Anda di halaman 1dari 31

Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Kedokteran Keluarga

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Puskesmas Sempaja Samarinda

Uretritis Gonore

Azalia Mentari Ramadhana


1710029010

Pembimbing:
Dr. dr. Swandari Paramita, M.Kes

Dibawakan Sebagai Tugas Kedokteran Keluarga pada Kepaniteraan Klinik


Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Uretritis gonore adalah suatu penyakit menular seksual yang disebabkan
oleh kuman Neisseria gonorrhoeae. Penanganannya yang sulit
menyebabkan penyakit ini tidak terbatas hanya pada suatu negara, tetapi
sudah menjadi masalah dunia terutama pada negara berkembang atau
sedang berkembang seperti Asia Selatan dan Tenggara, Sub Sahara Afrika
dan Amerika Latin. WHO memperkirakan bahwa tidak kurang dari 25 juta
kasus baru ditemukan setiap tahun di seluruh dunia. Di Amerika Serikat
diperkirakan dijumpai 600.000 kasus baru setiap tahunnya.
Hal ini disebabkan banyak faktor penunjang yang dapat mempermudah
dalam hal penyebarannya menyangkut: kemajuan sarana transportasi,
pengaruh geografi, pengaruh lingkungan, kurangnya fasilitas pengobatan,
kesalahan diagnosis, perubahan pola hidup, dan tak kalah penting ialah
penyalahgunaan obat. Kesemuanya ini dapat terjadi terutama karena latar
belakang kurangnya pengetahuan mengenai seluk beluk dari infeksi
menular seksual.
Faktor resiko antara lain adalah lajang, remaja, kemiskinan, terbukti
menyalahgunakan obat, prostitusi, penyakit menular seksual lain dan tidak
adanya perawatan prenatal.

1.2 Tujuan
Penyusunan laporan kedokteran keluarga tentang “Uretritis Gonore” ini
bertujuan untuk mengetahui penegakkan dan penatalaksanaan kasus uretritis
gonore, yang didapat di lingkungan Puskesmas Sempaja dan sebagai
pembelajaran sebagai dokter keluarga yang merupakan kompetensi wajib bagi
seorang dokter umum.

7
8
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. J
Usia : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. KH. Wahid Hasyim II Gang Mawar RT 6
Status : Menikah
Pekerjaan : Tukang Kebun
Pendidikan : SD
Suku : Bugis
Agama : Islam
2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan pada tanggal 30 November
2018
2.3.1 Anamnesis Umum
a. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri saat buang air kecil
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke puskesmas sempaja samarinda dengan keluhan nyeri
saat buang air kecil sejak 4 hari yang lalu. Selain nyeri pasien juga
merasakan panas dan perih di lubang kemaluan saat buang air kecil.
Pasien mengatakan kemaluannya juga mengeluarkan cairan putih
kental seperti nanah dan agak berbau. Setiap kali dibersihkan, cairan
putih kental muncul kembali. Frekuensi buang air kecil menjadi lebih
sering dan setiap buang air kecil sedikit dan tidak puas. Pasien juga
mengatakan bahwa lubang kemaluannya seperti membengkak dan
memerah. Pasien mengatakan ada demam 1 hari namun sekarang
sudah tidak. Keluhan lain ditempat lain seperti pembesaran daerah
inguinal dan pembesaran testis disangkal pasien.

9
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien sudah pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
 Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun terakhir
 Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lain seperti penyakit jantung,
diabetes melitus, gagal ginjal, asma maupun alergi, keganasan dan
tidak ada riwayat dirawat di Rumah Sakit.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Ibu pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi.
e. Riwayat Pengobatan
Pasien ada riwayat rutin mengkonsumsi obat hipertensi.
f. Riwayat Kebiasaan dan Psikososial
Pasien tinggal bersama istrinya. Pasien merupakan seorang tukang
kebun. Hubungan dengan keluarga, tetangga dan teman kerja
harmonis. Makan sehari sebanyak 3 kali. Pasien tidak aktif dalam
berolahraga dan memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus per hari.
Pasien sering berhubungan seksual dengan teman wanitanya (bukan
istrinya) terakhir 2 minggu yang lalu.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 80 kali/menit
Frekuensi Nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,7°C

Antropometri
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 148 cm
IMT : BB/(TB)2 = 60/ (1.45)2 = 27.3
Status Gizi : Obesitas I

10
Status Generalisata
Kepala/ Leher : Mata konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor (3mm/3mm), refleks cahaya (+/+)
Pernafasan cuping hidung (-), bibir sianosis (-)
Mulut : Mukosa mulut lembab, faring hiperemi (-),
pembesaran tonsil (-), sariawan(+)
Leher : Pembesaran KGB (-/-)
Paru
 Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada
simetris, retraksi intercosta (-).
 Palpasi : Pergerakan dada simetris, raba fremitus simetris.
 Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara napas simetris, rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada midclavicula line ICS V
sinistra
 Perkusi : Batas jantung kanan: ICS IV parasternal line dekstra
Batas jantung kiri : ICS V midclavicula line sinistra
 Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : Distensi(-)
 Palpasi : Soefl, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-)
 Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
 Atas : Oedem (-/-), akral hangat, CRT <2 s

 Bawah : Oedem (-/-), akral hangat, CRT <2 s

11
 Refleks fisiologis dalam batas normal

 Refleks patologis (-)

Status Lokalis

Regio penis : Tidak tampak adanya discharge mukopurulen pada


orificium uretra externum, setelah dilakukan
pengurutan baru didapatkan adanya discharge
mukopurulen berwarna putih kental. Daerah oue
dan ujung gland penis tampak merah dan oedem
Regio inguinalis & regio skrotum :
Tidak ada pembesaran KGB, tidak oedem, dan tidak ada nyeri

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tanggal Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Pemeriksaan

2.5 Diagnosis Kerja


Uretritis Gonore

12
2.6 Penatalaksanaan
2.8.1 Edukasi
a) Edukasi tentang penyakit yang diderita serta upaya pengobatannya
b) Menjelaskan tentang pentingnya minum obat
c) Jika dalam 7 hari masih keluar cairannya kembali ke dokter
d) Jangan berhubungan seksual sebelum sembuh
e) Pasangan pasien juga harus diperiksa dan diobati
f) Gunakan kondom sebagai pencegahan infeksi

2.8.2 Medikamentosa
-

2.8.4 Saran
 Perlu segera mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan apabila muncul
efek samping dari obat
 Perlu dilakukan evaluasi pengobatan

2.7 Prognosis
Prognosis Ad Vitam: Dubia ad bonam
Prognosis Ad Functionam : Dubia ad bonam
Prognosis Ad Sanationam: Dubia ad bonam

13
BAB III
ANALISIS KEDOKTERAN KELUARGA

3.1 Identitas Keluarga


3.1.1 Identitas Kepala Keluarga
No Keterangan Kepala Keluarga Pasangan

1. Nama Tn. J Ny. N

2. Umur 55 tahun 51 tahun

3. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

4. Status Perkawinan Kawin Kawin

5. Agama Islam Islam

6. Suku Bangsa Bugis Bugis

7. Pendidikan SD SD

8. Pekerjaan Tukang kebun IRT

9. Alamat Lengkap Jl. KH. Wahid Hasyim II Gang Mawar RT 6

3.1.2 Identitas Anggota Keluarga Serumah

Pendidikan
No Nama Status Usia Suku Pekerjaan Agama
Terakhir
1. - - - - - - -

3.1.3 Genogram

14
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Meninggal

3.2 Status Fisik, Sosial, Ekonomi dan Lingkungan

No. Ekonomi Keluarga Keterangan

1. Luas tanah 8 x12.5 meter


2. Luas bangunan 6 x 10 meter
3. Pembagian ruangan Rumah adalah rumah pribadi yang
terbuat dari beton, terdiri dari 1
lantai, dengan 1 ruang tamu, 3
kamar tidur, 1 ruang makan yang
bergabung dengan dapur, 1 kamar
mandi dan WC dan berada di
dalam rumah.
4. Besarnya daya listrik 900 Watt
5. Tingkat pendapatan keluarga
pasien:
a. Pengeluaran rata-rata per bulan Rp 1.500.000,00
 Bahan Makanan
Beras, lauk, sayur, air minum Rp 700.000,00
 Diluar Bahan Makanan
Pendidikan, kesehatan, Rp 800.000,00
kontrakan, listrik, dll

15
b. Penghasilan keluarga/ bulan Rp 3.000.000,00

No. Perilaku Kesehatan

1. Pelayanan promotif/ preventif Puskesmas


2. Pemeliharaan kesehatan anggota Puskesmas
keluarga lain
3. Pelayanan pengobatan Puskesmas
4. Jaminan pemeliharaan kesehatan BPJS

No. Pola Makan Keluarga

1. Pasien dan anggota keluarga Makan 3 kali sehari (pagi, siang


dan malam). Menu terdiri dari
nasi, lauk pauk ikan atau ayam
dan sayur. Makanan sering
diolah/ dimasak sendiri. Jarang
mengkonsumsi buah.

No. Aktivitas Keluarga

1. Aktivitas fisik
a. Tn. J (Pasien) Bangun pagi pukul 06.00 WITA.
Bekerja sebagai tukang kebun di
kebun milik tetangga. Biasanya
berangkat kekebun pukul 07.00
WITA dan pulang dari kebun jam
18.00 WITA.

b. Ny. N ( Istri pasien) Bangun pagi pukul 05.00 WITA,


kemudian melakukan pekerjaan
rumah tangga seperti memasak,
mencuci, menjemur pakaian.
2. Aktivitas mental Seluruh anggota keluarga jarang
berkumpul di ruang keluarga
untuk makan dan menonton TV

16
bersama.
No. Lingkungan
1. Sosial Hubungan dengan lingkungan
sekitar baik.
2. Fisik/ Biologik :
Perumahan dan fasilitas Cukup
Luas tanah 8 x12.5 meter
Luas bangunan 6 x 10 meter
Jenis dinding terbanyak Beton
Jenis lantai terluas Lantai Bawah semen, lantai atas
kayu
Sumber penerangan utama Lampu listrik
Sarana MCK Kamar mandi gabung dengan
WC.
Mencuci pakaian tanpa mesin,
mencuci alat makan di dapur
Sarana pembuangan air limbah Septic tank berada di belakang
Sumber air sehari-hari rumah dan digunakan sebagai
tempat penampungan limbah.

Sumber air minum Air PDAM digunakan untuk


mencuci dan mandi

Pembuangan sampah Air isi ulang (galon) dan PDAM


yang direbus hingga mendidih
Sampah dikumpulkan kemudian
dibakar di belakang rumah pasien
3 Lingkungan kerja
- Tn. J (Pasien) Pasien bekerja sebagai tukang
kebun di kebun milik tetangga.
Pasien selalu memakai sepatu
boat dan sarung tangan saat
bekerja.

17
3.3 Penilaian Apgar Keluarga
Hampir
Hampir Kadang
Kriteria Pernyataan tidak pernah
Selalu (2) Kadang (1)
(0)
Adaptasi Saya puas dengan
keluarga saya karena
masing-masing anggota
keluarga sudah

menjalankan sesuai
dengan seharusnya
Kemitraan Saya puas dengan
keluarga saya karena
dapat membantu

memberikan solusi
terhadap permasalahan
yang dihadapi
Pertumbuhan Saya puas dengan
kebebasan yang
diberikan keluarga saya

untuk mengembangkan
kemampuan yang saya
miliki
Kasih sayang Saya puas dengan
kehangatan dan kasih

sayang yang diberikan
keluarga saya
Kebersamaan Saya puas dengan
waktu yang disediakan
keluarga untuk √
menjalin kebersamaan

18
Total 7
Keterangan :
Total skor 8-10 = Fungsi keluarga sehat
Total skor 6-7 = Fungsi keluarga kurang sehat
Total skor ≤ 5= Fungsi keluarga sakit

Kesimpulan:
Nilai skor keluarga ini adalah 7, artinya keluarga ini menunjukan fungsi keluarga
kurang sehat.

3.4 Pola Hidup Bersih dan Sehat Keluarga


Jawaban
No Indikator Pertanyaan Keterangan
Ya Tidak
A. Perilaku Sehat
1 Tidak merokok

Apakah ada yang memiliki Tidak ada anggota
kebiasaan merokok? keluarga yang merokok
2 Persalinan
Dimana Istri melakukan Anak ke-1 lahir ditolong
persalinan? oleh bidan kampung di

rumah
Anak ke-2 lahir ditolong
oleh bidan kampung di
rumah
3 Imunisasi
Apakah anak sudah di Riwayat imunisasi anak √
imunisasi lengkap? lengkap

4 Balita di timbang √
Apakah balita ibu sering Balita ditimbang di

19
ditimbang? Dimana? Posyandu setiap bulannya
5 Sarapan pagi
Apakah seluruh anggota Pasien dan keluarga
keluarga memiliki pasien sarapan pagi √
kebiasaan sarapan pagi? sebelum memulai
aktivitas
6 Dana sehat/ Askes
Apakah anda ikut menjadi Pasien dan anggota √
peserta jaminan kesehatan? kelurga pasien memiliki
jaminan berupa BPJS
7 Cuci tangan
Apakah seluruh anggota Seluruh anggota keluarga
keluarga mempunyai mencuci tangan dengan

kebiasaan mencuci tangan air dan sabun sebelum
menggunakan sabun makan dan sesudah
sebelum makan dan buang air besar
sesudah buang air besar ?
8 Sikat gigi
Apakah anggota keluarga Seluruh anggota keluarga

memiliki kebiasaan gosok melakukan kebiasaan
gigi menggunakan pasta menggosok gigi dengan
gigi? pasta gigi
9 Aktivitas fisik/ Olahraga
Apakah anggota keluarga Pasien dan keluarga

melakukan aktivitas fisik jarang melakukan
atau olahraga teratur? olahraga

B. Lingkungan Sehat
1 Jamban
Apakah di rumah tersedia Di rumah terdapat √
jamban dan seluruh jamban yang bergabung

20
keluarga menggunakannya? dengan kamar mandi
2 Air bersih dan bebas
jentik
Apakah di rumah tersedia Di rumah menggunakan
air bersih dengan tempat/ sumber air berasal dari
tendon air tidak ada jentik ? air PDAM. √
Di kamar mandi terdapat
2 drum penampung air
dan tidak terdapat
jentik-jentik nyamuk
3 Bebas sampah
Apakah dirumah tersedia Tersedianya tempat
tempat sampah? Dan di sampah dilingkungan

lingkungan sekitar rumah sekitar dan di dalam
tidak ada sampah rumah
berserakan?
4 SPAL
Apakah ada/ tersedia SPAL Pembungan limbah ke
disekitar rumah? saluran pembuangan

yang terletak di
belakang rumah pasien
5 Ventilasi
Apakah ada pertukaran Ya. Terdapat pertukaran √
udara didalam rumah? udara di dalam rumah
6 Kepadatan
Apakah ada kesesuaian Rumah sesuai untuk 2
rumah dengan jumlah orang penghuni √
anggota keluarga?
7 Lantai
Apakah lantai bukan dari Seluruh lantai rumah √
tanah? terbuat dari semen

21
C. Indikator Tambahan
1 ASI Eksklusif
Apakah ada bayi usia 0-6 Anak pertama sampai

bulan hanya mendapat ASI anak kedua
saja sejak lahir sampai 6 menggunakan susu asi
bulan
2 Konsumsi buah dan sayur
Apakah dalam 1 minggu

terakhir anggota keluarga Keluarga mengkonsumsi
mengkonsumsi buah dan buah dan sayur dalam 1
sayur? minggu terakhir
Jumlah 16 2

Klasifikasi :
SEHAT I : Dari 18 pertanyaan jawaban ”Ya” antara 1-5 pertanyaan (merah)
SEHAT II : Dari 18 pertanyaan jawaban ”Ya” antara 6-10 pertanyaan (Kuning)
SEHAT III : Dari 18 pertanyaan jawaban ”Ya” antara 11-15 pertanyaan (Hijau)
SEHAT IV : Dari 18 pertanyaan jawaban ”Ya” antara 16-18 pertanyaan (Biru)

Kesimpulan :
Dari 18 indikator yang ada, yang dapat dijawab ”Ya” ada 16 pertanyaan yang
berarti identifikasi keluarga dilihat dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehatnya
masuk dalam klasifikasi SEHAT IV.

3.5 Resume Faktor Resiko Keluarga


Analisa Aspek Diagnosis Holistik

22
1 Alasan kedatangan pasien Keluhan utama : Untuk berobat karena keluhan
nyeri saat buang air kecil
keluarga : Pasien dan keluarga ingin sembuh
karena saat buang air kecil nyeri, sedikit-sedikit,
dan sangat menggangu.
Apa yang dikhawatirkan pasien : Pasien khawatir
dirinya menderita penyakit kelamin
2 Diagnosis klinis - Uretritis Gonore
Biological - Pengetahuan terkait penyakit infeksi menular
Psikomental seksual kurang
Intelektual - Gizi lebih
Nutrisi
Derajat keparahan

3 Perilaku individu dan gaya hidup - Kebiasaan merokok : +


yang menunjang terjadinya - Kebiasaan jajan / makan : Pola makan cukup
penyakit dan beratnya penyakit baik
(faktor risiko internal) - Jarang mengkonsumsi buah dan sayur -
sayuran
- Pasien jarang berolahraga
- Pasien mengaku sebelum menikah sudah
pernah melakukan hubungan seksual

23
4 Pemicu psikososial & lingkungan 4.1 Pemicu primer :
dalam kehidupan (faktor risiko - Keluarga pasien tidak mengetahui pasien sakit
eksternal) infeksi menular seksual

4.2 Pemicu sekunder :


- Pemicu sosial : -
- Masalah Perilaku keluarga yang tidak sehat : -
- Masalah ekonomi yang mempengaruhi penyakit
:-
- Akses ke pelayanan kesehatan : Punya BPJS,
akses ke Puskesmas cukup dekat.
- Pemicu lingkungan fisik :
rumah : -
- Tempat kerja :Pasien bekerja sebagai tukang
kebun dan selalu menggunakan sarung tangan
dan sepatu boot saat berkebun.
-Masalah dengan bangunan tempat tinggal : -
Masalah lingkungan pemukiman yang berdampak
ke penyakit (komunitas) : -
5 Fungsi sosial Skala 1 : mampu melakukan pekerjaan seperti
sebelum sakit / mandiri

3.6 Diagnosis Keluarga


Sebuah keluarga Tn. J, terdiri dari 1 orang anggota keluarga inti yang tinggal
serumah. Keluarga ini mempunyai kesadaran PHBS yang cukup baik dan fungsi
keluarga yang sehat. Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan khususnya infeksi
menular seksual masih kurang sehingga diperlukan usaha promotif dan preventif
untuk mencegah resiko penularan dan komplikasi.

24
3.7 Rencana Penatalaksanaan

24
Rencana Penatalaksanaan Masalah Kesehatan
No Masalah Kesehatan
Farmakologis Non Farmakologis

1 TB Paru dan Masalah Farmakologis: Non-farmakologis :


Pengobatan OAT
- 3 Tablet 4FDC a. Edukasi bahwa penyakitnya membutuhkan pengobatan jangka
tahap intensif tiap panjang, dan harus secara rutin minum obat dan kontrol ke
puskesmas.
hari selama 2
b. Menjelaskan bagaimana cara memberikan obat dan memastikan agar
bulan semua obat benar-benar diminum pasien sesuai dosis.
- 2 Tablet 2FDC c. Menjelaskan mengenai kemungkinan memburuknya pasien akibat
pengobatan dan segera berobat apabila muncul tanda-tanda
tahap lanjutan 3x
perburukan.
seminggu selama d. Edukasi mengenai cara mencegah agar penyakit yang diderita tidak
4 bulan ditularkan kepada anggota keluarga yang lain
e. Edukasi kesehatan anggota keluarga agar lebih waspada apabila ada
anggota keluarga lain yang mengalami keluhan batuk lama untuk
segera berobat ke fasilitas pelayanan yang ada.
f. Perlu segera mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan apabila
muncul efek samping dari OAT.

2. HIV dan masalah Farmakologis: Non-farmakologis :


pengobatan ARV
1 Tablet ARV a. Edukasi mengenai penyakit, gejala, faktor predisposisi atau
FDC keterkaitan antar penyakit TB-HIV
b. Edukasi mengenai cara penularan sehingga pasien diharapkan dapat
memakai APD saat bekerja untuk mencegah terjadinya penularan
c. Edukasi bahwa penyakit ini sangat mudah menular sehingga orang-
orang sekitar harus menjaga kebersihan dan menjaga daya tahan
tubuh.
d. Edukasi untuk memperbanyak istirahat yang cukup.
e. Edukasi mengenai pengobatan yang diberikan merupakan pengobatan
25
jangka panjang sehingga pasien harus rutin meminum obat
f. Edukasi mengenai peran dan dukungan keluarga dalam perbaikan
kondisi pasien.
3.8 Mandala of health

GAYA HIDUP
jarang berolahraga
jarang makan buah dan sayur - sayuran
Pasien mengaku saat masih SMA pernah LINGK.PSIKO-SOSIO-EKONOMI
melakukan hubungan seksual Keluarga pasien tidak mengetahui
PERILAKU KESEHATAN bahwa pasien sedang sakit
-

KELUARGA
Anggota keluarga berjumlah 4orang. Pasien LINGKUNGAN
tinggal bersama ayah, ibu dan adiknya Pasien bekerja sebagai cleaning
PASIEN service di rumah sakit namun
Keluhan utama batuk berdahak ± 2 bulan disertai jarang memakai APD
BIOLOGI keringat malam dan penurunan berat badan dan
- didiagnosis TB paru dan HIV.
Hasil pemeriksaan sputum awal BTA negatif
Hasil pemeriksaan darah HIV reaktif
Hasil pemeriksaan rontgen paru : TB paru
Hasil pemeriksaan sputum BTA setelah 2 bulan
pengobatan negatif
Pasien rutin berobat sampai saat ini LINGK. FISIK
-
PELAYANAN KESEHATAN
-

-
Komunitas
-
26
3.9 Skoring Kemampuan Penyelesaian Masalah dalam Keluarga
N Masalah Rencana Sasaran Skor Upaya penyelesaian Resume hasil akhir Skor akhir
o yang Pembinaan Pembinaan awal perbaikan
dihadapi
1. Masalah Edukasi Pasien dan 3 - Edukasi tentang penyakit - Pasien 5
perilaku keluarga tuberkulosis dan HIV/AIDS memahami
kesehatan : - Mulai dari definisi, faktor - tentang penyakit
pengetahuan faktor yang dapat TB dan faktor –
pasien dan mempengaruhi sampai faktor yang dapat
keluarga penatalaksanaan mempengaruhi
tentang - Motivasi untuk tidak putus terjadinya
penyakitnya berobat. penyakit tersebut
- Pasien
termotivasi untuk
tidak putus obat
2. Masalah Edukasi Pasien 3  Edukasi bahaya berhubungan - Pasien memahami 4
gaya hidup : seksual tanpa pengaman dan bahaya melakukan
Pasien bahaya berganti-ganti hubungan seksual
pernah pasangan tanpa pengaman
dan bahaya
melakukan
berganti - ganti
hubungan pasangan
seksual saat
masih SMA
3. Masalah Edukasi Pasien dan 2  Mengajarkan olahraga ringan  Pasien 4
gaya hidup : Keluarga yang dapat dilakukan di berkeinginan
Pasien jarang rumah. untuk memulai
berolahraga  Menyarankan olahraga olahraga
bersama keluarga untuk
meningkatkan motivasi.

35
4. Masalah Edukasi Pasien 2  Menganjurkan untuk makan  Pasien masih 2
gaya hidup : sayur – sayuran untuk akan mencoba
meningkatkan daya tahan untuk
Pasien jarang tubuh dan tetap sehat. memakan
memakan sayur dan buah
sayur dan - buahan
buah-buahan

5. Masalah Edukasi Pasien 4  Edukasi untuk memakai  Pasien 5


Lingkungan : APD saat bekerja memakai
masker dan
Pasien sarung tangan
bekerja saat bekerja
sebagai
cleaning
service di
rumah sakit
namun
jarang
memakai
APD
6. Masalah Edukasi Pasien dan 2  Memberikan motivasi  Pasien sudah 2
psikososial : Keluarga kepada pasien bahwa memberitahu
keluarga dirumah harus keluarga
Keluarga mengetahui penyakitnya bahwa dirinya
pasien tidak agar dapat membantu pasien sakit TB
mengetahui dalam proses pengobatan namun tidak
bahwa  Memberikan pemahaman memberitahu
pasien kepada keluarga untuk keluarga
menerima pasien dengan mengenai

36
sedang sakit penyakitnya dan membantu penyakit HIV
memotivasi pasien dalam
proses pengobatan

Klasifikasi Skor:

Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi.

Skor 2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber (hanya keinginan); penyelesaian masalah dilakukan
sepenuhnya oleh provider.

Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang belum dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan
sebagian besar oleh provider.

Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung pada upaya provider.

Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga.

37
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan tujuan untuk kontrol rutin dan mengambil obat rutin
bulan ke-6. Pada bulan Juli 2017 pasien datang memeriksakan dirinya ke
puskesmas. Awalnya pasien mengatakan sudah mengalami batuk berdahak selama
2 bulan dengan lendir disertai darah, pasien juga merasakan berat badan menurun,
nafsu makan berkurang, sering merasa demam dan sering berkeringat saat malam
hari. Saat pasien memeriksakan diri ke puskesmas, pasien diminta untuk
memeriksakan lendir dan darahnya, Setelah diperiksa ternyata hasil pemeriksaan
dahaknya negatif dan hasil pemeriksaan darah menunjukkan positif HIV.
Selanjutnya pasien dirujuk ke RSUD AWS Samarinda dan dikembalikan ke
puskesmas untuk melanjutkan pengobatan TB sedangkan pengobatan HIV
dilakukan di RSUD AWS.
TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini biasanya mempengaruhi paru, sehingga disebut
TB paru, tetapi dapat juga mempengaruhi organ lain (WHO, 2016).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus
bersifat limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan
tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut
limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). HIV adalah
virus yang menyerang dan merusak sistem kekebalan tubuh kita sehingga
kita tidak bisa bertahan terhadap penyakit-penyakit yang menyerang tubuh
kita. Bila sistem kekebalan tubuh kita sudah rusak atau lemah, maka kita
akan terserang oleh berbagai penyakit yang ada di sekitar kita seperti TBC,
diare, sakit kulit, dan lain-lain (UNICEF).
HIV dan TB memiliki efek yang saling berkaitan pada sistem
kekebalan tubuh, karena penyakit ini mampu mengalahkan respon imun
pada penderita melalui mekanisme yang belum sepenuhnya dipahami.
Adanya infeksi HIV akan meningkatkan perkembangan infeksi TB
sehingga menjadi TB aktif (60%). TB aktif terjadi sepanjang perjalanan

35
penyakit HIV, tidak seperti jenis infeksi oportunistik lain yang terjadi pada
jumlah Cluster of Differentiation (CD4) dibawah 200sel/mm3. Gambaran
klinis, laboratorium dan radiologis pada ODHA tergantung pada tingkat
imunosupresi yang terjadi karena infeksi HIV (Getahun, Gunneberg,
Granich, & Nunn, 2010).
Pada pasien Tn. J dari anamnesis saat awal memeriksakan dirinya
ke puskesmas didaapatkan batuk berdahak selama 2 bulan dengan lendir
disertai darah, pasien juga merasakan berat badan menurun, nafsu makan
berkurang, sering merasa demam dan sering berkeringat saat malam hari.
Dari pemeriksaan dahak didapatkan hasil negatif sedangkan dari
pemeriksaan darah didapatkan hasil postif HIV. Saat di RSUD AWS,
pasien juga melakukan pemeriksaan foto rontgen thorax dan didapatkan
hasil bercak konsolidasi mengesankan suatu TB paru. Gambaran pada TB
aktif dipengaruhi oleh derajat imunodefisiensi penderita HIV. Gejala TB
paru adalah batuk kronik lebih dari 2 minggu, demam, penurunan berat
badan, nafsu makan menurun, rasa letih, berkeringat pada waktu malam,
nyeri dada dan batuk darah. Akan tetapi, seperti yang sudah dijelaskan
diatas, seringkali penderita HIV tidak menunjukkan gejala yang khas ke
arah TB paru (Yunihastuti, et al., 2005). Gejala klinis TB pada ODHA
sering kali tidak spesifik. Gejala klinis yang sering ditemukan adalah
demam dan penurunan berat badan yang signifikan (> 10%) dan gejala
ekstra paru sesuai dengan organ yang terkena misalnya TB pleura, TB
perikard, TB milier, TB susunan saraf pusat dan TB abdomen (Kemenkes
RI, 2014).
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien jarang berolahraga
dan jarang makan sayur dan buah - buahan. Selain itu, pasien juga
mengaku saat masih SMA pernah melakukan hubungan seksual. Transmisi
dari HIV/AIDS dengan melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV
yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual ataupun heteroseksual,
jarum suntik pada pengguna narkoba, transfusi komponen darah dan dari
ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkan melalui rahim selama

36
masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir persalinan dan saat
persalinan. Sehingga kelompok resiko tinggi terkena HIV/AIDS dapat
diketahui, misalnya pekerja seks komersial dan pelanggannya, pengguna
narkoba, serta narapidana (Djoerban & Djauzi, 2009).
Penanganan masalah tuberkulosis dan HIV pada pasien secara
umum sudah sesuai dimana pada pasien ini mendapatkan terapi awal
berupa terapi TB dan dilanjutkan dengan pemberian ARV.
Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan
tahap lanjutan dengan maksud; Pada tahap awal pengobatan diberikan
setiap hari. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus
diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara
teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun
setelah pengobatan selama 2 minggu. Untuk tahap lanjutan merupakan
tahap yang penting untuk membunuh sisa kuman yang masih ada dalam
tubuh sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan. Pada pasien ini, mendapatkan OAT kategori 1 dalam KDT
(Kombinasi Dosis Tetap) yang berisikan Rifampisin, Isoniazid,
Pirazinamid, dan Etambutol karena terdiagnosis secara klinis. Pada pasien
Tn.J juga mendapatkan terapi HIV berupa ARV dalam KDT yang
berisikan Lamifudin, Tenofovir, dan Efavirenz. Tatalaksana pengobatan
TB pada ODHA prinsipnya adalah seperti pada pasien TB lainnya. Pasien
TB dengan HIV positif diberikan OAT dan ARV, dengan mendahulukan
pengobatan TB untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian.
Pengobatan ARV sebaiknya dimulai segera dalam waktu 2-8 minggu
pertama setelah dimulainya pengobatan TB dan dapat ditoleransi dengan
baik (Kemenkes RI, 2012).
Kurangnya pengetahuan pasien ataupun keluarganya mengenai
penyakit yang diderita oleh pasien juga mempengaruhi kondisi pasien,
sehingga diperlukan adanya edukasi mengenai peran keluarga dalam
mengobati penyakit pasien dengan mengusahakan lingkungan tempat
tinggal yang sehat, lingkungan bersih, dan meningkatkan gizi keluarga.

37
Sesama anggota keluarga juga, hendaknya dapat saling mengingatkan
untuk dapat berperilaku hidup bersih dan sehat. Dalam upaya pengobatan,
keluarga diharapkan dapat menjadi pengawasan dalam terapi pasien agar
pasien tidak lalai dalam terapi, sehingga dapat menjamin kesembuhan dan
mencegah resistensi obat (Permitasari, 2012).

Pemahaman yang kurang tepat tentang HIV/AIDS di masyarakat


perlu di minimalkan agar penanganan HIV/AIDS bukan dengan cara
menjauhi penderita HIV.AIDS tetapi dengan cara memerangi terjadinya
cara penularan virus HIV. Dengan demikian fokus penanggulangannya
ditujukan pada upaya preventif. Dalam melakukan upaya ini harus
didukung dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat termasuk
keluarga pasien. Kondisi ini diperlukan terutama ketika merawat pasien
dan mendampingi pasien selama perawatan. Namun, sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Waluyo, Nurachmah, dan Rosakawati pada
Tahun 2006, bahwa pengetahuan dan pandangan masyarakat sering
menjadi kendala pemberian dukungan pada pasien karena pengetahuan
yang salah. Selain itu, pengaruh budaya, sosial, dan proses psikologi suatu
penyakit bisa memberi dampak terhadap munculnya stigma. Situasi ini
yang juga terjadi pada individu yang mengidap HIV/AIDS, di mana
umumnya sstigma yang muncul adalah stigma yang berupa perilaku tidak
mengenakkan pada individu tertentu. Pengucilan pasien HIV/AIDS tidak
hanya terhadi pada lingkungan masyarakat luas, namun sebagian pasien
justru merasa dikucilkan dalam lingkungan keluarganya. Terjadinya
pengucilan oleh anggota keluarga kemungkinan akibat minimnya
informasi yang didapatkan oleh pasien dan anggota keluarga. Dengan
demikian menjadi jelas disini, bahwa kurangnya informasi tentang
HIV/AIDS justru memperberat kondisi yang dialami pasien dan
keluarganya (Waluyo, Nurachmah, &Rosakawati, 2006).

38
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, G., Buttel, J., & Morse, S. (2007). AIDS dan Lentivirus. In Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg. Jakarta: EGC.
CDC. (n.d.). Basic information about HIV and AIDS. Retrieved Agustus 2017,
from http://www.cdc.gov/hiv/topics/basic/
Djoerban, Z., & Djauzi, S. (2009). HIV/AIDS di Indonesia. In A. W. Sudoyo, B.
Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadibrata, & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: FKUI.
Kemenkes RI. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Kemenkes RI. (2012). Petunjuk Teknis Tata laksana Klinis Ko Infeksi TB-HIV.
Jakarta.
Kemenkes RI. (2012). Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-infeksi TB-HIV.
Kemenkes RI. (2011). Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia.
Permitasari, D. A. (2012). Faktor resiko Terjadinya Koinfeksi Tuberkulosis pada
Pasien HIV/AIDS di RSUP DR. Kariadi Semarang.
UNICEF. (n.d.). unicef. Retrieved Agustus 2017, from
https://www.unicef.org/indonesia/id/HIV-AIDSbooklet_part1.pdf
Waluyo, A., Nurachmah, E., & Rosakawati. (2006). Presepsi Pasien dengan
HIV/AIDS dan Keluarganya Tentang HIV/AIDS dan Stigma Masyarakat
Terhadap Pasien HIV/AIDS. Jurnal Keperaawatan Indonesia Vol.10,
No.2.

39
LAMPIRAN

40

Anda mungkin juga menyukai