Anda di halaman 1dari 46

Bagian Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Cedera Kepala Sedang Et Kausa LAPORAN KASUS


Universitas Mulawarman
Epidural Haemorrhagic (EDH)

Oleh:
Fildzah Marsafita A.
NIM. 1610029052
PEMBIMBING:
DR. DR. ARIE IBRAHIM, SP.BS (K)
Pendahuluan
Cedera kepala → salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam
neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya sebagian besar orang muda,
sehat, dan usia produktif. Dibandingkan dengan trauma lainnya, persentase cedera kepala adalah
yang tertinggi, yaitu sekitar lebih atau sama dengan 80%

Rata-rata 1.400.000 orang mengalami Cedera Kepala setiap tahun di Amerika Serikat, dimana
50.000 orang meninggal dan 235.000 orang dirawat di rumah sakit.
Tahun 2005 dan 2006 di RSCM, FKUI mencatat sebanyak 1426 kasus.
Penelitian di RS Hasan Sadikin Bandung tahun 2011,sebanyak 2.509

Penegakan diagnosis, penanganan yang cepat dan tepat dapat membantu mengurangi risiko
jangka panjang seperti gangguan neuropsikologis, kecacatan, sampai kematian.

(PERDOSSI, 2006; Satyanegara, 2014; Nicholl. 2009 ).


Laporan Kasus
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : RYP
Umur : 18 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jalan, Gerilya gg. Rukun Makmur RT.58 No.101, Samarinda
Status perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Ruangan : ICU
Keluhan utama
Penurunan kesadaran
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak  2 jam SMRS. Pasien mengalami kecelakaan
lalu lintas 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut ibu pasien, pasien naik sepeda lalu
ditabrak oleh motor saat membuang sampah dan kepala terbentur di aspal. Pasien sempat
pingsan dan dibawa ke klinik dekat rumah. Sampai di klinik pasien sadar, dan ingin dirujuk ke
IGD AWS tetapi pasien tidak memiliki dana dan jaminan. Sehingga pasien sempat dipulangkan
kerumah. Menurut ibu pasien, pasien dirumah hanya tiduran dan tidak nafsu makan, pasien
mengeluhkan nyeri kepala. Keesokan harinya, pasien muntah dan mengeluarkan darah dari
hidung kemudian pasien pingsan kembali dan dibawa ke IGD RS AWS. Keluhan lain seperti
kejang tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
 
Riwayat Keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayatasma : disangkal
 
 
◦ 
 
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS : E2 V2 M5
Vital sign
Tekanandarah :120/70 mmHg
Nadi : 143 x/menit, regular, kuat angkat
Respirasi : 30 x/menit
Suhu : 36,7oC
Pemeriksaan Fisik
Thorax
Kepala/leher Pulmo:
Kepala Inspeksi : bentuk simetris, gerakan simetris, menggunakan otot bantu
Cephalhematom (+) regio frontalis dextra pernapasan, retraksi ICS (-).
Mata Palpasi : fremitus raba dekstra sama dengan sinistra.
Perkusi : sonor (+/+).
Palpebra edema (-/-), brill hematoma (-/-), konjungtiva
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (-/-).
anemis (-/-), sclera ikterus (-/-), pupil isokor, diameter Cor:
2mm/2mm, refleks cahaya (+/+). Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Hidung Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5 mid klavikula line sinistra, thrill (-).
Septum deviasi (-), sekret (-), nafas cuping hidung (-). Perkusi : Kanan : ICS III parasternal line dekstra.
Kiri : ICS V anterior axilla line sinistra.
Telinga
Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-), gallop S3 (-).
Bentuk normal, lubang telinga normal, sekret (-),  
proc. Mastoideus nyeri (-/-), Battle’s sign (-/-). Abdomen
 Leher Inspeksi : jejas (-), simetris,massa (-), sikatrik (-)
Auskultasi : peristaltik (normal)
Kelenjar limfe membesar (-), trakea di tengah, deviasi (-),
Perkusi : timpani
terpasang traceostomy (+), tiroid membesar (-), Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar, lien, dan ginjal tidak
vertebrae cervical edema (-), hematom (-), krepitasi (-). Teraba
Ekstremitas atas Pemeriksaan Status Neurologis

Kanan : jejas (+), hematome (-), deformitas (-), Pemeriksaan Nervus Cranialis

edema (-), akral hangat (+) Nervus kranialis I : Sulit dievaluasi

Kiri : jejas (-), hematome (-), deformitas (-), Nervus kranialis II: Sulit dievaluasi

edema (-), akral hangat (+) Nervus kranialis III, IV, VI : Posisi bola mata tepat
ditengah, refleks cahaya langsung +/+, pupil isokor dengan
Ekstremitas bawah : diameter 3mm/3 mm, bentuk bulat.
Kanan : jejas (-), hematome (-), deformitas (-), Nervus kranialis V : Refleks kornea (+)
edema (-), akral hangat (+). Nervus kranialis VII : Tidak dapat dievaluasi
Kiri : jejas (-), hematome (-), deformitas (-), Nervus kranialis VIII : Sulit dievaluasi
edema (-), akral hangat (+). Nervus kranialis IX : Sulit dievaluasi
Nervus kranialis X: Sulit dievaluasi
Nervus kranialis XI : Tidak dapat dievaluasi
Nervus kranialis XII : Tidak dapat dievaluasi
Pemeriksaan Sensorik
Pemeriksaan sensorik sukar dilakukan karena pasien gelisah.
 
Pemeriksaan Motorik
Superior Inferior

Motorik
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra

Pergerakan aktif Aktif aktif Aktif

Kekuatan sde sde sde Sde


Diagnosis Kerja Sementara
Cedera Kepala Sedang (CKS)
 
2.4 Planing Diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap.
Pemeriksaan GDS.
Pemeriksaan Elektrolit Serum.
Pemeriksaan Imaging
CT-Scan Kepala
Rontgen Thorax
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
WBC 18,78 /mm3 4,80 -10,80
RBC 5,95 103/mm3 4,70-6,10
HGB 16,2 g/dl 14.0-18.0
HCT 42,2 % 35,0-50,0
PLT 357 103/mm3 150-450
MCV 81,7 um3 81,0-99,0
MCH 27,2 pg 27,0-31,0
MCHC 33,4 g/dl 33,0-37,0
% LYM 12 % 19,0-48,0
%MON 10 % 3,0-9,0
# LYM 2,19 103/mm3 1,0-3,7
#MON 1,82 103/mm3 0,16-1,0
KIMIA KLINIK
GDS 127 mg/dL 70-140
Ureum 29,3 mg/dL 19,3-49,2
Creatinin 1,0 mg/dL 0,7-1,3
Natrium 143 mmol/L 135-155
Kalium 5,2 mmol/L 3,6-5,5
Chloride 106 mmol/L 98-108
CT-Scan
Kesan : EDH di region frontalis dextra
dengan volume sekitar 25cc
Diagnosis Definitif
Cedera Kepala Sedang (CKS) ec. Epidural Hematoma regio frontal dextra.
2.7 Tatalaksana
Tatalaksana Awal di Ruang IGD
Terapi Suportif
◦ Meninggikan kepala pasien (head-up) 30 derajat.
◦ Pemberian O2
 
Terapi Cairan
◦ Infus Futrolit 1.500 ml per 24 jam.
 
Terapi Medikamentosa
◦ Injeksi Ceftriaxone 1 gr per 12 jam IV
◦ Injeksi Ranitidine 50 mg per 12 jam IV
◦ Injeksi Santagesic 1 gr per 12 jam IV
 
Terapi Operatif
- Craniotomy dan Trakeostomi
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
Anatomi
Anatomi
Definisi
Cedera kepala : trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung / tidak langsung →
gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer
maupun permanen.
Fisiologis Cedera Kepala
a. Tekanan Intra Kranial
b. Hukum Monroe-Kellie
c. Tekanan perfusi otak
Patofiologi Cedera Kepala
• Benturan langsung kepala dengan suatu benda
Primer keras maupun oleh akselarasi deselarasi
gerakan kepala → coup & contrecoup

• cedera yang terjadi akibat berbagai


Sekunder proses patologis yang timbul sebagai tahap
lanjutan dari kerusakan otak primer
Klasifikasi Cedera Kepala
1. Beratnya Cedera Kepala
Klasifikasi Cedera Kepala
2. Morfologi cedera
a. Fraktur Cranium
Tanda klinis fraktur dasar tengkorak: ekimosis periorbital (raccoon eye sign), ekimosis
retroauikular (battle sign), kebocoran CSS (Rhinorrhea, otorrhea) dan paresis nervusfasialis.

b. Lesi Intracranial
Lesi lokal : epidural hematom (EDH), subdural hematom (SDH), dan kontusio atau intracerebral
hematome (ICH), maupun lesi difus seperti Difuse Axonal Injury (DAI).
Epidural Hematoma
- perdarahan antara tabula interna dan duramater.
- >> Regio temporal atau temporoparietal dan
sering akibat robeknya pembuluh meningeal
media.
- Gejala klasik “lucid interval”
- Gejala lain : nyeri kepala, mual, dan muntah.
Tanda klinis yang dapat muncul berupa
hemiparesis kontralateral disertai midriasis pupil
ipsilateral.
-CT Scan : hiperdens bentuk biconvex,
melekat pada tabula interna dan dapat mendesak
ventrikel ke sisi kontralateral.
Subdural Hematoma
- antara duramater dan arakhnoid.
- akibat robekan dari bridging vein.
- Gejala klinis: biasanya lebih berat daripada EDH,
karena disertai dengan kerusakan parenkim otak,
berupa penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual,
muntah, sampai kejang.
- CT-Scan: gambaran bulan sabit akibat kumpulan
darah yang mengikuti kontur otak dan duramater
dari arah dalam.
Kontusio serebri (20-30% kasus cedera kepala berat) -
>> Regio frontal dan temporal
- Dalam beberapa hari, kontusio akan berubah menjadi
Intracerebral Hemorrhagice (ICH).
- ICH terjadi akibat adanya robekan arteri besar di
permukaan otak.
- Gejala : nyeri kepala, mual, muntah, penurunan
kesadaran, sampai kejang.
- CT-Scan: lesi hiperdens dan terlokalisir di suatu
bagian otak.
Diffuse Brain Injury
Konkusio serebri ditandai : penurunan kesadaran transien, tanpa disertai
gangguan neurologik fokal dan kelainan CT-Scan.
Trauma hipoksik-iskemik serebral dihasilkan oleh hipoksi otak dalam waktu yang
signifikan, misalnya setelah syok maupun kondisi apneu. Pada kondisi ini,
awalnya gambaran CT-Scan akan tampak normal. Seiring dengan berjalannya
waktu, otak akan mengalami edema difus dan batas antara substansia alba-
grisea akan menghilang.
Pemeriksaan Fisik
- Tingkat Kesadaran
- Pemeriksaan Pupil
- Reaksi Motorik
- Pola pernapasan
- Pemeriksaan Cedera di regio lain
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak : bentuk fraktur tulang kepala, adanya benda asing, pneumosefalus
(udara yang masuk ke tongkorak), dan brain shift
2. CT-Scan Kepala: Dapat diperoleh informasi yang lebih jelas tentang lokasi dan adanya
perdarahan intrakranial, edema, kontusi, udara, benda asing intrakranial, serta pergeseran
struktur di dalam rongga tengkorak. Pada trauma kapitis akut yang lebih baik dilakukan CT Scan
dengan gambaran yang lebih tajam untuk menunjukkan perdarahan.
3. MRI memiliki keunggulan untuk melihat perdarahan kronis maupun kerusakan otak yang
kronis. MRI T2 mampu menunjukkan gambaran yang lebih jelas terutama indentifikasi yang
lebih jelas lesi hipodens pada CT Scan atau lesi yang sulit dibedakan densitasnya dengan korteks.
Penanganan awal
a. Primary Survey
Resusitasi kardiopulmonar (Kontrol airway, breathing, circulation)
Pemeriksaan neurologis
Penggunaan agen anestesi, sedatif, serta analgesik
b. Secondary Survey
b. Secondary Survey
b. Secondary Survey
Pemberian cairan standard: Infus Ringer Laktat maupun NaCl 0,9%. Pasien
cedera kepala juga harus dilakukan monitoring natrium serum, untuk mencegah
terjadinya kemungkinan hiponatremia yang dapat memicu semakin parahnya
edema serebri.
Koreksi antikoagulan diperlukan khususnya pada pasien yang menerima terapi
koagulan maupun terapi antiplatelet.
Terapi manitol diindikasikan pada pasien dengan penurunan kesadaran,
hemiparesis, maupun dilatasi pupil dengan kondisi euvolemia. Manitol tidak
diberikan pada pasien hipotensi karena manitol bersifat diuretik osmosis, dapat
memicu perburukan hipotensi dan mengurangi aliran perfusi serebri. Manitol
yang sering digunakan: manitol 20% (20 gram dalam 100 ml) diberikan dengan
dosis 0,25-1 gram/kgBB dalam 5 menit.
Terapi dengan salin hipertonis (3% - 23,4%) dapat digunakan pada pasien
dengan hipotensi, karena salin hipertonis tidak menyebabkan diuresis osmosis.
Prognosis
Apabila penanganan pasien yang mengalami cedera kepala sudah mendapat terapi yang
adekuat, terutama pada anak-anak biasanya memiliki daya pemulihan yang baik. Penderita yang
berusia lanjut biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk pemulihan dari
cedera kepala. Selain itu lokasi terjadinya lesi pada bagian kepala pada saat trauma juga sangat
mempengaruhi kondisi kedepannya bagi penderita.
Trakeostomi
- Trakeostomi : pembuatan lubang di dinding anterior trakea
untuk mempertahankan jalan napas.
- Trakeostomi dapat menyelamatkan jiwa penderita yang
mengalami obstruksi jalan napas di atas trakea dan tidak dapat
diatasi dengan cara lain, misalnya intubasi.
- Trakeostomi juga dilakukan pada penderita yang memerlukan
bantuan pernapasan buatan untuk waktu lama dan yang
memerlukan pertolongan pembersihan jalan nafas secara
memadai.
Indikasi trakeostomi
- Pasien yang memerlukan ventilasi mekanis dalam jangka panjang
- Keganasan kepala dan leher yang akan dilakukan reseksi yang sulit dilakukan
intubasi.
- Trauma maksilofasial disertai dengan risiko sumbatan jalan nafas
- Sumbatan jalan nafas akibat dari trauma, luka bakar atau keduanya
- Gangguan neurologis yang disertai dengan risiko sumbatan jalan nafas
- Cedera kepala dan leher, severe sleep apnea yang tidak dapat dilakukan intubasi.
Beberapa pertimbangan untuk melakukan tindakan trakeostomi: agar sekresi sekret
jauh lebih mudah lewat suatu pipa trakeostomi, dan kemungkinan terjadinya
obstruksi pipa lebih kecil.
PEMBAHASAN
Anamnesis
TEORI KASUS

akibat cedera kepala -Penurunan kesadaran sejak  2 jam SMRS.


Gejala klasik “lucid interval” -Pasien mengalami KLL 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Menurut ibu pasien, pasien naik
Gejala lain : nyeri kepala, mual, dan muntah sepeda lalu ditabrak oleh motor saat membuang
sampah dan kepala terbentur di aspal.
-Pasien sempat pingsan dan dibawa ke klinik
dekat rumah. Sampai di klinik pasien sadar.
- Nyeri kepala, Muntah dan mengeluarkan darah
dari hidung kemudian pasien pingsan kembali
dan dibawa ke IGD RS AWS.
Pemeriksaan Fisik
TEORI KASUS

- Penurunan kesadaran - Tekanan darah :120/70 mmHg, N: 143 x/menit,


regular, kuat angkat, RR: 30 x/menit, T: 36,7oC
- Tanda klinis yang dapat muncul berupa
hemiparesis kontralateral disertai midriasis - Pulmo:
pupil ipsilateral.
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan simetris,
menggunakan otot bantu pernapasan, retraksi ICS (-).
Auskultasi: suara nafas vesikuler, ronkhi (+/+),
wheezing (-/-).
- GCS 9 (E2V2M5).
- ukuran pupil isokor (2mm/2mm), refleks cahaya
(+/+).
Pemeriksaan Fisik
TEORI KASUS

- Penurunan kesadaran - Tekanan darah :120/70 mmHg, N: 143 x/menit,


regular, kuat angkat, RR: 30 x/menit, T: 36,7oC
- Tanda klinis yang dapat muncul berupa
hemiparesis kontralateral disertai midriasis - Pulmo:
pupil ipsilateral.
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan simetris,
menggunakan otot bantu pernapasan, retraksi ICS (-).
Auskultasi: suara nafas vesikuler, ronkhi (+/+),
wheezing (-/-).
- GCS 9 (E2V2M5).
- ukuran pupil isokor (2mm/2mm), refleks cahaya
(+/+).
Pemeriksaan Penunjang
TEORI KASUS

CT Scan : hiperdens bentuk biconvex, CT- Scan :


melekat pada tabula interna dan dapat
mendesak ventrikel ke sisi kontralateral. Tampak lesi hiperdens bikonveks pada regio
frontalis dextra
Midline shift ke sinistra
System ventrikel lateralis dextra menyempit
Kesan : EDH di region frontalis dextra dengan
volume sekitar 25cc.
Penatalaksanaan
TEORI KASUS

a. Primary Survey Terapi Suportif


◦ Meninggikan kepala pasien (head-up) 30 derajat.
b. Algoritma penanganan Cedera Kepala ◦ Pemberian O2
Sedang (GCS 9-12)
Terapi Cairan
- Tindakan operatif ◦ Infus Futrolit 1.500 ml per 24 jam.

Terapi Medikamentosa
◦ Injeksi Ceftriaxone 1 gr per 12 jam IV
◦ Injeksi Ranitidine 50 mg per 12 jam IV
◦ Injeksi Santagesic 1 gr per 12 jam IV

Terapi Operatif
- Craniotomy
Kesimpulan
Pasien Tn. R berusia 18 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran, mual, muntah, dan
nyeri kepala sejak 1 hari sebelum MRS akibat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan pasien
mengalami benturan pada kepala. Pemeriksaan fisik ditemukan adanya penurunan GCS menjadi
E2V2M5. Pada pemeriksaan penunjang CT-Scan kepala ditemukan adanya lesi hiperdens
berbentuk bikonveks berbatas tegas pada regio frontalis dekstra dengan volume 25 ml. Pasien
didiagnosis dengan Cedera Kepala Sedang Et Kausa Epidurall Hemorrhagic (EDH). Pasien
terdapat indikasi untuk dilakukan tindakan operatif.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai