Anda di halaman 1dari 41

PRESENTASI KASUS

TUMOR PAYUDARA

Disusun oleh:
Winda Afdilla J 110201l4280

Zulfikar Caesar Narendra 1102014

Pembimbing:
dr. Aladin Sampara Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD KABUPATEN BEKASI PERIODE
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
20 JANUARI – 27 MARET 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir
zaman. Karena atas rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan presentasi
kasus yang berjudul “Tumor Payudara”. Penulisan laporan kasus ini
dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam menempuh kepanitraan klinik di bagian
departemen ilmu bedah di RSUD Kabupaten Bekasi.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan laporan kasus ini tidak
terlepas dari bantuan dan dorongan banyak pihak. Maka dari itu, perkenankanlah
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu, terutama kepada dr. Aladin, Sp.B yang telah memberikan
arahan serta bimbingan ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau.
Penulis menyadari penulisan presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna
mengingat keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan penulisan
presentasi kasus ini. Akhir kata penulis berharap penulisan presentasi kasus ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bekasi, 7 Februari 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. M
Umur : 34 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Betawi
Alamat : Kp Cimahi, Cikarang pusat Bekasi
Tanggal masuk RS : 6 Februari 2020
Tanggal Pemeriksaan : 6 Februari 2020

II. ANAMNESIS

Dilakukan anamnesis secara Autoanamnesis:

Tanggal : 6 Februari 2020

Tempat : Poli Bedah Umum RSUD Kabupaten Bekasi

A. Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan di


payudara kanan yang semakin membesar sejak 1 bulan
yang lalu

B. Keluhan Tambahan : Terdapat mual, muntah dan demam.

C. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke POLI BEDAH UMUM RSUD Kab.Bekasi dengan
keluhan terdapat benjolan di payudara kanan sejak 1 tahun yang lalu, akan tetapi
benjolan semakin membesar sejak 1 bulan. Pasien mengatakan awalnya benjolan
pertama kali dia rasakan saat mandi dan teraba hanya sebesar kelereng yang lama
kelamanaan membesar seperti telur angsa. Benjolan tidak nyeri maupun sakit.
terdapat di daerah lain seperti ketiak, pangkal paha, maupun dibawah leher.
Pasien mengatakan 1 bulan terakhir benjolan twrasa nyeri serta terdapat luka,
awalnya seperti bekas rokok yang kemudian pecah dan mengeluarkan nanah.
Keluhan berupa mual, batuk berdahak, serta demam dirasakan pasien sejak 5
hari sebelum masuk rumah skait. Pasien mengatakan terdapat penurunan berat
badan yang signifikan dari 79 ke 70 selama 1 bulan terakhir, selain itu nafsu
makan pasien berkurang. Keluhan berupa muntah, sesak nafas, jantung berdebar
disangkal pasien. BAB, BAK dalam batas normal. Sebelumnya pasien sudah
pernah berobat untuk benjolannya ke mantra dan orang pintar, serta pada tahun
2019 pasien berobat ke RSUD KAB Bekasi sebanyak 5 X dan direncanakan
untuk operasi, tetapi tidak dilaksanakan karena tekanan darah pasien selalu
tinggi dan pasien tidak kontrol lagi. Pasien memiliki 1 orang anaak yang lahir
secara spontan. Pasien mengatakan suami pasien merupakan perokok aktif,
pasien bekerja sebagai officegirl di sebuah perusahaan.

D. Riwayat Menstruasi

Pasien pertama kali mengalami menstruasi pada usia 12 tahun. Haid


pasien teratur, setiap tiap 28 hari, dengan durasi 4- 5 hari dan pasien 3 x ganti
pembalut setiap harinya Dulu bila haid suka merasakan nyeri yang hebat.
Hingga saat ini pasien masih mengalami menstruasi.

E. Riwayat Melahirkan

Pasien menikah pada usia 21 tahun. Pasien mengalami kehamilan


sebanyak 1 kali. Jumlah anak hidup 1 anak, tidak pernah abortus. Anak pasien
lahir pada saat pasien berusia 22 tahun secara normal di bidan dan sekarang
berusia 12 tahun.

F. Riwayat Menyusui

Anak pasien diberikan ASI ekslusif sampai usia 6 bulan.


G. Riwayat Kontrasepsi

Pasien pernah memakai alat kontrasepsi berupa suntik salama 1 tahun


dan sekarang pasein tidak menggunakan KB lagi. Keluhan saat memakai KB
disangkal pasien.

H. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa. Tidak ada riwayat


operasi sebelumnya.
Hipertensi (-)
Diabetes Melitus (-)
Gangguan ginjal (-)
Penyakit jantung (-)
Paru (-)

I. Riwayat Penyakit Keluarga :

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga yang ada hubungannya


dengan keluhan pasien maupun riwayat penyakit keganasan lainnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang


Kesadaran : composmentis
Tanda Vital
- Nadi : 105 x/menit, regular
- Tekanan Darah: 132/ 75 mmHg
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 37,1 oC (axilla)
- SpO2 : 97 %
Status Gizi
- BB : 70 Kg
- TB : 160 cm
- IMT : 27 (overweigh)

B. Pemeriksaan Khusus

Status Generalis:
Kepala Bentuk : Normocephale
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-),
eksoftalmus (-)
Mulut : Sianosis (-)
Leher :: tidak ada pembesaran KGB

Thoraks Pulmo
Inspeksi : Bentuk simetris kanan dan kiri, retraksi (-), tampak
adanya massa di mamae dextra

Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi Tidak tampak ictus kordis
Palpasi : Teraba ictus cordis di sekitar papilla mammae sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I & II regular, Murmur (-), Gallop (-)
:
Abdomen Inspeksi : Bentuk datar, tidak tampak darm contour atau darm
steifung
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Perkusi : Timpani pada kesembilan regio abdomen,

Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), massa (-), hepar dan lien
tidak membesar.
Ekstremitas Superior : deformitas (-), edema (-/-), CRT < 2 detik
Inferior : deformitas (-), edema (-/-), CRT < 2 detik

Kulit Inspeksi : Ikterik (-), sianosis (-)


Palpasi : Turgor kulit baik

STATUS LOKALIS :
Regio colli anterior dextra

I : Tampak benjolan sebesar biji salak, warna kulit sama dengan sekitar.

P : Teraba sebuah massa soliter, ukuran 4 cm x 3 cm x 3 cm. Konsistensi


kenyal, permukaan rata, batas tegas, nyeri tekan (-), mobile, massa ikut
bergerak saat menelan (+), pembesaran KGB di servikal, jugular,
submandibular atau klavikular (-).
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium 6 Februari 2020

Jenis Pemeriksaan HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Hemoglobin 14,4 g/dL 12.0 – 16.0


Hematokrit 42 % 38 – 47

Eritrosit 5.24 10*6/ul 4.2-5.4

Trombosit 415 10*3/ul 150 – 450

Leukosit 11.0 10*3/ul 5-10

Resume

Pasien datang ke POLI BEDAH UMUM RSUD Kab.Bekasi dengan


keluhan timbul benjolan di leher sebelah kanan sejak 1 bulan lalu. Pasien
mengatakan awalnya benjolannya hanya sebesar kelereng yang lama kelamanaan
membesar seperti biji salak. Benjolan tidak terdapat di daerah lain seperti ketiak,
pangkal paha, Maupun dibawah leher. Pasien mengatakan benjolannya tidak sakit
hanya saja mengganggu saat menelan. Pasien mengatakan tidak ada penurunan
berat badan yang signifikan, selain itu keluhan berdebar, sering berkeringat juga
disangkal pasien setelah gejala timbul atau dirasakan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak benjolan pada leher bagian


kanan pasien, pada perabaan Teraba sebuah massa soliter, ukuran 3cm x 2cm x
3cm. Konsistensi kenyal, permukaan rata, batas tegas, tidak nyeri tekan, mobile,
massa ikut bergerak saat menelan.

V. DIAGNOSIS KERJA
Struma nodosa non toxic

VI. DIAGNOSIS BANDING


Struma nodosa toxic
Tiroiditis

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Pemeriksaan laboratorium
VIII. PENATALAKSANAAN
- Medikamentosa
 Terapi supresi TSH dengan tablet thyrax selama 6 bulan
- Non-medikamentosa
 Edukasi kontrol dan observasi tumor
- Operatif
 Rencana Tiroidektomi (atas indikasi)

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanactionam : ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Payudara

Mammae adalah kelenjar yang terletak di bagian anterior dan termasuk


bagian dari lateral thoraks. Mammae melebar ke arah superior dari iga dua, inferior
dari kartilago kosta enam dan medial dari sternum serta lateral linea mid-aksilaris.
Kompleks nipple-areola terletak diantara kosta empat dan lima. Setiap mammae
terdiri dari 15-20 lobus kelenjar yang setiap lobus terdiri dari beberapa lobulus.
Setiap lobulus kelenjar masing-masing mempunyai saluran ke papila mammae
yang disebut duktus laktiferus (diameter 2-4 mm). Diantara kelenjar susu dan fasia
pektoralis, juga diantara kulit dan kelenjar tersebut mungkin terdapat jaringan
lemak.

Pada pria, mammae tetap rudimenter dengan komponen kelenjar mammae


berkembang tidak sempurna, dimana acini berkembang tidak sempurna dengan
ductus yang pendek, serta terjadi defisiensi perkembangan papilla mammae,
parenkim, dan aerola. Pada pria aerola berada pada intercostal 4.

Gambar 1. Lokasi Payudara

Aerola adalah hiperpigmentasi yang melngkari putting susu, disekeliling


aerola terdapat Montgommery tubercles yang berukuran kecil dan dapat melumasi
seluruh daerah putting-aerola selama laktasi. Epitel aerola adalah sel khusus
myoepitelial yang dapat berkontraksi dibawah pengaturan oxitosin, epitel ini
meluas ke seluruh system duktus

Terdapat ligament yang terbentang sepanjang fascia pektoralis profunda


sampai lapisan fascia superfisialis di dalam dermis yang berfungsi menyokong
mammae, disebut sebagai Ligamentum Cooper’s.Oleh karena itu, jika terdapat
tumor pada payudara yang melibatkan ligamentum Cooper dapat menyebabkan
penyusutan (penarikan) pada kulit dan retraksi kulit.

Gambar 1. Anatomi Payudara


3.1.1 Vaskularisasi
Vaskularisasi mammae terutama berasal dari :
(1) cabang arteri mammaria interna;
(2) cabang lateral dari arteri interkostalis posterior; dan
(3) cabang dari arteri aksillaris termasuk arteri torakalis lateralis, dan
cabang pectoral dari arteri torakoakromial.

Gambar 3. Vaskularisasi Payudara

3.1.2 Aliran Limfe


Aliran limfe mammaria secara praktis dibagi menjadi kuadran-kuadran.
Kuadran lateral mengalirkan cairan limf nya ke nodi axillares anteriores atau
kelompok pectorales (terletak tepat posterior terhadap pinggir bawah musculus
pectoralis mayor). kuadran medial mengalirkan cairan limf nya melalui pembuluh-
pembuluh yang menembus ruangan intercostalis dan masuk ke dalam kelompok
nodi thoracales internae (terletak di dalam cavitas thoracis di sepanjang arteria
thoracica interna). Beberapa pembuluh limf mengiktui arteriae intercostales
posteriores dan mengalirkan cairan limf nya ke posterior ke dalam nodi
intercostales posteriores (treletak di sepanjang arteriae intercostales posteriores);
beberapa pembuluh berhubungan dengan pembuluh limf dari payudara sisi yang
lain dan berhubungan juga dengan kelenjar di dinding anterior abdomen.
Gambar 4. Aliran limf Kelenjar mammae

3.1.3 Innervasi
Bagian superior payudara mendapat persarafan dari saraf-saraf
suprakavikularis. Saraf-saraf klavikularis mendapat persafaran dari cabang ketiga
dan keempat plekus servikalis. Kulit di bagian medial payudara dipersarafi oleh
bagian kulit anterior saraf antariga kedua sampai ketujuh. Sensasi di payudara
berasal dari cabang kulit lateral saraf antariga keempat.

3.1.4 Kuadran Payudara


Untuk kepentingan anatomis & deskripsi letak tumor &kista, permukaan
payudara di bagi menjadi 4 kuadran:
 Superior (upper)medial
 Inferior (lower)medial
 Superior(upper)lateral
 Inferior(lower)lateral

Gambar 5. Kuadran Payudara


3.1.5 Fisiologi Payudara

Payudara mengalami 3 macam perubahan yang dipengaruhi hormon.


Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa
fertilitas, sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas, pengaruh
estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise, telah
menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus. Perubahan kedua adalah
perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar hari kedelapan menstruasi
payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi berikutnya
terjadi pembesaran maksimal. kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak
rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi, payudara menjadi tegang dan
nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan.
Begitu menstruasi mulai, semuanya berkurang. Perubahan ketiga terjadi pada
waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan, payudara menjadi besar karena epitel
ductus lobul dan ductus alveolus berploliferasi, dan tumbuh ductus baru. Sekresi
hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu (trigger) laktasi. Air susu
diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui
ductus ke puting susu.

Gambar 6. Fisiologi Payudara


3.2 Pengertian Tumor Payudara
Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara yang
dapat berasal dari epitel ductus maupun lobulusnya. Kanker payudara
merupakan salah satu jenis kanker terbanyak di Indonesia.

3.3 Epidemiologi Tumor Payudara


Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, tumor payudara
menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. (Data Kanker
di Indonesia Tahun 2010)
Menurut data Histopatologik; Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter
Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesia
(YKI)). Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita,
sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan mortalitas
yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian yang dijumpai pada
wanita. Penyakit ini juga dapat diderita pada laki - laki dengan frekuensi sekitar 1
%. Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut,
dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena itu perlu pemahaman
tentang upaya pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta
upaya rehabilitasi yang baik, agar pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara
optimal.

3.4 Etiologi Tumor Payudara


Etiologi Tumor payudara masih belum diketahui secara pasti, namun
penyebabnya sangat multi faktorial yang saling mempengaruhi satu sama lain,
antara lain:
1. Usia
Sekitar 60% kanker payudara terjadi pada usia diatas 60 tahun. Risiko
terbesar ditemukan pada wanita berusia diatas 75 tahun.
2. Mutasi Gen
Gen-gen tersebut yaitu BRCA-1 pada (17 q 21), p53 pada (17 p 13), BRCA-
2 pada (13) dan pada pria biasanya dihubungkan dengan mutasi androgen-
receptor gen pada (kromosm Y)
BRCA-1
5-10% dari kanker payudara dikarenakan penurunan mutasi germline
seperti BRCA1 dan BRCA2, yang diwariskan dengan cara dominan
autosomal dengan berbagai penetrance. BRCA1 terletak di lengan
kromosom 17q, meliputi wilayah sekitar 100 kilobases (kb) DNA genom,
dan berisi 22 exons pengkodean. Full-length messenger RNA 7.8 KB dan
mengkode protein asam amino 1863.BRCA1 maupun BRCA2 berfungsi
sebagai gen supresor tumor, dan untuk setiap gen, hilangnya kedua alel
diperlukan untuk inisiasi dari kanker.

BRCA-2
BRCA2 terletak di lengan kromosom 13q dan meliputi wilayah sekitar 70
kb DNA genom. Daerah pengkode 11,2-kb mengandung 26 pengkodean
exons. Fungsi biologis BRCA-2 kemungkinan beruhubungan denga
pengerusakan respon jalur DNA.
Kanker mammae dapat berasal dari mutasi satu atau lebih gen penting
dalam tubuh.
3. Pernah menderita kanker payudara.
Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca mammae
primer mempunyai resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk timbulnya Ca
mammae kontralateral. Resiko timbulnya Ca mammae primer kedua pada
mammae kontralateral meninggi pada wanita yang mempunyai riwayat
penyakit yang sama dalam keluarga.
Wanita yang pernah menderita kanker in situ atau kanker invasif memiliki
risiko tertinggi untuk menderita kanker payudara. Setelah payudara yang
terkena diangkat, maka risiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat
meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.
4. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara.
Wanita yang ibu, saudara perempuan atau anaknya menderita kanker,
memiliki risiko 3 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara.
5. Hormonal
WHO menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan maupun penurunan
insidens Ca mammae yang berhubungan dengan penggunaan kotrasepsi
injeksi seperti depot-medroxyprogesterone acetate (DMPA). Berdasarkan
beberapa penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa penggunaan esterogen
sebagai terapi penganti hormon (Hormone Replacement Therapy = HRT)
pada wanita perimenopause dan post menopause sedikit meningkatkan
resiko Ca mammae. Resiko meningkat jika pada wanita yang menerima
Estrogen Hormon Replacement Therapy tersebut sebelumnya pernah
menderita kelainan benigna pada mammae-nya
6. Faktor diet
The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of
Sciences menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan
berlemak dan insiden dari Ca mammae. Makanan yang berlemak tinggi
dapat meningkatkan resiko Ca mammae dua kali lipat.
7. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker
Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang
pernah menderita penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan
bertambahnya jumlah saluran air susu dan terjadinya kelainan struktur
jaringan payudara (hiperplasia atipik).
8. Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun.
Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara.
Risiko menderita kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang
mengalami menarche sebelum usia 12 tahun.
9. Menyusui dan Menopause
Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih
dari 6 bulan selama hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk
menderita Ca mammae dibandingkan wanita yang tidak menyusui. Namun
saat ini pendapat itu tidak lagi disetujui. Untuk wanita yang mengalami
menopause pada usia diatas 55 tahun, resiko timbulnya Ca mammae 2 kali
lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mulai menopause sebelum
usia 45 tahun. Induksi menopause buatan dapat menurunkan resiko Ca
mammae, misalnya pada wanita-wanita yang mengalami oophorectomy
(pengangkatan ovarium) pada usia kurang dari 35 tahun.
10. Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan.
Beberapa penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker
payudara kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang
obesitas. Penelitian membuktikan bahwa resiko Ca mammae mempunyai
hubungan langsung dengan berat badan. Resiko untuk Ca mammae pada
wanita obese 1,5 sampai 2 kali lebih tinggi daripada wanita tidak obese.
11. Radiasi
Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan
pernah menjalani pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut
postpartum mastitis, dan yang pernah menjalani pemeriksaan fluoroscopy
thorax untuk pengobatan TBC paru, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
menderita Ca mammae. Exposure multiple dengan dosis yang relative kecil
beresiko sama dengan exposure tunggal dosis besar.
12. Alkohol
Penelitian juga menunjukkan bahwa risiko kanker payudara meningkat
pada wanita yang mengkonsumsi alkohol. Konsumsi alkohol dikenal
meningkatkan kadar serum estradiol yang ikut meningkatkan kadar
estrogen dalam tubuh.
13. Paritas dan Fertilitas
Wanita yang infertil dan nullipara mempunyai kemungkinan 30-70 % lebih
tinggi untuk menderita Ca mammae dibandingkan dengan multipara.
Wanita yang pernah hamil dan melahirkan pada usia 18 tahun mempunyai
resiko Ca mammae sekitar 1/3 kali dibandingkan dengan wanita yang hamil
untuk pertama kalinya pada usia diatas 35 tahun. Hal ini berhubungan
dengan adanya rangsangan secara terus menerus oleh esterogen dan
kurangnya konsentrasi progesterone dalam darah, akan tetapi wanita yang
hamil dan melahirkan untuk pertama kalinya pada usia diatas 30 tahun
mempunyai resiko menderita Ca mammae lebih tinggi dibandingkan
nullipara.
Beberap faktor risiko Tumor payudara
A. Faktor Risiko Tinggi
1. Berusia >40 Tahun
2. Riwayat kanker pada salah satu payudara (terutama sebelum
menopause)
3. Riwayat Kanker Pada Keluarga
4. Hiperplasia dengan atipia
5. Paritas
a. Wanita yang tidak pernah melahirkan (nullparity)
b. Wanita yang hamil pertama pada usia >31 tahun (3-4 kali
berisiko terkena kanker payudara dibandingkan pada usia
<18 tahun)
6. Lobular carcinoma in situ (30% berisiko kanken invasive)
7. Pada laki-laki dengan sindrom klinefelter, gynecomastia, dan
riwayat keluarga laki-laki pernah mengalami kangker payudara
B. Faktor Risiko Sedang
1. Menarche ≤11 tahun
2. Menopause ≥ 55 tahun
3. Riwayat penggunaan terapi hormone pengganti (estrogen oral)
4. Riwayat kanker ovarium, fundus uteri, atu kolon
5. Diabetes
6. Konsumsi alcohol
C. Faktor Yang Diketahui Menurunkan Risiko
1. Keturunan asia
2. Early Menopause
3. Mensterilkan (Vasektome, Tubektomi) sebelum 37 tahun
3.5 Klasifikasi
3.5.1 Carcinoma In Situ
Sel-sel kanker dianggap insitu atau invasif tergantung dari apakah dia
mengenai dasar membran. Pada kanker payudara in situ tidak mengenai stroma
sekitar, sel kanker hanya mengenai ductus dan aleveolar. Karena dapat terjadi
penjalaran, akurasi diagnosis tentang karsinoma in situ perlu dilakukan analisis
mikrosopoik mulitple. Karsinoma in situ dibagi menjadi dua, yaitu lobular
carsinoma in situ (LCIS) dan ductal carcinoma in situ, selain itu karsinoma in situ
diketahui dapat berkembang menjadi kanker invasif.

3.5.1.1 Lobular Carcinoma In Situ (LCIS)


Lobular Carcinoma In Situ (LCIS) berasal dari ductus lobular terminal dan
hanya berkembang pada payudara wanita. LCIS dikarakteristik dengan distensi dan
distorsi ductus lobular terminal oleh sel kanker, dimana membesar namun dengan
ratio sitoplasmik dan nukleus yang normal. Ciri khas dari kanker ini adalah
sitoplasma berlendir globulus.
Kanker ini rata-rata terjadi pada usia 44-47, paling sering terjadi pada
perumpuan ras putih dibandingkan perumuan Afrika-Amerika. Kanker payudara
invasif berkembang dari 25-35% perempuan dengan LCIS. LCIS dianggap sebagai
penanda risiko untuk kanker payudara invansif. Diketahui perempuan dengan
riwayat LCIS sebesar 65% berkembang menjadi kanker invasif ductal.
Insidensi Ca lobularis belum pasti. Diduga Ca lobularis in situ merupakan
3 % dari seluruh tumor mammae, sedangkan jenis infiltratif-nya merupakan 10 %
dari semua Ca mammae.

3.5.1.2 Ductal Carcinoma In Situ (DCIS)


Ductal Carcinoma In Situ paling sering ditemukan pada perempuan, tapi
sekitar 5% terjadi pada laki-laki. DCIS merupakan faktor risiko paling tinggi
mberkembang menjadi kanker invasiv. Secara histologis, DCIS dikarakteristik
sebagai proliferasi epitel, menghasilkan pertumbuhan papilla dari ductus lumina.
Pada awal perkembangan, sel kanker tidak menunjukkan pleomorphism, mitosis,
atau atipia, yang memungkinkan sulitnya membedakan antara DCIS dengan
hiperplasia jinak mammae. Sel-sel mempunyai sifat mikroskopik keganasan, tetapi
tidak menginvasi membrane basalis epitel duktus. Jika dibiarkan tanpa diterapi,
selalu timbul adenokarsinoma invasive, walaupun waktu untuk perkembangan
neoplasma invasive itu bias diukur dalam tahun atau dasawarsa.

3.5.2 Carcinoma Mammae Invasive


Secara umum kanker memiliki prognosis yang buruk. Foote dan Stewart
membagi klasifikasi carcinoma mammae invasive, yaitu:
I. Paget's disease of the nipple

II. Invasive ductal carcinoma


A. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous,
simplex, NST)

B. Medullary carcinoma 4%

C. Mucinous (colloid) carcinoma 2%

D. Papillary carcinoma 2%
E. Tubular carcinoma (and ICC) 2%

III. Invasive lobular carcinoma 10%

IV. Rare cancers (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)

a) Penyakit Paget
Paget disease of the nipple adalah invasi dermis papilla mammae oleh
carcinoma ductal, berupa suatu lesi kronis pada areola dan nipple dengan erupsi
eczematoid, krusta, bersisik, dan hiperemis.Tumor primernya dapat tidak teraba
pada palpasi dan erosi atau krusta sering terkacaukan dengan dermatitis.Angka
kejadiannya adalah sekitar 2 % dari seluruh Ca mammae dan hampir selalu timbul
bersama-sama dengan Ca ductal atau invasive.Gejalanya berupa nyeri, gatal, panas
dan kadang berdarah.Penting sekali untuk dilakukan biopsi papilla mammae.
Penyakit paget harus diterapi sebagai carcinoma ductal invasive, biasanya masih
pada stadium 1.

b) Carcinoma ductus menginfiltrasi dengan fibrosis produktif (Infiltrating


adenocarcinoma with productive fibrosis)
Neoplasma ini mewakili 75-78 % carcinoma mammae invasive dan
disertai dengan desmoplasia dan fibrosis. Tersering timbul pada wanita usia
perimenopause atau postmenopause (decade VI) sebagai suatu massa soliter, tidak
nyeri, konsistensi keras, berbatas tidak tegas. Carcinoma ini menginfiltrasi kulit
secara diffuse dengan keterlibatan ligamentum Cooper yang menghasilkan peau
d’orange atau edema kulit yang luas.

c) Carcinoma Medullare
Sekitar 3-5 % keganasan mammae, neoplasma ini dianggap berasal dari
ductus yang besar dan ditandai oleh penampilan makroskopik hemorrhagic yang
lunak. Biasanya mobile dan terletak profunda di dalam mammae. Saat diagnosis,
kulit sering tertarik diatas massa sferis besar yang berdiameter lebih dari 3 cm.
Riwayat progresifitas lambat, walaupun tumor dapat membesar dengan cepat,
sekunder terhadap perdarahan atau nekrosis. Hanya kurang dari 20 % kasus Ca
medullare ini yang timbul bilateral dan kurang dari 10 % yang mengandung
esterogen dan progesteron reseptor. Carcinoma ini mempunyai 5 year survival rate
lebih baik dibandingkan Ca ductus atau lobolus invasif.Prognosis terpenting pada
Ca medullare adalah keterlibatan metastase ke KGB axillaris.

d) Comedo carcinoma
Salah satu bentuk Ca invasif yang berasal dari ductus, sekitar 5-10 % dari
semua Ca mammae. Seperti varian in situ nya, ia mempunyai sumbat materi seperti
pasta yang dapat dikeluarkan dari permukaan neoplasma. Pertumbuhannya lambat,
dapat meluas dalam waktu beberapa tahun. Lesinya berukutan sekitar 5 cm, yang
pada sepertiga pasien dapat metastase ke KGB axillaris. Pada terapi dini, survival
rate 5 dan 10 tahunnya masing-masing 73 % dan 58 %, setelah mastectomy yang
adekuat. Secara makroskopis, tumor ini berbatas tegas, kenyal, dan berwarna
keabu-abuan.

e) Colloid / mucinous carcinoma


Merupakan suatu adenocarcinoma yang secara tipikal membentuk materi
gelatin yang menjadi bagian utama carcinoma ini. Angka kejadiannya sekitar 2 %
dari seluruh Ca mammae. Neoplasma jenis ini mempunyai potensi pertumbuhan
yang lambat dengan metastasis lanjut. Survival rate 5 dan 10 tahunnya masing-
masing 73 % dan 59 %.Secara makroskopik tumor ini berbatas tegas tetapi tidak
berkapsul. Bila dipotong, benang materi mukoid melekat pada scalpel.

f) Papillary carcinoma
Angka kejadiannya kurang dari 2 % dari seluruh Ca mammae, sering
ditemukan pada usia 70-an, dan mempunyai 5 year survival rate terbaik. Lesi
biasanya kecil, jarang melebihi 2-3 cm dan berbatas tegas. Dapat timbul nekrosis,
perdarahan sentral, dan menghasilkan sekret yang keluar dari papilla.
g) Tubular carcinoma
Merupakan suatu lesi yang berasal dari ductus, berdiferensiasi baik, yang
digambarkan membentuk tubulus. Ca ini merupakan 2 % dari semua Ca mammae.
Neoplasma jenis ini sering menyerupai Scleroticans adenosis maupun penyakit
fibrokistik mammae dan harus dibedakan dari hyperplasia atipik fokal. Survival
rate-nya mendekati 100 %.

3.6 Manifestasi Klinis


Kanker payudara awal biasanya asimtomatis. Biasanya pasien datang
dengan keluhan:
 Tonjolan pada dada, atau di ketiak terasa keras, tedak beraturan
bentuknya, tidak nyeri
 Payudaraa dan puting mengalami perubahan ukuran, bentuk, atau rasa
ketika diraba (kemerahan, dipling, peau d’orange)
 Keluar discharge pada puting (darah, bening, kuning, hijau, pus)

Selain itu ada juga gejala-gejala lain yang dapat menunjang kanker
payudara, yaitu

 Nyeri tulang
 Tidak nyaman atau nyeri di payudara
 Pembengkakan pada daerah ketiak (sebelah payudara yang terkena
kanker)
 Penurunan berat badan

3.7 Diagnosis Tumor Payudara


A. Inspeksi
Ahli bedah akan melakukan inspeksi pada payudara wanita. Simetri, ukuran
dan bentuk payudara dinilai, adanya edema (peau d’orange), retraksi papilla
mammae, eritema.

B. Palpasi
Sebagai bagian dari pemeriksaan fisik, payudara dipalpasi secara hati-hati.
Pemeriksaan pasien dalam posisi berbaring merupakan posisi yang terbaik. Ahli
bedah akan melakukan palpasi secara lembut dari sisi ipsilateral, memeriksa
seluruh kuadran payudara dari sternum bagian lateral sampai m. Latissimus dorsi,
dan dari clavicula inferior sampai rectus bagian atas. Secara sistematis mencari
pembesaran KGB.

C. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada penyakit yang terlokalisasi tidak didapatkan kelainan hasil
pemeriksaan laboratorium. Kenaikan kadar alkali fosfatase serum dapat
menujukkan adanya metastasis pada hepar. Pada keganasan yang lanjut dapat
terjadi hiperkalemia. Pemeriksaan laboratorium lain meliputi:
 Kadar CEA (Carcino Embryonic Antigen)
 MCA (Mucinoid-like Carcino Antigen)
 CA 15-3 (Carbohydrat Antigen), Antigen dari globulus lemak susu
 BRCA1 pada kromosom 17q (tahun 1990 oleh Mary Claire King-
didukung ole The Breast Cancer Linkage Consortium) dari BRCA2 dari
kromosom 13.
 Gen AM (ataxia-telangiectasia): ditemukan gen ini pada pasien bias
sebagai predisposisi timbulnya Ca mammae
2. Radiologi
 X-foto thorax dapat membantu mengetahui adanya keganasan dan
mendeteksi adanya metastase ke paru-paru
 Mammografi
Dapat membantu menegakkan diagnosis apakah lesi tersebut ganas atau
tidak. Dengan mammografi dapat melihat massa yang kecil sekalipun
yang secara palpasi tidak teraba, jadi sangat baik untuk diagnosis dini dan
screening. Adanya proses keganasan akan memberikan tanda-tanda
primer dan sekunder. Tanda primer berupa fibrosis reaktif, comet sign,
adanya perbedaan yang nyata ukuran klinik dan rontgenologis dan adanya
mikrokalsifikasi. Tanda sekunder berupa retraksi, penebalan kulit,
bertambahnya vascularisasi, perubahan posisi papilla dan areola, adanya
bridge of tumor, keadaan daerah tunika dan jaringan fibroglanduler tidak
teratur, infiltrasi jaringan lunak belakang mammae dan adanya metastasis
ke kelenjar.
 USG (Ultrasonografi)
Dengan USG selain dapat membedakan tumor padat atau kistik, juga
dapat membantu untuk membedakan suatu tumor jinak atau ganas. Ca
mammae yang klasik pada USG akan tampak gambaran suatu lesi padat,
batas ireguler, tekstur tidak homogen. Posterior dari tumor ganas mammae
terdapat suatu Shadowing. Selain itu USG juga dapat membantu staging
tumor ganas mammae dengan mencari dan mendeteksi penyebaran lokal
(infiltrasi) atau metastasis ke tempat lain, antara lain ke KGB regional atau
ke organ lainnya (misalnya hepar). Ultrasonography juga digunakan
sebagai penuntun untuk melakykan fine-needle aspiration biopsy, core
needle biopsy.
 Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)
FNAB dilanjutkan dengan FNAC (Fine Needle Aspiration Cytology)
merupakan teknik pmeriksaan sitologi dimana bahan pemeriksaan
diperoleh dari hasil punksi jarum terhadap lesi dengan maupun tanpa
guiding USG. FNAB sekarang lebih banyak digunakan dibandingkan
dengan cutting needle biopsy karena cara ini lebih tidak nyeri, kurang
traumatic, tidak menimbulkan hematoma dan lebih cepat menghasilkan
diagnosis. Cara pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi, namun tidak dapat memastikan tidak adanya keganasan. Hasil
negatif pada pemeriksaan ini dapat berarti bahwa jarum biopsi tidak
mengenai daerah keganasan sehingga biopsy eksisi tetap diperlukan untuk
konfirmasi hasil negative tersebut.

3.8 Penatalaksanaan
Untuk stadium 0 atau Carcinoma in situ, terapi ini bertujuan untuk
mencegah atau sebagai diteksi tahap awal terhadap carcinoma invasi. Untuk LCIS
dilakukan tidakan bilateral masektomi total atau chemoprevention tamofixen.
Untuk DCIS masectomi masi merupakan gold standar dari tindakan, biasanya
dilakukan apabila kanker berukuran > 4cm atau berada di >1 kuadran. Selain itu
untuk DCIS bisa dilakukan lumpectomy dengan terapi radiasi, atau dilakukan
lumpectomy saja, atau pemberian tamoxifen
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif.
Pengobatan pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat
adjuvant. Untuk stadium I dan II pengobatannya adalah radikal mastectomy atau
modified radikal mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.

Macam-macam operasi carcinoma mammae

Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan


sitostatika adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu
terutama untuk mengurangi penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk
stadium IIIb atau yang dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah
radiasi dan dapat diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika.
Stadium IV pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan
khemoterapi.

1. Modified radical mastectomy


Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada
payudara yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi
radiasi merupakan indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical
Operation). Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang
biasa digunakan oleh para ahli bedah.
 Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon
M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor dan
kelenjar limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon memodifikasi
prosedur Patey dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat M. pectoralis
minor, sehingga kelenjar limfe apical (level III) dapat diangkat dan saraf
pectoral lateral dari otot mayor dipertahankan.
 Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss
Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau
memisahkan M. Pectoralis minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan
komplit dari kelenjar limfe paling atas, Auchincloss menerangkan bahwa
hanya 2 % dari pasien yang memperoleh manfaat dengan adanya
pengangkatan kelenjar limfe sampai level tertinggi. Ini yang membuat
prosedur Auchincloss menjadi prosedur yang paling populer untuk Ca
mammae di Amerika Serikat.

2. Total Mastectomy
Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang
mencakup operasi pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia
pectoralis. Total mastectomy tidak mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi
dengan terapi radiasi post operasi. Prosedur ini didasarkan pada teori bahwa KGB
merupakan sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae dan seharusnya tidak
diangkat, juga ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat menahan penyebaran sel-
sel ganas sebagai akibat trauma operasi.

3. Hormonal terapi
30-40 % Ca mammae adalah hormon dependen. Hormonal terapi adalah
terapi utama pada stadium IV disamping khemoterapi. Untuk wanita premenopause
terapi hormonal berupa terapi ablasi yaitu bilateral oophorectomy.Untuk post
menopause terapinya berupa pemberian obat anti esterogen, dan untuk 1-5 tahun
menopause jenis terapi tergantung dari aktivitas efek esterogen.Efek esterogen
positif dilakukan terapi ablasi, efek esterogen negative dilakukan pemberian obat-
obatan anti esterogen.

4. Chemoterapy
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan
pada Ca mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan pada
Ca mammae yang sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant. Biasanya
diberikan kombinasi CMF (Cyclophosphamide, Methotrexate, Fluorouracil).
Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera
setelah pembedahan dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun. Pengobatan
ini menunda kembalinya kanker dan memperpanjang angka harapan hidup
penderita. Pemberian beberapa jenis kemoterapi lebih efektif dibandingkan dengan
kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa pembedahan maupun penyinaran, obat-obat
tersebut tidak dapat menyembuhkan kanker payudara.
Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka
di mulut yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya sementara.
Pada saat ini muntah relatif jarang terjadi karena adanya obat ondansetron. Tanpa
ondansetron, penderita akan muntah sebanyak 1-6 kali selama 1-3 hari setelah
kemoterapi. Berat dan lamanya muntah bervariasi, tergantung kepada jenis
kemoterapi yang digunakan dan penderita. Selama beberapa bulan, penderita juga
menjadi lebih peka terhadap infeksi dan perdarahan. Tetapi pada akhirnya efek
samping tersebut akan menghilang.
Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa diberikan sebagai terapi
lanjutan setelah pembedahan. Tamoxifen secara kimia berhubungan dengan
estrogen dan memiliki beberapa efek yang sama dengan terapisulih hormon
(misalnya mengurangi risiko terjadinya osteoporosis dan penyakit jantung serta
meningkatkan risiko terjadinya kanker rahim). Tetapi tamoxifen tidak mengurangi
hot flashes ataupun merubah kekeringan vagina akibat menopause.
Obat penghambat hormon lebih sering diberikan kepada:
 Kanker yang didukung oleh estrogen
 Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari 2
tahun setelah terdiagnosis
 Kanker yang tidak terlalu mengancam jiwa penderita.
 Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang berusia
40 tahun dan masih mengalami menstruasi serta menghasilkan estrogen
dalam jumlah besar atau kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami
menopause. Tamoxifen memiliki sedikit efek samping sehngga merupakan
obat pilihan pertama. Selain itu, untuk menghentikan pembentukan
estrogen bisa dilakukan pembedahan untuk mengangkat ovarium (indung
telur) atau terapi penyinaran untuk menghancurkan ovarium.
Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau bertahun-tahun
setelah pemberian obat penghambat hormon, maka digunakan obat penghambat
hormon yang lain.
Aminoglutetimid adalah obat penghambat hormon yang banyak digunakan
untuk mengatasi rasa nyeri akibat kanker di dalam tulang. Hydrocortisone (suatu
hormon steroid) biasanya diberikan pada saat yang bersamaan, karena
aminoglutetimid menekan pembentukan hydrocortisone alami oleh tubuh.

5. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi yang diberikan sebelum tindakan bedah ataupun terapi radiasi.
Dengan adanya terapi ini, maka ahli bedah dapat melakukan terapi bedah
konservatif pada Ca mammae stadium lanjut. Tujuan dari terapi ini adalah untuk
menyusutkan tumor yang besar sehingga dapat dilakukan bedah konservatif untuk
mengangkat tumor Tindakan bedah konservatif adalah yang dikenal dengan
namaBreast Conserving Treatment yaitu tindakan bedah dengan hanya mengangkat
tumor yang diikuti diseksi axilla dan radiasi kuratif.

6. Sentinel lymph nodes biopsy


Sentinel lymph nodes adalah nodi limfe yang pertama kali dicapai oleh sel
kanker yang bermetastasis pada Ca mammae. Sentinel lymph nodes biopsy adalah
prosedur diagnosis terbaru yang digunakan untuk mengetahui apakah sudah
terdapat metastasis Ca mamme ke kelenjar limfe axilla. sel tumor, maka selanjutnya
tidak perlu lagi mengangkat kelenjar limfe lainnya yang terdapat pada daerah axilla

7. Radiation therapy
Diberikan secara teratur selama beberapa minggu setelah dilakukan
lumpectomy atau partial mastectomy dengan tujuan untuk membunuh sel tumor
yang tersisa yang terdapat di dekat area tumor. Radiasi dilakukan tergantung dari
besar tumor, jumlah KGB axilla yang terkena. Kadang terapi radiasi diberikan
sebelum tindakan bedah untuk menyusutkan ukuran tumor yang besar sehingga
mudah untuk diangkat.
Terapi radiasi sangat efektif mengurangi terjadinya rekurensi Ca mammae
pada kedua mammae dan dinding thorax. Tipe terapi radiasi yang paling banyak
digunakan untuk Ca mammae adalah terapi radiasi yang diberikan dari sumber yang
berada diluar tubuh yang dikenal dengan namaexternal-beam radiation therapy.
Terapi radiasi juga dapat diberikan dengan cara menanamkan pil ke dalam area
tumor (internal radiation therapy).

3.9 SISTEM STADIUM DAN PROGNOSIS


Stadium kanker mammae ditentukan oleh hasil reseksi bedah dan
pencitraan. Sistem yang paling banyak digunakan untuk menentukan stadium
kanker berdasarkan American Joint Community on Cancer (AJCC). Sistem ini
didasarkan pada deskripsi dari tumor primer (T), status kelenjar getah bening
regional (N), dan adanya metastasis jauh (M). Pengelompokan terbaru telah
memasukkan penggunaan sentinel node biopsy dan termasuk klasifikasi ukuran
deposit metastasis pada kelenjar sentinel, serta jumlah dan lokasino demetastasis
regional disertai angka harapan hidup 5 tahun.
American Joint Committee on Cancer, Stadium Kanker Mammae,
2002

Tumor Primer (T)

Tx Tumor pimer tidak dinilai

Tis Carcinoma in situ (LCISatau DCIS) atau paget’s disease pada


puting tanpa tumor

T1 Tumor ≤2 cm

T1a Tumor ≥0.1 cm, ≤0.5 cm

T1b Tumor >0.5 cm, ≤1 cm

T1c Tumor >1 cm, ≤2 cm

T2 Tumor >2 cm, ≤5 cm

T3 Tumor >5 cm

T4 Tumor dalam berbagai ukuran dengan perluasan sampai ke dinding


dada atau kulit

T4a Tumor meluas sampai dinding dada (termasuk m. pectoralis)

T4b Tumor meluas ke kulit dengan ulserasi, edema dan nodul satelit

T4c Gabungan T4a dan T4b

T4d Karsinoma inflammatory

Pembuluh Limfe/Node (N)

N0 Tidak ada keterlibatan kel. limfe regional, tidak diteliti lebih jauh
N0 (i-) Tidak ada keterlibatan kel. limfe regional, IHC (-)

N0 (i+) Keterlibatan kel. limfe mencakup<0.2 mm

N0 Tidak ada keterlibatan kel. limfe, PCR (-)


(mol-)

N0 Tidak ada keterlibatan kel. limfe, PCR (+)


(mol+)

N1 Metastasis kekel. limfe axilla 1-3 dan atau int. mammary (+) dari
biopsy

N1(mic) Micrometastasis (>0.2 mm, none >2.0 mm)

N1a Metastasis ke kel. limfe axilla 1-3

N1b Metastasis ke kel. limfe int. mammary dengan biopsy sentinel

N1c Metastasis ke kel. limfe axilla 1-3 dan kel. limfe int. Mammary
dengan biopsy

N2 Metastasis ke kel. Limfe axilla 4-9 atau int. mammary disertai


klinik (+) tanpa metastasis ke axilla

N2a Metastasis ke kel. limfe axilla 4-9 paling tidak 1 >2.0 mm

N2b Int. mammary klinik nampak, kel. limfe axilla (-)

N3 Metastasis ke ≥10 kel. limfe axilla atau kombinasi metastasis kel.


limfe axilla dan int. mammary metastasis

N3a ≥10 kel. limfe axilla (>2.0 mm), atau kel. limfe infraclavicular

N3b Klinik int. mammary (+) ≥1 kel. limfe (+) atau>3 kel. limfe axilla
(+) dengan int. mammary (+) dari biopsy

N3c Metastasis ke ipsilateral supraclavicular nodes (IAN)

M (Metastasis)

M0 Tidak terdapat metastasi jauh


M1 Terdapat metastasis jauh

American Joint Committee on Cancer Kelompok Stadium dan Angka


Harapn Hidup
STAGE TNM Angka harapan hidup 5 tahun (%)

0 Tis, N0, M0 100

I T1, N0, M0 100

IIA T0, N1, M0 92

T1, N1, M0

T2, N0, M0

IIB T2, N1, M0 81

T3, N0, M0

IIIA T0, N2, M0 67

T1, N2, M0

T2, N2, M0

T3, N1, M0

T3, N2, M0

IIIB T4, N0, M0 54

T4, N1, M0

T4, N2, M0
[†]
IIIC Semua T, N3, M0

IV Semua T, Semua N, M1 20
3.10 Skrining atau Deteksi Dini Ca Mamae

American Cancer Society merekomendasikan pemeriksaan Breast Self


Examination secara rutin setiap bulan mulai usia 20 tahun, clinical breast
examination oleh seorang tenaga kesehatan professional setiap 3 tahun untuk
wanita usia antara 20-39 tahun serta setiap tahunnya setelah usia 40 tahun,
mamografi dilakukan setiap tahunnya untuk usia 40 tahun ke atas. Untuk wanita
yang termasuk risiko tinggi, disarankan untuk melakukan mamografi saat usia 35
atau 40 tahun, kemudian tiap 2-3 tahun sampai usia 50 tahun. Untuk wanita usia
50-69 tahun, mamografi dan CBE dianjurkan setiap1-2 tahun. Setelah usia 70
tahun, keuntungan mamografi sedikit sekali dilaporkan.

Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk membedakan apakah benjolan


merupakan lesi nodular atau kistik.

Teknik pemeriksaan

Inspeksi

Inspeksi payudara dan nipple dengan posisi pasien duduk sambil tolak pinggang.
Yang dinilai adalah perubahan kulit, simetris, kontur, retraksi. Begitu pula
dilakukan dengan posisi lengan di samping, di atas kepala, menekan panggul dan
membungkuk ke depan. Juga dinilai kulit tiap aksila, apakah ada kemerahan,
pigmentasi, infeksi.

Palpasi

Pemeriksaan membutuhkan waktu sekitar 3 menit untuk setiap payudara. Dengan


menggunakan jari ke-2, 3 dan 4. Diperlukan pemeriksaan sistematis, dengan cara
pemeriksaan secara melingkar atau pun sejajar dan berikan tekanan, mulai dari
tekanan yang ringan hingga dalam. Pemeriksaan harus mencakup seluruh payudara.
Yang dinilai ialah konsistensi jaringan, rasa nyeri, adanya nodul. Bila terdapat
nodul, tentukan lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, batas, nyeri tekan, mobilitas.
Palpasi juga daerah aksila, seperti gambar di bawah ini. Raba apakah ada
pembesaran KGB aksila.

Teknik Pemeriksaan Payudara oleh Dokter

Breast Self Examination (BSE)

Dilakukan dalam 2 posisi yaitu posisi berbaring dan berdiri.

1. Posisi berbaring
 Penderita berbaring dengan meletakkan bantal di bawah bahu kanan, dan
letakkan tangan kanan di belakang kepala.
 Dengan menggunakan bantalan ketiga jari tengah kiri untuk merasakan
apakah ada benjolan pada payudara kanan.
 Tekan daerah payudara dengan arah naik turun atau melingkar
 Ulangi untuk payudara sebelahnya.
2. Posisi berdiri
 Ulangi pemeriksaan di atas dengan posisi berdiri.
 Untuk lebih amannya, periksa payudara anda dengan berdiri di depan
kaca dan perhatikan apakah adanya perubahan pada bentuk, warna,
pembengkakan payudara, perubahan pada puting payudara.
Langkah-langkah Dalam Pemeriksaan Payudara Sendiri (Sadari)

Masa teraba saat palpasi

Usia Lesi yang biasa Karakteristik


dijumpai

15-25 Fibroadenoma Bulat, mobile, tidak


nyeri
25-50 Kista
Lunak hingga keras,
bulat, mobile,
Fibrocystic changes kadang nyeri

Kanker Noduler, ropelike

Irregular, stelate,
keras, batas tidak
> 50 Kanker (kecuali jika tegas
tidak dapat
dibuktikan) Irregular, stelate,
keras, batas tidak
Kehamilan/menyusui Lactating adenoma, tegas
kista, mastitis, kanker
Irregular, stelate,
keras, batas tidak
tegas
DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi, F. Charles, et al. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery 9th Edition.


Mc Graw Hill: United State of America.

Caslclato, Dennis A. 2000. Manual of Clinical Oncology 4th Edition. Lippincott


Williams & Wilkin: Philadelphia

Kaufmann, Manfred, dkk. 2006. Atlas of Breast Surgery. Frankfurt : Springer

Mc.Ninn. 1994.Last Anatomy: Regional and Applied 9th Edition. Longman Group:
UK

Norton, Jeffry A, et al. 2000. Surgery: Basic Science and Clinical Evidence Part 2.
New York: Springer-Verlag.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara (PPKP)

Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara. PERABOI. 2003

Swart, Rachel. 2016. Breast Cancer Screening. Accesed from


http://emedicine.medscape.com/article/1945498-overview#aw2aab6b2 [08 Januari
2020]

Wright, Mary Jo, et al. SurgicalTreatment of Breast Cancer. Accesed from


http://emedicine.medscape.com/article/1276001-overview#aw2aab6b5 [08 Januari
2020]

Anda mungkin juga menyukai