Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

Struma Nodusa Non Toksik

Oleh:
Nurul Nadifa Erza – 2010221012

Pembimbing:
dr. Lukas Anthon Pattiapon, Sp.B(K)Onk

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG
PERIODE 03 JANUARI – 12 FEBRUARI 2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
Struma Nodusa Non Toksik

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas Kepaniteraan Klinik


Departemen Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng

Disusun Oleh
Nurul Nadifa Erza – 2010221012

Jakarta, Februari 2022

Telah diterima dan disahkan oleh,

Pembimbing

dr. Lukas Anthon Pattiapon, Sp.B(K)Onk

i
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Pendahuluan1–3

Struma Nodusa non toksik atau goiter adalah pembesaran kelenjar tiroid
karena adanya nodul yang tidak disertai gejala hipertioridisme. Menurut
Ardiansyah (2017), pembesaran ini bisa disebabkan adanya kelainan fungsi
hormonal. Penyebab yang sering menimbulkan struma adalah dikarenakan
kekurangan zat yodium.
Sekitar 10 juta orang diseluruh dunia mengalami gangguan tiroid, salah
satu diantaranta adalah strauma nodusa non toksik. Menurut Ardiansyah (2017),
penyakit gangguan tiroid terbanyak dalam daftar penyakit metabolic dan
perempuan lebih banyak menderita penyakit ini dibandingkan laki-laki. Hasil
survey jumlah penduduk Indonesia yang saat ini berumur kurang lebih 15 tahun
terdiagnosis Hipertiroid 706.757 jiwa.
Tanda dan gejala struma yaitu merasa gugup, denyut jantung terasa cepat,
berat badan turun secara tiba-tiba, serta adanya benjolan kecil sering tidak
diketahui oleh banyak orang. Apabila hal tersebut dibiarkan saja maka keadaan
dari struma dapat menjadi semakin besar, hal ini disebabkan cairan yang berada di
tiroid akan semakin menumpuk.
Tiroidektomi adalah operasi pengangkatan kelenjar tiroid merupakan
operasi yang bersih dan tergolong operasi besar. Prosedur tiroidektoktomi terdiri
dari 5 macam jenis operasi yaitu lobektomi sub total, lobectomi total
(hemitiroidektomi/ istmolobektomi) strumectomi (tiroidektomi) sub total,
tirodektomi near total, tiroidektomi total.

1
BAB II
PRESENTASI KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. A

Usia : 40 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Lahir : 10-01-1982

Alamat : Jakarta

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status : Menikah

Tanggal Periksa : 04 Januari 2022

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 04
Januari 2022 pukul 10.30 WIB di ruang transit OK RSUD Cengkareng.

Keluhan Utama

Benjolan pada leher bagian depan.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan benjolan pada leher bagian depan. Benjolan
dirasakan pertama kali muncul saat delapan tahun yang lalu dengan ukuran
kurang lebih 1cm³, pertumbuhan dirasakan perlahan-lahan namun dalam satu
tahun terakhir benjolan terasa membesar dengan cepat sampai berukuran
kurang lebih 5x5x5 cm. Pasien menyangkal gangguan dalam bernapas, nyeri
di leher dan gangguan atau nyeri menelan. Pasien tidak mengeluhkan sering
berkeringat pada kedua tangannya, nafsu makan normal, tidak ada keluhan
demam, cepat haus, gangguan buang air besar, gangguan siklus menstruasi,

2
rasa berdebar-debar, cepat lelah, rasa cemas dan sulit tidur. Pasien mengaku
selalu menggunakan garam beryodium di rumahnya. Pasien mengaku tidak
pernah tinggal di daerah yang penduduknya banyak menderita penyakit
gondok. Batuk, pilek, pusing, mual, dan muntah disangkal pasien.

Riwayat Benjolan
Ibu kandung pasien menyadari bahwa leher pasien membesar untuk
pertama kali di pertengahan tahun 2014, lalu pasien baru menyadari benjolan
tersebut, namun didiamkan saja sampai tujuh tahun dikarenakan tidak
merasakan pertumbuhan yang signifikan maupun gangguan dalam beraktifitas
sehari-hari.
Perubahan pertumbuhan signifikan muncul dalam satu tahun terakhir,
dimana benjolan dirasakan membesar dengan cepat dan menimbulkan
kekhawatiran pasien. Sehingga pasien datang berobat ke poli bedah onkologi
untuk melakukan pemeriksaan pada benjolan di leher bagian depan.

Riwayat Benjolan di Tempat Lain

Terdapat benjolan di atas puting susu bagian kanan berbentuk bulat,


berukuran ± 0,5x0,5 cm, berjumlah satu (soliter), warna permukaan sama
dengan sekitarnya, tekstur kulit sama dengan sekitarnya, permukaan licin,
mobile, konsistensi padat lunak, tidak nyeri tekan, dan suhu sama dengan
sekitarnya.

Riwayat Kemoterapi

Pasien belum pernah dikemoterapi sebelumnya.

Riwayat Operasi

Pasien belum pernah dioperasi sebelumnya.

Riwayat Biopsi

Pasien belum pernah dibiopsi sebelumnya.

Riwayat menstruasi

3
Pasien menstruasi secara teratur, namun setelah berhenti penggunaan KB 3
bulan, menstruasi menjadi tidak teratur, setiap bulan datang bulan namun tanggal
tidak teratur.

Riwayat Menikah

Pasien menikah di usia 18 tahun.

Riwayat Melahirkan

Anak lahir secara pervaginam dengan berjenis kelamin perempuan


keduanya, pasien mengandung keduanya selama 9 bulan.

Menyusui anak pertama (lahir 2001) selama 2½ tahun hanya


menggunakan payudara kiri saja, karena payudara kanan terdapat benjolan yg
sudah pernah pecah di bawah puting susu kanan, dibawa berobat ke puskesmas
dan diberikan pereda nyeri saja. Menyusui anak kedua (lahir 2013) selama 1½
tahun menggunakan payudara kiri dan kanan.

Riwayat KB

KB suntik 3 bulan, sudah berhenti sejak puasa 2021 (sekitar bulan April-Mei).

Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat keluhan (benjolan jinak atau ganas) :


Kakak kandung pasien memiliki riwayat kanker payudara.
b. Riwayat alergi : disangkal
c. Riwayat penyakit lain : DM (-), HT(-), penyakit paru (-) penyakit
jantung (-), penyakit hepar (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat kanker sebelumnya : disangkal


b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat diabetes melitus : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit paru : disangkal
f. Riwayat penyakit hati : disangkal

4
g. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
h. Riwayat asma : disangkal
i. Riwayat alergi : disangkal

Riwayat Pengobatan

Pasien mengatakan belum mengkonsumsi obat apapun untuk benjolannya.

Riwayat Sosial Ekonomi Gaya Hidup

Pasien tinggal bersama dengan anak dan suaminya. Pasien menikah di usia
18 tahun. Pasien sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien tidak
merokok. Pasien bisa mengonsumsi makanan seperti biasa dan sehari-hari
pasien makan nasi dengan menu yang bervariasi. Pasien juga sering
mengkonsumsi bakso, ayam negri, telur, serta makanan cepat saji seperti
nugget, otak-otak, dan sosis.

C. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
b) Kesadaran : Compos Mentis
c) Tanda vital
i. Tekanan Darah : 137/71 mmHg
ii. Nadi : 89x/min
iii. Respiratory Rate : 20x/min
iv. Suhu : 36.5oC
v. SpO2 : 99%
d) Status Gizi
i. BB : 61 Kg
ii. TB : 152 cm
iii. BMI : 26,40 kg/m2 (Pre-Obese)
iv. Body Surface Area (BSA) : 1,604 m2
e) Status Generalis

Kepala : Normocephal, rambut hitam berdistribusi merata, tidak mudah


dicabut.

5
Mata : Konjungtivas pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC +/+, pupil isokor
3 mm/3 mm, eksophtalmus (-/-)
Telinga : Liang telinga lapang (+/+), serumen (-/-), discharge (-/-),
membran timpani intak (+/+)

Hidung : Discharge (-/-), napas cuping hidung (-/-), deviasi septum (-),
edema konka (-/-), mukosa lembab (+), sianosis (-)

Mulut : Bentuk normal, mukosa basah, lesi (-), sianosis (-)

Leher : Lihat status lokalis

Toraks

Paru :

- Inspeksi : Pergerakan dada simeteris kanan=kiri, tidak ada yang


tertinggal, deformitas (-/-)
- Palpasi : Vocal fremitus paru kanan = kiri
- Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung :

- Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak


- Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung kanan atas ICS II linea parasternal dextra,
batas jantung kiri atas ICS III linea parasternal sinistra, batas jantung
kanan bawah ICS IV linea para sternal dextra, batas jantung kiri
bawah ICS V linea midklavikula sinistra
- Auskultasi : BJ SI dan SII regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
- Inspeksi : Dinding perut datar, distensi (-), laserasi (-), jejas (-), warna
kulit sama dengan warna sekitar
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
nyeri ketok CVA (-)

6
- Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), tremor (-), CRT< 2 detik, deformitas
(-)

f) Status Lokalis
Regio Colli Anterior
- Inspeksi:
Tampak benjolan di regio anterior leher lobus kanan dan kiri, berbentuk
difus, berjumlah satu (uninodosa), warna kulit pada benjolan sama
dengan warna kulit sekitar, permukaan rata, tekstur kulit pada benjolan
sama dengan tekstur kulit sekitar. Benjolan ikut bergerak ke atas pada
saat menelan.
- Palpasi :
Benjolan tiroid berukuran ±7cm x 5cm x 3cm, berkonsistensi kenyal
padat, mobile, permukaan licin, nyeri tekan (-), suhu sama dengan sekitar,
Trakea berada di tengah. Pembesaran KGB regional (-).

D. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Patologi Anatomi 04/01/22 di RSUD Cengkareng

Makroskopik: terima 1 bokal berisi 1 jaringan tiroid ukuran 5x4x3cm. Pada


pembelahan tampak bagian kistik dan coklat kemerahan, agak padat, imprint 2
slides + VC 3 slides

Mikroskopik: sediaan potong beku menunjukan jaringan nekrotik dengan


proliferasi sel epitel folikel dengan gambaran inti bentuk groove dan inti jernih.

Kesimpulan: mengesankan lesi ganas karsinoma papiler tiroid varian folikuler.


Kepastian tunggu blok paraffin.

Saran

Imunohistokimia (IHK)

7
Laboratorium 22 Desember 2021

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi
LED 39 (H) 0 – 20mm/jam
Hemoglobin 12.1 13.2 – 17.3 g/dl
Hematokrit 36 40 – 52%
Eritrosit 4.86 4.4 – 5.9 juta/µl
Leukosit 13.4 (H) 3.8 – 10.6 ribu/µl
Trombosit 362 150 – 440 ribu/µl
MCV 76 (L) 80 -100 fl
MCH 26 26 – 34 pg
MCHC 34 32 – 36%
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 (L) 2-4 %
Batang 0 (L) 3-5 %
Segmen 70 50 – 70%
Limfosit 24 (L) 25 – 40%
Monosit 5 2-8 %
Hemostasis
PT 12.3 11.6 – 14.5
APTT 28.3 (L) 28.6 – 41.6
INR 0.86
Kimia Klinik

Ureum 21 19 – 44.1 mg/dL


Kreatinin 0.5 0.7 – 1.2 mg/dL
eGFR 146.2 >= 90 : Normal 60 - 89 : Kidney
damage with mildly impaired GFR
30 - 59 : Moderately impaired GFR
15 - 29 : Severely impaired GFR <

8
15 : Established renal failure
Lab 15/12/21

FT4: 1,19

E. Diagnosis Kerja

Struma Nodusa non-toksik (SNNT) Bilateral T3N0M0 tipe karsinoma papiler

F. Planning

Subtotal Thyroidectomy

G. Prognosis

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Nodul dan Kanker Tiroid


III.1.1 Definisi4

Struma atau nodul tiroid adalah pertumbuhan yang berlebihan dan


perubahan struktural dengan atau tanpa perubahan fungsional pada satu atau
beberapa bagian di dalam jaringan tiroid.

III.1.2 Epidemiologi4

Secara klinis nodul tiroid ditemukan pada 19 – 39 % populasi dewasa


(dengan USG) dan lebih sering pada wanita. Prevalensi kanker tiroid adalah 4 –
6.5% dari nodul tiroid secara keselurhuan (nodul tunggal dan multiple). 90%
kanker ini merupakan tipe yang berdiferensiasi baik, 10% lagi merupakan tipe
meduler, anaplastik, dan tipe lainnya.

III.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko3


1. Peningkatan sekresi hormon TSH dari kelenjar hipofisis anterior
disebabkan berkurangnya sekresi hormon T3 dan T4 dari kelenjar tiroid
oleh karena kurangnya intake iodium.
2. Riwayat radiasi pada leher terutama pada masa anak-anak.
3. Faktor genetik
III.1.4 Klasifikasi4

Terdapat empat tipe histopatologi mayor:

- Berdiferensiasi baik: karsinoma papiler dan folikuler


- Karsinoma meduler
- Berdiferensiasi buruk (insular carcinoma)
- Tidak berdiferensiasi (karsinoma anaplastik)

Untuk menyederhanakan penatalaksanaa, Mc Kenzie membedakan karsinoma


tiroid atas empat tipe, yaitu: karsinoma papiler, karsinoma folikuler, karsinoma
meduler, dan karsinoma anaplastik.

10
III.1.5 Diagnosis4
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, kecurigaan adanya proses keganasan pada
penderita dengan nodul tiroid, apabila ditemukan hal sebagai berikut:

Anamnesis
- Riwayat radiasi
- Pertumbuhan cepat
- Suara serak
- Simptom obstruksi jalan napas
- Tetap membesar dengan terapi tiroksin
- Riwayat keluarga positif dengan MEN (Multiple Endocrine Neoplasia)
- Umur <20 dan >50 tahun

Pada anamnesis juga perlu diketahui:

a. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher


b. Riwayat kelainan genetik lain pada keluarga misalnya sindroma werner,
cowden disease, dan familial adenomatous polyposis.

Pemeriksaan Fisik
- Nodul padat dan keras
- Pembesaran KGB regional
- Metastasis jauh: tulang, paru, jaringan lunak
- Terfiksasi dengan jaringan di sekitarnya
- Paralisis pita suara
- Penyempitan jalan napas
- Horner’s syndrome (miosis, partial ptosis, hemifacial anhidrosis, dan
enophtalmos)

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium
- Pemeriksaan FT4 dan TSHs untuk menilai fungsi tiroid

11
- Tiroglobulin, penanda tumor untuk keganasan tiroid yang berdiferensiasi
baik (papiler dan folikuler), hanya untuk follow up pasca terapi bukan
untuk diagnostik.
- Kadar kalsitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma meduler
b. Pemeriksaan radiologi
- Foto thoraks untuk menilai ada tidaknya metastasis
- Foto polos leher AP lateral (terutama bila tumornya besar), untuk melihat
ada tidaknya mikrokalsifikasi dan diameter trakea.
- Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya
infiltrasi ke esofagus (tidak rutin)
- Foto tulang atau bone scan bila dicurigai tanda metastasis ke tulang
- Pemeriksaan USG:
o Dapat mendeteksi nodul 2-3mm, membedakan nodul solid atau
kistik, menentukan jumlah dan letak nodul, pembesaran KGB,
penuntun saat dilakukan tindakan biopsi, dan menilai respon
terhadap terapi supresi
o Gambaran USG dari nodul tiroid yang menunjukkan keganasan
meliputi:
 Vaskularisasi intranodul
 Halo perifer inkomplit
 Hipoekogenisiti yang jelas
 Mikrokalsifikasi sentral
 Batas iregular
 Diameter vertikal > horizontal
 Servical adenopati
c. Pemeriksaan sidik tiroid, dapat menilai: apakah nodul tiroid termasuk nodul
dingin, nodul hangat, atau nodul panas.
d. Pemeriksaan BAJAH
e. Potong beku (frozen section)
f. Pemeriksaan histopatologi: merupakan pemeriksaan definitif atau baku emas.
g. Pemeriksaan imunohistokimia atau imunositokimia.

12
Klasifikasi TNM untuk karsinoma tiroid menurut AJCC 20185

Pengelompokan Stadium Klinis

13
III.1.6 Tatalaksana4

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis dan TSH/ FT4 untuk menentukan


apakah nodul tiroid tersebut eutiroid, hipotiroid, atau hipertiroid. Bila hipertiroid
diberikan terapi medikamentosa atau operasi tiroidektomi total/ tiroidektomi
subtotal.

Pada nodul eutiroid/ hipotiroid tahap selanjutnya tergantung pada ketersediaan


fasilitas dan akurasi dari modalitas diagnostik dan terapi.

Algoritma penatalaksanaan nodul tiroid terbagi atas:

A. Algoritma dengan potong beku

Nodul tiroid yang pemeriksaan klinis dan USG tiroid hasilnya ganas atau
intermediate dilakukan operasi ismolobektomi atau subtotal tiroidektomi dengan
potongan beku saat operasi.

Bila hasil potong beku jinak  operasi selesai

Bila hasil potong beku ganas  tindakan operasi tergantung faktor resiko apakah
resiko rendah atau tinggi.

14
Keterangan:

1. Intermediate: hasil klinis dan USG tidak sinkron atau hasil keduanya
meragukan atau tanpa USG
2. TT: Total tiroidektomi, ST: subtotal tiroidektomi, IL: ismolobektomi. L:
lobektomi, FS: frozen section
3. RR: resiko rendah, berdasarkan skor AMES, AGES, MACIS
4. RT: resiko tinggi, berdasarkan skor AMES, AGES, MACIS

B. Algoritma dengan trias diagnostik (Klinis, USG, BAJAH)

Pada nodul dengan hasil pemeriksaan trias diagnostik konkordan ganas, langsung
dilakukan tindakan definitif tiroidektomi (tiroidektomi total untuk resiko tinggi
dan ismolobektomi untuk resiko rendah).

Keterangan:

1. Trias ganas: dari tiga modalitas hasilnya sama yaitu ganas (konkordan
ganas)
2. Trias jinak: dari tiga modalitas hasilnya sama yaitu jinak (konkordan
jinak)
3. Trias tidak lengkap: tidak melakukan tiga modalitas (klinis, USG,
BAJAH), satu atau dua modalitas saja
4. HP: histopatologi pasca operasi

15
5. *jika hasil HP  papiler atau meduler  TT ± diseksi leher sentral
C. Algoritma dengan trias diagnostik dan sidik tiroid

Pada algoritma ini, selain trias diagnostik juga dilakukan pemeriksaan sidik tiroid
pada nodul yang hipertiroid. Bila hasil pemeriksaan sidik tiroid cold nodule,
langkah selanjutnya seperti pada trias diagnostikm namun bila nodul ternyata
nodul panas, direkomendasikan untuk tindakan konservatif dengan
medikamentosa atau operasi atau ablasi dengan I 131.

Medikamentosa dengan Tiamazole 20mg/hari dan atau Propiltiurasil (PTU) 100 –


150 mg/8jam. Operasi tiroidektomi total atau tiroidektomi subtotal, bisa dilakukan
saat eutiroid ataupun saat hipertiroid.

Pemilihan algoritma tatalaksana nodul tiroid diserahkan kepada DPJP masing-


masing berdasarkan ketersediaan fasilitas dan kehandalan modalitas diagnostik
dan terapi.

Keterangan:

1. Supresi: follow up 6 bulan  jika mengecil, lanjutkan; namun jika


diameter tetap atau membesar  lobektomi
2. Makroskopis tidak teridentifikasi jaringan normal  tiroidektomi total
3. Subtotal tiroidektomi: menyisakan jaringan tiroid 3 – 5 gr, near total:
menyisakan 1 mg

16
4. *Jika HP  papiler atau meduler  TT ± diseksi leher sentral
III.1.7 Prognosis4

Klasifikasi prognosis karsinoma tiroid

AMES (Age, Metastatic disease, Extrathyroidal extension, Size)


Resiko Rendah:
- Pasien muda (laki-laki ≤40 tahun, perempuan ≤50 tahun)
- Pasien tua (intrathyroid papillary, invasi kapsul minor untuk lesi
folikular)
- Karsinoma primer <5cm
- Tidak ada metastasis
Resiko Tinggi:
- Semua pasien dengan metastasis jauh
- Ekstrathyroid papillary, invasi kapsul mayor untuk lesi folikular
- Karsinoma primer ≥5cm pada pasienn tua (laki-laki >40 tahun,
perempuan >50 tahun)
Survival (20 tahun)
Resiko rendah = 99%
Resiko tinggi = 61%

AGES (Age, Tumor grade, Tumor extent, Tumor size)


Skor prognostik = 0,05 x usia (jika usia ≥40 tahun)
+1 (jika grade 2)
+3 (jika grade 3 atau 4)
+1 (jika ekstratiroid)
+3 (jika metastasis jauh)
+0,2 x ukuran tumor (diameter terbesar dalam cm)
Survival (20 tahun)
≤3,99 = 99%
4 – 4,99 = 80%
5 – 5,99 = 67%
≥6 = 13%

17
MACIS (Metastasis, Patient Age, Completeness of Resection, Local Invasion,
Tumor Size)
Skor prognostik = 3,1 (jika usia <40 tahun) atau 0,08 x usia (jika usia≥40 tahun)
+0,3x ukuran tumor (diameter terbesar dalam cm)
+1 (jika reseksi inkomplit)
+ 1 (jika invasif lokal)
+3 (jika metastasis jauh)
Survival (20 tahun)
<6 = 99%
6 – 6,99 = 89%
7 – 7,99 = 56%
≥8 = 24%

18
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien perempuan usia 40 tahun memiliki keluhan benjolan pada leher


bagian depan yang sudah ada sejak 8 tahun yang lalu, benjolan dirasakan
membesar dengan cepat dalam 1 tahun terakhir. Terdapat penurunan berat badan
sebanyak 4 kg. Time to tumor progression yang cepat ditambah penurunan berat
badan dapat menjadi suspek dari keganasan. Perempuan dewasa lebih sering
terkena menurut epidemiologi.
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai karateristik seperti pada status
lokalis, dimana menunjukan suatu pembesaran tanpa disertai gejala klinis
hipertiroidisme.
Pada pemeriksaan lab tidak dijumpai kelainan bermakna, pemeriksaan
FT4 mendapatkan hasil nilai 1,19, dimana masih dalam range batas normal.
Dilihat dari jenis kelamin dan usia didapatkan faktor resiko rendah dimana
usia kurang dari sama dengan 50 tahun, tepatnya pasien berusia 40 tahun, dimana
tergolong pasien muda. Pasien ini sudah dilakukan PA dan hasilnya adalah tipe
papiler, dimana tipe ini merupakan tipe yang berdiferensiasi baik, dengan umur
pasien yang tergolong muda dan karsinoma bertipe diferensiasi baik, serta tidak
terdapat metastasis ke kelenjar getah bening, yang ditandai tidak adanya
pembesaran KGB regional, maka dapat dikategorikan stadium I atau II. Ini
merupakan salah satu alasan mengapa pemeriksaan diagnostik sangat penting
untuk menegakkan diagnosis SNNT.
Prognosis pada pasien ini dalam hal survival selama 20 tahun mendatang
adalah 99% bertahan menurut penilaian prognosis AMES maupun AGES.

19
BAB V
KESIMPULAN

Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid,
tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan
simetri atau nodular.
Hampir semua struma diduga sebagai hasil dari stimulasi TSH sekunder
yang menyebabkan kurangnya sintesis hormon tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid
tersebut berguna untuk mempertahankan pasien dalam keadaan eutiroid. Struma
dapat berbentuk difus, uninodular, atau multinodular. Struma familial diakibatkan
oleh kurangnya enzim yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroidsecara
keseluruhan atauparsial dan bersifat genetik.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka
pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda
hipertiroidisme disebut struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau
adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi
multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada wanita usia
lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi.
Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi
kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi
jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering
berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di
leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena
menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika
pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan
foto rontgen trakea polos. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan
pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Ardhiansyah A. Surgery Mapping Seri Onkologi: Dasar-Dasar Onkologi.


Surabaya: Airlangga University Press; 2017.
2. Sjamsuhidajat R, Prasetyo T, Rudiman R. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 4.
Jakarta: EGC; 2017.
3. FKUI SBIB. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara;
4. PERABOI. Paduan Penatalaksanaan Kanker 2020. Jakarta; 2020.
5. AJCC. AJCC Cancer Staging Manual Eight Edition. Chicago: Springer
Netherlands; 2018.

21

Anda mungkin juga menyukai