Anda di halaman 1dari 49

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2022


UNIVERSITAS HALU OLEO

TUMOR INTRAKRANIAL

Oleh :
Ahmad Yarid Pujianto, S.Ked (K1A1 14 004)
Raynhard Bonaventura Fandres, S.Ked (K1A1 15 109)

Pembimbing:
dr. Rosmaladewi, M.Kes,Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Tumor Intrakranial


Nama : 1. Ahmad Yarid Pujianto, S.Ked (K1A1 14 004)
2. Raynhard Bonaventura Fandres, S.Ked (K1A1 15 109)
Program studi : Profesi Dokter
Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan pembacaan kasus besar dalam rangka kepaniteraan


klinik pada bagian ilmu penyakit saraf Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo
pada Juni 2022.

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Rosmaladewi, M.Kes, Sp.S

2
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 62 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kelurahan Amamosu
Tanggal masuk : 27 Juni 2022
No RM : 15xxxx
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Kelemahan separuh badan
Anamnesis terpimpin :
Pasien perempuan umur 62 tahun rujukan dari puskesmas datang ke IGD RS
SMS BERJAYA dengan keluhan kelemahan separuh badan sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, yang diawali dengan rasa keram kurang lebih 2 minggu yang
lalu, pasien juga mengeluhkan nyeri kepala sejak kurang lebih 3 bulan dan
memberat 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lain riwayat penurunan
kesadaran (+), mual (-), muntah (2x), sesak nafas (-), nyeri uluhati (-), demam (-),
BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat pengobatan pasien meminum obat bodrex 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Riwayat penyakit hipertensi(-), riwayat penyakit stroke sebelumnya
(-), riwayat penyakit DM (-), riwayat penyakit jantung (-), tuberkulosis (-),
peningkatan kadar kolesterol (-). Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga(-).
Kebiasaan Merokok (-), Kebiasaan minum minuman beralkohol (-), kebiasaan
olahraga (-).

C. PEMERIKSAAN FISIS

3
Pemeriksaan Umum
Kesan : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tensi : 100/60 mmHg
Nadi : 85x/m
Pernapasan : 24x/m
Suhu : 36.6ºC
Ikterus :-/-
Sianosis :-/-
Anemis :-/-
Gizi : Overweight (IMT = 23,80 cm)
Thoraks
1. Paru
 Inspeksi : normochest, pelebaran sela iga (-), angulus costae <900,
pergerakan dada kiri dan kanan simetris, retraksi dinding (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), krepitasi (-)
 Perkusi : sonor kiri=kanan, batas jantng-hepar = ICS VI
 Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonchi -/-
2. Jantung
 Inspeksi : IC tidak tampak
 Palpasi : IC tidak teraba
 Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis D. Batas
jantung kiri : ICS V midclavicularis S
 Auskultasi : BJ I/II murni regular, Murmur (-), S3 Gallop (-)
Pemeriksaan Psikiatris
 Emosi dan efek : baik
 Penyerapan : baik
 Proses berfikir : baik

4
 Kemauan : baik
 Kecerdasan : baik
 Psikomotor : baik
Status neurologi
GCS : E4M6V5
1. Kepala
Posisi : Di tengah
Bentuk/ukuran : Normocephal
Penonjolan : (-)
2. Saraf Cranialis
N.1
Penghidu : Normosmia
N.II : OS OD
Ketajaman penglihatan : Normal Normal
Lapangan penglihatan : Normal Normal
Funduskopi : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III, IV, VI
D S
- Celah kelopak mata
Ptosis : (-) (-)
Eksofthalmus : (-) (-)
 Ptosis bola mata (-) (-)
 Pupil
Bentuk/ukuran : 2,5 mm/bulat 2,5 mm/bulat
Isokor/unisokor : Isokor Isokor
RCL/RCTL : (+) (+)
Refleks Akomodasi: Normal Normal
Gerakan Bola Mata

5
Parese Ke arah : (mata kanan : dbn) (mata kiri : dbn)
Nistagmus : (-) (-)
N.V
Sensibilitas : N.V1 : Normal
N.V2 : Normal
N.V3 : Normal
Motorik : Inspeksi/ palpasi : Normal
Istrahat/menggigit : Normal
Refleks Dagu/Masseter : Normal
Refleks Kornea : Normal
N. VII
Motorik : M.Frontaslis M.Orbikulari okuli M.Orbikularis Oris
Istrahat : Baik Baik Baik
Mimik : Baik Baik Pipi kiri tertinggal
Pengecap 2/3 lidah bagian depan : Tidak dilakukan pemerikasaan
N. VIII
Pendengaran : kanan normal/ kiri normal
Tes Rinne/Weber : tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi Vestibularis : tidak dilakukan pemeriksaan
N. IX dan X
Refleks telan muntah :Tidak dilakukan pemeriksaan
Pengecap 1/3 lidah bagian belakang :Tidak dilakukan pemeriksan
Suara : Normal
Takikardi/bradikardi : Normal

6
N.XI
Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan: Normal
Angkat Bahu: kanan lebih kuat dari pada kiri
N. XII
Deviasi Lidah : tidak ada
Fasoiculasi : tidak ada
Atrofi : tidak ada
Tremor : tidak ada
Ataxia : tidak ada
3. Leher
Tanda-tanda perangsangan selaput otak : Kaku kuduk : (-)
Kernig’s sign: (-)
Kelenjar lymphe : pembesaran (-)
Arteri karotis : Palpasi (+), Auskultasi : bruit (-)
Kelenjar gondok : pembesaran (-)
4. Abdomen
Refleks kulit dinding perut :
N N -
N N -
N N -
5. Kolumna vertebralis
Inspeksi : Normal
Palpasi : Normal
Perkusi : Normal
Pergerakan : Normal

7
6. Ekstremitas:
Superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Pergerakan Normal Menurun Normal Menurun
Kekuatan 5 2 5 2
Tonus Normal Menurun Normal Menurun
Bentuk otot Normal Normal Normal Normal
Refleks fisiologis
Superior Inferior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra


Biceps N Menurun Patella N Menurun

Triceps N Menurun Achilles N Menurun

Radius N Menurun

Ulna N Menurun

Klonus
Lutut : Normal
Kaki : Normal
Refleks patologik
 Hoffmann : -/+
 babinski : -/-
 Tromner : -/+
 Chadock : -/-
 Gordon : -/-
 Schaefer : -/-
 Openheim : -/-
Sensibilitas

8
Ekstroseptif : nyeri : normal
Suhu : tidak dilakukan
Rasa raba halus : normal
Proprioseptif : rasa sikap : normal
Rasa nyeri dalam : normal
Fungsi kortikal: rasa diskriminasi : normal
Stereognosia : normal
Pergerakan abnormal spontan : (-)
Gangguan koordinasi :
 Tes jari hidung : +/sulit dinilai
 Tes tumit : +/sulit dinilai
 Tes pronasi-supinasi : +/sulit dinilai
 Tes pegang jari : +/sulit dinilai
Gangguan keseimbangan :
 Tes romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Gait : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan fungsi luhur
 Reaksi emosi : baik
 Fungsi bicara : baik
 Intelegensia : baik
Fungsi psikomotorik (praksia) : Tidak dilakukan pemeriksaan

9
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah rutin (04 Juli 2022)
Parameter Hasil Unit Nilai rujukan
Leukosit 19,22 mg/dl 4,0-10,0
Eritrosit 4,31 mg/dl 3,5 – 5,50
Hb 12,4 mg/dl 11-15
Hematokrit 34,1 mg/dl 36-48
Platelet 164 mg/dl 150-400

2. Kimia darah (27 Juni 2022)


Parameter Hasil Unit Nilai rujukan
GDS 94 mg/dl <140

E. DIAGNOSIS KERJA
 Klinis : Hemiparese sinistra + Sefalgia + Kesadaran menurun
 Topis : Hemisfer Cerebri Dextra
 Etiologi : Susp. Tumor Intakranial
F. DIAGNOSIS BANDING
 Hemorrhagic stroke

G. RENCANA PEMERSIKSAAN
 CT Scan, MRI
 EKG
 Cek Profil Lipid

10
H. TERAPI
1. Non Medikamentosa :

a. Head Up 20˚-30˚

b. Kontrol vital sign dan neurologis

c. Setelah vital sign stabil, mobilisasi dan rehabilitasi medika

d. Edukasi

e. Fisioterapi

2. Medikamentosa:

a. IVFD Nacl 0,9 % 16 tetes per menit

b. Dexametasone 2 Amp bolus, dilanjutkan 1 Amp / 6 Jam ( Tapering off )

c. Omeprazole 1 Amp / 24 Jam

d. Injeksi Citicoline ampul 250 mg/12 jam/ IV

I. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

11
FOLLOW UP
Hari/
Perjalanan penyakit Planning
Tanggal
S : T:
O : Kesadaran menurun - IVFD Nacl 16 tpm
GCS : E1M4V3 - Omeprazole 1 amp /
TD : 110/74 mmHg 24 jam / iv
N : 54x/menit, reguler, tidak kuat
- Dexametasone 2
angkat
P : 24 x/menit, reguler, Amp bolus,
S : 36,5 oC/aksila dilanjutkan 1 Amp / 6
Status Neurologis :
Jam ( Tapering off )
Leher : Kaku kuduk (-)
- Citicoline 250 mg/12
Ekstremitas
jam/iv
5 2
K:
5 2 - Ceftriaxone 1 gr / 12
normal menurun
T: jam / iv
27/06/2022 normal menurun

normal menurun
P:
normal menurun

normal normal
Bentuk otot:
normal normal

Refleks Fisiologis
Biceps : normal menurun
Triceps : normal menurun
Patella : normal menurun
Achilles: normal menurun

Refleks Patologis :
Hoffmann : -/-
Tromner : -/-

A : Susp. Tumor Intrakranial


28/06/2022 S : kelemahan separuh badan sebelah T:
kiri - IVFD Nacl 16 tpm

12
O : riwayat kesadaran menurun - Omeprazole 1 amp /
GCS : E4M6V5 24 jam / iv
TD : 120/82 mmHg - Dexametasone 2
N :62 x/menit, reguler, kuat angkat Amp bolus,
P :20 x/menit, reguler, dilanjutkan 1 Amp / 6
S :36,2oC/aksila Jam ( Tapering off )
Refleks Patologis : - Citicoline 250 mg/12
Hoffmann : -/+
jam/iv
Tromner : -/+
- Ceftriaxone 1 gr / 12
A : Susp. Tumor Intrakranial
jam / iv

T:
- IVFD Nacl 20 tpm
S : kelemahan separuh badan sebelah - Omeprazole 1 amp /
kiri berkurang 24 jam / iv
O : KU Lemah - Dexametasone 2
GCS : E4M6V5 Amp bolus,
29/06/2022 TD : 111/61 mmHg dilanjutkan 1 Amp / 6
N : 54 x/menit, reguler, kuat angkat Jam ( Tapering off )
P : 20 x/menit, reguler, - Citicoline 250 mg/12
S : 36,4oC/aksila jam/iv
A : Susp. Tumor Intrakranial - Ceftriaxone 1 gr / 12
jam / iv

T:
S : belum BAB 3 hari
- IVFD Nacl 0,9% 20
O : KU Lemah
30/06/2022 tpm
GCS : E4M6V5
- Omeprazole 1 amp /
TD : 110/60mmHg
24 jam / iv

13
- Ceftriaxone 1 gr / 12
jam / iv
- Dexametasone 2
Amp bolus,
dilanjutkan 1 Amp / 6
N : 53 x/menit, reguler, kuat angkat
Jam ( Tapering off )
P :20 x/menit, reguler,
- Neurosanbe 1 amp /
S : 36oC/aksila
24 jam
A : Susp. Tumor Intrakranial
- Citicoline 2x 500 mg/
po

01/07/2022 S : Lemas T:
O : KU Lemah - IVFD Nacl 0,9% 12
GCS : E4M6V5 tpm
TD : 100/60mmHg - Omeprazole 1 amp /
N : 74 x/menit, reguler, kuat angkat 24 jam / iv
P :18 x/menit, reguler, - Ceftriaxone 1 gr / 20
S : 36oC/aksila jam / iv
- Dexametasone 2
A : Susp. Tumor Intrakranial Amp bolus,
dilanjutkan 1 Amp / 6
Jam ( Tapering off )
- Neurosanbe 1 amp /
24 jam
- Citicoline 2x 500 mg/
po

14
T:
- IVFD Nacl 0,9% 20
tpm
- Omeprazole 1 amp /
S : Lemah pada badan sebelah kiri 24 jam / iv
O : KU Lemah - Ceftriaxone 1 gr / 12
GCS : E4M6V5 jam / iv
TD : 88/52mmHg - Dexametasone 2
02/07/2022
N : 63 x/menit, reguler, kuat angkat Amp bolus,
P :20 x/menit, reguler, dilanjutkan 1 Amp / 6
S : 36oC/aksila Jam ( Tapering off )
A : Susp. Tumor Intrakranial - Neurosanbe 1 amp /
24 jam
- Citicoline 2x 500 mg/
po

03/07/2022 S : Lemah pada badan sebelah kiri T:


O : KU Lemah - IVFD Nacl 0,9% 20
GCS : E4M6V5 tpm
TD : 105/74 mmHg - Omeprazole 1 amp /
N : 50 x/menit, reguler, kuat angkat 24 jam / iv
P :20 x/menit, reguler, - Ceftriaxone 1 gr / 12
S : 36oC/aksila jam / iv
- Dexametasone 2
A : Susp. Tumor Intrakranial Amp bolus,
dilanjutkan 1 Amp / 6
Jam ( Tapering off )
- Neurosanbe 1 amp /

15
24 jam
- Citicoline 2x 500 mg/
po

S : Lemah pada badan sebelah kiri T:


O : KU Lemah - IVFD Nacl 0,9% 12
GCS : E4M6V5 tpm
TD : 95/60mmHg - Omeprazole 1 amp /
N : 65 x/menit, reguler, kuat angkat 24 jam / iv
P :22 x/menit, reguler, - Ceftriaxone 1 gr / 12
S : 36oC/aksila jam / iv
Status Neurologis : - Dexametasone 2
Leher : Kaku kuduk (-) Amp bolus,
Ekstremitas dilanjutkan 1 Amp / 6
5 2 Jam ( Tapering off )
K:
5 2
normal menurun - Rencana rujuk
04/07/2022 T:
normal menurun kemakassar
normal menurun
P:
normal menurun

normal normal
Bentuk otot:
normal normal

Refleks Fisiologis
Biceps : normal menurun
Triceps : normal menurun
Patella : normal menurun
Achilles: normal menurun

Refleks Patologis :
Hoffmann : -/+
Tromner : -/+
A : Susp. Tumor Intrakranial

16
T:
- IVFD Nacl 0,9% 12
tpm
- Omeprazole 1 amp /
S : lemah pada badan sebelah kiri 24 jam / iv
O : KU Lemah - Ceftriaxone 1 gr / 12
GCS : E4M6V5 jam / iv
TD : 90/60mmHg - Dexametasone 2
05/07/2022
N : 60 x/menit, reguler, kuat angkat Amp bolus,
P :20 x/menit, reguler, dilanjutkan 1 Amp / 6
S : 36oC/aksila Jam ( Tapering off )
A : Susp. Tumor Intrakranial - Neurosanbe 1 amp /
24 jam
- Rencana rujuk ke
makassar

06/07/2022 S : lemah pada badan sebelah kiri T:


O : KU Lemah - IVFD Nacl 0,9% 12
GCS : E4M6V5 tpm
TD : 100/60mmHg - Omeprazole 1 amp /
N : 56 x/menit, reguler, kuat angkat 24 jam / iv
P :20 x/menit, reguler, - Ceftriaxone 1 gr / 12
S : 36oC/aksila jam / iv
A : Susp. Tumor Intrakranial - Dexametasone 2
Amp bolus,
dilanjutkan 1 Amp / 6
Jam ( Tapering off )
- Neurosanbe 1 amp /

17
24 jam
- Rencana rujuk ke
makassar

18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tumor otak adalah pertumbuhan se-sel abnormal di dalam atau di sekitar

otak secara tidak wajar dan tidak terkendali. Tumor otak merupakan salah satu

bagian dari tumor pada sistem saraf, disamping tumor spinal dan tumor saraf

19
perifer. Ada beberapa macam jenis tumor otak yang dibedakan ke dalam dua

kelompok berdasarkan perkembangannya, yaitu tumor jinak yang bersifat kanker

dan tumor ganas yang menyebabkan kanker. Tumor yang dimulai dari otak

dikenal dengan istilah tumor primer (benigna), sedangkan yang dimulai dari

bagian lain tubuh dan menyebar hingga ke otak disebut dengan tumor sekunder

atau metastatik. Tumor ganas otak yang paling sering terjadi merupakan

penyebaran dari kanker yang berasal dari bagian tubuh yag lain. Kanker

payudara dan kanker paru- paru, melanoma maligna dan kanker sel darah

(Leukimia dan limfoma) bisa menyebar ke otak. Penyebaran ini bisa terjadi pada

satu area atau beberapa otak yang berbeda.1

B. Anatomi

Otak manusia terdiri atas dua belahan (hemisfer) yang besar, yakni

belahan kiri dan belahan kanan. Beratnya sekitar 1,6 kg pada laki-laki dan 1,45

kg pada perempuan. Otak dapat dibagi ke dalam otak besar (cerebrum), batang

otak (brainstem), dan otak kecil (cerebellum).3

1. Cerebrum

Cerebrum (supratentorial atau otak depan) terdiri dari belahan otak kanan

dan kiri. Permukaan luar serebrum (korteks serebrum) mengandung banyak

badan sel saraf sehingga berwarna abu-abu. Pada bagian dalam (medula) otak

depan terdapat lapisan yang berwarna putih, lapisan ini mengandung dendrit

dan akson. Fungsi dari cerebrum ini meliputi: inisiasi gerakan, koordinasi

20
gerakan, temperatur, sentuhan, penglihatan, pendengaran, penilaian,

penalaran, pemecahan masalah, emosi, dan pembelajaran.3

Otak besar manusia terbagi atas empat lobus (bagian) yaitu lobus frontalis

(bagian depan), lobus temporalis (bagian samping), lobus oksipitalis (bagian

belakang), dan lobus parietalis (bagian antara depan-belakang). Pada bagian

kepala manusia, lobus frontalis berada pada bagian dahi; lobus temporalis

berada pada bagian pelipis; lobus oksipitalis berada pada bagian belakang

kepala; dan lobus parietalis berada pada bagian ubunubun. Otak depan juga

mencakup bagian-bagian yang lain, seperti talamus, hipotalamus, kelenjar

pituitari, dan kelenjar pineal.3

21
Gambar 1. Cerebellum4

2. Cerebellum

Otak kecil (infratentorial atau otak belakang) terletak di bagian belakang

kepala. Fungsinya untuk mengkoordinasi gerakan otot sukarela dan untuk

mempertahankan postur tubuh, keseimbangan, dan equilibrium.3

Gambar 2. Cerebellum4

3. Brainstem

Batang otak (garis tengah atau bagian tengah otak) termasuk otak tengah,

pons, dan medulla. Fungsi daerah ini meliputi: pergerakan mata dan mulut,

penyampaian pesan sensorik (panas, nyeri, keras, dll), rasa lapar, respirasi,

22
kesadaran, fungsi jantung, suhu tubuh, gerakan otot tak sadar, bersin, batuk,

muntah, dan menelan.

Gambar 3. Brainstem4

C. Epidemiologi

Data pada tahun 2007-2011 di Amerika Serikat menunjukkan tingkat

insidensi tumor pada otak dan medulla spinalis adalah 21,42 kasus per 100.000

jiwa untuk total 343.175 kasus tumor (7,25 per 100.000 jiwa untuk tumor ganas

dan 14,17 per 100.000 jiwa untuk tumor jinak). Angka kejadian lebih tinggi pada

wanita dibandingkan pria. Tingkat insidensi tumor SSP ganas primer pada tahun

23
2012 di seluruh dunia adalah 3,4 per 100.000 jiwa dengan rasio pria dan wanita

adalah 3,9 : 3. Kejadian ini lebih banyak ditemukan di negara berkembang.

Glioma merupakan tumor yang paling banyak ditemukan melalui pemeriksaan

histopatologi yang mencapai 80% dari total seluruh tumor ganas primer otak.5

D. Klasifikasi1

Ada banyak tipe-tipe yang berbeda dari tumor otak, yaitu:

1. Glioma, yaitu kategori tumor yang dimulai dari organ otak atau bisa pula

tulang belakang. Tumor tersebut berasal dari sel- sel glial. Glioma sendiri

memiliki 3 klasifikasi yang berlainan, diantaranya :

a) Astrocytoma, yakni kategori yang paling umum yang mampu ditemukan

terhadap anak- anak dan orang dewasa. Berasal dari sel astrosit.

b) Ependymoma, yakni jenis tumor yang berasal dari sel ependymal

c) Oligodendroglioma, yakni jenis tumor yang berkembang dari sel

oligodendrocytes yang menciptakan zat lemak putih menutupi saraf kepada

otak yang dinamakan myelin.

2. Craniopharyngiomas, yaitu tumor yang tumbuh pada basic otak atau di atas

kelenjar pitutari sehingga jarang ditemukan. Craniopharyngiomas adalah jenis

tumor yang tidak menyebar, namun sel tumor ini tumbuh di struktur yang

utama sehingga menyebabkan kondisi yang paling parah. Umumnya dapat

mengganggu penglihatan dan kestabilan hormon tubuh.

3. Meningioma, yaitu kategori tumor yang umum dialami oleh perempuan

dewasa dan lanjut usia. Sel tumor tumbuh di jaringan yang menutupi

24
membran otak. Tumor meningioma rata- rata bersifat jinak.

4. Hemingioma, yaitu tumor yang jarang ditemukan. Namun tumor ini tumbuh di

batang otak sehingga menjadi yang paling sulit diobati. Bahkan tumor ini

disebur sebagai sindrom langka yang dinamakan Sindrom Von Hippel Lindau

(VHL).

5. Schwannomas Vestibular atau Neuromas Akustik. Schwannomas Vestibular

tumbuh dari sel-sel Schwan di luat saraf, sering terjadi dari telinga sampai

menuju otak. Tumor ini menyebabkan penderitanya mengalami gangguan

pendengaran.

E. Etiologi

1. Virus

Hubungan antara virus dan kejadian tumor otak itu kompleks dan tidak

jelas. Beberapa famili virus, termasuk Polyomavirus dan Herpesvirus telah

dikaitkan dengan perkembangan tumor. Insiden dengan kontaminasi SV40

dalam vaksin polio antara tahun 1955 dan 1963 mendorong investigasi ke

SV40 dan risiko kanker. Ketertarikan pada SV40 dan perkembangan tumor

otak termotivasi oleh kedua percobaan hewan yang menunjukkan formasi

tumor otak setelah inokulasi dengan SV40 dan pengamatan SV40 diisolasi

dari jaringan tumor otak manusia. Namun sebuah penelitian yang dilakukan

oleh Strickler dan rekannya menunjukkan tidak ada perbedaan dalam risiko

tumor otak antara orang yang menerima vaksin yang terkontaminasi dengan

25
SV40 dan mereka yang tidak menerima vaksinasi. Poliomavirus lain yang

diteliti pada tumor otak termasuk virus JC dan BK. Dalam beberapa tahun

terakhir, sebuah asosiasi Human Cytomegalovirus (HCMV) dan GBM telah

diselidiki dengan hasil yang beragam.6

2. Genetik

Beberapa sindrom genetik yang diwariskan telah dikaitkan dengan

perkembangan tumor otak primer. Menurut review yang dilakukan oleh

Bondy dkk, beberapa sindrom keturunan termasuk neurofbromatosis tipe 1

dan 2 (NF1 dan NF2), tuberous sclerosis, sindrom karsinoma sel basal nevoid,

sindrom Turcot, Sindrom Li-Fraumeni dan sindrom von-Hippel-Lindau

(VHL) semuanya merupakan genetik yang cenderung untuk perkembangan

tumor otak.6

Tuberous sclerosis adalah penyakit genetik yang menyerang banyak

sistem dan terkait dengan tumor jinak otak dan organ vital lainnya. Sindrom

karsinoma sel basal Nevoid juga mempengaruhi beberapa sistem tubuh

manusia dan dikaitkan dengan peningkatan risiko medulloblastoma. Sindrom

Li-Fraumeni adalah sifat dominan autosomal yang biasanya dikaitkan dengan

mutasi yang diwariskan pada gen TP53. Pasien dengan sindrom Li-Fraumeni

memiliki peningkatan risiko mengembangkan kanker termasuk tumor otak.

Germline mutasi TP53 telah diamati lebih sering pada pasien yang datang

dengan glioma multifokal, glioma dan keganasan primer lainnya, atau glioma

terkait dengan riwayat keluarga kanker dibandingkan pada pasien dengan

26
tumor otak lainnya. Sindrom VHL adalah gangguan autosomal dominan yang

terkait dengan mutasi pada tumor VHL. Mutasi yang dihasilkan mengarah ke

hemangioblastoma,

kista pankreas dan tumor neuroendokrin, tumor ginjal, dan

pheochromocytoma. Terakhir, peningkatan insiden glioma dalam keluarga

telah didokumentasikan dalam beberapa laporan. Sebuah penelitian

diperkirakan 5% dari semua kasus glioma mungkin familial. Namun demikian

pola kejadian glioma di banyak keluarga menunjukkan predisposisi

lingkungan menyebabkan daripada penyakit herediter.6

F. Faktor Risiko10

1. Riwayat keluarga. Dalam kasus yang jarang terjadi, kesalahan pada gen,

biasanya diturunkan dari satu orang tua, dapat meningkatkan risiko kejadian

tumor otak. Misalnya, beberapa orang memiliki kondisi genetik yang disebut

neurofibromatosis, yang dapat menyebabkan tumor pada neuron.

2. Terapi radiasi. Dalam kasus yang jarang terjadi, orang yang memiliki terapi

radiasi kepala, terutama untuk mengobati leukemia masa kanak-kanak, dapat

meningkatkan risiko terjadinya tumor.

G. Manifestasi Klinis

Tumor intrakranial dapat bermanifestasi sebagai gangguan penglihatan,

yang muncul akibat hasil dari efek penekanan pada jalur visual, nervus ocular

dan jaringan orbitoocular. Tanda dan gejala oftalmologis pada tumor otak berupa

hilangnya penglihatan, perubahan diskus optikus (atrofi optik, papiledema),

27
gangguan gerakan bola mata (nervus kranial 3,4,6), eksoftalmus, defek lapang

pandang, hilangnya persepsi warna, dan hilangnya sensasi somatik (nervus

kranial lima. Manifestasi yang muncul bergantung pada jenis, lokasi dan ukuran

tumor. Keterlibatan neuro-oftalmik sebesar 46,8-88,6% telah dilaporkan pada

berbagai kasus tumor intrakranial. Pasien di negara berkembang umumnya

datang pada saat yang telah lanjut dengan massa besar dan mempengaruhi

prevalensi serta pola manifestasi visual yang timbul. Pada penelitian Helen et al.,

mereka menemukan bahwa dua pertiga atau 67% pasien dengan tumor

intrakranial memiliki gejala visual. Sedangkan, Marco et al. di Kenya

menemukan 72% pasien dengan jaringan rujukan yang buruk dan penanganan

yang lambat memiliki gejala visual. Penglihatan kabur merupakan keluhan utama

yang sering disampaikan oleh pasien saat datang pertama kali yang muncul pada

52-88 % kasus. Selain itu nyeri kepala terus menerus sejak 2 tahun yang lalu. Hal

ini sesuai dengan anamnesis SOL (Space Occupying Lesion) dimana terjadi

peningkatan tekanan intracranial yang menyebabkan nyeri kepala. Pada tumor

otak, nyeri kepala bersifat dalam, terus-menerus, tumpul dan kadang-kadang

bersifat hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat

beraktivitas yang menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkuk dan

mengejan. Nausea dan muntah akibat rangsangan pada medula oblongata.

Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive

structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf.6

28
H. Diagnosis7

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Keluhan yang timbul dapat berupa sakit kepala, mual, penurunan

nafsu makan, muntah proyektil, kejang, defisit neurologik (penglihatan

ganda, strabismus, gangguan keseimbangan, kelumpuhan ekstremitas gerak,

dsb), perubahan kepribadian, mood, mental, atau penurunan fungsi kognitif.

Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan mencakup pemeriksaan status

generalis dan lokalis, serta pemeriksaan neurooftalmologi. Kanker otak

melibatkan struktur yang dapat mendestruksi jaras pengllihatan dan gerakan

bola mata, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga beberapa

kanker otak dapat memiliki manifestasi neurooftalmologi yang khas seperti

tumor regio sella, tumor regio pineal, tumor fossa posterior, dan tumor basis

kranii. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan neurooftalmologi

terutama untuk menjelaskan kesesuaian gangguan klinis dengan fungsional

kanker otak. Pemeriksaan ini juga berguna untukmengevaluasi pre- dan post

tindakan (operasi, radioterapi dan kemoterapi) pada tumor-tumor tersebut.

2. Pemeriksaan Fungsi Luhur

Gangguan kognitif dapat merupakan soft sign, gejala awal pada

kanker otak, khususnya pada tumor glioma derajat rendah, limfoma, atau

metastasis. Fungsi kognitif juga dapat mengalami gangguan baik melalui

mekanisme langsung akibat destruksi jaras kognitif oleh kanker otak,

29
maupun mekanisme tidak langsung akibat terapi, seperti operasi, kemoterapi,

atau radioterapi. Oleh karena itu, pemeriksaan fungsi luhur berguna untuk

menjelaskan kesesuaian gangguan klinis dengan fungsional kanker otak,

serta mengevaluasi pre dan post tindakan (operasi, radioterapi dan

kemoterapi). Bagi keluarga, penilaian fungsi luhur akan sangat membantu

dalam merawat pasien dan melakukan pendekatan berdasarkan hendaya

yang ada.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium terutama dilakukan untuk melihat

keadaan umum pasien dan kesiapannya untuk terapi yang akan dijalani

(bedah, radiasi, ataupun kemoterapi). Pemeriksaan yang perlu dilakukan,

yaitu: darah lengkap, hemostasis, LDH, fungsi hati dan ginjal, gula darah,

serologi hepatitis B dan C, dan elektrolit lengkap.

Pemeriksaan radiologis yang perlu dilakukan antara lain CT scan

dengan kontras; MRI (Magnetic resonance spectroscopy) dengan kontras,

MRS, dan DWI; serta PET CT (atas indikasi). Pemeriksaan radiologi standar

adalah CT scan dan MRI dengan kontras. CT scan berguna untuk melihat

adanya tumor pada langkah awal penegakkan diagnosis dan sangat baik

untuk melihat kalsifikasi, lesi erosi/destruksi pada tulang tengkorak. MRI

dapat melihat gambaran jaringan lunak dengan lebih jelas dan sangat baik

untuk tumor infratentorial, namun mempunyai keterbatasan dalam hal

30
menilai kalsifikasi. Pemeriksaan fungsional MRI seperti MRS sangat baik

untuk menentukan daerah nekrosis dengan tumor yang masih viabel

sehingga baik digunakan sebagai penuntun biopsi serta untuk menyingkirkan

diagnosis banding, demikian juga pemeriksaan DWI.

Pemeriksaan positron emission tomography (PET) dapat berguna

pascaterapi untuk membedakan antara tumor yang rekuren dan jaringan

nekrosis akibat radiasi.

Pemeriksaan sitologi dan flowcytometry cairan serebrospinal dapat

dilakukan untuk menegakkan diagnosis limfoma pada susunan saraf pusat,

kecurigaan metastasis leptomeningeal, atau penyebaran kraniospinal seperti

ependimoma.

I. Diagnosis Banding7,8

Meskipun pencitraan tidak terlalu signifikan untuk diagnosis banding

tumor otak, tidak ada patognomonik spesifik pada pencitraan yang membedakan

antara tumor otak primer dan penyakit metastasis atau nonneoplastik. Pada

kasus-kasus yang diduga atau terbukti secara patologis adalah penyakit

metastasis, CT scan thorax dan abdomen dapat membantu, meskipun

menentukan tempat tumor primer seringkali sulit, terutama jika tidak ada

petunjuk klinis dari riwayat dan pemeriksaan fisik. Tidak dianjurkan untuk

menggunakan tomografi emisi fluorodeoxyglucose pada awal untuk mencari lesi

primer ketika diduga tumor otak metastatik, kecuali dilakukan anamnesis atau

31
temuan pemeriksaan fisik, karena spesifisitasnya rendah untuk membedakan

neoplasma dari jinak atau lesi inflamasi. Bahkan dengan jangkauan pencitraan

yang luas, penyakit nonneoplastik sering hadir mirip dengan tumor otak.

Berikut contoh beberapa penyakit yang dapat di kategorikan sebagai

Tumor Intrakranial :

1. Diagnosis banding dari meningioma adalah lesi lain yang dapat

mengakibatkan efek pada duramater termasuk: tumor primer intrakranial lain;

metastase dari limpoma dan adenokarsinoma; peradangan, seperti sarkoidosis;

infeksi seperti tuberkulosis.

2. Schwannoma merupakan bagian dari 85% kejadian cerebellopontine angle

(CPA). Adapun tumor CPA lainnya adalah meningioma, tumor epidermoid,

lower cranial nerve schwanoma, dan kista arakhnoid.

3. Diagnosis banding tumor hipofisis. Tumor lain di dalam regio sella termasuk

kraniofaringioma, kista Rathke’s cleft, dan yang lebih jarang, meningioma,

germinoma, dan hamartoma. Kraniofaringioma merupakan tumor jinak, kistik

dan ditemukan diatas sella tursica. Biasanya muncul dengan gejala sakit

kepala, defek lapangan pandang dan hipopituitarisme (termasuk kegagalan

pertumbuhan, sering muncul pada masa kanak-kanak atau remaja). Penyebab

lain dari sakit kepala, defek lapangan pandang, gangguan penglihatan dan

disfungsi endokrin.

4. Tumor lain yang dapat menyerupai medulloblastoma antara lain adalah

cerebellar astrocytoma, brain stem glioma, dan ependymoma.

32
J. Tatalaksana7

1. Tatalaksana Penurunan Tekanan Intrakranial

Pasien dengan kanker otak sering datang dalam keadaan

neuroemergency akibat peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini terutama

diakibatkan oleh efek desak ruang dari edema peritumoral atau edema difus,

selain oleh ukuran massa yang besar atau ventrikulomegali karena obstruksi

oleh massa tersebut. Edema serebri dapat disebabkan oleh efek tumor maupun

terkait terapi, seperti pasca operasi atau radioterapi. Gejala yang muncul dapat

berupa nyeri kepala, mual dan muntah, perburukan gejala neurologis, dan

penurunan kesadaran.

Pemberian kortikosteroid sangat efektif untuk mengurangi edema

serebri dan memperbaiki gejala yang disebabkan oleh edema serebri, yang

efeknya sudah dapat terlihat dalam 24-36 jam. Agen yang direkomendasikan

adalah deksametason dengan dosis bolus intravena 10 mg dilanjutkan dosis

rumatan 16-20mg/hari intravena lalu tappering off 2-16 mg (dalam dosis

terbagi) bergantung pada klinis. Mannitol tidak dianjurkan diberikan karena

dapat memperburuk edema, kecuali bersamaan dengan deksamethason pada

33
situasi yang berat, seperti pascaoperasi. Efek samping pemberian steroid yakni

gangguan toleransi glukosa, stressulcer, miopati, perubahan mood,

peningkatan nafsu makan, Cushingoid dan sebagainya. Sebagian besar dari

efek samping tersebut bersifat reversibel apabila steroid dihentikan. Selain

efek samping, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian steroid yakni

interaksi obat. Kadar antikonvulsan serum dapat dipengaruhi oleh

deksametason seperti fenitoin dan karbamazepin, sehingga membutuhkan

monitoring. Pemberian deksametason dapat diturunkan secara bertahap,

sebesar 25- 50% dari dosis awal tiap 3-5 hari, tergantung dari klinis pasien.

Pada pasien kanker otak metastasis yang sedang menjalani radioterapi,

pemberian deksametason bisa diperpanjang hingga 7 hari.

2. Pembedahan

Operasi pada kanker otak dapat bertujuan untuk menegakkan

diagnosis yang tepat, menurunkan tekanan intrakranial, mengurangi

kecacatan, dan meningkatkan efektifitas terapi lain. Reseksi tumor pada

umumnya direkomendasikan untuk hampir seluruh jenis kanker otak yang

operabel. Kanker otak yang terletak jauh di dalam dapat diterapi dengan

tindakan bedah kecuali apabila tindakan bedah tidak memungkinkan (keadaan

umum buruk, toleransi operasi rendah). Teknik operasi meliputi membuka

sebagian tulang tengkorak dan selaput otak pada lokasi tumor. Tumor

diangkat sebanyak mungkin kemudian sampel jaringan dikirim ke ahli

34
patologi anatomi untuk diperiksa jenis tumor. Biopsi stereotaktik dapat

dikerjakan pada lesi yang letak dalam.

Pada operasi biopsi stereotaktik dilakukan penentuan lokasi target

dengan komputer dan secara tiga dimensi (3D scanning). Pasien akan

dipasang frame stereotaktik di kepala kemudian dilakukan CT scan. Hasil CT

scan diolah dengan software planning untuk ditentukan koordinat target.

Berdasarkan data ini, pada saat operasi akan dibuat sayatan kecil pada kulit

kepala dan dibuat satu lubang (burrhole) pada tulang tengkorak. Kemudian

jarum biopsi akan dimasukkan ke arah tumor sesuai koordinat. Sampel

jaringan kemudian dikirim ke ahli patologi anatomi. Pada glioma derajat

tinggi maka operasi dilanjutkan dengan radioterapi dan kemoterapi. Pilihan

teknik anestesi untuk operasi intrakranial adalah anestesi umum untuk

sebagian besar kasus, atau sedasi dalam dikombinasikan dengan blok kulit

kepala untuk kraniotomi awake (sesuai indikasi).

3. Radioterapi

Radioterapi memiliki banyak peranan pada berbagai jenis kanker

otak. Radioterapi diberikan pada pasien dengan keadaan inoperabel, sebagai

adjuvan pasca operasi, atau pada kasus rekuren yang sebelumnya telah

dilakukan tindakan operasi. Pada dasarnya teknik radioterapi yang dipakai

adalah 3D conformal radiotherapy, namun teknik lain dapat juga digunakan

untuk pasien tertentu seperti stereotactic radiosurgery/radiotherapy, dan

IMRT. Pada glioma derajat rendah (derajat I dan II), volume tumor ditentukan

35
dengan menggunakan pencitraan pra- dan pascaoperasi, menggunakan MRI

(T2 dan FLAIR) untuk gross tumor volume (GTV). Clinical target volume

(CTV) = GTV ditambah margin 1-2 cm, mendapatkan dosis 45-54 Gy dengan

1,8 – 2 Gy/fraksi. Pada glioma derajat tinggi (derajat III dan IV) volume

tumor ditentukan menggunakan pencitraan pra dan pascaoperasi,

menggunakan MRI (T1 dan FLAIR/T2) untuk gross tumor volume (GTV).

CTV ditentukan sebagai GTV ditambah 2-3 cm untuk mencakup infiltrasi

tumor yang subdiagnostik. Pada glioma derajat tinggi, lapangan radiasi dibagi

menjadi 2 fase. Dosis yang direkomendasikan adalah 60 Gy dengan 2

Gy/fraksi atau 59.4 Gy dengan 1,8 Gy/fraksi, dosis yang sedikit lebih kecil

seperti 55,8 – 59,4 Gy dengan 1,8 Gy/fraksi atau 57 Gy dengan 1,9 Gy/fraksi

dapat dilakukan jika volume tumor terlalu besar (gliomatosis) atau untuk

astrositoma grade III. Pada pasien dengan KPS yang buruk atau pada pasien

usia tua, hipofraksinasi yang diakselerasi dapat dilakukan dengan tujuan

menyelesaikan terapi dalam 2-4 minggu. Fraksinasi yang digunakan antara

lain 34 Gy/10 fraksi, 40.5 Gy/15 fraksi, 50 Gy/20 fraksi.

4. Kemoterapi Sistemik dan Terapi Target (Targeted Therapy)

Kemoterapi pada kasus kanker otak saat ini sudah banyak

digunakan karena diketahui dapat memperpanjang angka kesintasan dari

pasien terutama pada kasus astrositoma derajat ganas. Glioblastoma

merupakan tipe yang bersifat kemoresisten, namun 2 tahun terakhir ini sedang

berkembang penelitian mengenai kegunaan temozolomid dan nimotuzumab

36
pada glioblastoma. Sebelum menggunakan agen-agen diatas, harus dilakukan

pemeriksaan EGFR (epidermal growth factor receptor) dan MGMT (methyl

guanine methyl transferase).

Kemoterapi bertujuan untuk menghambat pertumbuhan tumor dan

meningkatkan kualitas hidup (quality of life) pasien semaksimal mungkin.

Kemoterapi biasa digunakan sebagai kombinasi dengan operasi dan/atau

radioterapi.

5. Kemoterapi Intratekal

Tatalaksana kanker otak dengan menggunakan kemoterapi

seringkali terhambat akibat penetrasi kemoterapi sistemik yang rendah untuk

menembus sawar darah otak. Pemberian kemoterapi intratekal merupakan

salah satu upaya untuk memberikan agen antikanker langsung pada susunan

saraf pusat. Kemoterapi intratekal dapat diberikan sebagai salah satu

tatalaksana leptomeningeal metastasis pada keganasan darah, seperti leukemia

dan limfoma. Tindakan ini dilakukan melalui prosedur lumbal pungsi atau

menggunakan Omaya reservoir.

6. Tatalaksana Nyeri

Pada kanker otak, nyeri yang muncul biasanya adalah nyeri kepala.

Berdasarkan patofisiologinya, tatalaksana nyeri ini berbeda dengan nyeri

kanker pada umumnya. Nyeri kepala akibat kanker otak bisa disebabkan

akibat traksi langsung tumor terhadap reseptor nyeri di sekitarnya. Gejala

klinis nyeri biasanya bersifat lokal atau radikular ke sekitarnya, yang disebut

37
nyeri neuropatik. Pada kasus ini pilihan obat nyeri adalah analgesik yang tidak

menimbulkan efek sedasi atau muntah karena dapat mirip dengan gejala

kanker otak pada umumnya. Oleh karena itu dapat diberikan parasetamol

dengan dosis 20mg/berat badan per kali dengan dosis maksimal 4000 mg/hari,

baik secara oral maupun intravena sesuai dengan beratnya nyeri. Jika

komponen nyeri neuropatik yang lebih dominan, maka golongan

antikonvulsan menjadi pilihan utama, seperti gabapentin 100-1200 mg/hari,

maksimal 3600 mg/hari. Nyeri kepala tersering adalah akibat peningkatan

tekanan intrakranial, yang jika bersifat akut terutama akibat edema

peritumoral. Oleh karena itu tatalaksana utama bukanlah obat golongan

analgesik, namun golongan glukokortikoid seperti deksamethason atau

metilprednisolon intravena atau oral sesuai dengan derajat nyerinya.

7. Tatalaksana Kejang

Epilepsi merupakan kelainan yang sering ditemukan pada pasien

kanker otak. Tiga puluh persen pasien akan mengalami kejang sebagai

manifestasi awal. Bentuk bangkitan yang paling sering pada pasien ini adalah

bangkitan fokal dengan atau tanpa perubahan menjadi umum sekunder. Oleh

karena tingginya tingkat rekurensi, maka seluruh pasien kanker otak yang

mengalami kejang harus diberikan antikonvulsan. Pemilihan antikonvulsan

ditentukan berdasarkan pertimbangan dari profil efek samping, interaksi obat

dan biaya. Obat antikonvulsan yang sering diberikan seperti fenitoin dan

karbamazepin kurang dianjurkan karena dapat berinteraksi dengan obat-

38
obatan, seperti deksamethason dan kemoterapi. Alternatif lain mencakup

levetiracetam, sodium valproat, lamotrigin, klobazam, topiramat, atau

okskarbazepin. Levetiracetam lebih dianjurkan (Level A) dan memiliki profil

efek samping yang lebih baik dengan dosis antara 20-40 mg/kgBB, serta dapat

digunakan pasca operasi kraniotomi. 3.1.3.8 Gizi4–6 Skrining gizi dengan

malnutrition screening tool (MST), bila skor ≥3 (rawat inap), atau skor MST

≥2 (rawat jalan) dengan kondisi khusus (sakit kritis, kemoterapi, radiasi,

hemodialisis) ditangani bersama tim spesialis gizi klinik. Bila asupan

memenuhi 75-100% dari kebutuhan lalu dilakukan konseling gizi. Bila asupan

memenuhi 50-75% dari kebutuhan, dilakukan pemberian oral nutrition

support.

8. Pemberian terapi gizi dilakukan dengan perhitungan kebutuhan. Kebutuhan

energi dihitung menggunakan kalorimetri indirek/persamaan

HarrisBenedict/rule of thumb. Nutrisi diberikan bertahap sesuai dengan

toleransi pasien. Kebutuhan protein 1,2–2 g/BB/hari, lemak 25-30%,

karbohidrat: 55-60%. Mikronutrien sesuai AKG (berasal dari bahan makanan

sumber, suplementasi setelah kemoradiasi). Bila pasien menggunakan obat

golongan carbamazepin, fenobarbital, fenitoin perlu tambahan suplemen

vitamin D dan kalsium untuk mencegah gangguan tulang.

9. Psikiatri

Pasien dengan kanker otak dapat mengalami gangguan psikiatri

hingga 78%, baik bersifat organik akibat tumornya atau fungsional yang

39
berupa gangguan penyesuaian, depresi, dan ansietas. Hal ini dapat

menghambat proses tatalaksana terhadap pasien. Oleh karena itu, diperlukan

pendampingan mulai dari menyampaikan informasi tentang diagnosis dan

keadaan pasien (breaking the bad news) melalui pertemuan keluarga (family

meeting) dan pada tahap-tahap pengobatan selanjutnya. Pasien juga dapat

diberikan psikoterapi suportif dan relaksasi yang akan membantu pasien dan

keluarga, terutama pada perawatan paliatif.

K. Komplikasi

Gejala sisa neurologis umum dari terapi tumor otak, diantaranya

gangguan kognitif, ototoksisitas, gangguan konvulsi, dan neuropati yang

menimbulkan hambatan signifikan bagi kehidupan sehari-hari dan proses

rehabilitasi. Kerusakan populasi dan struktur sel yang rentan adalah komplikasi

neurologis dari terapi tumor otak.9

L. Prognosis

Tingkat kelangsungan hidup lima tahun untuk tumor otak primer adalah

33,4%, Walaupun angka ini sangat bervariasi di antara jenis tumor spesifik:

100% untuk astrositoma pilosit, 58% untuk astrositoma tingkat rendah, 11%

untuk astrositoma anaplastik, dan 1,2% untuk glioblastoma. Faktor prognostik

yang terkait dengan hasil yang lebih baik pada glioma tingkat rendah termasuk

usia lebih muda dari 40 tahun, tumor yang kurang dari 6 cm pada diameter

terbesarnya, tumor yang tidak melintasi garis tengah otak, subtipe histologi

(oligodendroglioma atau tipe campuran) memiliki hasil yang lebih baik daripada

40
astrositoma), dan tidak ada defisit neurologis sebelum operasi. Faktor prognostik

yang terkait dengan hasil yang lebih baik pada glioma bermutu tinggi termasuk

kelas tumor yang lebih rendah, usia lebih muda, status fungsional yang lebih

baik, tingkat reseksi yang lebih besar, dan hipermetilasi promotor gen MGMT.8

41
BAB III

RESUME DAN ANALISIS KASUS

A. RESUME
Pasien perempuan umur 62 tahun rujukan dari puskesmas datang ke IGD RS
SMS BERJAYA dengan keluhan kelemahan separuh badan sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, Awalnya pasien mengeluhkan nyeri kepala sejak kurang lebih
3 bulan dan memberat 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lain riwayat
penurunan kesadaran (+), mual (-), muntah (2x), sesak nafas (-), nyeri uluhati (-),
BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat pengobatan pasien meminum obat bodrex 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Riwayat penyakit hipertensi(-), riwayat penyakit stroke sebelumnya
(-), riwayat penyakit DM (-), riwayat penyakit jantung (-), tuberkulosis (-),
peningkatan kadar kolesterol (-). Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga(-).
Kebiasaan Merokok (-), Kebiasaan minum minuman beralkohol (-), kebiasaan
olahraga (-).
Pada pemeriksaan penunjang darah rutin didapatkan peningkatan kadar
leukosit 19,22 mg/dl, dan penurunan Hematokrit 34,1 mg/dl. Pada pasien ini
ditatalaksana dengan, IVFD Nacl 0,9 % 16 tetes per menit, Dexametasone 2 Amp
bolus, dilanjutkan 1 Amp / 6 Jam / IV ( Tapering off ), Omeprazole 1 Amp / 24
Jam, Injeksi Citicoline ampul 250 mg/12 jam/ IV.

42
B. ANALISIS KASUS
KASUS TEORI
Pasien perempuan umur 62 Pada pasien dengan kemungkinan adanya
tahun rujukan dari puskesmas massa pada intracranial dapt terjadi 4 gejala klinis
datang ke IGD RS SMS yang umum berkaitan yaitu :
BERJAYA dengan keluhan 1. Perubahan status mental
kelemahan separuh badan sejak 1 Gejala dini dapat samar. Ketidakmampuan
hari sebelum masuk rumah sakit, pelaksanaan tugas sehari-hari, lekas marah,
Awalnya pasien mengeluhkan emosi yang labil, inersia mental, gangguan
nyeri kepala sejak kurang lebih 3 konsentrasi, bahkan psikosis. Fungsi
bulan dan memberat 2 hari kognitif merupakan keluhan yang sering
sebelum masuk rumah sakit. disampaikan oleh pasien kanker dengan
Keluhan lain riwayat penurunan berbagai bentuk, mulai dari disfungsi
kesadaran (+), mual (-), muntah memori ringan dan kesulitan berkonsentrasi
(2x), sesak nafas (-), nyeri uluhati hinggga disorientasi, halusinasi, atau
(-), BAB dan BAK dalam batas letargi.
normal. 2. Nyeri kepala
Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor
intrakranial pada kira-kira 20%
penderita.Sifat nyeri kepalanya berdenyut-
denyut atau rasa penuh di kepala seolah-
olah mau meledak. Awalnya nyeri dapat
ringan, tumpul dan episodik, kemudian
bertambah berat, tumpul atau tajam dan
juga intermiten. Nyeri juga dapat
disebabkan efek samping dari obat
kemoterapi. Nyeri ini lebih hebat pada pagi

43
hari dan dapat diperberat oleh batuk,
mengejan, Lokasi nyeri yang unilateral
dapat sesuai dengan lokasi tumornya
sendiri.Tumor di fossa kranii posterior
biasanya menyebabkan nyeri kepala
retroaurikuler ipsilateral. Tumor di
supratentorial menyebabkan nyeri kepala
pada sisi tumor, di frontal orbita, temporal
atau parietal.
3. Muntah
Muntah ini juga sering timbul pada pagi
hari dan tidak berhubungan dengan
makanan. Dimana muntah ini khas yaitu
proyektil dan tidak didahului oleh mual.
Keadaan ini lebih sering dijumpai pada
tumor di fossa posterior.
4. Kejang
Kejang fokal merupakan manifestasi lain
yang biasa ditemukan pada 14-15%
penderita tumor otak.7 20-50% pasien
tumor otak menunjukan gejala kejang.
Kejang yang timbul pertama kali pada usia
dewasa mengindikasikan adanya tumor di
otak. Kejang berkaitan tumor otak ini
awalnya berupa kejang fokal seperti pada
meningioma, kemudian dapat menjadi
kejang umum yang terutama merupakan
manifestasi dari glioblastoma multiforme.

44
Kejang biasanya paroxysmal, akibat defek
neurologis pada korteks serebri. Kejang
parsial akibat penekanan area fokal pada
otak dan menifestasi pada lokal ekstrimitas
tersebut, sedangkan kejang umum terjadi
jika tumor luas pada kedua hemisfer
serebri.
Pada pasien ini didapatkan adanya nyeri yang
dirasakan sejak 3 bulan yang lalu yang memberat
sejak 2 hari terakhir dan disertai muntah sebanyak
2x sebelum masuk rumah sakit.

Pada pasien ini diapatkan Gejala umum dari tumor intrakranial


kelemahan separuh badan sebelah termasuk rasa sakit, mati rasa atau perubahan
kiri pada pasien (Hemiparese sensorik, dan masalah motorik serta hilangnya
sinistra). kontrol otot. Nyeri dapat terasa seolah-olah
berasal dari berbagai bagian tubuh. Nyeri tulang
belakang dapat meluas ke pinggul, tungkai, kaki,
dan lengan. Nyeri ini sering menetap dan bisa
memberat. Hal ini sering progresif dan dapat terasa
terbakar atau sakit.
Mati rasa atau perubahan sensorik dapat
mencakup penurunan sensitivitas kulit,suhu dan
progresif mati rasa atau kehilangan
sensasi,terutama pada kaki. Masalah Motorik dan
hilangnya kontrol otot termasuk kelemahan otot,
spastik (dimana otot-otot berkontraksi tetap
kaku) ,dan gangguan kandung kemih dan atau
control buang air besar. Jika tidak diobati, gejala

45
dapat memperburuk termasuk disfungsi otot,
penurunan kekuatan otot,ritme jalan normal yang
disebut ataksia,dan kelumpuhan.Gejala dapat
menyebar diberbagai bagian tubuh ketika tumor
satu atau lebih meluas ke beberapa bagian dari
medulla spinalis.
Pada pasien ini ditatalaksana Pemberian kortikosteroid sangat efektif
dengan Dexametasone 2 Amp untuk mengurangi edema serebri dan memperbaiki
bolus, dilanjutkan 1 Amp / 6 Jam / gejala yang disebabkan oleh edema serebri, yang
IV ( Tapering off ) efeknya sudah dapat terlihat dalam 24-36 jam.
Agen yang direkomendasikan adalah
deksametason dengan dosis bolus intravena 10 mg
dilanjutkan dosis rumatan 16-20mg/hari intravena
lalu tappering off 2-16 mg (dalam dosis terbagi)
bergantung pada klinis.
Pada kasus pasien dirujuk ke Pemeriksaan radiologis yang perlu
Makassar dikarenakan tidak dilakukan antara lain CT scan dengan kontras;
tersedianya CT scan dan MRI di MRI dengan kontras, MRS, dan DWI; serta PET
rumah sakit SMS Berjaya. CT (atas indikasi). Pemeriksaan radiologi standar
adalah CT scan dan MRI dengan kontras. CT scan
berguna untuk melihat adanya tumor pada langkah
awal penegakkan diagnosis dan sangat baik untuk
melihat kalsifikasi, lesi erosi/destruksi pada tulang
tengkorak. MRI dapat melihat gambaran jaringan
lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk
tumor infratentorial, namun mempunyai
keterbatasan dalam hal menilai kalsifikasi.
Pemeriksaan fungsional MRI seperti MRS sangat

46
baik untuk menentukan daerah nekrosis dengan
tumor yang masih viabel sehingga baik digunakan
sebagai penuntun biopsi serta untuk
menyingkirkan diagnosis banding

47
DAFTAR PUSTAKA

Lestari, Y., Mesran., Suginam., Fadlina. 2017. Sistem Pakar Untuk Mendiagnosis

Penyakit Tumor Otak Menggunakan Metode Certainty Factor (CF). Jurnal

Infotek 2(1): 82-86.

Silalahi, L.M.M.V., Rahmi, E., Sutarni, S. Tumor Otak Metastasis Dari Kanker

Payudara. Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana 3(1): 48-54.

Nurwati, s., Prasetya, R.I. 2017. Kajian Medis Pemanfaatan Teknologi Nuklir

Bnct Untuk Tumor Otak Jenis Glioma. Prosiding Pertemuan dan Presentasi !

lmiah - Penelitian Dasar !lmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 127-134.

Netter, F.H. 2013. Atlas Of Human Anatomy. Edisi Ke-6. Elsevier. Philadelphia.

Putri, A. 2018. Wanita 31 Tahun dengan Tumor Otak. Jurnal Medila Unila 4(3):

1-5.

Strong, M.J., dkk. 2018. Brain Tumors: Epidemiology and Current Trends in

Treatment. Journal of Brain Tumors & Neurooncology 1(1): 1-21.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Pedoman Nasional Pelayanan

Kedokteran Tumor Otak. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Jakarta.

Perkins, A. 2019. Primary Brain Tumors in Adults: Diagnosis and Treatment.

American Family Physician 93(3): 211-219.

Monje, M., dan Fisher, P.G. 2020. Neurological complications following

treatment of children with brain tumors. J Pediatr Rehabil Med 4(1): 31–36.

Bruce, J. 2018. Understanding Brain Tumours A guide for people with brain or

spinal cord tumours, their families and friends. Cancer Council Australia.

Sidney.

48
49

Anda mungkin juga menyukai