Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Puskesmas Sempaja Samarinda
Uretritis Gonore
Pembimbing:
Dr. dr. Swandari Paramita, M.Kes
1.2 Tujuan
Penyusunan laporan kedokteran keluarga tentang “Uretritis Gonore” ini
bertujuan untuk mengetahui penegakkan dan penatalaksanaan kasus uretritis
gonore, yang didapat di lingkungan Puskesmas Sempaja dan sebagai
pembelajaran sebagai dokter keluarga yang merupakan kompetensi wajib bagi
seorang dokter umum.
7
8
BAB II
LAPORAN KASUS
9
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sudah pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun terakhir
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain seperti penyakit jantung,
diabetes melitus, gagal ginjal, asma maupun alergi, keganasan dan
tidak ada riwayat dirawat di Rumah Sakit.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Ibu pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi.
e. Riwayat Pengobatan
Pasien ada riwayat rutin mengkonsumsi obat hipertensi.
f. Riwayat Kebiasaan dan Psikososial
Pasien tinggal bersama istrinya. Pasien merupakan seorang tukang
kebun. Hubungan dengan keluarga, tetangga dan teman kerja
harmonis. Makan sehari sebanyak 3 kali. Pasien tidak aktif dalam
berolahraga dan memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus per hari.
Pasien sering berhubungan seksual dengan teman wanitanya (bukan
istrinya) terakhir 2 minggu yang lalu.
Antropometri
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 148 cm
IMT : BB/(TB)2 = 60/ (1.45)2 = 27.3
Status Gizi : Obesitas I
10
Status Generalisata
Kepala/ Leher : Mata konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor (3mm/3mm), refleks cahaya (+/+)
Pernafasan cuping hidung (-), bibir sianosis (-)
Mulut : Mukosa mulut lembab, faring hiperemi (-),
pembesaran tonsil (-), sariawan(+)
Leher : Pembesaran KGB (-/-)
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada
simetris, retraksi intercosta (-).
Palpasi : Pergerakan dada simetris, raba fremitus simetris.
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas simetris, rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada midclavicula line ICS V
sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan: ICS IV parasternal line dekstra
Batas jantung kiri : ICS V midclavicula line sinistra
Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi(-)
Palpasi : Soefl, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Atas : Oedem (-/-), akral hangat, CRT <2 s
11
Refleks fisiologis dalam batas normal
Status Lokalis
12
2.6 Penatalaksanaan
2.8.1 Edukasi
a) Edukasi tentang penyakit yang diderita serta upaya pengobatannya
b) Menjelaskan tentang pentingnya minum obat
c) Jika dalam 7 hari masih keluar cairannya kembali ke dokter
d) Jangan berhubungan seksual sebelum sembuh
e) Pasangan pasien juga harus diperiksa dan diobati
f) Gunakan kondom sebagai pencegahan infeksi
2.8.2 Medikamentosa
-
2.8.4 Saran
Perlu segera mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan apabila muncul
efek samping dari obat
Perlu dilakukan evaluasi pengobatan
2.7 Prognosis
Prognosis Ad Vitam: Dubia ad bonam
Prognosis Ad Functionam : Dubia ad bonam
Prognosis Ad Sanationam: Dubia ad bonam
13
BAB III
ANALISIS KEDOKTERAN KELUARGA
7. Pendidikan SD SD
Pendidikan
No Nama Status Usia Suku Pekerjaan Agama
Terakhir
1. - - - - - - -
3.1.3 Genogram
14
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal
15
b. Penghasilan keluarga/ bulan Rp 3.000.000,00
1. Aktivitas fisik
a. Tn. J (Pasien) Bangun pagi pukul 06.00 WITA.
Bekerja sebagai tukang kebun di
kebun milik tetangga. Biasanya
berangkat kekebun pukul 07.00
WITA dan pulang dari kebun jam
18.00 WITA.
16
bersama.
No. Lingkungan
1. Sosial Hubungan dengan lingkungan
sekitar baik.
2. Fisik/ Biologik :
Perumahan dan fasilitas Cukup
Luas tanah 8 x12.5 meter
Luas bangunan 6 x 10 meter
Jenis dinding terbanyak Beton
Jenis lantai terluas Lantai Bawah semen, lantai atas
kayu
Sumber penerangan utama Lampu listrik
Sarana MCK Kamar mandi gabung dengan
WC.
Mencuci pakaian tanpa mesin,
mencuci alat makan di dapur
Sarana pembuangan air limbah Septic tank berada di belakang
Sumber air sehari-hari rumah dan digunakan sebagai
tempat penampungan limbah.
17
3.3 Penilaian Apgar Keluarga
Hampir
Hampir Kadang
Kriteria Pernyataan tidak pernah
Selalu (2) Kadang (1)
(0)
Adaptasi Saya puas dengan
keluarga saya karena
masing-masing anggota
keluarga sudah
√
menjalankan sesuai
dengan seharusnya
Kemitraan Saya puas dengan
keluarga saya karena
dapat membantu
√
memberikan solusi
terhadap permasalahan
yang dihadapi
Pertumbuhan Saya puas dengan
kebebasan yang
diberikan keluarga saya
√
untuk mengembangkan
kemampuan yang saya
miliki
Kasih sayang Saya puas dengan
kehangatan dan kasih
√
sayang yang diberikan
keluarga saya
Kebersamaan Saya puas dengan
waktu yang disediakan
keluarga untuk √
menjalin kebersamaan
18
Total 7
Keterangan :
Total skor 8-10 = Fungsi keluarga sehat
Total skor 6-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
Total skor ≤ 5= Fungsi keluarga sakit
Kesimpulan:
Nilai skor keluarga ini adalah 7, artinya keluarga ini menunjukan fungsi keluarga
kurang sehat.
4 Balita di timbang √
Apakah balita ibu sering Balita ditimbang di
19
ditimbang? Dimana? Posyandu setiap bulannya
5 Sarapan pagi
Apakah seluruh anggota Pasien dan keluarga
keluarga memiliki pasien sarapan pagi √
kebiasaan sarapan pagi? sebelum memulai
aktivitas
6 Dana sehat/ Askes
Apakah anda ikut menjadi Pasien dan anggota √
peserta jaminan kesehatan? kelurga pasien memiliki
jaminan berupa BPJS
7 Cuci tangan
Apakah seluruh anggota Seluruh anggota keluarga
keluarga mempunyai mencuci tangan dengan
√
kebiasaan mencuci tangan air dan sabun sebelum
menggunakan sabun makan dan sesudah
sebelum makan dan buang air besar
sesudah buang air besar ?
8 Sikat gigi
Apakah anggota keluarga Seluruh anggota keluarga
√
memiliki kebiasaan gosok melakukan kebiasaan
gigi menggunakan pasta menggosok gigi dengan
gigi? pasta gigi
9 Aktivitas fisik/ Olahraga
Apakah anggota keluarga Pasien dan keluarga
√
melakukan aktivitas fisik jarang melakukan
atau olahraga teratur? olahraga
B. Lingkungan Sehat
1 Jamban
Apakah di rumah tersedia Di rumah terdapat √
jamban dan seluruh jamban yang bergabung
20
keluarga menggunakannya? dengan kamar mandi
2 Air bersih dan bebas
jentik
Apakah di rumah tersedia Di rumah menggunakan
air bersih dengan tempat/ sumber air berasal dari
tendon air tidak ada jentik ? air PDAM. √
Di kamar mandi terdapat
2 drum penampung air
dan tidak terdapat
jentik-jentik nyamuk
3 Bebas sampah
Apakah dirumah tersedia Tersedianya tempat
tempat sampah? Dan di sampah dilingkungan
√
lingkungan sekitar rumah sekitar dan di dalam
tidak ada sampah rumah
berserakan?
4 SPAL
Apakah ada/ tersedia SPAL Pembungan limbah ke
disekitar rumah? saluran pembuangan
√
yang terletak di
belakang rumah pasien
5 Ventilasi
Apakah ada pertukaran Ya. Terdapat pertukaran √
udara didalam rumah? udara di dalam rumah
6 Kepadatan
Apakah ada kesesuaian Rumah sesuai untuk 2
rumah dengan jumlah orang penghuni √
anggota keluarga?
7 Lantai
Apakah lantai bukan dari Seluruh lantai rumah √
tanah? terbuat dari semen
21
C. Indikator Tambahan
1 ASI Eksklusif
Apakah ada bayi usia 0-6 Anak pertama sampai
√
bulan hanya mendapat ASI anak kedua
saja sejak lahir sampai 6 menggunakan susu asi
bulan
2 Konsumsi buah dan sayur
Apakah dalam 1 minggu
√
terakhir anggota keluarga Keluarga mengkonsumsi
mengkonsumsi buah dan buah dan sayur dalam 1
sayur? minggu terakhir
Jumlah 16 2
Klasifikasi :
SEHAT I : Dari 18 pertanyaan jawaban ”Ya” antara 1-5 pertanyaan (merah)
SEHAT II : Dari 18 pertanyaan jawaban ”Ya” antara 6-10 pertanyaan (Kuning)
SEHAT III : Dari 18 pertanyaan jawaban ”Ya” antara 11-15 pertanyaan (Hijau)
SEHAT IV : Dari 18 pertanyaan jawaban ”Ya” antara 16-18 pertanyaan (Biru)
Kesimpulan :
Dari 18 indikator yang ada, yang dapat dijawab ”Ya” ada 16 pertanyaan yang
berarti identifikasi keluarga dilihat dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehatnya
masuk dalam klasifikasi SEHAT IV.
22
1 Alasan kedatangan pasien Keluhan utama : Untuk berobat karena keluhan
nyeri saat buang air kecil
keluarga : Pasien dan keluarga ingin sembuh
karena saat buang air kecil nyeri, sedikit-sedikit,
dan sangat menggangu.
Apa yang dikhawatirkan pasien : Pasien khawatir
dirinya menderita penyakit kelamin
2 Diagnosis klinis - Uretritis Gonore
Biological - Pengetahuan terkait penyakit infeksi menular
Psikomental seksual kurang
Intelektual - Gizi lebih
Nutrisi
Derajat keparahan
23
4 Pemicu psikososial & lingkungan 4.1 Pemicu primer :
dalam kehidupan (faktor risiko - Keluarga pasien tidak mengetahui pasien sakit
eksternal) infeksi menular seksual
24
3.7 Rencana Penatalaksanaan
24
Rencana Penatalaksanaan Masalah Kesehatan
No Masalah Kesehatan
Farmakologis Non Farmakologis
GAYA HIDUP
jarang berolahraga
jarang makan buah dan sayur - sayuran
Pasien mengaku saat masih SMA pernah LINGK.PSIKO-SOSIO-EKONOMI
melakukan hubungan seksual Keluarga pasien tidak mengetahui
PERILAKU KESEHATAN bahwa pasien sedang sakit
-
KELUARGA
Anggota keluarga berjumlah 4orang. Pasien LINGKUNGAN
tinggal bersama ayah, ibu dan adiknya Pasien bekerja sebagai cleaning
PASIEN service di rumah sakit namun
Keluhan utama batuk berdahak ± 2 bulan disertai jarang memakai APD
BIOLOGI keringat malam dan penurunan berat badan dan
- didiagnosis TB paru dan HIV.
Hasil pemeriksaan sputum awal BTA negatif
Hasil pemeriksaan darah HIV reaktif
Hasil pemeriksaan rontgen paru : TB paru
Hasil pemeriksaan sputum BTA setelah 2 bulan
pengobatan negatif
Pasien rutin berobat sampai saat ini LINGK. FISIK
-
PELAYANAN KESEHATAN
-
-
Komunitas
-
26
3.9 Skoring Kemampuan Penyelesaian Masalah dalam Keluarga
N Masalah Rencana Sasaran Skor Upaya penyelesaian Resume hasil akhir Skor akhir
o yang Pembinaan Pembinaan awal perbaikan
dihadapi
1. Masalah Edukasi Pasien dan 3 - Edukasi tentang penyakit - Pasien 5
perilaku keluarga tuberkulosis dan HIV/AIDS memahami
kesehatan : - Mulai dari definisi, faktor - tentang penyakit
pengetahuan faktor yang dapat TB dan faktor –
pasien dan mempengaruhi sampai faktor yang dapat
keluarga penatalaksanaan mempengaruhi
tentang - Motivasi untuk tidak putus terjadinya
penyakitnya berobat. penyakit tersebut
- Pasien
termotivasi untuk
tidak putus obat
2. Masalah Edukasi Pasien 3 Edukasi bahaya berhubungan - Pasien memahami 4
gaya hidup : seksual tanpa pengaman dan bahaya melakukan
Pasien bahaya berganti-ganti hubungan seksual
pernah pasangan tanpa pengaman
dan bahaya
melakukan
berganti - ganti
hubungan pasangan
seksual saat
masih SMA
3. Masalah Edukasi Pasien dan 2 Mengajarkan olahraga ringan Pasien 4
gaya hidup : Keluarga yang dapat dilakukan di berkeinginan
Pasien jarang rumah. untuk memulai
berolahraga Menyarankan olahraga olahraga
bersama keluarga untuk
meningkatkan motivasi.
35
4. Masalah Edukasi Pasien 2 Menganjurkan untuk makan Pasien masih 2
gaya hidup : sayur – sayuran untuk akan mencoba
meningkatkan daya tahan untuk
Pasien jarang tubuh dan tetap sehat. memakan
memakan sayur dan buah
sayur dan - buahan
buah-buahan
36
sedang sakit penyakitnya dan membantu penyakit HIV
memotivasi pasien dalam
proses pengobatan
Klasifikasi Skor:
Skor 2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber (hanya keinginan); penyelesaian masalah dilakukan
sepenuhnya oleh provider.
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan
sebagian besar oleh provider.
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung pada upaya provider.
37
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan tujuan untuk kontrol rutin dan mengambil obat rutin
bulan ke-6. Pada bulan Juli 2017 pasien datang memeriksakan dirinya ke
puskesmas. Awalnya pasien mengatakan sudah mengalami batuk berdahak selama
2 bulan dengan lendir disertai darah, pasien juga merasakan berat badan menurun,
nafsu makan berkurang, sering merasa demam dan sering berkeringat saat malam
hari. Saat pasien memeriksakan diri ke puskesmas, pasien diminta untuk
memeriksakan lendir dan darahnya, Setelah diperiksa ternyata hasil pemeriksaan
dahaknya negatif dan hasil pemeriksaan darah menunjukkan positif HIV.
Selanjutnya pasien dirujuk ke RSUD AWS Samarinda dan dikembalikan ke
puskesmas untuk melanjutkan pengobatan TB sedangkan pengobatan HIV
dilakukan di RSUD AWS.
TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini biasanya mempengaruhi paru, sehingga disebut
TB paru, tetapi dapat juga mempengaruhi organ lain (WHO, 2016).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus
bersifat limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan
tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut
limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). HIV adalah
virus yang menyerang dan merusak sistem kekebalan tubuh kita sehingga
kita tidak bisa bertahan terhadap penyakit-penyakit yang menyerang tubuh
kita. Bila sistem kekebalan tubuh kita sudah rusak atau lemah, maka kita
akan terserang oleh berbagai penyakit yang ada di sekitar kita seperti TBC,
diare, sakit kulit, dan lain-lain (UNICEF).
HIV dan TB memiliki efek yang saling berkaitan pada sistem
kekebalan tubuh, karena penyakit ini mampu mengalahkan respon imun
pada penderita melalui mekanisme yang belum sepenuhnya dipahami.
Adanya infeksi HIV akan meningkatkan perkembangan infeksi TB
sehingga menjadi TB aktif (60%). TB aktif terjadi sepanjang perjalanan
35
penyakit HIV, tidak seperti jenis infeksi oportunistik lain yang terjadi pada
jumlah Cluster of Differentiation (CD4) dibawah 200sel/mm3. Gambaran
klinis, laboratorium dan radiologis pada ODHA tergantung pada tingkat
imunosupresi yang terjadi karena infeksi HIV (Getahun, Gunneberg,
Granich, & Nunn, 2010).
Pada pasien Tn. J dari anamnesis saat awal memeriksakan dirinya
ke puskesmas didaapatkan batuk berdahak selama 2 bulan dengan lendir
disertai darah, pasien juga merasakan berat badan menurun, nafsu makan
berkurang, sering merasa demam dan sering berkeringat saat malam hari.
Dari pemeriksaan dahak didapatkan hasil negatif sedangkan dari
pemeriksaan darah didapatkan hasil postif HIV. Saat di RSUD AWS,
pasien juga melakukan pemeriksaan foto rontgen thorax dan didapatkan
hasil bercak konsolidasi mengesankan suatu TB paru. Gambaran pada TB
aktif dipengaruhi oleh derajat imunodefisiensi penderita HIV. Gejala TB
paru adalah batuk kronik lebih dari 2 minggu, demam, penurunan berat
badan, nafsu makan menurun, rasa letih, berkeringat pada waktu malam,
nyeri dada dan batuk darah. Akan tetapi, seperti yang sudah dijelaskan
diatas, seringkali penderita HIV tidak menunjukkan gejala yang khas ke
arah TB paru (Yunihastuti, et al., 2005). Gejala klinis TB pada ODHA
sering kali tidak spesifik. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah
demam dan penurunan berat badan yang signifikan (> 10%) dan gejala
ekstra paru sesuai dengan organ yang terkena misalnya TB pleura, TB
perikard, TB milier, TB susunan saraf pusat dan TB abdomen (Kemenkes
RI, 2014).
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien jarang berolahraga
dan jarang makan sayur dan buah - buahan. Selain itu, pasien juga
mengaku saat masih SMA pernah melakukan hubungan seksual. Transmisi
dari HIV/AIDS dengan melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV
yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual ataupun heteroseksual,
jarum suntik pada pengguna narkoba, transfusi komponen darah dan dari
ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkan melalui rahim selama
36
masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir persalinan dan saat
persalinan. Sehingga kelompok resiko tinggi terkena HIV/AIDS dapat
diketahui, misalnya pekerja seks komersial dan pelanggannya, pengguna
narkoba, serta narapidana (Djoerban & Djauzi, 2009).
Penanganan masalah tuberkulosis dan HIV pada pasien secara
umum sudah sesuai dimana pada pasien ini mendapatkan terapi awal
berupa terapi TB dan dilanjutkan dengan pemberian ARV.
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan
tahap lanjutan dengan maksud; Pada tahap awal pengobatan diberikan
setiap hari. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus
diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara
teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun
setelah pengobatan selama 2 minggu. Untuk tahap lanjutan merupakan
tahap yang penting untuk membunuh sisa kuman yang masih ada dalam
tubuh sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan. Pada pasien ini, mendapatkan OAT kategori 1 dalam KDT
(Kombinasi Dosis Tetap) yang berisikan Rifampisin, Isoniazid,
Pirazinamid, dan Etambutol karena terdiagnosis secara klinis. Pada pasien
Tn.J juga mendapatkan terapi HIV berupa ARV dalam KDT yang
berisikan Lamifudin, Tenofovir, dan Efavirenz. Tatalaksana pengobatan
TB pada ODHA prinsipnya adalah seperti pada pasien TB lainnya. Pasien
TB dengan HIV positif diberikan OAT dan ARV, dengan mendahulukan
pengobatan TB untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian.
Pengobatan ARV sebaiknya dimulai segera dalam waktu 2-8 minggu
pertama setelah dimulainya pengobatan TB dan dapat ditoleransi dengan
baik (Kemenkes RI, 2012).
Kurangnya pengetahuan pasien ataupun keluarganya mengenai
penyakit yang diderita oleh pasien juga mempengaruhi kondisi pasien,
sehingga diperlukan adanya edukasi mengenai peran keluarga dalam
mengobati penyakit pasien dengan mengusahakan lingkungan tempat
tinggal yang sehat, lingkungan bersih, dan meningkatkan gizi keluarga.
37
Sesama anggota keluarga juga, hendaknya dapat saling mengingatkan
untuk dapat berperilaku hidup bersih dan sehat. Dalam upaya pengobatan,
keluarga diharapkan dapat menjadi pengawasan dalam terapi pasien agar
pasien tidak lalai dalam terapi, sehingga dapat menjamin kesembuhan dan
mencegah resistensi obat (Permitasari, 2012).
38
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, G., Buttel, J., & Morse, S. (2007). AIDS dan Lentivirus. In Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg. Jakarta: EGC.
CDC. (n.d.). Basic information about HIV and AIDS. Retrieved Agustus 2017,
from http://www.cdc.gov/hiv/topics/basic/
Djoerban, Z., & Djauzi, S. (2009). HIV/AIDS di Indonesia. In A. W. Sudoyo, B.
Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: FKUI.
Kemenkes RI. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Kemenkes RI. (2012). Petunjuk Teknis Tata laksana Klinis Ko Infeksi TB-HIV.
Jakarta.
Kemenkes RI. (2012). Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-infeksi TB-HIV.
Kemenkes RI. (2011). Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia.
Permitasari, D. A. (2012). Faktor resiko Terjadinya Koinfeksi Tuberkulosis pada
Pasien HIV/AIDS di RSUP DR. Kariadi Semarang.
UNICEF. (n.d.). unicef. Retrieved Agustus 2017, from
https://www.unicef.org/indonesia/id/HIV-AIDSbooklet_part1.pdf
Waluyo, A., Nurachmah, E., & Rosakawati. (2006). Presepsi Pasien dengan
HIV/AIDS dan Keluarganya Tentang HIV/AIDS dan Stigma Masyarakat
Terhadap Pasien HIV/AIDS. Jurnal Keperaawatan Indonesia Vol.10,
No.2.
39
LAMPIRAN
40