toksisitas minimal.

MANIFESTASI KLINIS
Ensefalitis herpes simpleks dapat bersifat akut ata subakut.fase prodromal menyerupai influenza,
kemudian diikuti dengan gambara khas ensefalitis. Empat puluh persen kasus datang dalam keadaan
koma atau semi-koma. Manifestasi klinis juga dapat menyerupai meningitis aseptik.
Manifestasi klinis tidak spesifik, karena itu diperlukan keterampilan klinis yang tinggi. Umumnya
dipertimbangkan EHS bila dijumpai demam, kejang fokal, dan tanda eurologis seperti hemiparesis dengan
penurunan kesadaran yang progresif.

Pemeriksaan Laboratorium
Gambaradarah tepi tidak spesifik
Pemeriksaan cairan likuor memperlihatkan jumlah sel meningkat (90%) yang berkisar antara 10-
1000 sel/mm3.
EFG memperlihatkan gambaran yang khas, yaitu prodic lateralizing epileptiform discharge atau
perlambatan fokal di area temporal atau frontotemporal.
Sering juga EEG memperlihatkan gambaran perlambatan umum yang tidak spesifik, mirip
gambaran disfungsi umum otak.
CT kepala tetap normal dalam tiga hari pertama setelah timbulnya gejala neurologis, kemudian
lesi hiporens muncul di regio frontotemporal.
T2-weight MRI dapat memperlihatkan lesi hiperdens di regio temporal paling cepat dua hari
setelah munculnya gejala.
PCR likour dapat mendeteksi titer antbodi virus herpes simpleks (VHS) dengan cepat. PCR
menjadi positif segera setelah timbulnya gejala da pada sebagian besar kasus tetap positif selama
dua minggu atau lebih.

PENGOBATAN
Medikametosa
1. Asiklovir 10 mg/kg setiap 8 jam selama 10-14 hari, diberikan dalam infus 100 ml salin minimum
dalam 1 jam
2. Pada kasus alergi terhadap asiklovir atau HVS resisten, dapat diberikan vidarabin 15 mg/kg/hari
selama 14 hari
3. Obat antikejang.
Bedah
Tidak ada indikasi pada ensefalitis.
STANDARD
PELAYANAN MEDIS
KESEHATAN ANAK

NUTRISI & PENYAKIT METABOLIK


MALNUTRISI ENERGI PROTEIN

PENGERTIAN :
Malnutrisi protein (MEP) merupakan salah satu dari empat masalah gizi utama di Indonesia.
Prevelansi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur 5 tahu (balita) serta pada ibu hamil dan
menyusui. Pada MEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis, tergantung pada berat ringannya
kelainan.
Berdasarkan lama dan jumlah kekurangan energi potein, MEP diklasifikasikan menjadi MEP
derajat ringan (gizi kurang) dan MEP derajat berat (gizi buruk) Gizi kurang belum menunjukkan gejala
yang khas, belum ada kelainan biokimia, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan. Pada gizi buruk
didapatkan 3 bentuk klinis yaitu kwashiorkor, marasmus, da marasmus kwashiorkor. Di rumah sakit
ataupunPuskesmas ditemukan cukup banyak penderita marasmus, tetapi kwasiorkor sudah jarang
ditemukan.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF


Malnutrisi energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial. Tindakan pencegahan
bertujuan untuk mengurangi insidensi dan menurunkan angka kematian. Oleh karena ada beberapa faktor
yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, maka untuk mencegahnya bisa dilakukan beberapa
langkah, antara lain :
1. Pola makan
Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah karbohidrat, lemak,
protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat badan)
2. Pemantauan tumbuh kembang dan penentuan status gizi secara berkala (sebulan sekali pada tahun
pertama)
3. Faktor sosial
Mencari kemungkinan adanya pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang
sudah berlangsung secara turun-temurun yang dapat menyebabkan terjadinya MEP.
4. Faktor Ekonomi
Dalam World Food Conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan bahwa meningkatnya
jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan bahan makanan
setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan penduduk
merupakan akibat lanjutannya.
5. Faktor infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi apapun dapat
memperburuk keadaan status gizi. MEP, walaupun dalam derajat ringan, menurunkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi.

LANGKAH DIAGNOSA
Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, sepeti berat badan yang
kurang dibandingkan degan anak yang sehat. Bisa juga didapatkan keluhan anak kurang / tidak mau
makan atau sering menderita sakit yang berulang.
Pemeriksaan Fisis
MEP ringan
Sering ditemukan gangguan pertumbuhan :
Pertumbuhan lininear berkurang atau terhenti
Kenaikan berat badan berkurang/ terenti, ada kalanya berat badan bahkan menurun
Ukuran lingkar lengan atas menurun
Maturasi tulang terlambat
Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal/menurun
Tebal lipatan kulit normal atau berkurang
Anemia ringan
Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan degan anak sehat
Ada kalanya dijumpai kelainan kulit atau rambut.
MEP berat
Kwashiorkor:
Perubahan mental sampai apatis
Edema sering dijumpai
Atrofi otot
Gangguan sistem gastrointestinal
Perubahan rambut
Perubahan kulit
Pembesaran hati
Anemia.
Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap, urin lengkap, feses lengkap, protein serum (albumin, globulin), elektrolitserum,
transferin feritin, profil lemak
Radiologi (foto dada)
EKG

TERAPI
Medikamentosa
Pengobatan ganggua keseimbangan cairan dan elektrolit
- rehidrasi
- gangguan elektrolit
- hipoglikemi
Pengobata apabila terjadi infeksi
Pengobatan hipotermi.
Supportif/ Dietetik
Oral (enternal)
- Gizi kurang : 120-150 kkal/ kgBB/ hari
- Gizi buruk : 150 220 kkal/ kgBB/hari
- Intravena (parenteral)

PEMANTAUAN
Terapi
10 langkah utama pada tata laksana MEP
Tumbuh Kembang
Memantau status gizi secara rutin dan berkala
Memantau perkembagan kemampuan
Edukasi
Memberikan pengetahuan pada orangtua :
Pengetahuan tentang gizi
Melatih ketaatan dalam pemberian diet
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
KELAINAN METABOLIK BAWAAN (KMB)

PENGERTIAN :
Metabolisme adalah cara tubuh menghasilkan energi serta membentuk molekul yang
diperlukannya dari asupan karbohidrat, protein, serta lemak di dalam makanan. Defek tersebut disebabkan
oleh mutasi pada gen yang mengkode protein spesifik yang berakibat perubahan struktur protein atau
jumlah protein yang disintesis. Meskipun secara individual jarag, insidens kumulatif KM diperkirakan
`/5000 kelairan hidup. Sampai saat ini telah dikenal lebih dari 500 jenis KMB.

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTATIF


Skrining metabolik bertujua menentukan intervensi medis, misalnya :
Skrining neonatus
Perencanaan reproduksi (diagosis prenatal)
Riset (untuk menjawab pertanyaan epidemiologis).

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Adanya riwayat kongsanguinitas dalam keluarga
Riwayat adaya saudara dengan kelainan yang tidak dapat diterangka, misalnya SIDS (sudden
infat death sydrome), esefalopati, sepsis.
Adanya derajat kelainan yang bersifat familial :penyakit neurologis yang progresif, fenilketonuria
maternal, keguguran berulang; sindrom HELLP (haemolysis, elevated liver enzymes and low
platelet count), dll.
Gagal tumbuh atau malnutrisi
Dekompensasi metabolik berulang yangt dipicu oleh keadaan spesifik misalnya peningkatan
katabolisme seperti puasa, infeksi, demam, vaksinasi, opearsi, rauma, atau asupan diet tinggi
protein, laktosa, karbohidrat, fruktosa, lemak, serta obat-obatan
Bau tubuh dan urin yang tidak lazim terutama saat terjadi dekompensasi metabolik :
fenilketonuria, MSUD (maple syrup urine disease), dll
Warna urin biru-coklat pada alkaptonuria, coklat pada mioglobiuria
Pemeriksaan Fisis
1. Sindrom neurologis
Enselopati kronik, ditandai oleh adanya retardasi psikomotorik atau hambatan perkembangan
yang mada KMB menunjukkan ciri-ciri :
- bersifat global yang meliputi semua aspek perkembangan yaitu motorik kasar dan halus,
kognitif, sosio-adaptif, serta kemampuan bicara
- disertai gejala iritabilitas, impulsivitas, agresifitas serta hiperaktivitas
- umumnya bersifat prognesif
- seringkali berkaita dengan disfungsi neurologis lain misalnya gangguan tonus, kerusakan
sistem penginderaa, kejang, tanda-tanda piramidal serta ekstrapiramidal, atau gangguan
fungsi saraf kranialis.
Ensefalopiramidal akut pada KMB, tanpa memperhatikan penyebabnya, merupakan keadaan
darurat medis.
Umumnya keadaan ini ditandai dengan gangguan kesdaran, dengan ciri khas :
- terjadi pada anak yang sebelumnya tampak normal
- seringkali terlewatkan karena gejala dininya sering diartikansebagai perubahan perilaku.
- Seringkali berkembang dengan cepat serta sagat berfluktuasi
- Biasanya tida disertai defisit neurologis
Kelainan gerak ekstrapiramidal sangat menonjol pada KMB, misalnya ataksia, koreatetosis,
distonia. Miopati pada KMB umumnya disebabkan oleh defisiesi energi. Secara klinis
miopati dikelompokkan menjadi :
- kelemahan otot yang progresif
- intoleransi latihan dengan kram dan mioglobinuria
- intoleransi latihan dengan kram dan mioglobinuria (fenotife defisiesi carnitine palmytyl
trasferase-2 atau CPT II).
- Minopati sebagai bagian dari manifestasi penyakit multisistematik (miopati
mitokondrial).
2. Sindrom hati, secara garis besar manifestasisebagai berikut :
Ikterus, KMB lebih sering memberikan gejala hiperbilirubinemia terkonjungsi daripada
yang tidak terkonyungsi.
Hepatomegali pada KMB umumnya persiste dan tidak nyeri. Kadangkala gejala ini
disertai pembesaran limpa, terutama jika ditemui gejala dilatasi vena abdominal, asites,
atau hematesis.
Hipogklemia, dapat terjadi karena gangguan produksi glukosa atau pemakaian glukosa
yang berlebihanakibat defek oksidasi asam lemak atau keton.
Disfungsi epatoseluler memberikan gejala gabungan yang diakibatkan oleh kolestasis,
kerusakan sel hati aktif serta gangguan fungsi sintesis hati.
3. Sindrom jantung
Kardiomiopati karena KM dapat ditelusuri dari gejala estrakardial yang ditemukan. Jika
disertai hepatomeali tanpa disjungsi hepatoseluler pikirkan kemungkinan besar
disebabkan oleh defek oksidasi asam lemak. Jika kardiomiopati disertai abnormalis
neurologis, biasanya penyebabnya miopati mitokondrial.
Aritmia merupakan komplikasi nonspesifik yang sering dijumpai pada kardiomiopati
metabolik. Sindrom Kearns-Sayre, penyakit Fabry, defisiensi, penyakit Huner, da
defisiensi medium-cain-acyl-CoA dehydrogenases (MCAD) adaah contohKMB dengan
gejala aritmia.
Penyakit arteria koronoria prematur adalah gejala hiperkolesterolemia familia dan
penyakit Fabry.
4. Dismorfisme dan storage syndrome. Dismorfisme yang berkaitan dengan KMB mempunyai
karakteristik.
Umumnya merupakan kelainan bentuk, deformitasa semakin berat dengan bertambahnya
usia, dan abnormalitas mikroaskopik dan ultrastruktural mencolok.
Umumnya KMB yang berkaita dengan dismorfisme berkaitan dengan kelainan molekul
besar yang meliputi organel sel, seperti kelainan lisosomal, kelainan peroksimol, kelainan
mitokondrial.
Kelainan lisosomal dikenal juga sebagai storage syndrome, gejala klinisnya timbul
sebagai aibat akumulasi bahan makromolekuler di pelbagai organ. Gejala yang khas yaitu
wajah yang kasar, kelainan tulang dan perawakan pende, serta organomegali
5. Sindrom Neonatal
Gambaran klinis KMB pada masa neonatus yang patognomonis dapat dikelompokan menjadi
sindrom neonatal yang terdiri atas :
Ensefalopati tanpa asidosis metabolik, umumnya didahului dengan periode normal tanpa
riwayat trauma lahir sehingga kejadian ensefalopati tidak dapat dijelaskan. Dapat terjadi pada
MSUD, urea cycle disorders (UCD), hiperglisinemia non ketotik, kejang akibat defisiensi
piridoksin, kelainan peroksisomal (sindrom Zellweger), defek kofaktor molibdenum.
Ensefalopati dengan asidosis metabolik, memberikan gambaran khas yaitu bayi awalnya
normal sampai usia 3-5 hari, selanjutnya timbul kesulitan minum serta gejala ensefalopati
nonspesifik yang disertai takepnia. Hal ini dapat terjadi pada organic aciduria, asidosis laktat
kongenital dan dicarboxylic aciduri.
Sindrom hati neonatal. Ikhterus adalah gejala utama atau neonatus misalnya pada sindrom
gilbert, sindrom criggler-najjar, sindrom dubin-jhonson. Disfungsi hepatoselular akibat KMB
yang muncul pada masa neonatus umumnya disertai hipoglikemia, asites edema anasarka,
hiperalbunemia, hiperamnemia hiperbilirubinemia dan koagulopati. Contohnya adalah
tirosenemia hepatorenal, GSD tipe IV, intoleransi fruktosa herediter, defek oksidasi asam
lemak, kelainan metabolisme energi di mitokondria, dan penyakit niemann-pick.
Hidrops fetalis non-imunologis merupakan gejala dari kelainan hematologis seperti defisiensi
G6PD, defisiensi piruvat kinase, defisiensi G6PD, defisiesi piruvat kinase, defisiesi
glukosefosfat, isomerase, atau kelainan lisosomal
Pemeriksaan Penunjang
Darah ferifer lengkap; anemia, leukopenia, trombositpenia dapat ditemukan pada organic aciduria,
limfosit atau neutrofil bervakuola pada penyakit lisosomal, akantositosis pada
abetalipoproteinemia da penyakit Wolman.
Analisis gas darah dan elektrolit untuk menilai anion gap; asidosis metabolik +/- peningkatan
anion gap ditemukan pada organic acicuduria; alkalosis respiratorik pada UCD.
Glukose : hipoglikemia dapat ditemukan antara lain pada defek glikogenolisis, defek
glukoneogenesis
Amonia : hiperamonia dijumpai pada UCD, dan defek oksidasi asam lemak
Transaminase, uji fungsi hati : abnormalitas ditemukan pada KMB yang bergejala sindrom hati
Kadar creatinekinase (CK) meningkat pada miopati metabolik misalnya pada mitokondriopati,
defek oksidasi asam lema, GSD
Laktat dan piruvat; asidosis laktak ditemukan pada organic aciduria, GSD, kelainan mitokondrial,
dll

TERAPI
Tata laksana kedaruratan metabolik
Tindakan suportif bertujuan mencegah kondisi katabolik; diperluka terutama pada pasien KMB
yang sakit berat khususnya neonatus, untuk menunjang fungsi sirkulasi dan ventilasi.
Nutrisi merupaka bagian dari tata laksana yang terpenting.
Prosedur pengeluaran toksin dipertimbangka pda pasien-pasien KMB tipe intoksikasi jika
tindakan simptmatik yang berkaitan dengan diet khusus kurang efektif dalam mengoreksi
ketidakseimbaga metabolik secara tepat.
Terapi tambahan tergantung pada penyakitnya.
Prinsip Umum Tata Laksana KMB:
Mengurangi beban pada jalur yang terkena dengan cara :
- mengurangi asupan substrat dengan cara megkonsumsi diet restriktif merupakan
pengobatan pilihan untuk beberapa penyakit misalnya fenilketonuria, MSUD,
homossistunuria, dll
- membatasi absorsi substrat misalnya dengan menggunakan resin pada
hipergrigliseridemia
Mengeluarkan metabolit toksik, misalnya natrium benzoat dan natrium fenilbutriat pada
hiperamonemia, L-karnitin pada organic acidemia.
Menggantikan produk yang defesien, misalnya tirosin pada PKU, arginin atau citrulin pada UCD,
karbohidrat pada GSD
Menghambat produksi metabolit toksik, misalnya penggunaan NTBC pada tirosinemia tipe I
Menghambat efe metabolot toksik, misalnya pemberianN-methyl-D aspartate (NMDA) channel
agonist seperti dekstrometorfan dan ketamin pada hiperglisinemia nonketotik untuk membatasi
efek neuroeksistasi glisin pada reseptor NMDA.
Merangsang aktivitas sisa enzim, misalnya dengan pemberian kofaktor H4 pada
hiperfenilalaninemia kofaktor B12 pada methylmalonic acidemia (MMA).

Trend Baru:
Substitusi enzim : terapi substitsi enzim langsung telah berhasil dilakuka pada penyakit Gaucher
non-neuronopatik, penyakit Pompe, (MPS) tipe I, penyakit Fabry.
Transplantasi sumsum tulang : untuk mengoreksi defisiesi enzim pada kelainan lisosomal da
peroksisomal
Transpalasi organ lain, transpalantasi hati telah digunakan dengan sukses pada beberapa KMB,
antara lain tirosinemia tipe I.
Terapi gen dilakukan dengan transfer DNA rekombinan ke dalam sel manusia untuk memperbaiki
penyakit. Terapi ditargetkan untuk penyakit yang bersifat letal tanpa terapi yang efektif.
Tata laksanansimptimatis diperlukan untuk memperbaiki kualitas hidup, karena meskipun
pemahaman tentang KMB berkembang dengan pesat, tata laksananya belum tentu tersedia.
Kesulitan makan pada beberapa KMB dapat disebabkan antara lain oleh kelemahan otot-otot yang
diperlukan untuk maka, sehingga sebaiknya diberikan nutrisi enteral.
GAGAL TUMBUH

PENGERTIAN :
Gagal tumbuh merupakan hambatan pertumbuhan yang menyebabkan kekurangan gizi yang
biasanya terjadi pada tiga tahun pertama kehidupan.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Faktor organik :
Kesulitan menelan
Anoreksia, menolak makan, kaitannya denga penyakit sistematik
Kelainan neurologis, penyakit jantung bawaan, kelainan endokrin, displasia bronkopulmoner,
demam
Muntah terus menerus
Refluks gastroesofageal
Ruminasi
Malabsorpsi
Kelainan kongenital
Kelainan kromosom
Komplikasi perinatal (PJT, prematur, keracunan obat pada kehamilan)
Faktor Non Organik :
Kemiskinan
Pemberian ASI tidak adekuat
Psikososial : kekerasan dan penelantaran anak, deprivasi, sosial
Faktor lingkungan sosial yang tidak mendukung
Ketidaktahuan dan pengertian yang salah dalam pembuatan formula makanan, pemberian jus
buah yang berlebihan mitos dan kepercayaan mengenai pola makan.

Pemeriksaan Fisis
1. Antropometri
BB/U < persentil ke-5
BB/PB < persentil ke-5
Penurunan arah pertumbuhan lebih dari 2 persentil mayor dalam 3-6 bulan
Penurunan berat badan lebih dari 2 SD dalam 3-6 bulan.
2. Penyakit yang mendasari, misalnya penyakit jantung, paru, dan lain-lain.
KESULITAN MAKAN PADA ANAK

PENGERTIAN :
Batasan kesulitan makan pada anak yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan ketidakmampuan
bayi/ anak untuk mengkonsumsi sejumlah makanan yang diperlukannya secara alami dan wajar, yaitu
dengan menggunakan mulutnya secara sukarela.
Penyebabnya dibagi dalam 3 kelompok :
1. faktor nutrisi yang meliputi kemampuaj untuk mengkonsumsi makanan
2. faktor penyakit/ kelainan organik
3. faktor gangguan/ kelainan kejiwaan

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF


Manajemen laktasi yang benar
Pengenalan makanan padat sesuai dengan tahapan perkembangan bayi
Jadwal pemberian makanan yang fleksibel sesuai dengan keadaan lapar dan haus yang
berkaitan dengan pengosongan lambung
Hindari paksaan
Perhatikan kesukaan dan ketidak-sukan penerimaan

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Keluhan bisa bermacam-macam, misalnya makan terlalu sedikit / terlalu banyak, tidak mau
menelan makanan, keterlambatan makan, kebiasaan makan yang aneh (peka), hanya mau makan makanan
tertentu saja, cepat bosan.
Pemeriksaan Fisis
1. Berkaitan dengan penyakit/ kelainan organik
Kelainan pada gigi-geligi dan rongga mulut
Kelainan saluran cerna
Penyakit infeksi akut/ kronik lainnya : infeksi saluran nafas bwah, TB paru, malaria
Penyakit / kelainan non-infeksi
2. Berkaitan dengan gangguan/ kelainan psikologis : anoreksia nervosa, bulimia, obesitas.
Pemeriksaan Penunjang
Sesuai dengan penyakit dasar
TERAPI
Medikamentosa
Sesuai kelainan/ penyebab
Bedah
Bila ada kelainan anatomis
Suportif
Bersifat indiviual, tergantung pada beratnya dan faktor-faktor penyebab. Bisa berupa makanan
cair, pemberian makan secara enternal sampai nutrisi parenteral.

PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Perbahan perilaku makan anak dan perilaku pengasuh.
Tumbuh kembang
Perubahan status
OBESITAS

PENGERTIAN :
Obesitas atau kegemukan didefenisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai
dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.
Overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat ideal yang dapat disebabkan
oleh penimbunan jaringan lemak atau jaringan non-lemak, misalnya pada seorang atlet binaragawan, yang
kelebihan berat badannya disebabkan oleh hipertrofi otot.

INSIDENS :
Prevalensi obesitas meningkat tidak saja di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Di
Indonesia, prevelensi obesitas pada balita menurut SUSENAS menunjukkan peningkatan baik di
perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan pada tahun 1989 didapatkan prevalensi obesitas 4,6 % pada
lelaki dan 5,9 % pada perempuan, sedangkan pada tahun 1992 prevalensi obesitas di 27 propinsi pada
tahun 1995 adalah 4,6%.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTATIF


WHO (1998) Membagi pencegahan menjadi tiga tahap yaitu pencegahan primer yang bertujuan
mencegah terjadinya obesitas, pencegahan sekunder yang bertjuan menurunkan prevalensi obesitas; dan
terakhir pencegahan tersier yang bertujuan mengurangi dampak obesitas.
Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan yaitu strategi pendekatan
populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua anak dan remaja beserta orang tuanya, serta
strategi pendekatan pada kelompok yang berisiko tinggi mengalami obesitas. Anak yang berisiko
mengalami obesitas adalah seorang anak yang salah satu atau kedua orang tuanya menderita obesitas dan
anak yang memiliki kelebihan berat badan semenjak masa kanak-kanak.
Pencegahan sekunder dan tersier lebih dikenal sebagai tata laksana obesitas serta dampaknya.
Prinsip tata laksana obesitas pada anak berbeda dengan orang dewasa karena pada anak faktor tumbuh
embang harus dipertimbangkan. Caranya dengan pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisik, mengubah
pola hidup dan yang terpenting adalah melibatkan keluarga dalam proses terapi. Sulitnya mengatasi
obesitas meningkatkan kecenderungan untuk memakai jalan pintas antara lain dengan penggunaan obat-
obatan. Perlu diinformasikan kepada masyarakat bahwa sampai saat ini belum ada satupun obat
antiobesitas yang diperbolehkan penggunaannya pada anak dan remaja. Oleh sebab itu, maraknya
penawaran obat ati obesitas yang ampuh dan dijual secara bebas perlu diwaspadai.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Jika seorang anak datang dengan keluhan obesitas, maka petama-tama perlu dipastikan apakah
kriteria obesitas terpenuhi secara klinis maupun antropometris.
Dampak obesitas pada anak harus dievaluasi sejak dini, meliputi penilaian faktor risiko
kardiovaskuler, sleep apmen, gangguan fungsi hati, masalah ortopedik yang berkaitan denga kelebihan
beban, kelainan kulit, serta potensi gangguan psikiatri.
Faktor resiko kardiovaskuler terdiri dari riwayat anggota keluarga dengan penyakit jantung
vaskular atau kematian mendadak dini (<55 tahun), dislipidemia (peningkatan kadar LDL-kolesterol >
160 mg/dl, HDL-kolesterol <35mg/dl) dan peningkatan tekanan darah, merokok, adanya diabetes melitus
dan rendahnya aktivitas fisik. Anak gemuk yang mempunyai minimal tiga dari faktor-faktor resiko
tersebut, dianggap berisiko tinggi. Skrining dianjurkan pada setiap anak gemuk setelah usia 2 tahun.

Pemeriksaan Fisis
Secara klinis obesitas dengan mudah dapat dikenali karena mempunyai tanda da gejala yang khas,
antara lain wajah yang membulat, pipi yang tembem, dagu rangap, leher relatif pendek, dadayang
membusung dengan payudara membesar mengandung jaringan lemak, perut membuncit disertai dinding
perut yang berlipat-lipat serta kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian
dalam saling menempel dan bergesekan yang menyebabkan laserasi dan ulserasi yang dapat menimbulkan
bau yang kurang sedap. Obstruksi saluran nafas intermite di malam hari menyebaban tidur gelisah serta
menurunkan oksigenasi. Sebagai kompensasi, anak cenderung mengantuk keesokan harinya dan
hipoventilasi.
Kelebihan berat badan pada anak gemuk cenderung berisiko menyebabkan gangguan ortopedik,
yaitu tergelincirnya epifisis kaput femoris yag bermanifestasi sebagai nyeri panggul atau lutut dan
terbatasnya gerakan panggul, serta penyakit Blount. Kegemukan menyebabkan kerentanan terhadap
kelainan kulit, khususnya di daerah lipatan. Sebagai tambahan, jerawat juga dapat muncul dan dapat
memperburuk persepsi diri si anak.
Anak dengan obesitas umumnya jarang bermain dengan teman sebayanya, cenderung menyendiri,
tidak diikutsertakan dalam permainan, serta canggung atau menarik diri dari kontak sosial.

Pemeriksaan penunjang
Berdasarkan atropometri, umumnya obesitas pada anak ditentukan berdasarkan tiga metode
pengukuran sebagai berikut :
1. Mengukur berat bada dan hasilnya dibandingkan dengan berat badan ideal sesuai tinggi badan
(BB/TB). Obesitas pada anak didefenisikan seagai berat bada menurut tinggi badan di atas
persentil ke-90, atau 120% berat badan ideal. Sedangkan berat badan lebih besar daripada 140%
berat badan ideal didefenisikan sebagai superobesitas.
2. The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National Institutes of Health
(NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical Guedelines for overweight in
adolescent Preventive Services telah merekomendasikan body mass index (BMI) atau indeks masa
tubuh (IMT) sebagai baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. IMT
adalah cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkorelasi tinggi dengan massa lemak
tubuh, selain itu juga penting untuk mengindentifikasi pasien obesitas yang mempunyai risiko
mendapat komplikasi medis. Klasifikasi IMT terhadap umur adalah sebagai berikut : persentil ke-
85 adalah overweight; dan persentil ke-95 adalah kegemukan atau obesitas.
3. Pengukuran langsung lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit (TLK). TLK triseps di
atas sentil ke-85 merupakan indikator adanya obesitas.

TERAPI
Tata laksana komprehensif obesitas mencakup penanganan obesitas da dampak yang terjadi.
Prinsip dari tata laksana obesitas adalah mengurangi asupan energi serta meningkatkan keluaran energi.
Caranya dengan pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisik, mengubah pola hidup dan yang terpenting
adalah keterlibata keluarga dalam proses terapi.
Terapi insentif diterapkan pada obesitas anak dan remaja yang disertai penyakit penyerta dan
tidak memberikan respons pada terapi konvensional. Terapi intensif terdiri dari diet berkalori sangat
rendah, farmakoterapi dan terapi bedah.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan sepesialis lainnya, dll)


Tata laksana obesitas pada anak melibatkan banyak disiplin ilmu antara lain dokter spesialis aak
degan berbagai subspesialisasi seperti nutrisi, endokrin, pulmonologi, kardiologi, hepatologi, dan tumbuh
kembang, ahli gizi, dokter spesialis olah raga, psikolog, guru, dokter spesialis bdah ortopedi, dan ahli
kesehatan masyarakat.
STANDARD
PELAYANAN MEDIS
KESEHATAN ANAK

PEDIATRI GAWAT DARURAT


GAGAL NAPAS AKUT

PENGERTIAN :
Gagal napas akut terjadi akibat sistem pernapasa tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik
tubuh. Dua bentuk dasar gagal napas akut adalah hipoksemik (PaO2 50 torr dengan FiO2 0,21) dan
hiperkapnik (PaCO2 50 torr), atau campuran kedua bentuk tersebut. Gagal napas dapat terjadi akibat
gangguan primer paru atau peyebab lainnya (contoh : gangguan neuromuskular)

LANGKAH DIAGNOSTIK
Gambaran klinis
Agitasi atau penurunan kesadaran
Peningkatan work of breathing
Dalam keadaa lanjut bradipne
Sianosis
Diaforesis, takikardi, hipertensi, dan gejala lain akibat peningkatan sekresi katekolamin
Penunjang
P (A-a) O2 > 10 torr
PAO2 diperkirakan dengan rumus :
PAO2 = FiO2 (PB-47) 1,25PaCO2
PCO2 > 40 torr
Pemeriksaan lain yang dapat membantu disesuaikan dengan penyebab gagal napas, misalnya
pemeriksaan radiologis

TERAPI
Pembebasan jalan napas dan bantuan pernapasan dengan tekanan positif
Suplementasi oksigen
Obat
Imflamantasi bronkus, edema mukosa, kontraksi otot polos jalan napas, dan peningkatan
produksi dan viskositas mukus dapat mengakibatkan obstruksi, peningkatan resistensi
jalan napas V/Q mismatch, dan peningkatan ruang rugi (V D). pada keadaan seperti ini
beberapa preparat farmakologis dapat digunakan, seperti :
- 2-agonis
- Antikolinergik
- Kortikosteroid
- Teofilin
Mengatasi penyebab

PEMANTAUAN (MONITORING)
Tanda vital
- Frekuesi pernapasan
- Work of breathing
- Frekuensi adi
- Sianosis
Auskultasi paru
Analisis gas darah
Pulse-oxymetry
KELUAR RAWAT & KELUAR DARI RUANG INTENSIF PEDIATRIK

Pasien kritis harus dirawat di ruang intensif pediatrik yang sesuai kebutuhannya. Pedoman ini
dibuat untuk menjadi bahan pertimbanga kriteria masuk dan keluar ruang perawatan intensif pediatrik.
Sesuai perkembangan ilmu, kriteria ini memerlukan revisi berkala.
Dalam SPM ini terdapat daftar kondisi yang dianggap perlu untuk perawata intensif pediatrik.
Namun demikian,keputusan dokter patut juga dipertimbangkan dalam penentuan kriteria perawatan.

LANGKAH PERSIAPAN
Kriteria untuk dirawat di Ruang Intensif
Sistem Respirasi
Pasien dengan gangguan/potensi gangguan respirasi berat yang mengancam jiwa. Kondisi ini
meliputi :
Kebutuhan penggunaan ETT dan ventilator mekanik
Gangguan sistem pernapasan (atas dan bawah) pogresif dengan resiko tinggi gagal napas dan/
atau obstruksi total
Kebutuhan terapi oksigen degan FiO2 > 0,5
Pasca pemasangan trakeostomi
Barotrauma akut
Kebutuhan terapi inhalasi/ nebulisasi yang sering
Sistem Kardiovaskular
Pasien dengan gangguan kardiovaskuler yang mengancam nyawanya, antara lain, namun tidak
terbatas pada
Syok
Pasca resusitasi jantung-paru
Aritimia yang mengancam nyawa
Gagal jantung kongestif (denga atau tanpa kebutuhan ventilator)
Kelainan jantung bawaan (dengan atau tanpa ebutuhan ventilator)
Pasca tindakan berisiko tinggi
Kebutuhan akan pemantauan tekanan darah invasive, tekanan vena sentral atau tekanan arteri
pulmonal
Kebutuhan pemasangan alat pacu jantung
Neurologis
Pasien dengan kelainan neurologis yang mengancam yawan, antara lain :
Kejang yang tidak responsif dengan terapi standar atau membutuhkan antikonvulsan kontinu
secara intravena
Gangguan kesadaran berat dan ringan yang belum dapat diperkirakan perkembagan, atau koma
disertai dengan potensi gangguan pernapasan
Pasca bedah syaraf yang membutuhkan pemantauan ketat
Inflamasi akut atau infeksi medula spinalis, selaput otak atau otak dengan depresi neurologis,
gangguan pernapasan dan atau hemodinamik atau kemungkinan peninkatan tekanan intrakranial.
Trauma kepala dengan peningkatan tekanan intrakranial
Perawatan pra-operatif bedah syaraf dengan penurunan status neurologis
Disfungsi neuromuskular progresif tanpa gangguan kesadaran yang membutuhkan pemantauan
respirasi dan kardiocaskular
Trauma spinal
Penggunaan drain ventrikel eksternal

Hematologi dan onkologi


Pasien dengan gangguan hematologi dan onkologi yang mengancam nyawa, antara lain :
Transfusi tukar
Plasmaferesis atau leukoferesis dengan kondisi klinis tidak stabil
Koagulopati berat
Anemia berat dengan gangguan hemodinamik da/ atau respirasi
Komplikasi krisis
Kemoterapi dengan antisipasi terjadinya sindroma lisis tumor
Tumor yang menekan pembuluh darah vital, jalan napas atau organ vital lainnya.

Bedah
Kondisi pasca bedah yang umumnya membutuhkan pemantauan dan tindakan invasif antara lain
Bedah kardiovaskular
Bedah toraks
Bedah saraf
Bedah THT
Bedah craniofacial
Bedah ortopedi dan tulang belakang
Bedah umum dengan gangguan hemodinamik dan respirasi
Transpalantasi organ
Trauma multipel dengan atau tanpa gangguan kardiovaskular
Kehilangan darah dalam jumlah besar

Ginjal dan Saluran Kemih


Pasien dengan gangguan ginjal dan saluran kemih yang mengancam nyawa, antara lain :
Gagal ginjal
Rhabdomyolisis akut dengan insufisiensi ginjal

Kriteria untuk keluar dari ruang Intensif


Bila indikasi untuk semua tidakan di ruang intensif tidak dibutuhkan lagi (contoh :pemantauan
invasif, intervensi invasif), maka pasien layak kelua dari ruang intensif.
Kriteria keluar dari ruang intensif didasarkan atas :
Parameter hemodinamik stabil
Status respirasi stabil, tanpa ETT, jalan napas bebas, gas darah normal)
Kebutuhan suplementasi oskigen minimal (tidak melebihi standar yang dapat dilakukan di luar
ruang intensif
Tidak lagi dibutuhkan tunjangan inotropik, atau bila masih dibutuhkan, digunakan dalam dosis
rendah dan dapat diberikan dengan aman di luar ruang intensif
Disritmia jantung terkontrol
Alat pemantau tekanan intrakaranial invasif tidak terpasang lagi
Neurologis stabil, kejang terkontrol
Kateter pemantau hemodinamik telah dilepas
Pasien dengan peritoneal dalisis atau hemodialosos kronik telah mengatasi keadaan akutnya
hingga tidak dibtuuhkan tindakan khusus lain diluar standar perawatan di luar ruang intensif atau
di rumah
Staf medik dan keluarga telah melakukan penilaian bersama dan menyepakati bahwa tidak lagi
ada keuntungan untuk tetap mempertahankan perawatan anak di ruang intensif.
SYOK HIPOVOLEMIK

PENGERTIAN :
Syok hipovolemik dapat disebabkan oleh pelbagai hal dengan akibat berkurangnya volume
intravaskuler higga menyebabkan berkurangnya arus balik vena ke jantung da penurunan curah jantung.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Pada pemeriksaan fisis perlu dibedakan hipovelemik akibat kehilangan cairan keluar tubuh
seperti pada diare atau perpindahan cairan ke ruang interstilasi seperti pada demam berdarah dengue atau
spesis.
Anak dengan perpindaan caira ke ruang interstitial menunjukkan tanda gangguan perfusi seperti
refill kapiler yang menurun, akral dingin, dan penurunan status mental tanpa adanya tanda lain yang
dijumpai pada anak dehidrasi.
Tekanan darah akan menurun bila terjadi kehilangan cairan lebih dari 30%. Pada syok akibat
perdarahan, hipotensi biasanya terjadi bila kehilangan darah lebih dari 40 % volume.

TERAPI
Pertahankan jalan napas dan berikan olksigen
Pasang akses vaskuler
Berikan cairan kritaloid 20 ml/kg dalam waktu < 10 menit
Lakukan evaluasi selanjutnya
Luka bakar
Sepsis
perdarahan
Bila syok hipovolemik terjadi pada anak dengan hipervolemia ekstravaskular, penggunaan koloid
dapat dipertimbangkan.

PEMANTAUAN (MONITORING)
Deyut nadi
Refill kapiler
Status mental
Produksi urin
Tekanan darah
Tekanan vena sentral
STANDARD
PELAYANAN MEDIS
KESEHATAN ANAK

PENCITRAAN
FOTO POLOS KEPALA

Foto polos kepala dilakukan atas permintaan dokter. Umumnya dilakukan dalam dua posisi, yakni
foto A-P dan lateral yang dikondisikan untuk intensitas tulang. Untuk keadaan khusus, pengirim
diharapka mencantumkan posisi dan kondisi yang diinginkan.

PERSIAPAN
Tidak diperlukan persiapan khusus. Pengirim harus mencantumkan gambaran kliik dan diagnosis
kerja agar Unit Pencitraan dapat mempertimbangkan posisi poto yang sebaiknya dilakukan serta hasil/
kesan yang mungkin didapat.

PEMANTAUAN
Pemantauan Jangka Pendek
Tidak perlu pemantauan
Pemantauan Jangka Panjang
Tidak perlu pemantauan
FOTO POLOS TORAKS

Foto polos toraks dilakukan atas permintaan dokter. Umumnya dilakukan dalam satu posisi, yakni
foto A-P yang dikondisikan untuk intensitas jaringan paru.
Untuk keadan khusus, pengirim diharapka mencantumkan posisi da kondisi yang diinginkan.
Misalnya pada demam berdaarh dengue, untuk mendeteksi adanya efusi pleura yang minimal diperlukan
foto lateral kanan dengan sinar horizontal.

PERSIAPAN
Tidak diperlukan persiapan khusus. Pengirim harus mencantumkan gambaran kliik dan diagnosis
kerja.

PEMANTAUAN
Pemantauan Jangka Pendek
Tidak perlu pemantauan
Pemantauan Jangka Panjang
Tidak perlu pemantauan
FOTO SINUS PARANASALIS

Foto Sinus Paranasalis dilakukan atas permintaan dokter. Foto sinus sebaiknya dilakukan di atas
usia 4 tahun, karena sebelum usia ini sinus belum berkembang. Umumnya dilakukan dalam dua posisi,
yakni foto lateral dan Waters yang dikondisikan untuk intensitas tulang.

PERSIAPAN
Tidak diperlukan persiapan khusus. Pengirim harus mencantumkan gambaran kliik dan diagnosis
kerja agar Unit Pencitraan dapat mempertimbangkan posisi poto yang sebaiknya dilakukan serta hasil/
kesan yang mungkin didapat.
PEMANTAUAN
Pemantauan Jangka Pendek
Tidak perlu pemantauan
Pemantauan Jangka Panjang
Tidak perlu pemantauan
FOTO POLOS ABDOMEN

Foto polos Abdomen dilakukan atas permintaan dokter. Umumnya dilakukan dalam dua posisi,
yakni foto A-P dan lateral yang dikondisikan untuk jaringan lunak. Untuk keadaan khusus, pengirim
diharapkan mencantumkan posisi telentang dengan sinar horizontal.

PERSIAPAN
Tidak diperlukan persiapan khusus. Kecuali bila dilakukan untuk melihat organ tertentu seperti
pielografi intravena atau enema barium. Untuk pemeriksaan enema barium, pasien dipuasakan dan
saluran cerna dibersihkan dengan cara diet dan pencahar.
Pengirim harus mencantumkan gambaran kliik dan diagnosis kerja agar Unit Pencitraan dapat
mempertimbangkan posisi poto yang sebaiknya dilakukan serta hasil/ kesan yang mungkin didapat.

PEMANTAUAN
Pemantauan Jangka Pendek
Tidak perlu pemantauan
PIELOGRAFI INTRAVENA

Pielografi intravena dilakukan atas permintaan dokter. Dibutuhkan data kadar ureum/ kreatinin
serum.

PERSIAPAN
Keluarga pasien akan diminta mengisi informed consent setelah mendapat penjelasan dari dokter
yag akan melakukan pemeriksaan. Pasien dipuasakan dan saluran cerna dibersihkan dengan cara dietik da
pencahar 1 malam sebelumnya. Pengirim harus mencantumkan gambaran klinik dan digosis kerja agar
unit pencitraa dapat mempertimbagkan hasil/ kesan yang mungkin didapat.

PEMANTAUAN
Pemantauan Jangka Pendek
Observasi tanda vital akibat reaksi pemberian obat (zat kontras), sekurangnya 30 menit. Paien
dipulangka bila tidak terdapat reaksi samping akibat pemberian obat kontras.
Pemantauan Jangka Panjang
Tidak ada
ENEMA DAN MINUM BARIUM

Enema dan Barium dilakukan atas permintaan dokter.

PERSIAPAN
Pasien dipuasakan dan saluran cerna dibersihkan dengan cara dietetik da pencahar 1 hari
sebelumnya. Pengirim harus mencantumkan gambaran klinik dan dignosis kerja agar unsur pencitraan
dapat mempertimbangkan hasil / kesan yang mungkin didapat.

LANGKAH PEMANTAUAN
Pemantauan Jangka Pendek
Tidak ada
Pemantauan Jangka Panjang
Tidak ada
ULTRASONOGRAFI KEPALA

Ultrasonografi kepala dilakukan atas permintaan dokter. Pemeriksaa ini dilakuka pada anak di
bawah usia 2 tahun atau pada pasien lain dengan ubun-ubun besar yang masih terbuka.

PERSIAPAN
Tidak diperlukan persiapan khusus. Pengirim harus mencantumkan gambaran kliik dan diagnosis
kerja agar Unit Pencitraan dapat mempertimbangkan posisi poto yang sebaiknya dilakukan serta hasil/
kesan yang mungkin didapat.

PEMANTAUAN
Pemantauan Jangka Pendek
Tidak perlu pemantauan
Pemantauan Jangka Panjang
Tidak perlu pemantauan
CT SCAN KEPALA

CT Scan kepala dilakukan atas permintaan dokter. Dapat menggunakan kontras atau tidak.
Penggunaan zat kontras amat dianjurkan pada pemeriksaan CT dengan dugaan infeksi atau tumor. Karena
penggunaan zat kontras dapat menimbulkan efek samping berupa muntah, pasien perlu dipuasakan
sedikitnya 6 jam sebelum pemeriksaan. Pengirim harus mencantumkan gambaran kliik dan diagnosis
kerja agar Unit Pencitraan dapat mempertimbangkan posisi poto yang sebaiknya dilakukan serta hasil/
kesan yang mungkin didapat. Dibutuhkan juga data kadar ureum dan kreatinin serum.

PERSIAPAN
Keluarga pasien akan diminta mengisi informed consent setelah mendapat penjelasan dari dokter
yag akan melakukan pemeriksaan. Tempat pemeriksaan harus dilengkapi dengan peralatan untuk
menagani efek samping yang mubgkin terjadi akibat reaksi dengan pemberian obat kontras oral/
parenteral.

PEMANTAUAN
Pemantauan Jangka Pendek
Dibutuhkan pemantauan tanda vital sekurangnya 30 menit pasca tindakan. Bila tidak tedapat efek
samping pemberian obat kontras, pasie dapat dipulangkan.
Pemantauan Jangka Panjang
Tidak ada
STANDARD
PELAYANAN MEDIS
KESEHATAN ANAK

PERINATOLOGI
ASPIRASI MEKONIUM

PENGERTIAN :
Komplikasi lain yang sering ditemui dan cukup berbahaya pada persalinan adalah terdapatnya
mekonium pada cairan ketuban. Sangat sulit untuk memperkirakan dengan tepat, kapan terjadinya
pengeluaran mekonium. Untuk itu, harus selalu siap waspada terhadap adanya mekonium dalam cairan
ketuan pada setiap kelahiran.
Bila air ketuban bercampur mekonoium biasanya 50 % mekonium berada di trakea

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTATIF


Mencegah persalinan postmatur (bayi lebih bulan)
Mencegah IUGR = janin tumbuh lambat
Melakukan pertolonga persalinan yang bersih da ama
Mencegah asfiksia neontorum
Melakukan tindaka pencegahan infeksi

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Riwayat janin tumbuh lambat (IUGR)
Riwayat kesulitan persalinan dan riwayat Gawat Janin
Riwayat persalinan dengan air etuba bercampur mekonium
Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia berat

Pemeriksaan Fisis
Cairan amnio tercemar mekonium baik encer maupun kental, bayi diliputi mekonium,
Tali pusat dan kulit bayi berwarna hijau kekuningan
Bayi mengalami asfiksia berat dan dalam beberapa jam kemudian menunjukkan
gangguan napas.
Biasanya disertai tanda bayi lebih bulan

Pemeriksaan penunjang
Foto toraks AP dan lateral, bila diperlukan dilakukan secara seriao, didapatkan : gambaran aspirat
pada satu atau kedua lapang paru, hiperinflasi, kadang ditemukan gambaran atelektasis dan
pneumotoraks.
PENYAKIT MEMBRAN HIALIN

PENGERTIAN :
Penyakit membran hialin merupakan salah satu penyebab gangguan napas pada bayi bar lahir
selain asfiksia da sepsis neonatal. Gangguan napas pada bayi baru lahir ini merupakan sindroma yang
terdiri dari satu atau lebih gejala sebagai berikut : pernapasan terlalu cepat > 60x/menit atau < 30x/menit,
berhenti napas lebih dari 20 detik degan/ tanpa sianois sentral, tarikan dinding dada, merintih dan sering
dijumpai pada bayi lahir rendah dan atau bayi prematur (bayi kurang bulan).

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTATIF


Mencegah persalinan prematur
Pemberian terapi kortikosteroid antenatal pada ibu degan ancaman persalinan prematur
Melaukan pertolobgan persalinan yang bersih dan aman
,Mencegah asfiksia neonatorum
Melakukan resusitasi dengan benar
Melakukan tindakan pencegahan infeksi
Mengelola ibu SDM dengan baik

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Riwayat kelahiran kurang bula, Ibu DM
Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia perinatal (gawat janin) atau partus tindakan
dengan bedah sesar
Riwayat kelahiran saudara kandung dengan penyakit membran hialin
ASIFIKSIA NEONATORUM

PENGERTIAN :
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 didalam darah rendah (hipoksemia),
hiperkarbia (PaCO2) meningkat dan asidosis. Merupakan penyebab kematian paling tinggi.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTATIF


pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas
meningkatkan status nutrisi ibu
manajemen pesalinan yang baik dan benar
melaksanakan Pelayanan neontal esesial terutama dengan melakukan resusitasi yang baik da
benar yang sesuai standar

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Gangguan atau kesulitan waktu lahir
Lahir tidak bernapas/ menangis
Air ketuban bercampur mekonium
Pemeriksaan Fisis
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap
Denyut jantung kurang dari 100x/ menit
Kulit sianosis pucat
Tonus otot menurun
KEJANG DAN SPASME PADA NEONATUS

PENGERTIAN :
Kejang merupakan keadaan emerjensi atau tanda bahaya yang sering terjadi pada neonatus,
karena kejang yang berkepanjangan dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi
kelangsungan hidup bayi atau dapat mengakibatka sekuele di kemudian hari.

LANGKAH PROMOTIF / PREVETATIF


Mencegah semua keadaan yang dapat menyebabkan kejang atau spasme pada neonatus
mencegah asfiksia, infeksi atau sepsis, dan gangguan metabolik lain

LANGKAH DIAGNOSTIK
Diagosis banding :
1. Kejang metabolik : hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia, hipermatremia
2. kejang karena infeksi : menngitis pada neonatus
3. spasme : tetanus neonatorum
4. kejang pasca asfiksia : esefalopati hipoksi iskemik

Anamnesia :
Kapan terjadinya kejang
Berapa lama kejang berlangsung
Keadaan umum bayi pada saat kejang
Hal-hal khusus yang berhubungan dengan penyebab ata diagosis banding kejang seperti :
riwayat persalinan, riwayat imunisasi tetanus ibu, riwayat perawatan tali pusat dengan
obat tradisional, riwayat kejang, riwayat spasme atau kekakuan pada ekstermitas, otot
mulut dan perut., dll

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya, dll)


Bayi dirujuk bila memerlukan ventilator mekanik, atau memerlukan pemeriksaan penunjang
misanya, USG, CT, scan, EEG atau konsultasi.
TETANUS NEONATORUM

PENGERTIAN :
Penyebab utama kematian neonatus sebagian besar karena asfiksia neonatorum, infeksi dan bayi
berat lahir rendah. Infeksi yang sering terjadi adalah Sepsis Neonatal dan Tetanus neonatorum dengan
angka kematian tetanus neonatorum masih sangat tinggi.
Kejadian ini sangat berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan neonatal, terutama
pelayanan persalinan, khususnya perawatan talipusat. Komplikasi atau penyulit ditakutka adalah spasme
otot diafragma.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTATIF


Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, terutama pemotongan talpusat dengan alat yang steril
Perawatan pasca natal, tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat.
Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, dilakukan pengobatan yang tepat dengan antibiotik lokal
dan sistematik.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Fisis
Bayi sadar, terjadi spasme otot berulang
Mulut mencucu seperti mulut ikan (carper moult)
Trismus (mulut sukar dibuka)
Perut teraba keras (perut papan)
Opistotonus (ada sela antara punggung bayi denga alas, saat bayi ditidurkan)
Tali pusat biasanya kotor dan berbau
Anggota gerak spastik (boxing position).
Pemeriksaan Penunjang
Pungsi Lumbal
Pemeriksaan darah rutin, preparat darah hapus atau kultur da sensitivitas
Bedah
Suportif
Bila terjadi kekakuan atau spastisitas yang menetap terapi suportif berupa fisioterapi

Lain-lain (rujukan spesialissi lainnya, dll)


Bila terjadi spasme berulang dan atau gagal napas dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai
fasilitas NICU
Bila diperlukan konsultasi ke sub bagian Neurologi Anak dan Bagian Rehabilitasi Medik.

PEMANTAUAN (MONITORING)
Tumbuh Kembang
Meskipun angka kematian tetanus neonatorum masih sangat tinggi (50% atau lebih), tetapi kalau
bayi bisa bertahan hidup tidak akan mempunyai dampak penyakitnya di masa datang.
Pemantauan tumbuh kembang diperluka terutama untuk asupan gizi yang seimbang dan stimulasi
mental.
SEPSIS NEONATORUM

PENGERTIAN :
Neonatorum sepsis merupakan sindrom klinis dari penyakit sistematik akibat infeksi selama saat
bulan pertama kehidupan. Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik, sehingga skrining sepsis
dan pengelolaa terhadap fakto risko perlu dilakukan. Maka terapi awal pada neonatus yang mengalami
sepsis harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil kultur.

LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF


Mencegah dan mengobati ibu demam degan kecurigaa infeksi berat atau infesi intra uterin
Mencegah dan pengobatan ibu denga ketuban pecah dini.
Perawatan antenatal yang baik
Mencegah aborsi yang berulang, cacat bawaan
Mncegah pesalinan prematur
Melakukan petolongan persalinan yang besih dan aman
Mencegah asfiksia neonatorum
Melakukan resusitasi dengan benar
Melakukan tindakan pencegahan infeksi
Melakukan identifikasi awal terhadap faktor risiko sepsis dan pengelolaa yang efektif.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Riwayat ibu mengalami infeksi intra uterin, demam dengan kecurigaa infeksi berat atau
ketuba pecah dini.
Riwayat persainan tindakan, penolong persalinan, lingkngan persalinan yang kurang
higienis
Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah.
Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur meokinium
Riwayat bayi malas minum, peyakitnya cepat memberat
Riwayat keadaa bayi lungkai, mengantuk atai aktivitas berkurang atau iritabel/ rewel,
muntah, perut kembung, tidak sadar, kejang.
TERAPI
Manajemen umum
Dugaan spesis
Pengobatan menggunakan daftar tabel temuan yang berhubungan dengan spesis, pada dugaan
pesis pengobatan ditujukan pada temua khusus (misalnya kejang) serta dilakukan pemantauan.

Kecurigaan besar sepsis


A. Antibiotik
Antibiotik awal diberikan ampisilin dan gentamisin, bila organisme tidak dapat ditemukan dan
bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti ampisilin dan beri sefotaksim
disamping tetap beri gentasimin.
B. Respirasi
Menjaga potensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia.
C. Kardiovaskular
Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta pemantauan tensi dan perfusi jaringa
untuk fegah syok.
D. Hematologi
Transfusi kompone jika diperlukan, atasi kelahiran yang mendasari
E. Tunjangan nutrisi adekuat

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasasi lainnya, dll)


Pengelolaan bersama dengan sub bagian neurologi anak, pediatri sosial, bagian mata,bedah syaraf
dan rehabilitasi medik.

Tumbuh Kembang
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita denga sepsis dapat akibatkan gangguan tumbuh
kembang. Misalnya gejala sisa neurologis berupa retardasi mental, gangguan penglihatan, kesukaran
belajar, kelainan tingkah laku.
BAYI LAHIR DARI IBU YANG MENDERITA HIV
(Human Immunodeficiensy Virus)

PENGERTIAN :
HIV adalah virus RNA dari subfamili retrovirus. Infeksi HIV menimbulkan defisiensi kekebala
tubuh seingga menimbulkan gejala berat yang disebut penyakit AIDS.
Penularan dari ibu pada bayinya lebih progresif daripada penularan pada anak. Diantara bayi-bayi
yang megalami penularan secara vertikal dari ibu, 80 % menunjukkan gejala klinis HIV pada umur 2
tahun. Gambaran gejala klinis AIDS tampak pada umur 1 tahun pada 23 % dan pda umur 4 tahun pada 40
% dari bayu-bayi tersebut.

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTATIF


Mencegah penularan yang palig berbahaya, yaitu melalui pecampuran drah ibu berisiko tinggi da
bayi melalui plaseta, terutama bila ada korioamnionitis.
Mencegah penularan melalui transfusi darah, sehngga skrining donor sangat perlu, walaupun
tidak dapt menghilangkan resiko peularan karena penderita yang baru terkena HIV mempunyai
masa seronegatif 2-4 bulan
Menghindari pemberian ASI dari Ibu HIV

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Riwayat ibu pengguna obat-obatan termasuk narkotik lewat pembuluh darah
Riwayat ibu penderita hemofilia
Riwayat kelainan orientasi dan perilaku seksual pada ibu (wanita biseksual)
Riwayat ibu dengan respon imunologis yang buruk.
HIPERBILIRUBINEMIA NEONATAL

PENGERTIAN :
Hiperbilirubinemia neonatal adalah peningkatan kadar bilurubin total pada minggu pertama
kelahiran. Banyak bayi mengalami hiperbilurubenemia ini dalam satu minggu pertama kehidupannya,
terutama pada bayi kecil. Bila bayi mengalami masalah ini maka resiko ata komplikasi yang harus
dipertimbangkan adalah ensefalopati bilirubin.
Meskipun demikian, sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak membahayakan dan tidak
memerlukan pengobatan.

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTATIF


Pemeriksan anternal yang baik dan benar
Bila memungkinkan, skrining golongan darah ibu dan ayah sebelum lahir
Bila ada riwayat bayi kuning dalam keluarga, periksa kadar G6PD
Melaksanakan perawatan neonatal esesial
Mencegah infeksi neonatal
Pemberian ASI ekslusif.

LANGKAH DIAGNOSIS
Anamnesis
Riwayat ibu melahirkan bayi yang lalu dengan ikterus,
Golongan darah ibu da ayah
Riwayat ikterus hemolitik, defisiensi glukose-6-fospot dehidrogenase (G6PD)
Riwayat anemia, pembesaran hati atau limpa pada keluarga.
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin
Kadar bilirubin total, direk, indirek
Preparat apusan darah
Kadar G6PD
Golongan darah ibu dan bayi : ABO dan Rhesus
Uji Coombs.

PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
bilirubin pada kulit dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar.
Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan,
Ajari ibu untuk menilai ikterus dan beri nasehat pada Ibu untuk kembali bila terjadi
ikterus lagi.

Tumbuh Kembang
Pasca perawata hiperbilirubi bayi perlu pemantapan tembuh kembang dengan penilaian
periodik, bila diperlukan konsultasi ke subbagia neurologia anak dan subbagian tumbuh
kembang
Bila terjadi gangguan penglihatan, konsultasi ke bagia penyakit mata
Bila terjadi gangguan pendengaran, konsultasi ke bagia THT.
PENYAKIT PERDARAHAN PADA NEONATUS (PPN)

PENGERTIAN :
Penyakit perdarahan pada neonatus adalah penyakit perdarahan akibat kekuranga vitamin K, yang
biasanya terjadi pad hari kedua dan keempat setelah lahir. Neonatus dalam keadaan normal memilki kadar
prekuser protein rendah saat lahir.
Bayi-bayi yang tidak diberi vitamin K akan mengalami pemanjangan prothombrin time (PT) dan
partial thromboplastin time (PTT) yang progresif selama seminggu pertama kehidupan.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Riwayat perdarahan pada tali pusat tinja atau urine;
Riwayat penjepitan tali pusat yang kurang baik dan kurang benar saat lahir
Riowayat bayi muntah, dan bercampur darah atau dalam proses persalinan
Riwayat nafsu minum bayi menurun
Iwayat persalinan dengan tindakan, ketuban pecah dini, prematur, asfiksia.
Khusus
Bila perdarahan tidak terhenti dalam tiga jam, tangani sebagai kasus sepsis
Ambil sampel darah dan periksa hemoglobin tiap hari.
Lalukan manajemen lanjut.

Supportif
Oksigenasi
Pemberian cairan da nutrisi sesuai petunjuk
Jaga suhu tuuh dalam batas normal
Pertahankan kadar gula darah dan dalam batas normal.
BAYI BERAT LAHIR RENDAH

PENGERTIAN :
Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gr tanpa memandang
getasi. Sampai saat ini BBLR masih merupakan masalah yang diseluruh dunia, karena merupakan
penyebab kesakitan dan kematian pada masa neonatal.
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor Ibu yang lain adalah
umur, paritas, dll. Faktor plasenta seperti penyaki vaskular, kehamilan ganda, dll serta faktor janin juga
merupakan penyebab terjadinya BBLR.

LANGKAH PROMOTIF
Mencegah pesalinan prematur
Pemberian tokolitik pada persalinan kurang bula
Pemberian ktikosteroid pada ibu jika diperkirakan akan terhjadi kelahiran kurang bulan,
untuk mempercepat pemtangan paru janin.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Umur Ibu
Riwayat hari pertama haid terakhir
Riwayat pesalinan sebelumnya
Paritas, jara kelahiran sebelumnya
Kenaikan berat badan selama hamil
Aktiivtas
Penyakit yang diderita selama hamil
Obat-obatan yang diminum selama hamil
Pemeriksaan Fisik
Berat badan < 2500 gram
Tanda prematuritas
Tanda bayi cukup atau lebih bulan
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Ballard
Tes kocok (shake test) dianjurkan untuk bayi kurang bulan
Darah rutin, glukosa darah kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar elektrolit dan
analisis gas darah
Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan
kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau jika terdapat/ diperkirakan akan terjadi
sindrom gangguan nafas
USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan kurang dari 35 minggu dimulai
pada umur 2 hari dan dilanjutkan sesuai dengan hasil yang didapat

MANAJEMEN
Medikamentosa
Pemberian vitamin K1
Injeksi 1 mg im sekali pemberian atau
Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 x pemberian ( saat lahir, umur 3-10 hari dan
umur 4-6 minggu)

Mempertahankan suhu tubuh normal


Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi sepeti
kontak kulit ke kulit, pemancaran panas, incubator atau ruangan hangat yang tersedia di
tempat fasilitas kesehatan
Jangan mandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin
Ukur suhu tubuh sesuai jadwal

Pemberian minum
ASI merupakan pilihan utama
Apabila bayi mendapat ASI, pastikan nayi menerima jumlah yang cukup dengan cara
apapun , perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap, paling
kurang sehari sekali
Apabila bayi sudah tidak mendapat cairan iv dan beratnya naik 20 gram per hari selama 3
hari berturut-turut, timbang bayi 2 x seminggu

Berat lahir 1750-2500 gram


Bayi sehat
Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil mudah merasa letih
dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (setiap 2 jam bila perlu)
Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui.
Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan asi peras dengan menggunakan salah
satu alternative cara pemberian minum
Bayi sakit
Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan intravena, berikan
minum seperti pada bayi sehat.
Apabila bayi memerlukan cairan iv:
- berikan cairan iv hanya selama 24 jam pertama
- mulai berikan minum per oral pada hari ke 2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan
pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukan tanda-tanda bayi siap untuk
menyusu.
- apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (misalnya gangguan nafas,
kejang) beri ASI peras melalui pipa lambung):
1. berikan cairan iv menurut umur
2. berikan minum 8x dalam 24 jam
Apabila bayi sudah dapat minum 160 ml/kgbb/ hari tetapi masih tampak lapar, berikan
tambahan ASI setiap kali minum, biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah
stabil dan bayi sudah menunjukkan keinginan menyusu dan dapat menyusu tanpa
terbatuk dan tersedak.

Berat lahir 1500-1749 gram


Bayi sehat
Berikan ASI peras dengan cangkir/ sendok
-apabila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan cangkir atau
sendok, atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk atau tersedak) berikan
minum dengan pipa lambung
-lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan
tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setelah sehari sampai 2 hari namun ada
kalanya memakan waktu lebih dari seminggu)
* berikan minum 8x dalam 24 jam
Apabila bayi sudah dapat minum 160 ml/kgbb/ hari tetapi masih tampak lapar, berikan tambahan
ASI setiap kali minum
Apabila bayi telah dapat minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk
menyusu langsung
Bayi sakit
Beri cairan iv hanya selama 24 jam pertama
Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke 2 dan kurangi jumlah cairan iv secara
perlahan-lahan
berikan minum 8x dalam 24 jam
Apabila bayi sudah dapat minum 160 ml/kgbb/ hari tetapi masih tampak lapar, berikan
tambahan ASI setiap kali minum
lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir atau sendok apabila kondisi bayi
sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak
apabila bayi telah dapat minum baik menggunakan cangkir atau sendok, coba untuk
menyusu langsung

Berat lahir 1250-1499 gram


Bayi sehat
beri ASI peras melalui pipa lambung
berikan minum 8x dalam 24 jam
Apabila bayi sudah dapat minum 160 ml/kgbb/ hari tetapi masih tampak lapar, berikan
tambahan ASI setiap kali minum
lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir atau sendok
apabila bayi telah dapat minum baik menggunakan cangkir/sendok, coba untuk menyusu
langsung
Bayi sakit
beri cairan iv selama 24 jam pertama
beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke 2 dan kurangi jumlah cairan iv secara
perlahan
Bayi Lahir dari Ibu Bermasalah

PENGERTIAN :
Bayi yang lahir dari ibu penderita diabetes mellitus, infeksi hepatitis B, Tuberkulosis, malaria,
sifilis, kemungkinan besar akan mengalami masalah beberapa waktu setelah lahir, meskipun tampak
normal pada waktu lahir. Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita DM beresiko mengalami masalah pada
saat lahir berupa gangguan maturitas paru, berat lahir besar untuk masa kehamilan atau makrosomnia atau
bila disertai penyakit vascular akan mengalami berat lahir kecil untuk masa kehamilan. Masalah yang
timbul beberapaa saat setelah adalah berupa hipoglikemia dengan tanda retargi, gak mau minu, apnea atau
kejang dalam 6-12 jam setelah lahir. Kejang yang timbul setelah 12 jam kemungkinan diakibatkan
hipokalsemia atau hipomagnesemia. Distress respirasi akibat imaturitas paru dapat juga ditemui. Masalah
yang paling sulit terjadi pada bayi yang lahir dari ibu dengan gangguan ginjal, jantung atau mata.
Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita hepatitis B biasanya asimptomatis, jarang yang disertai gejala
sakit. Transmisi virus hepatitis B (HB) dari oibu penderita terjadi pada saat bayi lahir karena paparan
darah ibu. Bila ibu terbukti menderita hepatitis akut pada kehamilan trimester pertama dan kedua, resiko
penularan pada bayi nya kecil karena antigen dalam darah sudah negative pada kehamilan cukup bulan,
dan anti HBs sudah muncul.
Bila ibu terinfeksi virus HB pada kehamilan trimester terakhir, kemungkinan bayi akan tertular
adalah 50-70%. Kejadian tuberculosis (TB) congenital jarang. Ibu hamil dengan infeksi TB pada paru saja
tidak akan menularkan ke janin sampai bayi lahir. Mekanisme infeksi intrauterine dapat melalui beberapa
cara yaitu plasenta yang terinfeksi basil tuberculosis, TB plasenta yang menyebar ke janin melalui vena
umbilikalis, aspirasi lender yang telah terinfeksi lender pada saat lahir, atau paparan yang terjadi pada
periode pasca natal.
Di daerah endemic malaria, infeksi plasmodium falcifarum selama kehamilan meningkatkan
kejadian anemia ibu hamil, abortus, lahir mati, kelahiran premature, gangguan pertumbuhan intrauterine,
dan bayi berat lahir rendah.
Insiden infeksi sifilis semakin meningkat dari tahun ke tahun, namun diperkirakan hanya
sepertiga nya yang tercatat. Meskipun transmisi infeksi sifilis, terjadi pada 2 trimester terakhir namun
kuman spirochaeta dapat menembus plasenta kapan saja selama kehamilan.

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF


Diabetes Mellitus
Pencegahan komplikasi yang berat pada janin maupun pada bayi pada masa neonatal dilakukan
dengan penanganan pada ibu selama kehamilan berupa :
edukasi ibu untuk melakukan control rutin dan dibawah pengawasan ketat seorang dokter
mengontrol kadar gula dengan terapi diet bila tidak berhasil dengan insulin
Perhatikan kontraindikasi pemberian obat antidiabetik oral.
Pemeriksaan pada trimester I, II dan III

Infeksi Hepatitis B
Tindakan pencegahan terhadap kejadian infeksi HB neonatal adalah dengan memberikan
imunoprofilaksis.

Infeksi Tuberkulosis
Tindakan pencegahan yang paling efisien terhadap kejadian TB neonatal adalah menemukan dan
mengobati kasus TB pada ibu hamil sedini mungkin. Di daerah dengan prevalensi TB cukup tinggi,
sebaiknya dilakukan uji tuberkulin pada semua ibu hamil yang dicurigai kontak dengan penderita TB, ibu
hamil dengan HIV positif, diabetes atau gastrektomi, atau ibu yang bekerja di lingkungan dengan
kemungkinan penularan cukup tinggi (seperti rumah sakit, penjara, rumah yatim piatu, dll).

Infeksi Malaria
Salah satu tindakan yang dikembangkan dan yang paling efektif untuk mencegah komplikasi
terhadap janin akibat infeksi malaria selama hamil adalah:
Menemukan kasus dan memberikan pengobatan intermitten
Sulfadoksin pirimethamin minimal 2 x selama hamil

Infeksi Sifilis
Lakukan pemeriksaan serologi pada ibu hamil yang memiliki factor resiko tinggi (pelaku
seks komersial, sering berganti pasangan, pecandu bobat-obatan, riwayat penderita
infeksi sebelumnya, riwayat infeksi HIV)
Berikan pengobatan secara adekuat terhadap ibu hamil yang terinfeksi sifilis atau yang
dicurigai terinfeksi untuk mencegah terjadinya sifilis congenital.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Ibu penderita diabetes mellitus
Pemeriksaan laboratorium yang harus dimonitor secara ketat adalah
Kadar glukosa serum harus diperiksa menggunakan dextrostix segera setelah lahir dan
selanjutnya sesuai prosedur pemeriksaan kadar glukosa darah. Bila kadarnya < 40 mg/dl
harus dilakukan pemeriksaan ulang kadar glukosa serum
Kadar kalsium serum diperiksa pada umur 6, 24, dan 48 jam. Bila kadarnya rendah, kadar
magnesium darah juga diperiksa karena kemungkinan kadarnya juga menurun
Hemoglobin atau hematokrit diperiksa pada umur 4 dan 24 jam
Kadar bilirubin serum diperiksa bila ada indikasi (secara klinis menunjukkan tanda-tanda
ikterus).
Pemeriksaan laboratorium lain seperti analisis gas darah, hitung jenis leukosit, dan kultur
diperiksa sesuai indikasi.
Pemeriksaan lain seperti radiologi, elektrokardiografi, dan echocardiografi dilakukan sesuai indikasi
klinis.

Ibu Menderita Hepatitis B


Pemeriksaan HbsAg dan IgM anti-Hbc. Kadar antigen akan terdeteksi dalam darah bayi
pada umur bulan, dengan kadar pun cak dengan umur sekitar 3-4 bulan. Jangan ambil
darah umbilical karena
1. Terkontaminasi dengan darah ibu yang mengandung antigen positif atau sekersi
vagina
2. Adanya kemungkinan antigen noninfeksius dari darah ibu

Ibu Menderita Tuberkulosis (TB)


Kebanyakan kasusnya bersifat asimtomatik atau dengan gejala minimal
Pada setiap bayi yang dicurigai menderita TB congenital atau terinfeksi tuberculosis
perinatal, dianjurkan dilakukan uji tuberkulin PPD meskipun hasilnya bisa negative
kecuali kalo infeksinya sudah berlangsung selama 4-6 bulan.
Bila bayi terbukti menderita TB congenital, lakukan penangan sebagai TB congenital

Ibu Menderita Malaria


Periksa hapusan darah terutama untuk menemukan plasmodium falcifarum pada setiap
ang dilahirkan ibu yang menderita atau dicurigai menderita malaria.
Cari tanda-tanda malaria congenital ( misalnya ikterus, hepatosplenomegali, anemia,
demam, masalah minum, muntah) meskipun kenyataannya sulit dibedakan dengan gejala
malaria yang didapat.
Ibu Menderita Sifilis
Lakukan pemeriksaan klinis dan uji serologis (segera setelah lahir) pada setiap bayi yang
dilahirkan ibu dengan hasil sero positip yang:
1. Tidak diobati atau tidak punya catatan pengobatan yang baik
2. Diobati selama kehamilan trimester akhir
3. Diobati dengan obat selain penicillin
4. Tidak terjadi penurunan titer treponema seteah pengobatan
5. Diobati tetapi belum sembuh
Hasil tes serologi bisa nonreaktif bila bayi terinfeksi pada bulan-bulan terakhir
kehamilan.

MANAJEMEN
Ibu dengan Diabetes Melitus
Bayi lahir dari ibu penderita diabetes mellitus, beresiko untuk mengalami hipoglikemia pada 3
hari pertama setelah lahir, walaupun bayi sudah dapat minum dengan baik
Anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan lebih sering, paling tidak 8 x sehari, siang
dan malam
Bila bayi umur kurang dari 3 hari, amati sampai umur 3 hari
- Periksa kadar glukosa pada:
1. Saat bayi datang atau pada umur 3 jam
2. 3 jam setelah pemeriksaan pertama, kemudian tiap 6 jam selama 24 jam atau kadar
glukosa dalam batas normal dalam 2 x pemeriksaan berturut-turut.
Bila kadar glukosa < 45 mg/dl atau bayi menunjukkan tanda hipoglikemia (tremor atau letargi),
tangani untuk hipoglikemi.
Bila dalam pengamatan tidak ada tanda hipoglikemi atau masalah lain dan bayi dapat minum
dengan baik, pulangkan bayi pada hari ke 3
Bila bayi berumur 3 hari atau lebih dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit, bayi tidak perlu
pengamatan. Bila bayi dapat minum dengan baik dan tidak ada masalah lain memerlukan
perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

Ibu dengan infeksi Hepatitis B


Ibu yang menderita hepatitis akut selama hamil atau HBsAg positip dapat menularkan hepatitis B
pada bayinya.
Berikan dosis awal vaksin hepatitis B 0,5 ml im segera setelah lahir (sebaiknya dalam 12 jam
setelah lahir) dilanjutkan dosis kedua dan ketiga seusai dengan jadwal imunisasi hepatitis
Bila tersedia, berikan immunoglobulin hepatitis B 200 IU (0,5 ml) im disuntikkan pada paha sisi
yang lainnya dalam waktu 24 jam setelah lahir atau paling lambat 48 jam setelah lahir. Yakinkan
ibu untuk tetap menyusui bayinya.

Ibu dengan terinfeksi Tuberkulosis


Bila ibu menderita tuberculosis paru aktif dan mendapat pengobatan kurang dari 2 bulan sebelum
melahirkan atau diagnosis menderita TB setelah melahirkan :
- Jangan diberi vaksin BCG segera setelah lahir
- Beri profilaksis isoniazid (INH) 5 mg/kg sekali sehari per oral
- Pada umur 8 minggu lakukan evaluasi kembali. Catat berat badan dan lakukan tes mantoux dalam
pemeriksaan radiologi bila memungkinkan:
1. Bila ditemukan kecurigaan TB aktif, mulai berikan pengobatan anti TB lengkap (sesuai
dengan program pengobatan TB pada bayi dan anak)
2. Bila keadaan bayi baik dan hasil tes negative, lanjutkan terapi pencegahan dengan INH
selama 6 bulan.
Tunda pemberian vaksin BCG sampai 2 minggu setelah pengobatan selesai. Bila vaksin BCG
sudah terlanjur diberikan, ulangi pemberiannya 2 minggu setelah pengobatan INH selesai.
Yakinkan ibu bahwa ASI boleh tetap diberikan
Lakukan tindakan lanjut terhadap bayinya tiap 2 minggu untuk kenaikan berat bayi

Ibu dengan infeksi malaria


Bayi yang lahir dengan ibu malaria dapat mengalami kelahiran premature, berat lahir rendah,
kecil untuk masa kehamilan, demam, masalah minum, iritabilitas, hepatosplenomegali, ikterus. Anemia
Anjurkan ibu tetap menyusui bayinya,
Periksa hapusan darah terutama plasmodium falcifarum, bila:
- Hasil negative tidak perlu pengobatan
- Hasil positif obati dengan obat anti malaria
Ibu hamil yang menderita malaria, bayinya beresiko menderita malaria congenital
Pemeriksaan adanya tanda-tanda malaria congenital (misalnya ikterus, hepatosplenomegali,
anemia, demam, maslaah minum, muntah). Gejala malaria congenital sangat sulit dibedakan
dengan gejala malaria yang didapat.
Gejala dapat timbul 14 jam- 8 minggu setelah lahir.
Berikan kloroquin basa 10 mg/kg per oral dilanjutkan 5 mg/kg 6 jam kemudian selanjutnya 5 mg
per kg 12 jam dan 24 jam setelah pemberian pertama
Jangan beri kina pada bayi dibawah umur 4 bulan, mengingat efek samping menimbulkan
hipotensi

Ibu dengan infeksi sifilis


Bila hasil uji serologis pada ibu positif dan sudah diobati dengan penicillin 2,4 juta unit dimulai
sejak 30 hari sebelum melahirkan, bayi tidak perlu diobati.
Bila ibu tidak diobati atau diobati secara tidak adekuat atau tidak diketahui status pengobatannya,
maka:
- Beri bayi benzatine, benzyl penicillin im dosis tunggal
- Beri bayi dan ayahnya benzatine peniciliin 2,4 juta unit im dibagi dalam 2 suntikan pada
tempat yang berbeda
- Rujuk ibu dan ayahnya ke rumah sakit yang melayani penyakit menular seksual

PEMANTAUAN/ MONITORING
Diabetes mellitus
Bila bayi berumur 3 hari atau lebih dan tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit, bayi tidak perlu
pengamatan. Bila bayi dapat minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan
di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

Hepatitis B
Pada bayi yang dilahirkan dari ibu penderita hepatitis B dan tidak mendapat penanganan yang
adekuat, perlu dilakukan pemeriksaan:
HBsAg pada 1-2 bulan setelah lahir. Bila positif perlu penanganan lebih lanjut, rujuk ke sub
bagian hepatologi
Anti HBs untuk melihat tingkat kekebalan bayi, bila positip, bayi telah mendapat kekebalan dan
aman dari infeksi

Tuberkulosis
Bila ibu baru terdiagnosis setelah melahirkan atau belum diobati
Semua anggota keluarga harus diperiksa lebih lanjut untuk kemungkinan terinfeksi
Bayi diperiksa foto dada dan tes PPD pada umur 4-6 minggu.
Ulangi tes PPD pada umur 4 dan 6 bulan
Bila hasil tes negatip pada umur 4 bulan dan tidak ada infeksi aktif di seluruh anggota keluarga,
pemberian INH dapat dihentikan, pemberian ASI dapat dilanjutkan dan bayi tidak perlu
dipisahkan dari ibu
Bila ibu tidak mengalami infeksi aktif sedang dalam pengobatan, hasil pemeriksaan sputum negative dan
hasil foto dada stabil:
Foto ulang ibu pada 3 dan 6 bulan setelah melahirkan, dan yakinkan ibu untuk tetap minum obat
Periksa anggota keluarga lain
Bayi diperiksa tes tuberkulin PPD pada umur 4 bulan, bila hasil negative, sputum ibu negative
dan anggota keluarga lain tidak terinfeksi, hentikan pemberian INH.
Ulangi pemeriksaan tes tuberkulin PPD pada umur 6, 9, dan 12 bulan
Bila ibu mendapat pengobatan secara adekuat
Periksa foto dada ulang ibu pada 3 dan bulan setelah melahirkan karena ada kemungkinan terjadi
eksaserbasi
Lakukan pemeriksaan ulang tes tuberkulin PPD setiap 3 bulan selama 1 tahun, setelah itu evaluasi
tiap tahun
INH tidak perlu diberikan pada bayi
Periksa anggota keluarga lain

Malaria
Lakukan tindak lanjut tiap 2 minggu dalam 8 minggu untuk memeriksa pertumbuhan bayi dan
memeriksa tanda-tanda malaria congenital misal: ikterus, hepatosplenomegali, anemia, demam,
masalah minum, muntah.

Sifilis
Lakukan tindak lanjut dalam 4 minggu untuk memeriksa pertumbuhan bayi dan tanda-tanda sifilis
congenital pada bayi
Cari tanda-tanda sifilis congenital pada bayi (edema, ruam kulit, lepuh di telapak tangan/kaki,
kondiloma di anus, rhinitis, hidropfetalis/ hepatosplenomegali)
Bila ada tanda-tanda di atas, beri terapi untuk sifilis congenital
Laporkan kasus ke dinas kesehatan setempat

TERAPI
Medikamentosa
Bila terjadi kejang, hentikan kejang dengan Phenobarbital 10-20 mg/kg iv.
Bila terjadi gangguan nafas berupa apnoe, lakukan resusitasi ,bila terjai sesak nafas berikan
oksigen nasal
Bila glukosa darah kurang dan 25mg/dl(1,1Mmol/L)atau terdapat tanda hipoglikemi:
-pasang jalur intra vena jika blm terpasang,jika jalur intravena tidak dapat terpasang dengan
cepat,berikan larutan glukosa melalui pipa lambung dengan dosis yang sama.
-beri glucose 10% 2ml/kg secara intra vena bolus pelan pelan dalam 5 menit
-infus glukosa 10% sesuai kebutuhan rumatan.
-periksa kadar glikosa darah 1 jam setalah bolus glukosa,dan kemudian tiap 3 jam:
1.jika kadar glukosa darah masih kurang dari 25 mg/dl(1,1mmol/L)ulangi pemberian bolus
glukosa seperti tersebut d atas dan lanjutkan pemberian infuse
2.jia kadar glukosa darah 25-45mg/dl(1,1-2,6Mmol/L)Lanjutkan infuse dan ulangi pemeriksaaan
kadar glukosa setiap 3 jam samnpai kadar glukosa 45mg/dl(2,6Mmol/L atau lebih)
3. bila kadar glukosa darah 45 mg/dl (2,6 mmol/ L) atau lebih dalam 2 x pemeriksaan berturut-
turut, ikuti petunjuk tentang frekuensi pemeriksaan kadar glukosa darah setelah kadar glukosa
darah kembali normal.
- anjurkan ibu untuk menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum
- bila kemampuan bayi meningkat, turunkan pemberian cairan infuse setiap hari secara bertahap.
Jangan menghentikan infuse glukosa secara tiba-tiba
* bila glukosa darah 25-45mg/dl (2,6 mmol/L- 1,1mmol/L) tanpa tanda hipoglikemi
- anjurkan ibu untuk menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum
- pantau tanda hipoglikemia dan bila dijumpai tanda tersebut tangani seperti tersebut di atas
-periksa kadar glukosa darah dalam 3 jam atau sebelum pemberian minum berikutnya:
1. jika kadar glukosa darah <25 mg/dl (1,1 mmol/L) atau terdapat tanda-tanda hipoglikemia,
tangani seperti tersebut di atas
2. jika kadar glukosa darah masih antara 25-45 mg/dl (1,1 2,6 mmol/ L), tingkatkan frekuensi
pemberian minum ASI atau tingkatkan volume pemberian minum dengan menggunakan salah
satu alternative cara pemberian minum
3. jika kadar glukosa darah 45 mg/dl (2,6 mml/L) atau lebih, lihat frekuensi pemantauan kadar
glukosa darah di bawah ini
Supportif
Pemberian minum ASI secara eksklusif
Lain-lain (rujuk sub spesialis, rujuk spesialis, dll)
Bila diperlukan dapat dilakukan konsultasi ke sub bagian endokrinologi anak

PEMANTAUAN / MONITORING
Terapi
Setelah bayi diberi terapi dan kadar glukosa darah sudah menjadi menjadi normal, maka
dilakukan pemantauan terapi dan ulangan pemeriksaan kadar glukosa darah sebagai berikut:
Jika bayi mendapatkan cairan intravena, dengan alas an apapun, lanjutkan pemeriksaan kadar
glukosa darah setiap 12 jam selama bayi masih memerlukan infuse. Jika kapanpun kadar glukosa
turun, tangani seperti tersebut di atas
Jika bayi sudah tidak lagi mendapatkan infuse cairan iv, periksa kadar glukosa darah setiap 12
jam sebanyak 2 x pemeriksaan :
- Jika kapanpun kadar glukosa darah turun, tangani seperti di atas
- Jika kadar glukosa darah tetap normal selama waktu tersebut, maka pengukuran
dihentikan
Tumbuh kembang
Bila ibu menderita DM, perlu skrinning atau uji tapis DM untuk bayinya
Bila bayi menderita DM, kelola DM nya atau konsultasi ke sub bagian ekdokrinologi anak.
HIPOGLIKEMIA

PENGERTIAN :
Hipoglikemia adalah kondisi bayi dengan kadar glukose darah kurang dari 45 mg/dl (2,6 mnol/1)
yang dapat memberi gejala (asimtomatis) atau tidak memberi gejala (asimtomatis). Kegawatan terjadi
pada hipoglikemia bila berlanjut dapat menyebaban konplikasi berupa kejang dan hipoteksia, terutama
hipoksia otak.

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF


Monitor penyakit DM pada ibu dan kontrol kadar gula ibu hamil penderita DM
Lakukan tata laksana resusistasi yang baik dan benar
Pantau gambaran klinis bayi baru lahir dengan ibu DM
Periksa kadar glukose pada bayi dengan ibu DM

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Ibu menderita DM sebelum dan selama kehamilan terutama DM yang tidak terkontrol
Bayi baru mengalami kesulitan persalinan karena bayi besar
Bayi baru lahir dengan gejala lemas atau letargi, kadang-kadang sampai kejang.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan kadar glukosa darah pada bayi resiko tinggi
Pemeriksaan urin rutin, khususnya prediksi urin pada waktu yang sama.
Bila tersedia fasiltas, diperiksa kadar elektrolit darah.
BAYI NORMAL

PENGERTIAN :
Bayi baru lahir atau BBL dengan kondisi normal merupakan dambaan setiap pasangan orangtua.
Namun ada kalanya bayi yang lahir dalam keadaan normal dalam perjalanan hidup kemudian menjadi
bermsalah. Untuk itu diperlukan kecermatan dan perhatian dalam perawatan BBL, mskipun terlahir
normal.

KRITERIA BAYI NORMAL


Masa gestasi cukup bulan : 37-40 minggu
Berat lahir 2500-4000 gram
Lahir tidak dalam keadaan Asfiksia : atau lahir menangis keras, nafas spntan dan teratur
(skor Apgar menit pertama l> dari 7)
Tidak terdapat kelainan kongelital berat.

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF


Mempersiapkan kehamilan Ibu dengan baik dengan memperhatikan status nutrisi,
kesehatan dan kesejahteraan ibu hamil;
Melaksanakan perawatan anternatal dan teratur
Melakukan perawatan perinatal esensial
Mencegah persalinan prematur
Melakukan resilisitasi dengan baik dan benar

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Biasanya tidak diperluka pmeriksaan penunjang, kecuali dalam keadaan ragu dan atau untuk
menghjitung masa gestasi, maka dapat dilakukan pemeriksaan skor ballanrd atau Dubowitz.
MENINGITIS NEONATAL

PENGERTIAN :
Meningitis pada neonatus merupakan salah satu manifestasi sepsis awitan lambat, yaitu sepsis
yang timbul antara umur 7-90 hari dan biasanya ada hubungannya dengan faktor lingkungan.
Organisme yang paling banyak berpera menyebabkan sindrom sepsis onset lambat adalah
stalikokus quagulase negatif, staphylococcus aureus, E coli, Klebsiela, Pseudomonas, Enterobacter,
Candida, Streptococsu grub B, Serratia, Acinectobacter, dan bakteri anaerob.
Sebagai perantara terjadinya kolonisasi kuman adalah kateter spasikulas atau saluran kemih, atau
kontak langsung dengan petugas yang terkontaminasi.

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF


Manajemen persalinan yang bersih dan aman
Manajemen yang benar untuk ibu yang mengalami infeksi antepartum.
Melakukan resulisitasi yang baik dan benar
Mencegah KPD (ketuban pecah dini)
Mencegah persalinan prematur
Melakukan skriming untuk kasus resiko tinggi dengan melakukan uji serelogis spilis (ibu
atau pasangannya) selama hamil atau setelah lahir.

LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Riwayat risusitasi pada bayi yang mengalami asfiksia
Riwayat ibu dengan infeksi intrauteri atau dengan yang dicurigai sebagai infeksi berat,
atau ketuba pecah lebih dari 18 jam sebelum persalinan (ketuban pecah dini atau KPD)
Bila ibu atau pasangan menderita spilis selama hamil, tanyakan apakah tidak diobati atau
diobati secara tidak adekuat, atau tidak tau
Pemeriksaan Fisis
Tanda-tanda sepsis tidak pas dan biasanya tidak tunggal.
Keadaan umum :
- suhu tubuh tidak normal
- letarge atau lunglai, mengantuk atau aktivitas berkurang
- iritabel atau rewel
- kondisi memburuk secara cepat dan dramatis.
Neurologis :
- Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun menonjol, kaku duduk sesuai
dengan mengitis.
Gejala lain : lihat kategori A dan kategori B pada sepsi neonatal.
Pemeriksaan Penunjang
cairan serebrospinal : jumlah leukosit dan kultur cairan serebrospinal
darah :
- Kadar hemoglobin / hematropit
- Gula darah
- Elektrolit
- Kultur darah

MANAJEMEN
Umum
1. Pasang jalur entravena dan berikan cairan intravena dengan dosis rumatan
2. jangan beri minum bayi selama 12 jam pertama
3. ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur dan sensivitas (bila
memungkinkan) dan periksa juga hemoglobin
4. bila terjadi kejang, hentikan kejang dengan antikonvulsar (lihat bab kejang dan spasme pada
neonatus)
5. singkirkan kemungkinan diagnosis banding untuk kejang
6. lakukan fungsi lumbal
Khusus
Beri antisilin dan gentamisin dengan dosis atisilin 2 x lipat dosis yang diberikan untuk sepsis
Pantau dengan ketat asupan dan pengeluaran cairan
Bila kejang, tahan kejang
Anjurkan bayi menyusu ASI setelah pengobatan antibiotik selama 2 jam, atau bila mulai
menunjukkan perbaikan.
Periksa kadar hemoglobin setiap 3 hari sesudah mulai pengobatan antibiotik dimulai bila
kapanpun dijumpai kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl (hematokrit < 30%), berikan transfusi
darah.
Bila keadaan bayi membaik setelah 40 jam, lanjutkan pengobatan antibiotik.
Bila keadaan bayi tidak membaik setelah 48 jam ulangi fungsi lumbal.
Tidak tergantung antibiotik yang diberikan, lanjutkan pengobatan antibiotik selama 14 hari
terhitung seri pertama kali dijumpai perbaikan, berapapun lamanya pemberian tersebut
Bedah
Pindahkan bedah pada kasus bayi baru lahir dengan meningitis diperlukan bila terjadi komplikasi
seperti : hidrostefalus, efusi subdural, dll.

Supportif
Oksigenasi, berikan oksigen bila bayi mengalami ganggua nafas, misalnya sianosis, sentral,
prekuensi napas kurang dari 30 x permenit.
Pemberian cairan dan nutrisi sesuai petunjuk
Jaga selalu tubuh dalam batas normal
Mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal

Lain-lain (rujuk sub-spesialis, rujuk spesialis, dll) :


Bila terjadi komplikasi mungkin perlu konsultasi ke sub bagian neurologi anak, bagian
rehabilitasi medik, bagian bedah syaraf, bagian penyakit mata dan bagian THT.

PEMANTAUAN (MONITORING)
Perawatan lanjut kejang
Amati bayi untuk melihat kemungkinan kejang berulang, khususnya cari kejang subtle
Bila kejang berulang dalam waktu 2 hari, beri fenobarbital 5 mg/kg/hari/orang sampai bebas
kejang selama 7 hari. Bila kejang berulang setelah 2 hari, bebas kejang, ulangi pengobatan
dengan fenobarbital seperti manajemen awal kejang.
Lanjutkan pemberian cairan intravena :
- batasi volume cairan sampai dengan 60 ml/kg/hari pada hari pertama
- monitor diuresis
- bila bayi kencing kurang dari 6 x per hari, atau tidak ada produksi urin sama sekali, janga
menambah volume cairan pada hari berikutnya.
- Bila jumlah urine mulai meningkat, naikkan volume cairan IV.
Berikan perawatan umum untuk bayi :
- hindari stimulasi suara dan memegang bayi yang berlebihan
- pegang dan gerakkan bayi dengan lembut untuk menghindari trauma karena etonus
ototnya masih lemah
- menjelaskan pada ibu bahwa fenobarbital dapat menyebabkan bayi mengantuk untuk
beberapa hari.
Bila bayi sudah 3 jam tidak kejang, anjurkan bayi untuk menyusu ASI. Bila bayi tidak mau
menyusu ASI, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
Bila bayi mendapat fenobarbital setiap hari :
- lanjutkan fenobarbital sampai 7 hari setelah kejang yang terakhir
- bila fenobarbital sudah dihentikan, lanjutkan amati sampai 3 hari berikutnya
Jelaskan pada ibu bahwa bila kejang sudah berhenti dan bayi dapat minum sampai umur 7 hari,
kemungkinan bayi akan sembuh sempurna.
Anjurkan ibu untuk memegang dan mengelus bayinya untuk membantu mengurangi iritabilitas.
Bila sudah tidak terjadi kejang selama minimal 3 hari dan ibu dapat menyusui dan tidak dijumpai
masalah yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Tumbuh Kembang
Rencanakan kunjungan tidak lanjut setiap minggu :
1. Nilai pemberian minumnya, bantu ibu untuk menemukan cara yang paling baik untuk memberi
minum bila bayi tidak dapat menyusu. Bila bayi minum pelan sekali, anjurkan ibu untuk
menyusui lebih sering.
2. bila kondisi bayi tidak membaik setelah 1 minggu, (bayi menjadi letargis, tidak mau menyusu
atau malas minum, atau masih kejang), kemungkinan bayi menderita kerusakan otak yang berat,
yang akan merupakan masalah jangka panjang.
3. diperlukan kunjungan tindak lanjut ke klinik tumbuh kembang secara teratur untuk memantau
tumbuh kembang bayi.
STANDAR
PELAYANAN MEDIS
KESEHATAN ANAK

PULMONOLOGI

ASMA BRONKIAL, TATA LAKSANA SERANGAN AKUT

PENGERTIAN :
Serangan asama bronchial (asma) adalah Episode perburukan yang progresif dari gejala
batuk, sesak nafas, mengi, dan rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala tersebut.
Serangan asma akut merupakan kegawatan medis yang sering dijumpai pada ruang gawat
darurat. Serangan asma dapat dicegah atau paling tidak dikurangi dengan pengenalan lebih dini
dan terapi yang adekuat.
INSIDENS :
Prevalens serangan pada asma anak adalah sekitar 80-85% untuk serangan ringan, 10-
15% untuk serangan sedang, dan 3-5% untuk serangan berat. Penanganan pada serangan asma
yang tidak adekuat dapat menyebabkan kematian. Dengan pengobatan yang cepat dan tepat
prognosis asma dapat menjadi lebih baik.
LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF
Pada asma, langkah preventif dikenal dengan pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Pencegahan serangan asma dilakukan melalui penghindaran pencetus dan pemberian obat-obat
pengendali (controller). Factor pencetus dapat berupa irritant, inhalan, makanan atau infeksi
virus. Tata laksana medikamentosa jangka panjang dengan obat pengendali yang adekuat dapat
mencegah timbulnya serangan asma.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Sesuai dengan batasan diatas, seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila
didapatkan gejala batuk, dan atau mengi yang memburuk dengan progressif. Selain keluhan
batuk, dijumpai sesak nafas dari ringan samapi berat. Pada serangan asma, gejala yang timbul
bergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu
berat. Pasien masih lancer berbicara dan aktivitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang
gejala bertambah berat. Anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat gejala
sesak dan sianosis dapat dijumpai; pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan kata-kata.
Pemeriksaan fisis
Gejala dan tanda serangan asma pada anak tergantung derajat serangannya. Pada
serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancer, tidak dijumpai adanya retraksi baik
disela iga maupun epigastrium. Frekuensi pernafasan masih dalam batas normal. Pada serangan
sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama saat ekspirasi, retraksi, dan
peningkatan frekuensi pernafasan dan denyut nadi, bahkan dapat dijumpai sianosis.
Pemeriksaan penunjang
Pada serangan asma berat, diperlukan pemeriksaan analisis gas darah (AGD) dan foto
roentgen AP. Pada AGD dapat dujumpai adanya peningkatan pCO2 dan rendahnya Po2
(hipoksemia). Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila
kondisi memungkinkan. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang
mencapai <70% nilai normal.
TERAPI
Medikamentosa
Pada serangan asma ringan, diberikan obat pereda (reliever) berupa beta agonis secara inhalasi/
oral, atau adrenalin 1/1000 sc 0,01ml/kgbb/kali dengan dosis max 0,3ml/kali.
Pada serangan sedang diberikan obat seperti diatas ditambah dengan pemberian oksigen, cairan iv,
kortikosteroid oral, dan dirawat di ODC (one day care= ruang rawat sehari).
Pada serangan berat, selain obat diatas, dilakukan pemberian aminofilin secara inisial dan rumatan.
Kortikosteroid dapat diberikan secara iv. Steroid oral dengan dosis 1-2mg/kgbb/hari dibagi 3
diberikan selama 3-5hari. Steroid yang dianjurkan adalah prednisone dan prednisolone. Rincian
dosis dapat dilihat pada lampiran.

Bedah
Pada serangan asma biasanya tindakan bedah tidak diperlukan kecuali jika timbul
komplikasi berupa pneumothorax. Pada keadaan pneumothorax diperlukan tindakan pungsi dan
bila diperlukan dilakukan pemasangan WSD (water seal drainage) untuk mengeluarkan udara
pada pleura.
Suportif
Pengobatan suportif pada serangan asma diperlukan. Pada keadaan tertentu misalny
terjadi komplikasi berupa dehidrasi, asidosis metabolic, atau atelektasis, diperlukan tindakan
untuk mengatasinya. Pada keadaan khusus yaitu adanya gangguan secara psikologis maka peran
psikolog ataupun psikiater anak sangat diperlukan karena stress merupakan salah satu factor
pencetus serangan asma.
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis, dll)
Selain rujukan kepada rehabilitasi medis, maka rujukan ke psikolog atau psikiatri anak
diperlukan bila sudah terjadi komplikasi.
PEMANTAUAN (MONITORING)
Terapi
Pemantauan pada pengobatan serangan asma akut adalah pemantauan tanda vital
terutama status respirasinya, apakah gejala sesak nafas dan wheezing menghilang atau tidak.
Untuk serangan ringan, setelah pemberian inhalasi dengan beta agonis diperlukan pemantauan
anak selama 1-2jam. Bila membaik pasien dapat dipulangkan dengan dibekali obat beta agonis
oral serta obat rutin yang biasa digunakan. Apabila dalam pemantauan respons awal yang terjadi
hanya parsial maka pasien diobservasi diruang rawat sehari dan ditata laksana sebagai serangan
sedang. Pasien dipantau selama 6jam apabila ada perbaikan, maka pasien harus menjalani rawat
inap dan ditata laksana sebagai serangan berat. Bila menurut penilaian awal secara klinis
serangannya berat, pengobatan serangan berat dapat langsung diberikan tanpa harus melalui
tahapan ringan atau sedang.
Tumbuh kembang
Aspek tumbuh kembang pada ummunya tidak terpengaru oleh serangan asma, kecuali
bila serangan berat dan berulang.

ASMA BRONKIAL, TATA LAKSANA JANGKA PANJANG

PENGERTIAN
Asma bronchial (asma) merupakan penyakit repiratorik kronis yang tersering dijumpai
pada anak. Asma dapat mucul pada usia berapa saja, mulai dari balita, prasekolah, sekolah, atau
remaja.
INSIDENS
Prevalens didunia berkisar anatar 4-30%, sedangkan diIndonesia sekitar 10% pada anak
usia sekolah dasar, dan 6,7% pada anak usia sekolah menengah. Tata laksana asma yang tidak
adekuat akan mengakibatkan gangguan tumbuh kembang anak dan menurunya kualitas hidup
anak, serta dapat mengakibatkan kematian. Aktivitas sekolah maupun sehari-hari serta tidur anak
akan terganggu. Dengan pengobatan yang dini dan tepat , prognosis asma menjadi lebih baik.
LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF
Langkah preventif dikenal dengan pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan
primer dilakukan pada ibu hamil yang mempunyai riwayat atopi pada dirinya, keluarga, anak
sebelumnya atau pada suami. Pencegahan primer bertujuan mencegah terjadinya sensitisasi pada
janin intra-uterina dan dilakukan saat janin dalam kandungan dan menyusu. Untuk melakukan
pencegahan primer ibu hamil dan ibu menyusui harus menghindari factor pemicu seperti asap
rokok ata makanan yang alergik.
Pencegahan sekunder bertujuan mencegah terjadinya inflamasi pada bayi / anak yang
sudah tersensitisasi. Target pencegahan sekunder adalah bayi/anak yang mempunyai orangtua
dengan riwayat atopi. Antihistamin diberikan selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi
dan riwayat atopi pada orangtua.
Pencegahan tersier bertujuan mencegh terjadinya serangan asma pada anak yang sudah
menderita asma. Pencegahan dapat berupa penghindaraan terhadap pencetus maupun pemberian
obat-obat pengendali. Aspek penghindaraan ini sangat penting dalam keberhasilan tata laksana
asma secara menyeluruh. Tanpa penghindaraan yang memadai tata laksana sama tidak akan
memberikan hasil yang memuaskan.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Seorang anak dicurigai menderita asma apabila didaptkan gejala batuk persisten dan atau
meng berulang yang mempunyai karekteristik episodic, terjadi malam hari (nocturnal), musiman,
berkaitan dengan aktivitas atau pencetus, reversiel, dan disertai riwayat atopi pada pasien
maupun keluarganya. Selain keluhan batuk, kadang-kadang sesak nafas dijumpai terutama di
gangguan ekspirasi.
Derajat penyakit asma kronik ditentukan dari frekuensi timbulnya serangan. Asma kronik
terbagi menjadi 3 derajat yaitu asma periodic jarang dengan frekuensi serangan <1x/bulan, asma
episodic sering dengan frekuensi serangan >1x/ bulan, dan asma persisten dengan frekuensi
serangan yang sering, bahkan hampir selalu menpunyai gejala.
Pemeriksaan fisis
Berbagai tanda atau manifestasi alergi seperti dermatitis atopic dapat ditemukan. Tanda lain yang
dapat dijumpai adalah bercak hitam dikulit seperti bekas gigitan nyamuk.
Dasar penyakit ini adalah hiperreaktivitas bronkus akibat adanya inflamsi kronik sakuran
respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lender, edema dinding bronkus, dan konstriksi otot
polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas mengakibatkan timbulnya gejal batuk, pada
auskultasi dapat terdengar ronki basah kasar dan mengi.
Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang sesak mengalami respiratory effort dengan
komponen expiratory yang lebih menonjol.

Pemeriksaan penunjang
Uji fungsi paru yang menunjukkkan variabilitas >20% dan reverbilitas >20% pada asma.
Selain pemeriksaan diatas, pemeriksaan IgE dan eosinofil total dapat membantu penegakan
diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eosinofil total umum dijumpai pada pasien asma.
Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan uji provokasi dengan histamine atau
metikolin. Bila uji provokasi positif maka diagnosis asma secara defenitif dapat ditegakkan.
TERAPI
Medikamentosa
Berdasrkan kegunaannya, secara garis besar obat asma dikenal terdir dari 2 jenis yaitu:
obat pereda dan obat pengendali. Obat pereda digunakan untuk meredakan gejala atau serangan
asma, misalnya beta agonis dan ipraprotium bromide. Obat pengendali dicetuskan untuk
mengendalikan asma agar tidak mudah tercetus, misalnya disodium cromoglicate, antileukotrien,
dan steroid hirupan. Obat pereda diberikan diberikan saat serangan atau ada gejala saja,
sedangkan obat pengendali diberikan terus-menerus tanpa melihat ada/ tidaknya serangan.
Pemberian controller secara jangka panjang bertujuan untuk mengendalikan proses inflamasi
yang terjadi.
Pengobatan asma jangka panjang tergantung pada derajat atau klasifikasi asma. Pada
asma episodic jarang, tidak diberikan obat pengendali, sedangkan pada asma episodic sering dan
persisten, harus diberikan obat pengendali. Pada tahap awal biasanya diberikan steroid hirupan
dosis rendah setara dengan budesonide 100-<400ug dan dinaikkan bertahap dengan dosis
menengah 400-<800ug atau dosis tinggi (>800ug) sesuai dengan gejala yang terjadi / terpantau
saat pemberian obat-obatan. Pada tahap tertentu sebelum menentukan apakah steroid dosis tinggi
perlu digunakan, perlu kerja panjang maupun anti-leukotrien. Obat pengendali dapat diberikan
jangka lama nahkan dapat seumur hidup, tetapi apabila diberikan pada tahap awal dan tepat,
penggunaannya mungkin dapat lebih singkat.
Bedah
Pada asma tindakan bedah tidak diperlukan
Supportif
Pengobatan supportif pada asma diperlukan. Pada keadaan tertentu misalnya sidah terjadi
komplikasi atelektasis diperlukan tambahan fisioterapi. Penyakit penyerta lainnya seperti rhinitis
alergika, sinusitis, atau refluks gastroesofagus perlu ditangani dengan baik karena dengan
menghilangkan penyakit penyerta maka asma akan lebih mudah dikendalikan. Pada keadaan
khusus yaitu adanya gangguan psikologis maka peran psikolog atau psikiater anak sangat
diperlukan karena stress psikologis merupakan salah satu factor pencetus terjadinya serangan
asma.
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis, dll)
Rujukan ke psikologi atau psikiatri anak sangat diperlukan bila sudah terjadi komplikasi.
Pada keadaan asma yang tidak terkontrol perlu dilakukan rujukan ke sub-bagian
gastroenterology untuk mencari kemungkinan adanya refluks gastroesofagus.
BRONKIOLITIS

PENGERTIAN
Peradangan dibronkiolus. Penyakit ini sering didapatkan pada anak usia kurang dari 2
tahun. Selain itu bonkiolitis merupakan penyebab tersering perawatan RS pada bayi dibawah 1
tahun, terutama usia antara 2 - 6 bulan. Penyakit ditandai oleh sindrom klinik berupa nafas
cepat, retraksi dada, dan wheezing.
LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF
Penyebab utama bronkiolitis adalah infeksi respiratory syncitial virus (RSV) yang
memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi terutama pada anak dengan resiko tinggi dan
imunokompromise. Karena itu langkah preventif dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif
dan pasif.
Imunisasi pasif dilakukan dengan pemberian gama-globulin yang mengandung titer
antibody protektif tinggi, (resprigama). Dosis yang dianjurkan 750mg/kgbb setiap bulan
diberikan secara iv pada anak umur <24bulan. Indikasi lain adalah bayi yang lahir dengan umur
kehamilan kurang dari 35minggu dan bayi dengan dysplasia brochopulmonari. Prodk lain adalah
antibody kelas IgA monoclonal yang diberikan melalui tetes hidung setiap hari dan antibody
kelas IgA monoclonal yang diberikan secara im setiap bulan.
Saat ini juga sedang dikembangkan vaksin virus. Usaha untuk mengembangkan vaksin
virus hidup yang dilemahkan mengalami hambatan karena imunogenositas yang rendah dan
kencendrungan virus untuk berubah kembali menjadi tipe liar.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Bronkiolitis merupakan penyakit yang menyebabkan penderita umur < 1thn harus dirawat
di RS terutama lebih sering pada bayi berumur antara 2-6 bulan. Anak menunjukkan gejal infeksi
virus seperti rinorea ringan, batuk, demam tidak tinggi. Setelah 1-2 hari gejala tersebut diikuti
nafas cepat , retraksi dada, dan wheezing. Bayi menjadi gelisah, tidak mau makan dan muntah.
Pemeriksaan fisis
Frekuensi nafas >50-60kali/menit, pols juga biasanya meningkat. Suhu badan bias
normal atau meningkat tinggi sampai mencapai 41Oc. Pada beberapa pasien dapat ditemukan
konjuctivitis dan otitis, juga faringitis. Seringkali dijumpai ekspirasi memanjang tetapi suara
pernafasan normal. Pada auskultasi bisa terdengar ronki dan wheezing atau rales biasanya
terdengar diseluruh permukaan paru. Pada beberapa pasien ditemukan sianosis.
Frekuensi pernafasan yang meningkat merupakan gangguan pertukaran gas dan frekuensi
nafas>60kali/menit menunjukkan adanya penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2. Saturasi
oksigen < 96% didapatkan pada anak dengan peningkatan frekuensi pernafasan, wheezing, dan
retraksi.
Pemeriksaan penunjang
Gambaran radiologi
Gambaran radiologi bonkiolitis tidak spesifik, bisa normal, atau terdapat hiperinflasi paru-paru
difus disertai diafragma datar, penonjolan ruang retrosternal, dan penonjolan rongga interkostal.
Bercak infiltrate atau infiltrate peribronkial menandakan adanya pneumonia interstisial pada
kebanyakan bayi. Penenalan dan cairan pleura sangat jarang ditemukan, kalaupun ada biasanya
minimal. Beberapa penderita yang tampak sakit berat secara klinis dan memerlukan perawatan
dapat menunjukkan gambaran foto torak yang normal, penebalan peribronkial, atelektasis, kolaps
segmental, atau hiperinflasi.
Diagnosis dapat diperkirakan dari pemeriksaan klinis, umur anak, dan adanya epidemic RSV.
Indentifikasi virus bisa dilakukan dengan memeriksa seksresi nasal dengan mengunakan teknk
imunofluorens untuk RSV dan beberapa virus lain, namun pemeriksaan ini mahal dan terbatas.
Pemeriksaan rapid office technique saat ini dimungkinkan dengan menggunakan kit virus
tertentu.
Pemeriksaan lab rutin tidak spesifik adalah jumlah leukosit yang berkisar anatara 5.000-24.000
sel/ul. Pada keadaan leukositosis,batang dan PMN banyak ditemukan.

TERAPI
Medikamentosa
Anak dengan bronkiolitis ringan bisa dirawat dirumah, untuk bayi perlu dilakukan observasi
yang baik dan pemberian cairan yang cukup. Bayi yang menderita bronkiolitis sedang atau berat
harus dirawat Di RS.
Antibiotic tidak perlu diberikan. Namun bila diperkirakan perlu misalnya pada keadaan berat dan
ada kemungkinan infeksi sekunder bakteri, antibiotic yang sesuai dapat diberikan
Peran bronkodilator masih controversial. Bila perlu ipraprotium bromide, obat simpatomimetik
atau teofilin yang terbuktu memberikan mafia pada beberapa penderita yang dicoba untuk
diberikan.
Pemberian kortikosteroid jg belum dibuktikan bermanfaat. Laporan penelitian menunjukkan ada
yang berhasil baik namun ada pula yang tidak berpengaruh
Pemberian anti-virus seperti ribavirin dapat dipertanggungjwabkan terutama bayi resiko tinggi
yaitu dengan cystic fibrosis, bronchpulmonary dysplasia, imunodefisiensi dan penyakit jantung
bawaan, obat ini terbukti efektif untuk pasien dengan ventilator
Imunoterapi masih dalam penelitian, terutama immunoglobulin untuk infeksi RSV.

Supportif
Terapi supportif mencakup O2, monitor kemungkinan hipoksemia, apneu, dan gagal
nafas, monitor suhu tubuh dan pemberian cairan sesuai kebutuhan.

PNEUMONIA

PENGERTIAN
Infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial. Dalam SPM
ini yang dimaksudkan adalah pneumonia berat yang memerlukan rawat inap. Pneumonia
merupakan penyakit yang menjadi masalah diberbagai Negara berkembang termasuk Indonesia
dan merupakan penyebab kematian utama pada balita. Hasil penelitian yang dilakukan
departemen Kesehatan mndapatkan pneumonia sebagai penyebab kejadian dan kematian
tertinggi pada balita. Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus
dan bakteri. Beberapa factor yang dapat meningkatkan resiko utk terjadinya dan beratnya
pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan, deficit imunologi, polusim GER, aspirasi,
dll.
LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF
Pencegahan utk Pneumococcus dan H.Influenza dapat dilakukan dengan vaksin yang sdh
tersedia. Efektivitas vaksin penumokokkus adalah sebesar 70% dan utk H.Influenza 95%. Infeksi
H.Influenza bs dicegah dengan rifampicin bagi kontak dirmh tangga atau ditempat penitipan
anak.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Pasien biasanyya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesa nafas. Pada
bayi, gejalanya tdk khas, seringkali tnpa demam dan batuk. Anak besar kadang mengeluh nyeri
kepala, nyeri abdomen disertai muntah.
Pemeriksaan fisis
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasrkan kelompok umur tertentu.
Pada neonates sering dijumpai takipneu, retraksi dinding iga, grunting, dan sianosis. Pada bayi-
bayi yang lbh tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu,
retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk, takipneum dan
dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja
dapat dijumpai panas, batuk, nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi, dan letargi. Pada semua
kelompok umur akan dijumpai adanya cuping hidung.
Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crakles (ronki basah
halus) yang khas pada anak besar, bs tdk ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar
adalah dull (redup) pada perkusi, vocal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar
fine crakles didaerah terkena. Iritasi pleura akan mengkaibatkan nyeri dada bila berat gerakan
dada menurun wktu inspirasi anak berbaring kearah sakit dengan kaki flexsi. Rasa nyeri dapat
menjalar keleher, bahu, dan perut.
Pemeriksaan penunjang
Foto roentgen torak proyeksi posterior anterior merupakan dasar diagnosis utama
pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan misalnya efusi pleura. Pada
bayi dan anak kecil gambaran radiologi seringkali tidak sesuai dengan gambaran klinis. Tidak
jarang klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi gambaran foto toraks menunjukkan pneumonia
berat. Gambaran radiologis:
Konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air bronchogram biasanya disebabkan
pneumococcus atau bakteri lain
Pneumonia interstitial biasanya karena virus atau micoplasma gambaran berupa corokan
bronkovaskular bertambah, peribronchial cuffing dan overaeriation, bila berat terjadi patchy
konsolidasi karena atelektasis
Gambaran pneumonia krn S aureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan gambaran
bilateral yang difus, corakan peribronkial yang bertmbh dan tmpk infiltrate halus smpai
perifer

Staphylococcus pneumonia juga sering dihub dengn pneumotocelle dan efusi pleura
sedangkan micoplasma akan memberi gambaran berupa infiltrate retikuler atau retikulonodular
yang terlokalisir disatu lobus.
Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto toraks masih dipertnykan. Namun para
ahli sepakat adanya infiltrate alveolar menunjukkan penyebab bakteri shg pasien perlu diberi
antibiotika. Hasil pemeriksaan leukosit >15.ooo dengan dominasi netrofil sering didapatkan pada
pneumonia bakteri, dapat pula krn penyebab non-bakteri. LED dan C-Reaktif protein jg tidak
menunjukkan gambaran tidak khas. Trombositopenia bs didapatkan pada 90% penderita
pneumonia dgn empiema.
Pemeriksaan sputum krg berguna. Biakan darah jarang posititf, hny positif pada 3-11%
saja, tetapi tuk pneumokokkus dan H.Influenza kemungkinan positif adalah 25-95%. Rapid test
utk deteksi antigen bakteri mempunyai spesifisitas dan sensitifitas rendah. Pemeriksaan serologi
jg krg bermanfaat.
TERAPI
Medikamentosa
Diagnosis etiologic pneumonia sgt sulit utk dilakukan shg pemberian antibiotic dilakukan
secara empiric sesuai dgn pola kuman tersering yaitu streptococcus pneumonia dan H.Influenza.
pemberian antibiotic sesuai dgn kelompok umur. Utk bayi dibwh 3 bln diberkan gol penicillin
dan aminoglikosida. Utk usia >3bln, ampisillin dipadu chlorampenicol merupakan obat pilihan
pertama. Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema antibiotic piliha adalah gol
sepalosporin.
Antibiotic parental diberikan sampai 48-72 jam setelah pana turun, dilanjutkan dgn
pemberian oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab pneumonia adalah S aeureus, klosasilin
dapat segera diberikan. Bila alergi terhdp penicillin dapat diberikan cefazolin, klindamisin, atau
vancomysin. Lama pengobatan utk stafilokokkus adalah 3-4 minggu.
Bedah
Pada umumnya tdk ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komlikasi penumotoraks atau
pneumomediastinum.
Supportif
Pemberian oksigen sesuai dgn derajat sesak. Nutrisi parental diberikan selama pasien
masih sesak.
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis, dll)
Pada umunya tidak memerlukan rujukan subspesialis. Jika terjadi atelektasis perlu
rujukan ke rehabilitasi medik.
PEMANTAUAN
Terapi
Bila dalam 48-72 jam tdk ada respons klinis (sesak dan demam tidak membaik) lakukan
pengantian antibiotic dgn gol sepalosporin.
Tumbuh kembang
Pneumonia umumnya tidak mempengaruhi tumbuh kembang pasien.
SINUSITIS

PENGERTIAN
Radang sinus (paranasal) pada bayi dan anak baik akut (<1bln) sub akut (1-3bln) maupun
kronik (>3bln). Diperkirakan 5-10% infeksi repiratori atas yang disebabkan oleh virus dapat
menimbulkan sinusitis akut pada anak.
INSIDENS
Insidens sinusitis tinggi (40-60%) pada pasien asma anak. Sebaliknya ditemukan insidens
asma sebesar 12% pada anak dengan sinusitis kronik.
LANGKAH POMOTIF/ PREVENTIF
Kerentanan sinus paranasalis tehadap infeksi ditentukan oleh 4 faktor: keutuhan ostium
yang selalu haurus terbuka, fungsi silier, kualitas sekresi mucus, dan imunisasi local.
Keutuhan ostium merupakan factor paling utama. Obstruksi ostium dapat tejadi karena
proses mekanik langsung (deviasi septum, polip hidung, bulla diconcha) dan melalui proses yang
menyebabkan mukosa menjadi sembab (infeksi virus dan rhinitis alergika).
Upaya pencegahan dapat dilakukan mealui tindakan operatif terhdapat gangguan ostruktif
ostium atau dengan dengan menjauhi factor pnyebab gangguan silier kualitas mucus dan
imunitas local.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnesis
Keluhan yang sering adalah batuk kronik berulang, pilek dengan cairan hidung yang
berwarna kehijau-hijauan. Gejala infeksi respiratorik atas tidak sembuh samapi > hari. Nyeri
kepala dan nyeri didaerah muka yang menjalar kegeraham atas (geligi). Kadang pendengaran
menurun dan penciuman serta sensorik wajah berkurang. Demam ditemukan pada kurang dari
30% kasus. Nafas atau mulut yang berbau dapat dijumpai.
Pemeriksaan fisis
Nyeri tekan dilokasi sinus max dan frontalis
Dengan spatel lidah kadang dapat dilihat postnasal drip di dinding belakang faring
Dengan speculum terlihat bagian bawah hdung merah dan bengkak. Diyemukan lender bernanah
dilubang hiun atau difaring belakang. Dapat ditemkan adanya deviasi septum atau polip hidung
sebagai factor predisposisi atau efusi cairan ditelinga tengah

Pemeriksaan penunjang
Pencitraan
Foto roentgen adalah cara diagnostic yang dipakai sampai saat ini.
- Waters (occipitomental) utk melihat sinus frontalis dan maxilaris
- Caldwell (postero ant) utk melihat sinus frotalis dan ethmoid
- Lateral utk melihat sinus sphenoid dan adenoid

Criteria adanya sinusitis (maxilarris) jika


- Ditemukan air fluid level
- Gambaran opaque
- Penebalan mukosa >50%
CT-SCAN
Sudah menjadi baku tapi masih mahal dan utk usida < 8thn masih memerlukan anestesi
Indikasi dilakukan:
- Persiapan operasi krn pengobatan dgn antibiotic gagal
- Memastikan diagnostic yang sdh ditegakkan dengan foto roentgen normal tapi gejala masih
adaita
- Evaluasi kemungkinan adanay penyebaran infeki ke or
MRI
Hny digunakan jika ada dugaan keganasan, infeksi jamur, atau penyebaran intra-kranial.

TERAPI
Medikamentosa
Antibiotic yang tepat merupakan pilihan utama. Pilihan pertama adalah ampisillin atau amoxillin
selama 2-3 minggu. Jika alergi maka pilihan pertama adalah trimetoprim-sulfa. Pengobatan sinusitis sub-
akut dan kronik dilakukan dengan pemerian antibiotic sedikitnya selama 21 hari. Jika ada kecurigaan
kuman anaerobic sebagai penyebab maka klindamysin atau metronidazol cukup efektif.

Pembedahan
Indikasi tindakan pembedahan adalah apabila dengan pemberian antibiotic yang tepat,
sinusitis msh menetap atau msh rekuren.
Suportif
Utk mempercepat hilangnya gejala atau mencegah kekambuhan dapat dilakukan upaya sbb:
1. Pembersihan secret
Inhalasi uap hangat dan drainase dengan garam fisiologis dapat membersihkan secret yang kering
2. Pengurangan edema
Dekongestan congenital selama 3-5 hari atau dekongestan oral seperti pseudoepedrin beberapa
hari atau beberapa minggu dapat memperbaiki drainase.
3. Perbaikan fungsi pembersihan oleh mukosilier
Obat mukolitik oral dapat diberikan bersama obat simpatomimetik oral

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis, dll)


Jika ada gangguan pendengaran atau dugaan penyebaran ke intracranial maka rujukan
dilakukan ke spesialis atau subspesialis terkait.
PEMANTAUAN
Terapi
Pemberian antibiotic pilihan pertama akan memberikan perbaikan klinis dalam 2-3hari.
Jika setelah 3 hari tidak ada perbaikan, obat pilihan pertama diganti sefuroksim aksetil atau
eritromisin- sulfisoksasol untuk 2-3 minggu. Jika pengobatan menunjukkan perbaikan tapi belum
sempurna setelah 10 hari maka obat-obatan yang sama dilanjutkan 7-10hari lagi. Apabila gejala
muncul lagi 1-3minggu setelah pemberian antibiotic maka perlu diberi antibiotic lain selama 21
hari.
Pada pengobatan sinusitis sub-akut atau kronis, jika dalam 1-2 minggu tidak member
respons maka antibiotic yang resisten terhdap beta-laktamase dapat diberikan untuk 21 hari
berikutnya.
Tumbuh kembang
Jika tidak terjadi komplikasi atau penyebaran ke intracranial atau ke orbita, penyakit ini
tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap tumbuh kembang anak.
TUBERKULOSIS

PENGERTIAN
Penyakit akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini bersifat sistemik
sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak diparu yang
biasanya merupakan lokasi infeksi primer. Pada awal penemuan obat anti tuberculosis (OAT),
timbul harapan penyakit ini dapat ditanggulangi, namun dengan perjalanan waktuterbukti
penyakit ini tetap menjadi masalah. Dengan meluasnya kasus HIV-AIDS, TB mengalami
peningkatan bermakna secara global.
INSIDENS
Indonesia menduduki peringkat ke-3 dunia dalam jumlah total pasien TB setelah cina dan
india. Namun dalam proporsi jumlah pasien disbanding jumlah penduduk, Indonesia menduduki
peringkat pertama. TB anak yang tidak diobati secara tepat akan menjadi sumber infeksi TB
pada saat dewasa.
Perlu ditekankan sejak awal adanya perbedaaan antara infeksi TB dengan saki t TB.
Infeksi TB relatif mudah diketahui yaitu dengan berbagai perangkat diagnostic infeksi TB uji
tuberkulin. Pasien sakit TB perlu mendapat pengobatan OAT namun seorang yang mengalami
infeksi TB tanpa sakit TB tidak perlu mendapatkan terapi OAT. Untuk kelompok resiko tinggi
pasien dengan infeksi TB tnpa sakit TB perlu mendapat profilaksis.
LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF
Diagnosis TB pada anak sangat sulit karena gejala umumnya tidak khas dan sulit untuk
mendapatkan specimen diagnostic. Oleh karena itu uapaya terapi yang adekuat merupakan
bagian trpadu dari uapaya promotif-preventif. Imunisasi BCG hingga saat ini masih dilakukan
walau oleh sebagian kalangan efektivitasnya masih diragukan. Diharapakan dalam waktu sudah
ditemukan vaksin TB yang lebih efektif. Asupan gizi yang baik akan meningkatkan daya tahan
anak terhadap resiko infeksi dan sakit TB. Upaya pelacakan tidak boleh terabaikan. Bila tenaga
medis menemukan pasien TB dewasa dengan sputum positif, harus dilakukan yaitu mencari
orang terutama anak , yang memiliki kontak erat dengan pasien tersebut. Deteksi dini TB
dilakukan dengan menggunakan uji tuberkulin cara Mantoux. Pada anak yang didiagnosis TB,
lacak sentripental juga harus dilakukan yaitu mencari org dewasa sebagai sumber penularannya.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Anamnese
Manifestasi klinis TB ada 2 yaitu gejala umum dan gejala spesifik sesuai organ yang
terkena. Gejala umum TB tidak khas, dalam arti gejala serupa dapat disebabkan oleh berbagai
penyakit lain. Gejala yang membuat dokter prlu mempertimbangkan TB adalah masalah makan
dan berat badan. Nafsu makan yang kurang, berat badan yang sulit naik, menetap atau malah
turun merupakan gejala penyakit TB. Kemungkinan masalah gizi sebagai penyebab harus
disingkirkan dulu dengan tata laksana yang adekuat selama min 1 bulan. Pasien sakit TB dapat
memberi gejala demam subfebris berkepanjangan. Etiologi demam kronik yang lain perlu
disingkirkan dulu, seperti ISK, tifus atau malaria. Pembesaran kelenjar superficial didaerah leher,
aksila, inguinal, atau tempat lain tidak jarang menjadi keluhan orangtua pasien. Keluhan
respiratorik dapat berupa batuk kronik lebih dari 3 minggu, atau nyeri dada. Dapat pula dijumpai
gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku, perut
membesar karena cairan, atau teraba massa dalam perut.
Keluhan spesifik organ dapat terjadi bila TB mengenai organ ekstrapulmonal seperti
ditemukan benjolan dipunggung (gibbus), sulit membungkuk pincang atau pembengkakan sendi.
Bila mengenai SSP dapat terjadi iritabel, leher kaku muntah-muntah dan kesadaran menurun.
Pemeriksaan fisis
Pada sebagian besar kasus TB, tidak dijumpai kelainan fisis yang khas. Biasanya sesuai
dengan keluahan masalah makan dan berat badan. Suhu subfebris dapat ditemukan pada
sebagian pasien.
Kelainan pada pemeriksaan fisis baru dijumapi jika TB mengenai organ tertentu. Pada
TB vertebra dapat dijumpai gibus, kifosis, paraparesis atau paraplegia. Jalan pincang, nyeri pada
pangkal paha atau lutut dapat terjadi pada TB koksae atau TB genu. Pembesaran kelenjar getah
bening dicurigai kearah TB jika bersifat multiple, tidak nyeri tekan, dan konfluems. Jika terjadi
meningitis TB dapat ditemukan kaku kuduk dan tanda rangsang meningeal lain. Ulkus kulit
dengan skinbridge yang merupakan ciri khas skrofuloderma biasanya terjadi di leher aksial atau
inguinal. Pada mata dapat dijumpai konjungtivitis fliktenularis yaitu bintik putih dilimbus kornea
yang sgt nyeri.
Pemeriksaan penunjang
Uji tuberculin dengan cara Mantoux yaitu penyuntikan 0,1ml tuberculin PPD secara intrakutan
divolar lengan dengan arah suntikan memanjang lengan. Reaksi diukur 48-72jam setelah
penyuntikan. Indurasi diukur dan dilaporkan dalam mm berapapun ukurannya, trmasuk
pencantuman 0mm jika tidak ada indurasi sama sekali. Indurasi 10mm keatas dinyatakan positif.
Indurasi <5mm dinyatakan negative, sedangkan indurasi 5-9mm meragukan dan memerlukan
pengulangan tes dengan jarak waktu min 2minggu. Uji tuberkulin positif menunjukkan adanya
infeksi TB dan kemungkinan TB aktif pada anak. Reaksi uji tuberkulin positif biasanya bertahan
lama hingga bertahun-tahun walau pasien sudah sembuh sehingga uji tuberkulin tidak digunakan
untuk memantau pengobatan TB.
Foto roentgen torak dapat mendukung diagnosis TB. Untuk diagnose TB, foto roentgen dibuat
AP dan lateral kanan. Sebagian besar tidak menunjukkan gambaran khas untuk TB (non-sugestif).
Gambaran radiologis yang sugestif TB adalah pembesarankelenjar hilus atau paratrakeal,
konsolidasi segmen/ lobus paru, gambaran milier, kavitas, efusi pleura, atelektasis atau
kalsifikasi.
Pemeriksaan mikrobiologik dari bahan bilasan lambung atau sputum untuk mencari BTA pada
pemeriksaan langsung dan M. Tuberculosis dari biakan. Hasil biakan positif merupakan diagnosis
pasti TB. Hasil BTA atau biakan negative tidak mengyingkirkan diagnosis TB.
Pemeriksaan patologi dilakukan dari biopsy kelenjar, kulit, atau jar lain yang dicuriga terkena
infeksi TB. Pemeriksaan serologi seperti PAP T, ICT, myocodol dan pemeriksaan lain memiliki
nilai diagnostic yang tidak lebih unggul dari uji tuberkulin sehingga tidak dianjurkan. Sampai saat
ini semuapemeriksaan diagnsotik TB hanya dapat mendeteksi adanya infeksi TB tapi tidak dapat
membedakan ada tidaknya penyakit TB.
Funduskopi perlu dilakukan pada TB milier dan meningitis TB. Pungsi lumbal dilakukan pada
TB milier untuk mengetahui ada tidak meningitis TB. Foto tulang dan pungsi pleura dilakukan
atas indikasi. Pemeriksaan darah tepi, led, urin, feses rutin berperan sebagai pelengkap data
namun tidak berperan penting dalam penegakan diagnosis TB.

TERAPI
Medikamentosa
Terapi TB terdiri dari 2 fase, yaitu fase intensif dengan paduan 3-5 OAT selama 2 bln
awal dan fase lanjutan dengan paduan 2 OAT (INH- rifampisin)hingga 6-12 bln. Pada anak, obat
TB diberikan secara harian baik pada fase intensif maupun fase lanjutan. Terapi OAT untuk TB
paru adalah INH, rifampisin, dan pirazinamid selama 2 bln fase intensif, dilanjukan INH dan
pirazinamid hingga genap 6 bln terapi (2HRZ- 4HR). Untuk TB paru berat (milier, destroyed
lung) dan TB extraparu digunakan 4-5 OAT selama 2 bln fase intensif dilanjutkan dengan INH
dan rifampisin hingga genap 9 bulan terapi. Untuk TB kelenjar superficial terapinya sama
dengan TB paru.
Untuk TB milier dan efusi pleura TB diberikan prednisone 1-2mg/kgbb/hari selama
2minggu, kemudian dosis diturunkan bertahap selama 2minggu sehingga totl waktu pemberian
adalah 1 bln.
Profilaksis primer bertujuan utk mencegah penularan/infeksi pada kelompokyang
mengalami kontak erat dengan pasien TB sewasa dengan BTA positif. Profilaksis sekunder
diberikan untuk mencegah terjadinya sakit TB pada kelompok yang telah terinfeksi TB tapi
belum sakit TB. Konsep dasar profilaksis primer dan sekunder berbeda namun obat dan dosis
yang digunakan sama yaitu INH 5-10mg/kgbb/hari. Profilaksis primer diberikan selama kontak
masih ada, min selama 3 bln. Pada akhir 3 bln dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika hasilnya
negating dan kontak tidak ada, profilaksis dihentikan. Jika terjadi konversi tuberkulin mejadi
positif dilakukan evaluasi apakah hanya terinfeksi atau sudah sakit TB. Jika hanya infeksi
dilakukan profilaksis primer dilanjutkan sebagai profilaksis sekunder. Profilaksis sekunder
diberikan selama -12 bln yang merupakan waktu resiko tertinggi terjadinya sakit TB pada pasien
yang baru terinfeksi TB.
Bedah
Tindakan bedah diperlukan pada TB paru berat dengan destroyed lung untuk tubektomi
atau pneumtokmi. TB tulang seperti spondilits TB koksitis TB atau gonitis TB memerlukan
koreksi ortopedik. Tindakan bedah dapat dilakukan setelah terapi OAT selama min 2bln, kecuali
jika terjadi kompresi medulla spinalis atau abses pravertebra yang memerlukan tindakan bedah
lebih awal.
Suportif
Asupan gizi yang adekuat sangat penting untuk keberhasilan terapi TB. Jika ada penyakit
lain juga perlu mendapat tata laksana yang memadai. Fisioterapi dilakukan pada kasus pasca
bedah.
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis, dll)
Kasus meningitis TB ditangani displin neurologi anak dan perlu dikonsultasikan kebagian
mata. Kasus TB tulang perlu dikonsultasikan ke subbagian bedah ortopedi. Kasus TB milier
dikonsultasikan ke bagian mata untuk evaluasi adanya TB koroid.
PEMANTAUAN
Terapi
Respons klinis yang baik terhadap terapi mempunyai nilai diagnostic. Respons yang baik
dapat dilihat dari perbaikan semua keluhan awal. Nafsu makan yang membaik, berat badan yang
meningkat dengan cepat, hilangnya keluhan demam, batuk lama dan tidak mudah sakit lagi.
Respons yang nyata biasanya terjadi dalam 2 bulan awal( fase intensif). Setelah itu perbaikan
klinis tidak lagi sedramatis fase intensif.
Evaluasi radiologis dilakukan pada akhir pengobatan, kecuali jika ada perburukan klinis.
Jika gambaran radiologis juga memburuk, evaluasi kepatuhan minum obat dan pikirkan
kemungkinan kuman TB resisten obat. Teapi TB dimulai lagi dari awal dengan paduan 4 OAT.
Efek sampaing OAT jarang dijumpai pada anak jika dosis dan cara pemberian benar.
Efek samping yang terkadang muncul adalah hepatotoksisitas dengan gejala ikterik yang bisa
disetai gangguan gastro intesatinal lainnnya. Keluahan ini biasa muncul pada fase intensif. Pada
pasien yang dicurigai adanya kelainan fungsi hepar maka pemeriksaan transaminase serum
dilakukakn sebelum permberian OAT dan dipantau tiap 2 minggu dalam fase intensif.
Jika timbul ikterus, OAT dihentikan da dilakukan uji fungsi hati (bilirubin
dantransaminase). Bila ikterus telah menghilang dan kadar transainase <3x batas atas normal,
paduan OAT dapat diberikan lagi dengan dosis terendah. Yang perlu diingat reaksi
hepatotoksisitas biasanya muncul karena kombinasi dengan bebrbagai obat lain yang bersifat
hepatotksik seperti paracetamol, fenobarbital, dan asam valproat.
Dalam pemberian terapi dan profiklasis TB evaluasi perlu dilakukan setiap bulan. Bila
pada evaluasi perlu dilakukan setiap bulan. Bila pada evaluasi profilaksis TB timbul gejala klinis
TB, profilaksis diubah menjadi terapi TB.
Tumbuh kembang
Pertumbuhan pasien akan mengalami perbaikan nyata. Data berat badan dicatat tiap bulan
dan dimasukkan dalam grafik tumbuh untuk memantau pola tumbuh pasien selama menjalani
terapi. Walaupun berat badan belum mencapi ideal namun apabila pola grafik sudah
menunjukkan peningkatan dan memasuki pita diatasnya, respons pengobatan sudah dinilai baik.
TB anak umumnya tidak menular sehingga pasien TB anak tidak perlu dikucilkan agar
tidak mengganggu aspek kembang dan kejiwaanya.
STANDARD
PELAYANAN MEDIS
KESEHATAN ANAK

TUMBUH KEMBANG PEDIATRI SOSIAL


PENILAIAN PERTUMBUHAN

Pertumbuhan merupakan indicator penting dalam menilai status kesehatananak, karena dapat
mempengaruhi kualitas hidup anak, oleh sebab itu pertumbuhan perlu dipantau secara berkala.
Pertumbuhasn adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler,berarti
bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau keseluruhan.
Pemeriksaan dan pengukuran pertumbuhan dapat dilakukan denagan berbagai cara, yaitu secara
klinis yang dilakukan dalam pelayanan medis maupunsecara antropometris. Pemeriksaan secara
klinisbertujuan untuk membuat diagnosis tentang pertumbuhan dan status gizi anak dalam keadaan sehat
maupun sakit. Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis,pemeriksaan
laboratorium,radiologi,serta antropometri. Pada saat ini terdapat beberapa baku antropometri, berikut
dibawah ini merupakan langkah langkah menilai pertumbuhan mengungunakan baku NXHS tahun 2000
yang kemudian ditampilkan oleh CDC sehingga dikenal sebagai kurva pertumbuhan CDC 2000.

LANGKAH PERSIAPAN
A. Alat ukur
Timbangan berat badan
Ukuran panjang/tinggi badan Beam balance untuk anak kurang dari 2 tahun, setelah umur
tersebut digunakan tmbangan injak atau elektrinic.
Pita ukur lingkar kepala menggunakan pita ukur lingkar kepala yang tidak melar.
B. Kurva standart pertumbuhan dari CDC 2000

LANGKAH PELAKSANAAN
1. Prosedur Pengukuran Berta Bayi
a. Dilakukan oleh 2 orang , yaitu orang pertama mengukur berat bayi smbil menjaga agar tidak
jatuh dan orang oerang ke-dua mencatat hasil pengukuran.
b. Bayi dalam keadaan tanpa pakaian atau hanya menggunakan popok yang kering.
c. Tempatkan bayi ditengah alat timbangan
d. Lakukan pembacaan dengan ketelitian 0,01 kg.
2. Prosedur Pengukuran Panjang Bayi
a. Bayi hanya mengugunakan popok. Sepatu dan hiasan kepala harus dibuka.
b. Bayi diletakan di tengah alat pengukur.
c. Dilakukan 2 orang, yaitu orang pertama memengang kepala bayi agar menempel pada ujung
papan ukur yang tidak dapat digeser, posisi kepala lurus dangan pandangan vertical ke atas
dalam Frankfot\rt horizontal plane. Orang ke-Dua meluruskan kedua tungkainya dengan
telapak kaki menempel pada papan pengukur yang dapat digeser.
d. Lakukan pembacaan dengan ketelitian 0,1 cm.
3. Prosedur pengukuran lingkar kepala
a. Topi, Hiasan rambut, atau hiasan lainnya yang akan mengganggu pengukuran harus dilepas.
b. Bayi lebih nyaman dalam dekapan orang tua.
c. Ukuran lingkar kepala atau lingkar occipital-frontal yaitu lingkaran kepala terbesar melalui
belakang kepala(occiput) dan sebela atas alis mata.
d. Lakukan pembacaan dengan ketelitian 0,1 cm.
4. Prosedur Pengukuran Barat Anak/Remaja
a. Timbangan sebainya diletakkan pada ruangan tertutup.
b. Pakaian dilepaskan, hanya menggunakan pakaian dalam saja.
c. Anak/remaja berdiri tegak di tengah alat timbangan.
d. Lakukan pembacaan dengan ketelitian 0,01 kg.
5. Prosedur Pengukurang Tingi Badan Anak/Remaja
a. Anak/remaja dengan berdiri tegak menempel pada alat stadiometer tanpa alas kaki.
b. Hiasan di kepala dilepas.
c. Pandangan lurus kedepan.
d. Anak diintuksikan untuk menarik nafas dalam-dalam.
e. Mata pengukur sejajar dengan puncak kepala.
f. Geser alat ukur ke bawah hingga sedikit menekan kepala.
g. Lakukan pembacaan dengan ketelitian 0,1 cm.

LANGKAH PENILAIAN
A. Hitung umur anak
Cara menghitung umur anak adalah dengan cara mengurangi tanggal pemeriksaan terhadap
tanggal lahir.
Contoh:
Tanggal pemeriksaan 10 Mei 2004 : 2004 05 10
Tanggal Lahir 25 Juni 2002 : 2002 06 23
Umur kronologis : 1 10 17

Umur kronologis anak adalah 1 tahun, 10 bulan 17 hari dan diplot sebagai 221/2 bulan.
Menghitung umur anak yang lahir premature
Untuk bayi premature, dalam mengukur berat dan panjang badan serta lingkar kepala harus
digunakan umur koreksi sampai anak berusia 2 tahun. Untuk bayi premature dengan berat kurang
dari 1000 gram, umur koreksi digunakan sampai anak berusia 3 tahun. Cara menghitung umur
koreksi adalah dengan cara mengurangi umur kronologis terhadap jumlah minggu premature.

Contoh :
Bayi ani lahir pada tanggal 20 Desember 2002, lahir dengan umur gestasi 33 minggu, dengan
berat langsung 2000 gram

Tanggal pemeriksaan 5 Juli 2004 : 2004 07 05


Tanggal lahir 20 Desember 2002 : 2002 12 20
Umur kronologis : 1 06 15
Prematur 7 minggu : 01 21
Umur koreksi :` 1 04 24

Umur anak adalah 1 tahun, 4 bulan, 24 hari dan diplot pada 161/2 bulan.

B. Plot ke dalam kurva pertumbuhan CDC 2000


Gunakan kurva pertumbuhan berdasarkan umur, tinggi, berat, lingkaran kepala dan jenis kelamin
sesuai dengan kebutuhan,

C. Nilai hasil pertumbuhan


Dalam menilai pertumbuhan diperlukan beberapa kali pengukuran untuk melihat arah
pertumbuhan. Pada neonates pengukuran sebaiknya pengukuran dilakukan pada minggu pertama,
ke-2 dan ke-4, selanjutnya dianjurkan melakukan pengukuran antropometri satu kali setiap bulan.
Berikut dibawah ini beberapa kreteria yang digunakan untuk menilai adanya masalah dalam
pertumbuhan.
PENILAIAN PERKEMBANGAN

Perkembangan anak menggambarkan peningkatan kematangan fungsi individu, dan


merupakanindikator penting dalam menilai kualitas hidup anak. Oleh karena itu perkembangan anak
harus dipantau secara berkala. Bayi atau anak dengan resiko tinggi terjadinya penyimpangan
perkembangan perlu mendapat prioritas, antara lain bayi premature, berat lahir rendah, bayi dengan
riwayat asfiksia, hiperbilirubinema, infeksi interapartum, ibu diabetes mellitus, gemelli,dll.
Dokter anak sedikitnya harus mengetahui skrining perkembangan dengan metode denver II.

LANGKAH PERSIAPAN
Formulir Denver II
Alat-alat
Benang
Kismis
Kerincingan dengan gagang yang kecil
Balok-balok berwarna luas 10 inci
Botol kaca kecil dengan lubang 5/8 inci
Bel kecil
Bola kecil
Bola tenis
Pinsil merah
Boneka kecil dengan botol susu
Cangkir plastic dengan gagang/pengangn
Kertas kosong

LANGKAH PELAKSANAAN
Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak umuar<6 th berisi 125 gugus tugas yang disusun
dalam formulir menjadi 4 sendok untuk menjaring fungsi-fungsi berikut:
1. Personal social (social personal)
Penyesuaian diri dengan masyarakat dan perhatian terhadap kebutuhan perorangan
2. Fine motor adaptive (motorik halus adaptif)
Koordinasi mata tangan, memainkan dan menggunakan benda-benda kecil
3. Language (bahasa)
Mendengar, mengerti dan menggunakan bahasa.
4. Gross motor (motorik kasar)
Duduk, jalan, melompat dan gerakan umum otot besar
Pencatatan hasil
1. Koreksi factor prematuritas. Tarik garis umum dari garis paling atas ke bawah dan cantumkan
tanggal pemeriksaan pada ujung atas garis umur.
2. Semua ujicoba untuk tiap sector dimulai dengan ujicoba yang terletak di sebelah kiri garis umur,
kemudian dilanjutkan sampai ke kanan garis umur
3. Pada tiap sector dilakukan minimal 3 uji coba terdekat disebelah kiri garis umur serta setiap uji
coba yang dilalui garis umur
4. Bila anak tidak mampu untuk melakukan salah satu uji coba pada langkah ke-3
(gagal;menolak;tidak ada kesempatan) lakukan uji coba tambahan ke sebelah kiri pada
sector yang sama sampai anak dapatlewat 3 ujicoba.
Skor penilaian
Skor dari tiap ujicoba ditulis pada kotak segi empat. Ujicoba dekat tanda garis 50%
P : pass/lewat. Anak melekukan uji coba dengan baik, atau ibu/ pengasuh anak member laporan
(tempat/dapat dipercaya bahwa anak dapat melakukannya)
F : Fail/Gagal. Anak tidak dapat melakukan uji coba dengan baik, atau ibu/pengasuh anak member
laporan (tempat) bahwa anak tidak dapat malakukandengan baik
No : No opportunity/ tidak ada kesempatan. Anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan uji
coba karena ada hambatan. Skor ini hanya boleh dipakai pada ujicoba dengan tanda R.
R : Refusal/menolak. Anak menolak untuk melakukan ujicoba penolakan dapat di dikurangi dengan
mengatakan kepada anak apa yang harus dilakukan, atau menanyakan kepada anak apakah ia
dapat melakukannya(ujicoba yang dilaporkan oleh ibu/pengasuh anak tidak diskor sebagai
penolakan).
Interprestasi Penilaian individual
1. Lebih(advanced)
Bilamana seorang anak lewat pada ujicoba yang terletak disebelah kanan garis umur, maka
dinyatakan bahwa perkembangan anak lebih pada ujicoba tersebut.
2. Normal
Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan ujicoba disebelah kanan garis umur
3. Caution/Pringatan
Bila seorang anak gagal atau menolak ujicoba yang dilalui garis umur terletak pada atau antara
persentil ke-75 dan 90
4. Delay/keterlampbatan
Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan ujicoba yang seluruhnya terletak di sebelah kiri
garis umur
5. No opportunity/tidak ada kesempatan
Ujicoba yang dilaporkan orang tua
Inter Denver II
Normal
Bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak satu caution. Lakukan ulang pada kontol
berikutnya.
Suspek
Bila didapatkan 2 peringatan dan/atau 1 keterlambatan. Lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu
untuk menghilangkan factor sesaat seperti rasa takut, keadaan sakit atau kelelahan.
Tidak dapat diuji
Bila ada skor menolak pada 1 uji coba yang terletak disebelah kiri garis umur atau menolak
pada > 1 uji coba yang ditembus garis umur pada daerah 75-90%.
Uji ulang dalam 1-2 minggu
Bila pada uji ulang didapat hasil yang mencurigakan atau tidak dapat diuji, maka pikiran untuk
merujuk anak tersebut.
RETARDASI MENTAL (RM)

PENGERTIAN :
Retardasi mental (RM) merupakan masalah dunia terutama di Negara berkembang. Diperkirakan
hamper 3% populasi mempunyai IQ<70 dan 0,3% dari populasi mengalami RM yang berat.
Menurut AAMD (American Association for Mental Deficienncy) RM didefenisikan sebagai suatu
keadaan di mana inteligensi umum berfungsi di bawah rata-rata ,bermula dari masa perkembangan,
disertai gangguan tingkah laku penyesuaian. Sedangkan menurut ICD10(internasional Code of Diseases),
RM adalah perkembangan mental yang berhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai dengan adanya
hendaya(impairment) keterampilan (skills) selama masa perkembangan, sehinggah berpengaruh pada
sebuah aspek inteligensi, yaitu kemampuan koknitif, bahasa motorik,dan social.
Diagnostic and Statistic Manual edisi IV (DSM-IV) mengidentifikasikan RM sebagai:
Fungsi intelektual yang berada di bawah rata-rata,dengan IQmrata-rat 70 atau kurang.
Terdapat deficit atau gangguan fungsi adaptif pada minimal 2 area: komunikasi, perawatan diri
sendiri,hidup berkeluarga,kemampuan social/interpersional,kemampuan
bermasyarakat,kemampuan akademik fungsional dan perkerjaan.
Timbul sebelum umur 18 tahun.

ETIOLOGI
Disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental,tetapi sebanyak 30-50% kasus RM tidak
dapat diidentifikasi penyebabnya, biasanya merupakan campuran factor bawaan, lingkungan atau
sosiokultural. Berbagai penyebab RM biasa dikelompokkan sebagai berikut:
Selama Kehamilan
Kelainan bawaan: Kelainan kromosom, sindrom Down, dll.
Kelainan genetic (single gene dan polygenic),seperti tuberous sclerosis, penyakit-penyakit
metabolic, Fragile-X syndrome dll.
Didapat: Ganguan pertumbuhan janin di dalam kandungan, seperti infeksi, keracunan,insufisiensi
placenta.
Perinatal
Prematuritas, infeksi perinatal, asfiksia, enselofalopati hipoksik-iskemik, trauma lahir,
hipoglikemia.
Setelah persalinan
Hiperbilirubinemia, infeksi, trauma berat pada kepala atau susunan saraf
pusat,neurotoksin(misalnya tembaga lend poisoning), CVA (cerebrovascular accident), anoksia
serebri, keganasan susunan saraf pusat, gangguan metabolic, gizi buruk,kelainan hormonal
(misalnya hipotiriid).
Masalah psikososial
Seperti penyakit kejiwaan atau penyakit kronis lain pada ibu, kemiskinan, malnutrisi,
peniksaan(abuse), penelantaran,dll.
Interaksi berbagai factor bawaan, didapat dan lingkungan.
Kebanyakan anak RM berasal dari golongan social ekonomi rendah. Kurangnya stimulasi dari
lingkunaganya secara bertahap menurunkan IQ pada saat terjadinyamaturasi. Keadaan social
ekonomi yang rendah juga berperan dalam adanya penyebab organic retardaksi mental, seperti
kurang gizi.

PATOFISIOLOGI
RM merupakan manifestasi dari kelainan fungsional sistem saraf pusat(SSP). Malformasi SSP
yang terlihat secara visual ditemukan pada 10-15% kasus ; malformasi yang sering ditemuka antara lain
mikrosefal dan defek neural tube.

KLASIFIKASI
ICD10 dan DSM-IV menggunakan skor IQ dalam mengklasifikasikan tingkat RM.
Klasifikasi lain dari RM adalah :
1. Retardasi mental patologis, gangguan mental berat (IQ kurang dari 20), idiot dan imbesil (IQ 20-45),
kelompok ini sering disertai dengan deficit neurologic lain.
2. Retardasi mental subkultural, fisiologik atau familial, biasanya gangguan mental tidak begitu berat,
imbesil ringan atau pikiran lemah (feeble minded) dengan IQ 45-70. Orang tua dan saudara sering sub-
normal dengan tingkatan yang berbeda.

GEJALA KLINIS
Gejala-gejala yang ditemukan pada RM mencakup :
1. Keterlambatan berbahasa.
2. Keterlambatan gerakan motorik halus dan gangguan adaptasi (toileting, kemampuan bermain)
3. Keterlambatan perkembangan motorik kasar, jarang ditemui, kecuali kalau RM disertai dengan kondisi
lain, seperti palsi serebral.
4. Gangguan perilaku, inatensi, hiperaktifitas, kecemasan, depresi, gangguan tidur dan gerakan
stereotipik.

KRITERIA DIAGNOSIS
1. Terdapat kendala perilaku adaptif social (kemampuan untuk mandiri).
2. Gejala imbul pada umur yang kurang dari 18 tahun.
3. Fungsi intelektual kurang dari normal (IQ < 70).

EVALUASI
Anamnesis yang dilakukan harus mencakup factor risiko bagi retardasi mental, diantaranya :
1. Faktor ibu : usia ibu waktu melahirkan ( < 20 tahun atau > 40 tahun), hubungan darah/ keluarga yang
dekat antara suami-istri.
2. Faktor perinatal.
3. Faktor neonatal.
Prevalensi RM meningkat pada anak dengan kelainan kejang ( seizure disorder), mikrosefal,
makrosefal, riwayat gagal tumbuh intrauterine ataupun postnatal, prematuritas dari kelainan congenital.
Bila dicurigai RM, perlu dievaluasi keadaan motorik, persepsi dan kemampuan kognitif.

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan fisik. Dilakukan pengukuran semua parameter pertumbuhan.
Penilaian perkembangan.
Untuk diagnosis keterlambatan perkembangan, perlu dilakukan pemeriksaan lengkap, termasuk
penilaian kognitif dan uji psikologis. Bisa dilakukan berbagai uji perkembangan seperti Uji Denver II,
Capute Scales, Slosson Intelligence Test, Bayley Scales for Intant Development, Stanfort-Binet
Intelligence Scale, Wechsler Prescholl and Primary Scale of Intelligence-Revised (WPPSI-R),
Wechsler Intelligence Scale for Children-III dan Vineland AdaptiveBehaviour Scales.
Evaluasi neuropsikologik mencakup kemampuan anak memecahkan problem verbal dan non verbal,
adaptasi social. RM sering disertai dengan kerusakan otak fokal atau luas dan sering disertai dengan
kelainan susunan saraf pusat lainnya. Palsi selebral, epilepsi, gangguan visus dan pendengaran lebih
sering dijumpai pada penyandang RM dibandingkan dengan populasi umum.
Pemeriksaan neurologic, mencakup lingkar kepala, tonus, kekuatan dan koordinasi otot, reflex-refleks
tendon dalam, refleks-refleks primitif, ataksia serta adanya gerakan-gerakan abnormal seperti distonia
atau atetosis.
Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan tergantung dari penyebab, seperti pemeriksaan kromosom
(karyotype), EEG, CT-Scan atau MRI, titer virus untuk infeksi congenital, asam urat serum, laktat dan
piruvat darah, seng serum, logam berat, serum tembaga dan seruloplasmin, serum asam amino, plasma
ammonia (tergantung kebutuhan).

LANGKAH PROMOTIF/ PREVENTIF


Upaya preventif antara lain :
Konseling genetik sebelum menikah.
Menghindari faktor etiologi penyebab MR.
Membersihkan perlindungan spesifik terhadap penyakit tertentu (imunisasi).
Meningkatkan kesehatan dengan memberikan gizi yang baik, mengajarkan cara hidup sehat,
memberikan stimulasi pada bayi.
Mendeteksi penyakit sedini mungkin diagnosis dini PKU dan hipotiroid (kalau ada), untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut).

TERAPI
Penatalaksanaan anak dengan RM bersifat multidimensi dan sangat individual. Sebaiknya dibuat
suatu rancangam strategi pendekatan bagi setiap anak untuk mengembangkan potensi anak seoptimal
mungkin. Untuk optimalisasi, di samping penerangan kepada orang tua, juga diperlukan pengertian dari
anggota keluarga lainnya, agar anak tidak diejek dan dikucilkan.
Demikian juga kepada masyarakat sekitarnya, penerangan tentang RM diperlukan agar anak bisa
diterima dengan wajar, dapat memberikan perlindungan dan pada waktu yang bersamaan dapat pula
member kesempatan baginya untuk berfungsi secara optimal, sesuai dengan kemampuannya.

Perawatan umum
1. Meningkatkan kesehatan dengan memberikan gizi yang baik, mengajarkan cara hidup sehat.
2. Memberikan perlindungan terhadap penyakit (imunisasi).
3. Mendeteksi penyakit sedini mungkin.
4. Diagnosis dini PKU dan hipotiroid (kalau ada), untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
5. Koreksi defek sensoris, kemudian dilakukan stimulasi sini (stimulasi sensoris, terapi wicara)

Terapi Medikamentosa
Pemberian neurotropik, vitamin masih controversial.
Pemberian psikotropik diberikan jika diketemukan kormobiditas spesifik, sesuai dengan DSM IV
antara lain kelainanperkembangan pervasive (termasuk autisme), attention deficit hyperactivity
disorder, kelainan tic, gerakan stereotipik, skizofrenia atau kelainan makan (eating disorder) serta
kondisi medis umum lainnya.
Pemantauan pengobatan medikamentosa sesuai dengan pemantauan pemberian medikamentosa
penyakit yang menyertai.
Ko-morbiditas atau gangguan perilaku pada penderita RM ini bisa dicetuskan oleh berbagai
stressor berikut :
1. Fase transisi, seperti perubaha tempat tinggal, tempat kerja, pubertas, dll.
2. Kehilangan atau rasa penolakan, seperti meninggalnya orang tua, teman, bertengkar, kehilangan
pekerjaan, dll.
3. Lingkungan, terlalu padat, rebut, kacau, tekanan dari sekolah atau pekerjaan.
4. Hubungan dengan orang tua dan masalah-masalah social lainnya.
5. Sakit atau kecacatan.
6. Frustasi.
Stresor-stresor di atas perlu dikendalikan pada penderita RM. Kalau tidak ditemukan kelainan
spesifik, terapi lebih ditujukan pada modifikasi perilaku (perlu diminta bantuan ahli mendidik, psokolog
atau psikiater) yang dapat memberikan latihan modifikasi perilaku.

Pendidikan & ketrampilan


Dengan fungsi intelektual di bawah rata-rata menyebabkan anak tidak dapat mengikuti
pendidikan di sekolah biasa.
Bila dididik dengan tempo lambat, penderita RM yang edukabel mampu berdikari untuk bekerja
sebagai pekerja kasar, pekerja tangan, pembantu rumah tangga, serta melaksanakan pekerjaan rutin dan
sederhana di kantor atau pabrik.
Bagi penderita RM berat dibutuhkan latihan dalam hygiene dasr, mengurus diri sendiri,
mengontrol tingkah mencederai diri sendiri.

Tumbuh Kembang
RM sudah dapat dicurigai pada bayi muda. Gejala RM yaitu perkembangan kapasitas mental
yang tidak sempurna atau kurang di semua bidang disertai dengan perilaku abnormal, walaupun pada
beberapa kasus penderita tidak terbelakang dalam bidang motorik kasar, seperti umur waktu berdiri dan
berjalan. Gejala pertama dari RM mungkin berupa keterlambatan dalam senyum, perhatian, keterlambatan
dalam mengikuti benda bergerak atau keterlambatan bereaksi terhadap bunyi, memberikan kesan salah
pada orang tua, seolah-olah bayi tidak dapat melihat atau pendengarannya terganggu.
Anak Nampak tidak peduli terhadap lingkungannya. Perhatian terhadap mainannya berlangsung
singkat, ekspresinya kurang alert dan biasanya kurang resposnsif dibandingkan dengan anak normal.
Bayi normal berusia 12-20 minggu sering memperhatikan gerakan tangannya sendiri. Pada bayi
dengan RM gejala ini masih terlihat sampai usia yang lebih tua dari 20 minggu. Memasukkan benda ke
dalam mulut yang merupakan tindakan khas pada bayi berusia 6-12 bulan. Pada anak RM, tindakan ini
masih masih bisa dilihat pada usia 2-3 tahun. Pada penderita RM, gangguan perilaku adaptifyang paling
menonjol adalah kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitarnya. Biasanya berupa
tingkah laku kekanak-kanakan yang tidak sesuai dengan umurnya.
Kepada orang tua perlu dijelaskan bahwa RM bukanlah berarti anak tidak dapat berkembang lagi,
tetapi walaupun ada perkembangan , anak tidak akan mencapai tingkat anak normal yang sebaya. Hanya
pada RM yang sangat ringan sesekali terjadi pengejaran perkembangan sampai normal.

PROGNOSIS
Retardasi mental yang diketahui penyakit dasarnya, biasanya mempunyai prognosis yang lebih
baik, walaupun penyakit dasar ini umumnya sukar ditemukan. Penderita RM ringan, dengan kesehatan
yang baik, mempunyai umur harapan hidup yang sama dengan orang normal. Sebaliknya RM berat sering
dengan masalah kesehatan dan gizi, meninggal pada usia muda.
STANDARD
PELAYANAN MEDIS
KESEHATAN ANAK

IMUNISASI

Keterangan Jadwal Imunisasi IDAI, Periode 2003


Vaksin Keterangan
hir Hepatitis HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan.
B-1 Apabila status HbsAg-B Ibu positif, dalam waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersam
dengan vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg Ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalana
selanjutnya diketahui bahwa Ibu HbsAg positif, maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum ba
berumur 7 hari.
Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/ RS polio oral diberikan saat
dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain).

Polio-0
Bulan Hepatitis HB-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.
B-2
Bulan BCG BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada umur > 3 bulan, sebaiknya dilak
uji tuberculin terlebih dahulu dan BCG diberikan apabila uji turbekulin negatif.
Bulan DTP-1 DTP diberikan pada umur lwbih dari 6 minggu, dapat dipergunakan DTwP atau DTap, atau diberikan
secara kombinasi dengan Hlb (PRP-T).
Hib-1 Hib diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib dapat diberikan secara terpisah atau
dikombinasikan dengan DTP.
Polio-1 Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1
Bulan DTP-2 DTP-2 (DTwP atau DTaP) dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T).
Hib-2
Polio-2 Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2
Bulan DTP-3 DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3 (PRP-T).
Hib-3 Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak perlu diberikan.
Polio-3 Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3
Bulan Hepatitis HB-3 diberikan umur 3-6 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal interval HB-2 dan HB-3 min
B-3 2 bulan, terbaik 5 bulan.
Bulan Campak Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, Campak-2 merupakan program BIAS pada SD kl 1, umur
6 tahun. Apabila telah mendapat MMR pada umur 15 bulan, Campak-2 tidak perlu diberikan.
Bulan MMR Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapat imunisasi campak, MMR dapat diberikan pada umu
12 bulan
Hib-4 Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP)
Bulan DTP-4 DTP-4 (DTwP atau DTaP) diberikan 1 tahun setelah DTP-3
Bulan Polio-4 Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4.
Tahun Hepatitis VAksin HepA direkomendasikan pada umur >2 tahun, diberikan dua kali dengan interval 6-12
A
Tahun Tifoid Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur > 2 tahun. Imunisasi tifoid polisaka
injeksi perlu diulang setiap 3 tahun
Tahun DTP-5 DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwP/ DTaP)
Polio-5 Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5
Tahun MMR Diberikan untuk catch-up immunization pada anak yang belum mendapat MMR-1
Tahun dT/ TT Menjelang pubertas vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan untuk mendapat imunitas selama 25
Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun
Varisela

Anda mungkin juga menyukai