ABORTUS INKOMPLIT
Disusun Oleh:
Pembimbing :
i
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS
Identitas pasien
Nama : Ny. H
Usia : 38 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Sanga-sanga
Masuk Rumah Sakit : pada tanggal 3 November 2020, pukul 13.50 WITA
Keluhan Utama
Nyeri perut bagian bawah
3
Riwayat Haid
Umur Menarche : 13 tahun
Lama : 6 hari
Banyak darah : 4-5 kali ganti pembalut dalam sehari
Riwayat Perkawinan
Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali dengan suami yang sekarang. Usia pernikahan 22 tahun.
Kontrasepsi
Pasien pernah menggunakan alat kontrasepsi suntik 3 bulan selama 1 tahun di tahun
2019. Sekarang pasien tidak sedang menggunakan kotrasepsi.
Riwayat Kehamilan
No. Tahun Tempat Usia Kehamilan Jenis Persalinan Penolong Penyulit BB Lahir Keadaan
pervaginam
pervaginam
pervaginam
pervaginam
pervaginam
6. Hamil ini
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital
4
Tekanan darah : 118/70 mmHg
Frekuensi nadi : 80 kali/menit, regular, lemah
Frekuensi nafas : 20 kali/menit, regular
Suhu : 36 oC (per axiller)
Status Generalis
Kepala : normosefali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga/hidung/tenggorokan : tidak ditemukan kelainan
Thorax :
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS 5 MCL sinistra
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : S1S2 tunggal regular, mumur (-), gallop (-)
Paru :
Inspeksi : dinding thoraks simetris, seirama gerakan nafas
Palpasi : fremitus suara dekstra = sinistra
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : dinding abdomen cembung, luka bekas operasi (-)
Palpasi : soefl, organomegali (-), nyeri tekan (+) supra pubik,
tinggi fundus uteri tidak teraba, massa (-)
Perkusi : timpani, asites (-)
Auskultasi : bising usus (+), metallic sound (-)
Ekstremitas :
Atas : akral dingin, edema (-/-)
Bawah : akral dingin, pitting edema (-/-)
Status Ginekologi
5
Inspeksi : vulva/uretra tenang, tak tampak tanda peradangan, tak tampak
benjolan,
discharge (-)
Inspekulo : portio utuh, OUE terbuka, darah (+) dari OUE tidak aktif, discharge
(-)
VT : tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 3-11-2020
o Darah lengkap :
Leukosit : 8.400/uL
Trombosit : 246.000/uL
Hemoglobin : 13,3 g/dL
Hematokrit : 39 %
o Kimia Klinik :
GDS : 106 mg/dL
o Imuno-Serologi :
AbHIV : Non Reaktif
HbsAg : Non Reaktif
SARS CoV-2 IgM antibody rapid : Non Reaktif
SARS CoV-2 IgG antibody rapid : Non Reaktif
o Urinalisa
Berat Jenis : 1.010
Nitrit :-
Warna : Kuning
Kejernihan : Agak Jernih
Ph : 5.0
Protein :-
Darah : + 3 Positif
Bilirubin :-
Urobilinogen : + 2 Positif
6
o Sedimen
Sel Epitel :+
Leukosit : 10-15 lpb
Eritrosit : 5-7/lpb
Silinder :-
Kristal :-
Bakteri :+
B-HCG : + Positif
DIAGNOSIS KERJA
Abortus Inkomplit
TATALAKSANA
- IVFD RL 20 tpm
- Kuretase
4/11/2020 S:-
7
14.00 WITA O : KU baik, kesadaran CM
Observasi TD : 110/70 mmHg N : 82 x/menit
VK RR : 20 x/menit T : 36,2°C
PPV dbn
BAK spontat (+)
A : Post kuretase a/i abortus inkomplit hari-0
P:
Advice dr. SpOG
Aff infus
Pasien boleh pulang
Terapi pulang :
Amoxicilin 500 mg 3x1 po
Asam Mefenamat 500 mg 3x1 po
Laporan Operasi
Tanggal 4-11-2020
Diagnosis Pre Operatif : Abortus Inkomplit
Diagnosis Post Operatif : Abortus Inkomplit
Nama Tindakan : Kuretase
Laporan operasi :
- Anastesi
- Jepit portio dengan tenakulum
- Perdarahan ± 300 cc
- Amoxicilin 500 mg 3x1 po
- Asam Mefenamat 500 mg 3x1 po
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Abortus
2.1.1 Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa
pengeluaran hasil konsepsi. Menurut WHO, abortus didefinisikan sebagai
penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau berat janin
kurang dari 500 gram.
2.1.2 Klasifikasi
Hingga saat ini terdapat berbagai klisifikasi abortus, berikut ini akan
disampaikan dua jenis klasifikasi abortus berdasarkan atas terjadinya/legalitas dan
klinis.
a. Menurut mekanisme terjadinya, abortus dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya, tanpa
provokasi dan intervensi.
2) Abortus buatan/ direncanakan adalah abortus yang terjadi karena
diprovokasi, yang dibedakan atas:
a) Abortus provokatus terapeutikus, yaitu abortus yang dilakukan atas
indikasi medis dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan ibu
dan atau janin.
b) Abortus provokatus kriminalis, yaitu abortus yang dilakukan tanpa
indikasi medis.
b. Menurut klinis:
1) Abortus Iminens
Abortus iminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus
pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih
dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi sevik.
2) Abortus insipiens.
Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri
yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal
ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.
9
Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum
atau dengan cunam ovum disusul dengan kerokan.
3) Abortus Inkomplit
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam
uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan
jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah
menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan pada abortus
inkomplit dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok dan
perdarahan tidak berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.
4) Abortus komplit
Pada abortus komplit semua hasil konsepsi sudah dikerjakan. Pada
penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup dan
uterus sudah banyak mengecil.
5) Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut
6) Abortus infeksiosus
Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia.
Diagnosis ditegakkan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan
tanda infeksi alat genitalia, seperti panas, takikardia, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yang membesar, lembek, serta nyeri
tekan, dan leukositosis.
7) Missed abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu,
tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. 6
2.2.2. Epidemiologi
10
Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian
disebutkan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan
perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. Inisiden abortus spontan secara
umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Lebih dari 80% abortus
terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka tersebut kemudian menurun
secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya. Anomali kromosom menyebabkan
sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada trimester pertama, kemudian
menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan 5-10 % pada trimester ketiga.4
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di
samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Insiden abortus bertambah
pada kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan.5
2.2.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu
tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau
zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga
disebabkan oleh penyakit dari ayahnya.4
1. Faktor Genetik
Lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus spontan terutama abortus
rekuren disebabkan oleh kelainan genetik. Kelainan genetik menjadi penyebab
70% 6 minggu pertama, 50% sebelum 10 minggu, dan 5% setelah 12 minggu.
Kelainan ini dapat disebabkan faktor maternal maupun paternal. Gamet jantan
berkontribusi pada 50% material genomik embrio. Mekanisme yang dapt
berkontribusi menyebabkan kelainan genetik adalah kelainan kromosom
sperma, kondensasi kromatin abnormal, fragmentasi DNA, peningkatan
apoptosis, dan morfologi sperma yang abormal. Sekitar 42% struktur vili
korionik abnormal akibat gangguan genetik.
2. Gangguan plasenta
Mayoritas kasus abortus berkaitan dengan kelainan genetik maupun kelainan
perkembangan plasenta terutama pada vili korionik yang berperan sebagai unit
fungsional plasenta dalam hal transpor oksigen dan nutrisi pada fetus.
Penelitian histologi Haque, et al. pada 128 sisa konsepsi abortus, ditunjukkan
bahwa 97% menunjukkan vili plasenta berkurang, 83% vili mengalami fibrosis
stroma, 75% mengalami degenerasi fibroid, dan 75% mengalami pengurangan
11
pembuluh darah. Inflamasi dan gangguan genetik dapat menyebabkan aktivasi
proliferasi mesenkim dan edema stroma vili. Keadaan ini akan berlanjut
membentuk sisterna dan digantikan dengan jaringan fibroid. Pada abortus,
pendarahan yang merembes melalui desidua akan membentuk lapisan di
sekeliling vili korionik. Kemudian, material pecah dan merangsang degenerasi
fibrinoid.
3. Kelainan uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang
timbul dalam proses perkembangan janin. Cacat uterus akuisita yang berkaitan
dengan abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri. Miomektomi
sering mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada
kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan. Perlekatan intrauteri
(sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering terjadi akibat tindakan kuretase
pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortus atau mungkin pula
akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi
endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan
amenore dan abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat endometrium yang
kurang memadai untuk mendukung implatansi hasil pembuahan.
Inkomptensi serviks adalah ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan
suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun struktur pada serviks.
Inkompetensi serviks biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua
dengan insidensi 0,5-8%. Keadaan ini juga dapat menyebabkan hilangnya
barrier mekanik yang memisahkan kehamilan dari flora bakteri vagina dan
kebanyakan asimptomatik. Serviks merupakan barier mekanik yang
memisahkan kehamilan dari flora bakteri vagina.
4. Kelainan endokrin
a. Defek Fase Luteal dan Defisiensi Progesteron
Defek fase luteal disebut juga defisiensi progesteron merupakan suatu keadaan
dimana korpus luteum mengalami kerusakan sehingga produksi progesteron
tidak cukup dan mengakibatkan kurang berkembangnya dinding endometrium.
b. Sindrom ovarium polikistik, hipersekresi LH, dan hiperandrogenemia
Sindrom ovarium polikistik terkait dengan infertilitas dan abortus. Dua
mekanisme yang mungkin menyebabkan hal tersebut terjadi adalah
12
peningkatan hormon LH dan efek langsung hiperinsulinemia terhadap fungsi
ovarium.
c. Faktor Endokrin Sistemik seperti DM atau hipotiroid.
d. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus
luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden abortus.
Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon
tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan
dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.
5. Kelainan Imunologi
Sekitar 15% dari 1000 wanita dengan abortus habitualis memiliki faktor
autoimun. Faktor autoimun misal SLE, APS, antikoagulan lupus, antibodi
antikardiolipin. Insidensi berkisar 1-5% tetapi risikonya mencapai 70%. Selain
itu, faktor alloimun dapat mempengaruhi melalui HLA. Bila kadar atau
reseptor leptin menurun, terjadi aktivasi sitrokin proinflamasi, dan terjadi
peningkatan risiko abortus. Mekanismenya berhubungan dengan timbal balik
aktif reseptor di vili dan ekstravili tropoblas.
6. Infeksi
Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia, tetapi hal
ini tidak umum terjadi. Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia
trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes
simpleks, sitomegalovirus, Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai
penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan abortus.
Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum dari 4 traktus
genetalia sebagaian wanita yang mengalami abortus telah menghasilkan
hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang menyangkut
traktus genetalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua organisme tersebut,
Ureaplasma Urealyticum merupakan penyebab utama.
7. Penyakit kronik
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu
misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan
abortus. Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20
minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan
prematur. Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus.
13
8. Trauma
Sekitar 7% wanita mengalami trauma selama kehamilan tetapi banyak kasus
yang tidak dilaporkan. Pada umumnya, mekanisme trauma yang paling banyak
adalah jatuh sendiri dan kesengajaan. Keadaan ini akan menyebabkan abrupsio
plasenta, pendarahan fetomaternal, rupture uteri, trauma janin langsung.
14
c. Kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan tetapi
pada wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi setiap hari
menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi.
d. Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan tetapi,
jumlah dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui
secara pasti.
e. Alat kontrasepsi dalam rahim yang gagal mencegah kehamilan menyebabkan
risiko abortus, khususnya abortus septik meningkat.
2.2.5. Patogenesis
Proses abortus inkomplit dapat berlangsung secara spontan maupun sebagai
komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Proses terjadinya
berawal dari pendarahan pada desidua basalis yang menyebabkan nekrosis jaringan
diatasnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas dari dinding
uterus. Hasil konsepsi yang terlepas menjadi benda asing terhadap uterus sehingga
akan dikeluarkan langsung atau bertahan beberapa waktu.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi korialies belum menembus desidua secara mendalam. Pada
kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih
dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu umumnya
yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul kemudian
oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk.
15
hipovolemik berat.
2.2.7. Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis melalui
anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan kemungkinan
diagnosis banding lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan abdomen,
inspikulo dan vaginal toucher. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit
dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah. Pemeriksaan penunjang
berupa USG akan menunjukkan adanya sisa jaringan.
Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti yang terlihat pada
kehamilan ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum
akan memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertai dengan keluarnya
jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Bimanual palpasi untuk
menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan
evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase
uterus juga penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai.
16
t dari uterus pada - Dilatasi serviks (+) - USG : terdapat sisa
kehamilan - teraba jaringan dari hasil konsepsi (+)
sebelum 20 cavum uteri atau
minggu masih menonjol
- nyeri perut ringan pada osteum uteri
- keluar jaringan eksternum
sebagian (+)
Abortus - perdarahan (-) - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
komplit - nyeri perut (-) umur kehamilan masih positif
- keluar jaringan - Dilatasi serviks (-) bila terjadi 7-10 hari
(+) setelah abortus.
USG : sisa hasil
konsepsi (-)
Missed - perdarahan (-) - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
abortion - nyeri perut (-) umur kehamilan negatif setelah 1
- biasanya tidak - Dilatasi serviks (-) minggu dari
merasakan terhentinya
keluhan apapun pertumbuhan
kecuali kehamilan.
merasakan - USG : gestasional
pertumbuhan sac (+), fetal plate
kehamilannya (+), fetal
tidak seperti yang movement (-), fetal
diharapkan. Bila heart movement (-)
kehamilannya >
14 minggu
sampai 20
minggu penderita
merasakan
rahimnya
semakin
mengecil, tanda-
tanda kehamilan
sekunder pada
payudara mulai
menghilang.
Mola - Tanda kehamilan - TFU lebih dari - tes kehamilan urin
hidatidos (+) umur kehamilan masih positif
a - Terdapat banyak - Terdapat banyak (Kadar HCG lebih
atau sedikit atau sedikit dari 100,000
gelembung mola gelembung mola mIU/mL)
- Perdarahan - DJJ (-) - USG : adanya
banyak / sedikit pola badai salju
- Nyeri perut (+) (Snowstorm).
ringan
- Mual - muntah
(+)
Blighted - Perdarahan - TFU kurang dari - tes kehamilan urin
ovum berupa flek-flek usia kehamilan positif
- Nyeri perut - OUE menutup - USG : gestasional
17
ringan sac (+), namun
- Tanda kehamilan kosong (tidak terisi
(+) janin).
KET - Nyeri abdomen - Nyeri abdomen (+) - Lab darah : Hb
(+) - Tanda-tanda syok rendah, eritrosit
- Tanda kehamilan (+/-) : hipotensi, dapat meningkat,
(+) pucat, ekstremitas leukosit dapat
- Perdarahan dingin. meningkat.
pervaginam (+/-) - Tanda-tanda akut - Tes kehamilan
abdomen (+) : positif
perut tegang - USG : gestasional
bagian bawah, sac diluar cavum
nyeri tekan dan uteri.
nyeri lepas
dinding abdomen.
- Rasa nyeri pada
pergerakan
servik.
- Uterus dapat teraba
agak membesar
dan teraba
benjolan
disamping uterus
yang batasnya
sukar ditentukan.
- Cavum douglas
menonjol berisi
darah dan nyeri
bila diraba
2.2.9. Penatalaksanaan
Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa
apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan dapat
dilakukan dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara kuretase maupun aspirasi
vakum. Induksi abortus dengan tindakan medis menggunakan preparat antara lain :
oksitosin intravenus, larutan hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20% atau
urea 30%, prostaglandin E2, F2a dan analog prostaglandin yang dapat berupa injeksi
intraamnion, injeksi ekstraokuler, insersi vagina, injeksi parenteral maupun per oral,
antiprogesteron - RU 486 (mefepriston), atau berbagai kombinasi tindakan tersebut
diatas.
18
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan
kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang
tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari
ostium eksterna yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep
cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus,
induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut
diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut. Perdarahan pada abortus
inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang berakibat fatal. Evakuasi
jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan perdarahan dilakukan dengan cara:
1. Evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengeluarkan
hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri ergometrin
0,2 mg intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.
2. Evakuasi hasil konsepsi dengan:
· Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih.
Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak
tersedia.
· Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg intramuskular
(diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat
diulangi setelah 4 jam jika perlu).
2.2.10. Prognosis
Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi
memberikan prognosis yang baik terhadap ibu.
BAB IV
PEMBAHASAN
19
Teori Kasus
Gejala umum yang merupakan keluhan utama - Nyeri perut
berupa : - Keluar darah pervaginam
- perdarahan pervaginam derajat sedang berwarna merah kehitaman
sampai berat dan bergumpal-gumpal
- disertai dengan kram pada perut bagian kurang lebih 5 kali ganti
bawah, bahkan sampai ke punggung. pembalut /hari
- Janin kemungkinan sudah keluar - Pasien juga mengeluh mules.
bersama-sama plasenta pada abortus
yang terjadi sebelum minggu ke-10,
tetapi sesudah usia kehamilan 10
minggu, pengeluaran janin dan plasenta
akan terpisah
Pemeriksaan VT :
teraba jaringan dari cavum uteri atau masih
menonjol pada osteum uteri eksternum
Pemeriksaan Penunjang : USG
Diagnosis dapat ditegakkan dengan bantuan Gambaran sisa kehamilan di cavum uteri
20
beberapa pemeriksaan penunjang sebagai (+)
berikut:
• USG
Penatalaksanaan : Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan abortus spontan dapat - Kuretase
dilakukan dengan menggunakan teknik
pembedahan maupun medis.
BAB V
PENUTUP
21
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus.
Diagnosis abortus inkomplit ditegakan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang (usg). Adapun gejala klinis yang dijumpai adalah
perdarahan pervaginam derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada perut
bagian bawah, bahkan sampai ke punggung.
Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal terletak secara longgar
dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium eksterna yang sudah terbuka
dengan memakai forsep ovum atau forsep cincin. Bila plasenta seluruhnya atau
sebagian tetap tertinggal di dalam uterus, induksi medis ataupun tindakan kuretase
untuk mengevakuasi jaringan tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya
perdarahan lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
22
1. Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam :
Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Hmu Kebidanan.Edisi
5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2002 : hal.302 - 312
.2. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap LC,
Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA : The McGraw-Hills
Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.
3. Pedoman Diagnosis – Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS Sanglah
Denpasar. 2003
4. Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA:McGraw-
Hill Companies, 2003 : p. 45 – 55
5. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et all.
Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 - 9.
6. Mansjoer, A. Dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 270-273.
7. Saifudin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2002.
8. Wiknjosastro GH, Saifflidin AB, Rachimadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo, 2000.
9. Tien JC & Tan TYT. Non surgical intervensions for threatened and recurrent
miscarriages. Singapore Med J, 2007; 48(12): 1074.
23
Aiken, C., Mehasseb, M., & Konje, J. (2012). Placental Abnormalities. In C. B-
Lynch, A Textbook of Pospartum Hemorrhage A Comprehensive Textbook of
Postpartum Hemorrhage (pp. 8:66-68, 10:90-91, 24:203-207, 31:296-297).
Singapore: Sapiens Publishing.
Benson , R., & Pernoll, M. (2008). Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. New York:
EGC.
Cunningham , F., Gant, N., Leveno , K., Gillstrap, I. L., Hauth, J., & Wenstrom , K.
(2005). Obstetri William (Vol. 21). Jakarta : EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Buku Acuan Pelayanan obstetri
M=Emergensi Dasar. Jakarta.
Educator, M. (2012). Retained Placenta Management. Retrieved from National
Women's Health Clinical Guidiline :
http://nationalwomenshealth.adhb.govt.nz/Portals/0/Documents/Policies/
Retained%20Placenta%20Management_.pdf
Fraser, D., & Cooper, M. (2009). Myles Buku Ajar Bidan (14 ed.). Jakarta: EGC.
Gondo , H. (2010). Penanangan Perdarahan Post Partum (Haemorhagi Post
Partum, HPP). Surabaya: Universitas Wijaya Kusuma.
Hanifah, W. (2007). In S. Prawirohardjo , Ilmu Bedah Kebidanan Edisi Pertama
Cetakan Ketujuh. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Jevuska. (2013). Patofisiologi Retensio Plasenta. Retrieved Desember 2016, 2016,
from Jevuska: https://www.jevuska.com/2011/09/10/patofisiologi-retensio-
plasenta/
JNPK-KR. (2008). Kala Tiga dan Empat Persalinan. In JNPK-KR, Buku Acuan
Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR.
Karkata, M. (2014). Perdarahan Pascapersalinan . In S. Prawirohardjo, Ilmu
Kebidanan. Jakarta
24
Owolabi, A., Dare, F., Fasubaa, O., Ogunlola , I., Kuti, O., & Bisiriyu, L. (2008).
Risk Factor for Retained Placenta in Southwestern Nigeria. Singapore
Medical Journal.
Oxorn, H., & Forte, W. (2010). Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta: Andi .
Prabowo , E. (2012). Retensio Plasenta. Retrieved Desember 18, 2016, from
http://samoke2012.files.wordpress.com/2012/10/retensio-plasenta.pdf
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan (Vol. 4). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwwono Prawirohardjo.
Rahmawati, E. (2011). Ilmu Praktis Kebidanan. Surabaya: Victory Inti Cipta.
Riyanto. (2015). Faktor Risiko Kejadian Retensio Plasenta Pada Ibu Bersalin di
RSUD Dr. Bob Bazar, SKM Kalianda. Jurnal Kesehatan Metro Sari Wawai
Volume VII.
Rohani , Sasmita, R., & Marisah. (2011). Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan.
Jakarta: Salemba Medika.
Saifuddin, A. (2006). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saleh, H. (2008, January). Placenta Previa and Accreta. Retrieved January 4, 2017,
from GLOWM : The Global Library of Women's Medicine:
https://www.glowm.com/section_view/heading/Placenta%20Previa%20and
%20Accreta/item/121
Sastrawinata , S., Martaadisoebrata, D., & Wirakusumah, F. (2004). Obstetri
Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi (Vol. 2). Jakarta: EGC.
Sofian, A. (2013). Sinopsis Obstetri (3 ed., Vol. 1). Jakarta: EGC.
Syafrudin, Karningsih, & Mardiana. (2011). Untaian Materi Penyuluhan KIA
(Kesehatan Ibu dan Anak). Jakarta: Trans Info Medika.
Tsui, A., Wasserheit, N., & Haaga, J. (1997). Reproductive Health in Developing
Countries: Expanding Dimensions, Building Solutions. Washington D.C:
National Academy Press.
Varney, H., Kriebs, J., & Gegor, C. (2008). Buku Ajar Asuhan Kebidanan (Vol. 1).
Jakarta: E Weeks, A. (2001). The Retained Placenta. US National Library of
Medicine National Institutes of Health .
25
Winkjosastro, H. (2010). Persalinan Preterm. In S. Prawirohardjo, Ilmu Bedah
Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.
26