Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rengganis Permatahati

NIM : 1765050395
Topik Tinjauan Pustaka : Alergi Susu Sapi
Sumber : Buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2011, Eur Journal Pedtric Cow’s milk
allergy: evidence-based diagnosis and management for the practitioner 2015

Alergi Susu Sapi


Definisi
Alergi susu sapi (ASS) adalah reaksi simpang terhadap protein susu sapi yang diperantarai
reaksi imunologi. Istilah alergi yang dipergunakan dalam panduan ini sesuai dengan definisi
yang dikeluarkan oleh World Allergy Organization, yaitu alergi adalah reaksi
hipersensitivitas yang diperankan oleh mekanisme imunologi. Mekanisme tersebut bisa
diperantarai oleh IgE (reaksi hipersensitivitas tipe I, reaksi cepat) maupun non-IgE (reaksi
hipersensitivitas tipe III atau IV, reaksi lambat). Alergi susu sapi yang tidak diperantarai IgE
lebih sering mengenai saluran cerna, sementara ASS yang diperantarai IgE dapat mengenai
saluran cerna, kulit, dan saluran napas serta berhubungan dengan risiko tinggi
timbulnya alergi saluran napas di kemudian hari seperti asma dan rinitis alergi.

Diagnosis
Anamnesis
 Alergi susu sapi dapat menyebabkan beragam gejala dan keluhan, baik pada saluran
cerna, saluran napas, maupun kulit. -Luasnya gejala yang timbul dapat mempersulit
pengenalan, menyebabkan misdiagnosis atau kadang-kadang overdiagnosis.
 Awitan gejala ASS, waktu antar pemberian susu sapi dan timbulnya gejala, dan
jumlah susu yang diminum hingga menimbulkan gejala.
 Riwayat atopi pada orangtua dan saudara kandung perlu ditanyakan. Risiko atopi
 meningkat jika ayah/ibu kandung atau saudara kandung menderita atopi, dan bahkan
risikonya lebih tinggi jika kedua orangtua sama-sama penderita atopi.
 Riwayat atau gejala alergi sebelumnya.

Manifestasi Klinis
Gejala pada Saluran Cerna
 Edema dan gatal pada bibir, mukosa oral, dan faring terjadi jika makanan yang
mensensitisasi kontak dengan mukosa.
 Muntah dan/atau diare, terutama pada bayi, bisa ringan, melanjut, atau intractable
 dan dapat berupa muntah atau buang air besar berdarah. Alergi susu sapi dapat
 menyebabkan kolik infantil. Jika hipersensitivitas berat, dapat terjadi kerusakan
mukosa usus, dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, dan penurunan berat badan.
 Konstipasi kronik yang tidak responsif terhadap laksatif.

Gejala pada Kulit


 Dermatitis atopi merupakan kelainan kulit paling sering dijumpai pada alergi susu
sapi, menempati urutan kedua setelah gejala saluran cerna. Erupsi yang kemerahan
pada umumnya terjadi setelah sensitisasi 1-2 minggu dan sering mengalami
eksaserbasi.
 Urtikaria dan angioedema.
Gejala pada Saluran Napas
 Rinitis kronis atau berulang, otitis media, batuk kronis, dan mengi
merupakan manifestasi alergi susu sapi yang cukup sering.

Gejala Hematologi
 Pucat akibat anemia defisiensi karena perdarahan mikro pada saluran cerna.

Pemeriksaan Fisik
 Kondisi umum: status gizi, status hidrasi, kadang tampak pucat
 Kulit: dermatitis atopi, urtikaria, angioedema
 Saluran napas: tanda rinitis alergi (konka edema dan pucat) atau asma (mengi), otitis
media efusi
 Saluran cerna: meteorismus, skibala, fisura ani

Pemeriksaan Penunjang
 Konfirmasi diagnosis ASS sangat penting karena seringkali terdapat ketidaksesuaian
antara gejala yang dikeluhkan orangtua dengan bukti secara klinis.
 Double-blind, placebo-controlled food challenge (DBPCFC) dianggap sebagai baku
emas. Pada prosedur ini, dilakukan pemberian makanan yang mengandung alergen
dan plasebo dengan metode crossover secara tersamar baik terhadap pasien maupun
evaluator disertai pemantauan reaksi alergi. Metode tersebut lebih banyak digunakan
untuk keperluan riset. Metode yang dapat dilakukan pada praktik klinis adalah
melakukan eliminasi dan uji provokasi terbuka.
 Mengingat risiko terjadinya reaksi alergi saat dilakukannya uji provokasi makanan
(food challenge), maka dapat dipilih pemeriksaan alternatif dengan efikasi yang sama,
seperti: uji cukit kulit (skin prick test, SPT), pengukuran antibodi IgE serum spesifik
terhadap protein susu sapi, dan uji tempel (patch test).
 Kombinasi SPT dan pengukuran antibodi IgE spesifik memiliki nilai duga positif
95%
 untuk mendiagnosis ASS yang diperantarai IgE, sehingga dapat mengurangi perlunya
uji provokasi makanan jika yang dicurigai adalah ASS yang diperantarai IgE.
 Uji cukit kulit dan kadar IgE spesifik tidak berguna dalam diagnosis ASS yang tidak
 diperantarai IgE, sebagai alternatif dapat dilakukan uji tempel, atau uji eliminasi dan
 provokasi.
 Pemeriksaan laboratorium tidak memberikan nilai diagnostik, tetapi dapat menunjang
diagnosis klinis. Penurunan kadar albumin sugestif untuk enteropati; hipoproteinemia
sering terjadi bersama-sama dengan anemia defisieni besi akibat alergi susu sapi.
 Peningkatan trombosit, LED, CRP, dan leukosit tinja merupakan bukti adanya
inflamasi tetapi tidak spesifik, sehingga nilai normal tidak dapat menyingkirkan ASS.
Leukositosis eosinofilik dapat dijumpai pada kedua tipe ASS.

Tata Laksana
 Prinsip utama dalam tata laksana ASS adalah menghindari susu sapi dan makanan
yang mengandung susu sapi sambil mempertahankan diet bergizi dan seimbang untuk
bayi dan ibu yang menyusui. Pada bayi yang diberikan ASI eksklusif, ibu perlu
mendapat penjelasan berbagai makanan yang mengandung protein susu sapi yang
perlu dihindari.
 Konsultasi dengan ahli gizi perlu dipertimbangkan.
 Formula Asam Amino
Pada anak yang mendapat susu formula, diberikan susu pengganti berupa susu
terhidrolisis sempurna/ekstensif atau susu formula asam amino pada kasus yang berat.
Formula-formula ini, seperti namanya, menyediakan protein hanya dalam bentuk
asam amino bebas dan tanpa peptida. Meskipun diteori, formula asam amino dapat
digunakan sebagai pengobatan lini pertama dalam alergi susu sapi ini.
 Susu formula kedelai dapat dicoba untuk diberikan pada anak berusia di atas 6 bulan
apabila susu terhidrolisis ekstensif tidak tersedia atau terdapat kendala biaya. Namun,
toleransi terhadap protein kedelai harus ditetapkan terlebih dahulu oleh tantangan
klinis. Bayi dengan alergi susu sapi yang dimediasi IgE lebih mungkin untuk
mentoleransi susu formula kedelai daripada mereka yang tidak yang dimediasi oleh
IgE
 Pemberian suplemen kalsium (juga fosfor dan vitamin D) umumnya tidak diperlukan
pada bayi yang menerima jumlah yang cukup dari susu formula khusus. Setiap kali
asupan susu di bawah 500 ml, penilaian oleh ahli diet anak direkomendasikan dan
suplemen kalsium mungkin diperlukan

Indikasi Rawat
 Dehidrasi berat
 Gizi buruk
 Anafilaksis
 Anemia yang memerlukan transfusi darah

Prognosis
Pada umumnya alergi susu sapi tidak menetap, sebagian besar penderita akan menjadi toleran
sesuai dengan bertambahnya usia. Umumnya diketahui bahwa ASS akan membaik pada usia
3 tahun: sekitar 50% toleran pada usia 1 tahun, 70% usia 2 tahun, dan 85% usia 3 tahun. Pada
anak dengan alergi yang tidak diperantarai IgE, toleransi lebih cepat terjadi yaitu pada usia
sekitar 1 tahun yang dapat dibuktikan dengan memakai metode uji provokasi. Pada anak
dengan alergi yang diperantarai IgE sebaiknya pemberiannya ditunda lebih lama lagi dan
untuk menentukan waktu yang tepat, dapat dibantu dengan panduan tes alergi.

Sumber
1. Pudjiadi Antonius H, Hegar Badriul, Handryastuti Setyo. Buku Pedoman
Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 5-9
2. Carlos Lifschitz & Hania Szajewska. Cow’s milk allergy: evidence-based diagnosis
and management for the practitioner. Eur J Pediatr (2015) 174:141–150

Anda mungkin juga menyukai