Anda di halaman 1dari 3

● definisi dan klasifikasi

Alergi susu sapi (ASS) adalah suatu reaksi yang tidak diinginkan yang diperantarai secara imunologis
terhadap protein susu sapi. Alergi susu sapi biasanya dikaitkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang
diperantarai oleh IgE. Namun demikian ASS dapat diakibatkan oleh reaksi imunologis yang tidak
diperantarai oleh IgE ataupun proses gabungan antara keduanya.
Menurut (Hill et al. 1997) membagi alergi susu sapi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Kelompok I: timbul beberapa menit setelah memakan makanan yang jumlahnya sedikit. Gejala
biasanya berupa urtikaria, angioedema, eksaserbasi eksema, dan gejala saluran napas.
2. Kelompok II: timbul beberapa jam setelah memakan makanan yang jumlahnya cukup banyak. Gejala
pada saluran cerna berupa muntah dan diare.
3. Kelompok III: timbul lebih lama hingga 20 jam kemudian dan jumlah yang diminum sangat banyak.
Gejala muntah, diare, gejala saluran napas, dan eksaserbasi eksema.
Berdasarkan kelompok di atas, perjalanan penyakit dapat berubah, misalnya dari kelompok I menjadi kelompok
II atau sebaliknya. Pendekatan diagnosis untuk alergi susu sapi tipe IgE-mediated adalah dengan melihat gejala
klinis yang didiagnosis dari anamnesis, diantaranya melihat jangka waktu timbul gejala setelah minum susu sapi,
jumlah susu yang diminum, riwayat penyakit atopi, gejala klinis pada kulit, saluran napas, dan saluran cerna.

● etiologi dan faktor resiko


-Alergi susu disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan tubuh penderita, yang menganggap
kandungan protein dalam susu sebagai zat yang berbahaya. Peringatan ini kemudian memicu sistem
kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi imunoglobulin E untuk menetralkan alergen tersebut. Proses
ini menghasilkan pelepasan zat kimia tubuh seperti histamin yang kemudian menyebabkan munculnya
gejala-gejala alergi susu tersebut.
-Alergi susu berbeda dengan intoleransi susu atau laktosa. Intoleransi laktosa merupakan ketidakmampuan tubuh
dalam mencerna gula dalam susu, dan tidak berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Gejala dan
pengobatannya juga berbeda dengan alergi susu. Dua kandungan utama pada protein susu yang menjadi
penyebab alergi susu adalah kasein dan whey.
-Reaksi alergi susu terjadi secara berbeda-beda bagi tiap orang. Namun, umumnya reaksi alergi dapat muncul
dalam hitungan menit hingga jam setelah mengonsumsi susu. Gejala-gejala alergi susu yang dapat muncul
dengan segera setelah mengonsumsi susu, yaitu:
● Gatal-gatal atau rasa seperti disengat di sekitar mulut dan bibir
● Bengkak pada bibir, lidah, atau amandel ● Muntah ● Batuk
● Mengi (nafas yang disertai bunyi melengking) ● Sesak napas (dyspnea)
-Reaksi alergi susu yang muncul dalam waktu beberapa jam setelah mengkonsumsi susu, yaitu:
● Diare ● Muntah● Ruam kulit
-Selain itu, ada juga gejala-gejala alergi susu yang bisa timbul pada hari berikutnya sesudah mengkonsumsi susu:
● Mata berair ● Pilek ● Ruam dan gatal di sekitar mulut ● Mengi ● Eksim ● Diare, dan bisa mengandung
darah ● Kram perut ● Munculnya kolik pada bayi (yang ditandai dengan menangis tanpa henti).

● patofisiologi
Protein susu sapi merupakan penyumbang utama pemicu reaksi alergi pada anak di bawah usia dua tahun.
Susu sapi mengandung sedikitnya 20 komponen protein yang dapat merangsang produksi antibodi manusia.
Respon imunologis spesifik yang terbentuk pada pasien alergi dipicu oleh adanya interaksi antara epitop,
yaitu suatu sekuens asam amino di permukaan antigen, dengan sistem imun dalam tubuh yang dapat
diperantarai oleh IgE maupun mediator lain selain IgE, atau kombinasi dari keduanya. Namun, reaksi
hipersensitivitas yang paling umum terjadi adalah hipersensitivitas tipe I dimana sistem imun melepaskan
mediator-mediator spesifik setelah antigen berikatan dengan IgE. Antigen yang dapat memicu terjadinya
alergi disebut alergen. Alergen umumnya adalah komponen dari protein dengan berat molekul 10- 70 kDa.
Alergen harus dapat melakukan penetrasi ke jaringan tubuh host untuk dapat berikatan dengan antigen
presenting cells (APC). Beberapa alergen diketahui memiliki enzim protease untuk meningkatkan daya
penetrasi ke dalam jaringan dan menginduksi terjadinya respon imunologis. Alergen penting yang
terkandung di susu sapi adalah α-laktalbumin, β-laktoglobulin dan kasein.
● pemeriksaan penunjang
1. IgE spesifik
1. Uji tusuk kulit (Skin prick test ) Uji tusuk kulit dilakukan di volar lengan bawah atau bagian
punggung (jika didapatkan lesi kulit luas di lengan bawah atau lengan terlalu kecil) Batasan usia
terendah untuk uji tusuk kulit adalah 4 bulan. Batasan usia terendah untuk uji tusuk kulit adalah 4
bulan. Bila uji kulit positif, kemungkinan alergi susu sapi sebesar < 50% (nilai duga positif <
50%), sedangkan bila uji kulit negatif berarti alergi susu sapi yang diperantarai IgE dapat
disingkirkan karena nilai duga negatif sebesar > 95%.
2. IgE RAST (Radio Allergo Sorbent Test) uji IgE RAST Uji ini dilakukan apabila uji tusuk kulit tidak
dapat dilakukan karena adanya lesi kulit yang luas di daerah pemeriksaan dan bila penderita tidak bisa
lepas minum obat antihistamin. Kadar serum IgE spesifik antibodi untuk susu sapi dinyatakan
positif jika > 5 kIU/L pada anak usia ≤ 2 tahun dan >15 kIU/L pada anak usia
> 2 tahun. Hasil uji ini mempunyai nilai duga positif <53% dan nilai duga
negatif 95%, sensitivitas 57% dan spesifitas 94%.
3. Uji eliminasi dan provokasi Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPFC) merupakan
uji baku emas untuk menegakkan diagnosis alergi makanan.
● Selama eliminasi, bayi dengan gejala alergi ringan sampai sedang diberikan susu formula
terhidrolisat ekstensif, sedangkan bayi dengan gejala alergi berat diberikan susu formula
berbasis asam amino.
● Uji provokasi dinyatakan positif jika gejala alergi susu sapi muncul kembali, maka diagnosis
alergi susu sapi bisa ditegakkan. Uji provokasi dinyatakan negatif bila tidak timbul gejala
alergi susu sapi pada saat uji provokasi sampai 3 hari pasca provokasi (untuk menyingkirkan
reaksi hipersensitivitas tipe lambat). Apabila uji provokasi negatif, maka bayi tersebut
diperbolehkan minum formula susu sapi.
● tatalaksana
JOURNAL Christopher W. Edwards; Mohammad A. Younus. Tahun 2021
Pengobatan definitif untuk semua alergi makanan adalah penghapusan ketat makanan dari diet. Jika seorang
anak memulai diet bebas susu, dokter atau ahli gizi dapat membantu merencanakan makanan bergizi seimbang.
Orang tua atau anak mungkin perlu mengonsumsi suplemen untuk menggantikan kalsium dan nutrisi yang
ditemukan dalam susu, seperti vitamin D dan riboflavin.

Menyusui: Tingkat alergi susu sapi pada bayi yang menyusui lebih rendah daripada bayi yang diberi susu
formula dan telah dilaporkan sekitar 0,5%.] Menyusui dianjurkan, terutama jika bayi berisiko tinggi mengalami
alergi susu. Protein susu sapi melewati ASI ke anak dan dapat menyebabkan reaksi alergi. Jika anak memiliki
alergi susu sapi, maka ibu harus menghilangkan semua makanan yang mengandung protein susu sapi, termasuk
keju, yogurt, dan mentega dari makanannya.

Formula hypoallergenic: Formula ini dihidrolisis melalui enzim untuk memecah protein susu. Tergantung pada
tingkat pemrosesannya, produk diklasifikasikan sebagai formula terhidrolisis/elemen sebagian atau ekstensif.
Rekomendasi adalah untuk formula terhidrolisis ekstensif karena peningkatan alergenisitas dan reaksi terkait
dalam formula terhidrolisis sebagian.

Formula berbasis kedelai: Sebanyak 50% anak yang terkena intoleransi protein susu sapi juga mengalami
intoleransi protein kedelai jika diberi susu formula berbasis kedelai. Oleh karena itu, formula berbasis kedelai
umumnya bukan pilihan yang layak untuk pengobatan intoleransi protein susu sapi.

Susu alternatif: pengganti seperti susu domba dan kambing umumnya tidak dapat diterima karena tingkat
reaktivitas silang yang tinggi dengan protein susu sapi. Namun, penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi
penurunan insiden reaksi silang terhadap susu unta
● komplikasi
rhinitis alergi/hay fever, peradangan yang terjadi pada rongga hidung yang bisa disebabkan oleh
beberapa alergen, seperti debu, bulu-bulu, serbuk sari dan tungau
alergi makanan, beberapa penderita ass juga menderita alergi makanan seperti telur kacang-kacangan,
kedelai, hingga daging hewan

● pencegahan
- Pencegahan primer Dilakukan sebelum terjadi sensitisasi. Saat penghindaran dilakukan sejak pranatal pada janin
dari keluarga yang mempunyai bakat atopik. Penghindaran susu sapi berupa pemberian susu sapi hipoalergenik,
yaitu susu sapi yang dihidrolisis secara parsial, supaya dapat merangsang timbulnya toleransi susu sapi di
kemudian hari karena masih mengandung sedikit partikel susu sapi, misalnya dengan merangsang timbulnya
IgG blocking agent. Tindakan pencegahan ini juga dilakukan terhadap makanan hiperalergenik lain serta
menghindari asap rokok.
- Pencegahan sekunder Dilakukan setelah terjadi sensitisasi tetapi belum timbul manifestasi penyakit alergi.
Keadaan sensitisasi diketahui dengan cara pemeriksaan IgE spesifik dalam serum atau darah tali pusat, atau
dengan uji kulit. Saat tindakan yang optimal adalah usia 0 sampai 3 tahun. Penghindaran susu sapi dengan cara
pemberian susu sapi non alergenik, yaitu susu sapi yang dihidrolisis sempurna, atau pengganti susu sapi
misalnya susu kedele supaya tidak terjadi sensitisasi lebih lanjut hingga terjadi manifestasi penyakit alergi.
Selain itu juga disertai tindakan lain misalnya imunomodulator, Th1-immunoadjuvant, probiotik serta
penghindaran asap rokok. Tindakan ini bertujuan mengurangi dominasi sel limfosit Th2, diharapkan dapat
terjadi dalam waktu 6 bulan.
- Pencegahan tersier Dilakukan pada anak yang sudah mengalami sensitisasi dan menunjukkan manifestasi
penyakit alergi yang masih dini misalnya dermatitis atopik atau rinitis tetapi belum menunjukkan gejala alergi
yang lebih berat misalnya asma. Saat tindakan yang optimal adalah pada usia 6 bulan sampai 4 tahun.
Penghindaran juga dengan pemberian susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau pengganti susu sapi, serta
tindakan lain pemberian obat pencegahan misalnya cetirizine, imunoterapi, imunomodulator serta penghindaran
asap rokok.

Anda mungkin juga menyukai