Anda di halaman 1dari 33

BAGIAN NEUROLOGI KASUS BESAR

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

NON HEMORAGIK STROKE

Oleh :
Widyawati Sasmita, S.Ked
K1A1 15 124

Pembimbing :
dr. Rosmaladewi, M. Kes Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM BENYAMIN GULUH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Widyawati Sasmita, S.Ked
NIM : K1A1 15 124
Judul : Non Hemoragik Stroke (NHS)
Bagian : Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas : Kedokteran
Telah menyelesaikan referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada Oktober 2021.

Kendari, Oktober 2021


Pembimbing

dr. Rosmaladewi, M.Kes., Sp.S

2
BAB I
STATUS PASIEN NEUROLOGI

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Dra Lalatuang
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kel. Analere, Kec. Poleang Barat
Agama : Islam
No. RM : 15 01 96
Tanggal masuk RS : 11 Oktober 2021
DPJP : dr. Rosmaladewi, M.Kes, Sp.S.

B. Anamnesis
Keluhan utama : Lemah separuh badan sebelah kanan
Anamnesis terpimpin :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan lemah separuh badan sebelah
kanan yang dialami sejak dua hari yang lalu sebelum masuk RS. Keluhan ini
dirasakan tiba-tiba saat sedang tidak bergiat. Keluhan lain pasien bicara pelo
(+), batuk (-), sesak (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), nafsu makan
baik, BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan riwayat konsumsi obat
captopril (+), diabetes mellitus (-), kolestrol tinggi (+), asam urat (+), riwayat
lemah separuh badan sebelumnya (-).
Riwayat keluarga :
Riwayat stroke (+) saudara pasien, riwayat hipertensi (-), riwayat DM
(-), riwayat kolesterol (-)

3
Riwayat kebiasaan :
Rokok (-), alkohol (-)
Riwayat pengobatan :
Pasien selama ini mengkomsumsi obat amlodipin, alergi obat (-)

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Kesan : Sakit sedang TD : 148/86 mmHg Anemis : -/-
Kesadaran : Composmentis N : 75 x/min Ikterus : -/-
Gizi : Baik P : 20 x/min Sianosis : -/-
S : 37,1oC

Thoraks
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis D
Batas jantung kiri : ICS V midclavicularis S
Auskultasi : BJ I/II murni regular, Murmur (-), S3 Gallop (-)

Pemeriksaan Psikiatris
Emosi dan efek : baik Penyerapan : baik
Proses berfikir : baik Kemauan : baik
Kecerdasan : baik Psikomotor : baik

4
Status neurologi
GCS : E4M6V5
1. Kepala
Posisi : Di tengah
Bentuk/ukuran : Normocephal
Penonjolan : (-)

2. Saraf Cranialis
N.I
Penghidu : Normosmia

N.II
OD OS
Ketajaman penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapangan penglihatan Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. III, IV, VI
OD OS
Celah palpebra
Ptosis (-) (-)
Eksoftalmus (-) (-)
Pupil
Bentuk/ukuran 2,5 mm/bulat 2,5 mm/bulat
Isokor/anisokor Isokor Isokor
RCL/RCTL (+) (+)
Refleks akomodasi Normal Normal
Nistagmus (-) (-)

5
N. V
Sensibilitas : N. V1 : Normal
N. V2 : Normal
N. V3 : Normal
Motorik : Istirahat/menggigit : Normal
Refleks Dagu/Masseter : Normal
Refleks Kornea : Normal

N. VII
Motorik
M. frontalis M. orbicularis oculi M. orbicularis oris
Istirahat baik baik Parese dextra
Mimik Parese dex baik Parese dex
Sensoris
2/3 lidah ant : Tidak dilakukan pemerikasaan

N. VIII
Pendengaran : kanan kiri normal
Tes Rinne/Weber : tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi Vestibularis : tidak dilakukan pemeriksaan

N. IX
Refleks telan muntah : tidak dilakukan pemeriksaan
Pengecap 1/3 lidah post : tidak dilakukan pemeriksaan
Suara : lemah

N. X

6
Takikardi/bradikardi :-

N.XI
Memalingkan kepala : tanpa tahanan
Angkat Bahu : kiri lebih kuat daripada kanan

N. XII
Deviasi Lidah: ke kanan
Atrofi : tidak ada
Tremor : tidak ada
Ataxia : tidak ada

3. Leher
Rangsang meninges : Kaku kuduk : (-)
Kernig’s sign: (-)
Kelenjar lymphe : pembesaran (-)
Arteri karotis : Palpasi (+), Auskultasi : bruit (-)
Kelenjar gondok : pembesaran (-)

4. Abdomen
Refleks kulit dinding perut :
N N N

N N N

N N N

5. Kolumna vertebralis
Inspeksi : Normal
Palpasi : Normal

7
Perkusi : Normal
Pergerakan : Normal
6. Ekstremitas
Superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Pergerakan ↓ N ↓ N
Kekuatan 0/4 5 4/2 5
Tonus ↓ N ↓ N
Bentuk otot N N N N

Refleks fisiologis
Superior Inferior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra


Biceps ↓ N

Triceps ↓ N

KPR ↓ N

APR ↓ N

Refleks patologik
Hoffmann : -/- Babinski : -/-
Tromner : -/- Chadock : -/-
Gordon : -/-
Schaefer : -/-
Openheim : -/-
Sensibilitas
Ekstroseptif : nyeri : normal
Suhu : normal
Rasa raba halus : normal

8
Proprioseptif : rasa sikap : normal
Rasa nyeri dalam : normal
Fungsi kortikal: rasa diskriminasi : normal
Stereognosis : normal

Pergerakan abnormal spontan : (-)

Gangguan keseimbangan :
Tes romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
Gait : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan fungsi luhur


Reaksi emosi : baik
Fungsi bicara : baik
Fungsi psikosensoris (gnosis) : sulit dinilai
Itelegensia : sulit dinilai
Fungsi psikomotorik (praksia) : sulit dinilai

9
Skor Hasanuddin
No. KRITERIA SKOR

1. Tekanan Darah
- Sistole ≥ 200 ; Diastole ≥ 110 7,5
- Sistole < 200 ; Diastole < 110 1
2. Waktu Serangan
- Sedang bergiat 6,5
- Tidak sedang bergiat 1
3. Sakit Kepala
- Sangat hebat 10
- Hebat 7,5
- Ringan 1
- Tidak ada 0
4. Kesadaran Menurun
- Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah 10
onset 7,5
- 1 jam s/d 24 jam setelah onset 6
- Sesaat tapi pulih kembali 1
- ≥ 24 jam setelah onset 0
- Tidak ada
5. Muntah Proyektil
- Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah 10
onset 7,5
- 1 jam s/d < 24 jam setelah onset 1
- ≥ 24 jam setelah onset 0
- Tidak ada
JUMLAH 2
Interpretasi:
< 15 : NHS
≥ 15 : HS
NB: Nilai terendah = 2 ; nilai tertinggi = 44
Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu mendiagnosa
stroke pada sebelum atau tanpa adanya CT scan.

10
D. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin 11/10/2021
Parameter Hasil Nilai Rujukan
WBC 6,89 x 103/uL 4,00 – 10,00 x 103/uL
RBC 4,70 x 106/uL 4,00 – 6,00 x 106/uL
HGB 14,1 g/dl 12 – 16 g/dl
PLT 293 x 103/uL 150 – 450 x 103/uL

Kimia Darah 11/10/2021


Parameter Hasil Nilai Rujukan
GDS 97 mg/dl < 140 mg/dl

E. Diagnosis Kerja
Klinis : Hemiparese Dextra
Topis : Hemisphere Cerebri Sinistra
Etiologi : Non Hemoragik Stroke

F. Diagnosis Banding
Stroke Hemorrhagic

G. Terapi
Non Medikamentosa :
1. Head up 20º-30º
2. Kontrol vital sign dan neurologis
3. Setelah vital sign stabil, mobilisasi dan rehabilitasi medika
4. Edukasi

11
5. Konsul fisioterapi
Medikamentosa
1. IVFD RL 16 tpm
2. Piracetam amp 3 gram/8 jam/IV
3. Clopidogrel tab 75 mg 1 x 1 tab
4. Neurosanbe amp/24 jam/drip

H. Prognosis
Qua ad vitam : Dubia et bonam
Qua ad functionam : Dubia
Qua ad sanationam : Dubia

I. Follow Up
Hari/ Tanggal Perjalanan Penyakit Rencana Terapi
Selasa, S : Lemah separuh badan  IVFD RL 16 tpm
12 Oktober sebelah kanan  Piracetam amp 3
2021 O: KU: sakit sedang gram/8 jam/IV
TD: 140/70 mmHg  Clopidogrel tab 75 mg
N: 67 x/menit 1 x 1 tab
P: 20 x/menit  Neurosanbe amp/24
S: 36,5 C
0
jam/drip
GCS =E4M6V5  Rencana fisioterapi
Kekuatan
0/4 5
4/2 5
Pergerakan
↓ N
↓ N
Tonus
↓ N
↓ N

12
A: NHS
Rabu, S : Lemah separuh badan  IVFD RL 16 tpm
13 November sebelah kanan  Piracetam amp 3
2021 O: KU: sakit ringan gram/8 jam/IV
TD: 150/90 mmHg  Clopidogrel tab 75 mg
N: 74 x/menit 1 x 1 tab
P: 20 x/menit  Neurosanbe amp/24
S: 36,4 C
0
jam/drip
GCS =E4M6V5
Kekuatan
2/4 5
4/2 5
Pergerakan
↓ N
↓ N
Tonus
↓ N
↓ N
A: NHS
Kamis, S : Lemah bagian tangan kanan  Aff infus
14 Oktober O: KU: sakit ringan  Piracetam tab 800 mg
2021 TD: 140/70 mmHg 3x1
N: 68 x/menit  Amlodipin tab 10 mg 1
P: 20 x/menit x1
S: 36,5 C
0
 Pasien boleh pulang
GCS =E4M6V5
Kekuatan
3/4 5
4/3 5
Pergerakan
↓ N
↓ N
Tonus
↓ N
↓ N

13
A: NHS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Strok adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut,
lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, strok
sekunder karena trauma maupun infeksi. Strok dengan defisit neurologik
yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak.
Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang
menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang
mengalami oklusi. Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke
disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus,
embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada
salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke
hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan
subrakhnoid. 1

B. Anatomi dan Fisiologi


Sistem karotis dikenal sebagai sirkulasi anterior dan vertebrobasiler
dikenal sebagaisirkulasi posterior. Sistem karotis kanan berasal dari
bifurkasio arteri innominata dan kiri berasal dari arcus aorta, batang arteri
carotis internal dari carotis system pada bagian atas kartilago tiroid, pada
vertebra servical IV, tidak memberi percabangan pada leher dan wajah,
memasuki cranium melalui kanalis carotic.
Pembuluh darah ekstrakranial misalnya arteri carotis communis
mempunyai struktur trilaminar (tunika intima, media dan adventisia) dan
berperan sebagai pembuluh darah kapasitan. Pada pembuluh darah ini

14
mempunyai anastomosis yang terbatas. Arteri–arteri intrakranial yang besar
(misalnya a.serebri media) secara bermakna mempunyai hubungan
anastomosis dipermukaan piameter otak dan basis kranium melalui sirkulus
Willisi dan sirkulasi koroid. Tunika adventisia pembuluh darah ini lebih tipis
daripada pembuluh darah ekstrakranial dan mengandung jaringan elastik yang
lebih sedikit, selain itu dengan diameter yang sama pembuluh darah
intrakranial ini lebih kaku dari pembuluh darah ekstrakranial. Arteri–arteri
perforantes yang berdiameter kecil yang terletak superfisial maupun profunda,
secara dominan merupakan end-artery dengan anastomosis yang sangat
terbatas, merupakan pembuluh darah yang resisten Arteri karotis kommunis
kiri dipercabangkan langsung dari arkus aorta sebelah kiri, sedangkan arteri
carotis kommunis dipercabangkan dari a.innnominata (brachiocephalica).
Dileher setinggi kartilagothyroid arteri karotis kommunis bercabang menjadi
arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna dengan arteri karotis interna
lebih posterior dibanding dengan arteri Karotis eksterna. Percabangan dari
kedua arteri ini sering disebut bifurcation. Karotis mengandung carotid body
yang berespon terhadap kenaikan tekanan partial oksigen arterial (PAO2),
aliran darah, PH, arterial dan penurunan PaCO2 serta suhu tubuh. Arteri
karotis kommunis berdekatan dengan serabut saraf simpatis ascenden, oleh
karena itu pada lesi arteri karotis kommunis misal. Akibat trauma, diseksi
arteri atau oklusi trombus dapat menyebabkan paralisis okulo simpatik
ipsilateral (sindrom horner’s) yang juga melibatkan serabut-serabut
sudomotor dengan wajah rteri karotis interna bercabang menjadi dua bagian
yakni bagian ekstrakranial dan intrakranial. Bagian ekstrakranial a. Karotis
interna setelah dipercabangkan didaerah bifurcatio akan melalui kanalis
karotikus untuk memvaskularisasi kavum timpani dan akan beranastomosis
dengan arteri maksilari interna salah satu cabang arteri karotis eksterna2.

15
Gambar 1. A. karotis interna dibagi menjadi arteri serebri anterior dan
serebri media.
Arteri karotis interna bagian intrakranial masuk ke otak melalui
kanalis karotikus berjalan dalam sinus kavernosus mempercabangkan arteri
opthalmika untuk n.optikus dan retina, kemudian akhirnya bercabang menjadi
a.serebri anterior dan a. serebri media, keduanya bertanggung
jawabmemvaskularisasi lobus frontalis, parietal dan sebagian temporal
(anterior cerebral arteriberasal dari arteri karotid .Oleh karena itu arteri serebri
anterior dibagi tiga cabang besar yaitu lentikulostriata media, percabangan
perikallosal ke korpus kallosum dan percabangan ke hemisper serebri. Arteri
lentikulostriata termasuk arteri Heubner dan percabangan basal dari arteri
serebri anterior, arteri Heubner memperdarahi bagian anterior putamen dan
nukleus kaudatus yaitu anteroinferior kapsula interna. Bagian basal
memperdarahi bagian dorsal dan hipotalamus). 2
Karakteristik klinis pada infark didaerah arteri serebri anterior
meliputi: defisit motorik, dan sensorik kontralateral dimana bagian lengan
lebih ringan dibanding tungkai, deviasi mata dan kepala kearah lesi, afasia
motoriktranskortikal, gangguan perilaku, disartria.2

16
Gambar 2. anatomi arteri karotis

C. Epidemiologi
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke,
kanker, diabetesmellitus, dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit
kronik lainnya merupakan penyebab 63% kematian di seluruh dunia.3
Baik di negara maju maupun berkembang, beban yang ditimbulkan
stroke sangat besar. Stroke merupakan penyebab kematian kedua terbanyak
di negara maju dan ketiga terbanyak di negara berkembang. Berdasarkan
data WHO tahun 2002, lebih dari 5,47 juta orang meninggal karena stroke di
dunia.1 Dari data yang dikumpulkan oleh American Heart Association tahun
2004 setiap 3 menit satu orang meninggal akibat stroke.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di
Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi
yang terdiagnosis tenaga kesehatan terjadi pada usia >75 tahun (43,1%) dan
terendah pada kelompok usia 15-24 tahun(0,2%). Prevalensi berdasarkan
jenis kelamin yaitu lebih banyakpada laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan
perempuan (6,8%).Berdasarkan tempat tinggal,prevalensi di perkotaan lebih

17
tinggi (8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%). Berdasarkan
data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus
stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per
mill dan 12,1 permill untuk yang terdiagnosis memiliki gejala stroke.
Prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan
terendah diprovinsi Papua (2,3%). Provinsi Lampungmemilik angka
kejadiansebanyak 42.815 orang (7,7%).Diperkirakan kasusstroke yang
paling terjadi di dunia, adalah SNHdengan presentase 85-87% dari semua
kasus stroke.
Di Sulawesi Tenggara sendiri,meskipun penyakit menular masih
merupakan masalah kesehatan utama, di saat yang samajumlah penderita
PTM dan kematian akibat PTM terus meningkat.3

D. Etiologi
Pada Stroke Non Haemoragik (SNH), dapat dibedakan menjadi stroke
emboli dan thrombolitik. Pada stroke thrombolitik didapati oklusi di lumen
arteri serebal oleh thrombus. Pada stroke emboli penyumbatan disebabkan
oleh suatu embolus yang dapat bersumber pada arteri serebral, karotis
interna vertebrobasiler, arkus aorta asendens ataupun katup serta
endokranium jantung. Ateroklerotik dan berulserasi, atau gumpalan
thrombus yang terjadi karena fibrilasi atrium, gumpalan kuman karena
endokarditis bacterial atau gumpalan darah di jaringan karena infrak mural.4

E. Klasifikasi
Stroke Non Hemoragik (iskemik) dibagi menjadi : TIA (Transcient
Ischemic Attack) adalah manifestasi vasospasmus regional yang berlangsung
sementara atau sepintas. Terjadi akibat penyumbatan salah satu aliran darah
karena vasospasmus, langsung menimbulkan gejala defisit atau
perangsangan, sesuai dengan fungsi daerah otak yang terkena. Gangguan
neurologis sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan

18
hilang dalam waktu kurang dari 24 jam. RIND (Reversible Ischemic
Neurologic Defisit) merupakan gangguan neurologis yang timbul akibat
gangguan peredaraan darah di otak, yang waktu berlangsungnya lebih lama,
yaitu lebih dari 24 jam, bahkan sampai 21 hari. Akan membaik dalam waktu
24-48.4

Gambar 3. Jenis Stroke

F. Patofisiologi

Gambar 4. patofisologi stroke

19
Otak merupakan 2% dari berat badan tubuh total (sekitar 1,4 kg)
namun otakhanya menggunakan 20% dari oksigen tubuh dan 50%
glukosa yang ada didalam darah arterial. Otak sangat tergantung suplai
darah dari luar,sehingga anatomi pembuluh darah otak mempunyai
struktur yang mendukung tetap tersedianya darah pada otak.Otak
mendapatkan suplai darah dari dua arteri utama yaitu arteri karotis
(kanan-kiri), menyalurkan darah ke otak bagian depan atau disebut
sirkulasi arteriserebrum anterior dan sistem vertebrobasilaris
menyalurkan darah ke bagian belakang otak atau di sebut sirkulasi arteri
serebrum posterior.7

Gambar 5. Patofisologi stroke

Keempat cabang arteri ini akan membentuk suatu hubungan yang


disebut sirkulus willisi.Apabila terjadi gangguan peredaran darah ke otak
akan menimbulkan gangguan metabolisme sel-sel neuron. Dimana sel-sel
neuron itu tidak mampu untuk menyimpan glikogen. Oleh karena itu, di
susunan saraf pusat untuk keperluan metabolisme sepenuhnya tergantung
dari glukosa dan oksigen yang terdapat di arteri-arteri yang menuju otak.
Maka hidup matinya sel-sel neuron dalam susunan saraf pusat sepenuhnya
tergantung dari peredaran darah arteri.1

20
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur
arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-
macam manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga.
Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel
penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai
nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas
vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+
dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai
rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini
menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan
timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah
iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari
otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan).
Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini
akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel
disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di
sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel
neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian
terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya,

21
sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan
membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan.
Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu
charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau NO), yang akan
merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel
akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.

G. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang bisa ditimbulkan pada stroke iskemik diantaranya,
yaitu timbulnya hemiparesis, monoparesis, atau (jarang) quadriparesis,
Hemisensorydefisit, kehilangan visual monokuler atau teropong, defisit
bidang visual, diplopia, dysarthria, droop wajah, ataxia, vertigo (jarang
diisolasi), nystagmus, aphasia, tiba-tiba terjadi penurunan tingkat kesadaran.

H. Diagnosis
Untuk menilai stroke hemoragik, maka kriteria diagnosa yang dapat
dilakukan ialah
1. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan
stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual
muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi
pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke
meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan
monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat
muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan

22
waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan
perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat
mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti: 5
a. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
b. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
c. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
d. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom,
ensefalitis, dan hiponatremia.
2. Pemeriksaan Fisik (Neurologis dan umum)
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab
stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang
menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang
dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher
untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan
juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti obesitas,
hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi
gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki
gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk
mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan
neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran,
pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral,
gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun
harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya
kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di

23
mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu
mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.6
3. Pemeriksaan penunjang dilakukan bila ada indikasi, antara lain dengan
melakukan pemeriksaan :
a. Neuroimaging : CT – Scan
Pada pasien dengan gejala klinis stroke, pemeriksaan CT
scanperlu dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan intrakranial dan
penyebab nonvaskular lain, karena terapi aktivator plasminogen
jaringan rekombinan untuk strokeiskemik dapat meningkatkan risiko
perdarahan intrakranial. Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam
setelah onset), CT scan terlihat normal pada >50% pasien. Gambaran
CT scan yang khas untuk iskemia serebri antara lain pendangkalan
sulkus serebri, menghilangnya batas substansia alba dan substansia
grisea, misalnya tanda insular ribbon; hipodensitas nukleus
lentiformis, hiperdensitas arteri serebri media, dan tanda Sylvian dot.
Pada infark akut (6-24 jam), gambaran-gambaran tersebut dapat
terlihat makin jelas. Selama periode subakut (1-7 hari), edema meluas
dan didapatkan efek massa yang menyebabkan pergeseran jaringan
yang mengalami infark ke lateral dan vertikal. Infark kronis ditandai
dengan gambaran hipodensitas dan berkurangnya efek massa; densitas
daerah infark sama dengan cairan serebrospinal.3

Gambar 6. Gambaran CT – Scan memperlihatkan hipodensitas


insula serebri kiri pada infark a. serebri media kiri (panah putih)

24
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI), Pemindaian dupleks karotis,
dan Angiografi digital.7

Gambar 7. Gambaran Magnetic Resonance Angiogram


memperlihatkan gambaran stenosis dari trunkus a. cerebri media
(lingkaran merah) yang dicurigai sebaga thrombus atau emboli.

c. USG, ekchokardiograf, EKG, foto toraks


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna
untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut
termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan
pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai
mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan
untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini
juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan
jantung adalah EKG dan foto thoraks.

25
I. Tata Laksana
1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat
dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan
agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien
diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian
cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan
otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah
trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah
(termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah.8
Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan
dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada
keluarganya agar tetap tenang.
2. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara
dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut
dampak stroketerhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan
pasien yang dapat dilakukan keluarga.8
a. Stroke Iskemik Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada
satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai
bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan
napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis
gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan
kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung
kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).8

26
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau
koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral
hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan
menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang
nasogastric.8
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas
gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin dripintravena kontinu
selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg%
atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40%
iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri
kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali
bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean
Arterial Blood Pressure(MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran
dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut,
gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah
maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium
nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau
antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90
mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1
jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu
tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20
g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥110 mmHg. Jika kejang,
diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal
100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan

27
tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound
atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan
osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan
hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.8
b. Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan
trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat
juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika
didapatkan afasia).

J. Komplikasi
Pasien yang mengalami gejala berat misalnya imobilisasi dengan
hemiplegia berat rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan
kematian lebih awal, yaitu : pneumonia, septikemia (akibat ulkus dekubitus
atau infeksi saluran kemih), thrombosis vena dalam/deep vein thrombosis
(DVT) dan emboli paru, sekitar 10% pasien dengan infark serebri meninggal
30 hari pertama dan hingga 50% pasien yang bertahan akan membutuhkan
bantuan dalam mejalankan aktivitas sehari–hari.Faktor-faktoryang
mempunyai kontribusi pada disabilitas jangka panjang meliputi ulkus
dekubitus, epilepsi, depresi, jatuh berulang, spastisitas,kontraktur dan
kekakuan sendi.

K. Prognosis
Dalam studi stroke Framingham dan Rochester, tingkat mortalitas
keseluruhan pada 30 hari setelah stroke adalah 28%, tingkat mortalitas pada
30 hari setelah stroke iskemik adalah 19%, dan tingkat kelangsungan hidup 1
tahun untuk pasien dengan stroke iskemik adalah 77%. Namun, prognosis

28
setelah stroke iskemik akut sangat bervariasi pada pasien individual,
tergantung pada tingkat keparahan stroke dan pada kondisi premorbid, usia,
dan komplikasi stroke.

29
BAB III
RESUME DAN ANALISIS KASUS

A. Resume
Ny. L, 54 tahun dengan hemiparese dextra sejak sejak dua hari
yang lalu sebelum masuk RS. Keluhan dirasakan tiba-tiba saat istirahat.
Keluhan lain pasien bicara pelo (+). Ny. L memiliki riwayat hipertensi dan
riwayat konsumsi obat amlodipine (+), kolestrol tinggi (+), gout (+),
riwayat lemah separuh badan sebelumnya (-). Keluarga memiliki riwayat
stroke (+) saudara pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit
sedang, dengan nilai GCS E4M6V5. Tanda vital TD 148/86 mmHg, Nadi
75x/menit, Pernapasan 20x/menit, Suhu 37,1°C. Pemeriksaan neurologis
didapatkan N VII parese dextra, N XII lingua mengarah ked extra. Pada
pemeriksaan ekstremitas didapatkan tonus dan pergerakan menurun pada
ekstremitas superior et inferior dextra dengan kekuatan otot ekstremitas
superior dextra 0/4 dan ekstremitas inferior dextra 4/2. Pemeriksaan reflex
fisiologis mengalami penurunan pada sisi dextra.
Hasil perhitungan skor hasanuddin yaitu, 2 dengan interpretasi non
hemoragic stroke.

B. Analisa Kasus
Pasien merupakan seorang perempuan usia 53 tahun, dengan
menunjukan gejala suspek pada penyakit Strok Non Hemoragik. Strok
adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24
jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, strok sekunder
karena trauma maupun infeksi. Strok dengan defisit neurologik yang
terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak.

30
Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang
menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang
mengalami oklusi.Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau
tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu
daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Biasanya pasien
datang ke rumah sakit apabila sudah ada gangguan fungsional misalnya
seperti adanya kelemahan separuh badan sehingga aktifitas sehari hari
menjadi terganggu.
Pada Stroke Non Haemoragik (SNH), dapat dibedakan menjadi
stroke emboli dan thrombolitik. Pada stroke thrombolitik didapati oklusi
di lumen arteri serebal oleh thrombus. Pada stroke emboli penyumbatan
disebabkan oleh suatu embolus yang dapat bersumber pada arteri serebral,
karotis interna vertebrobasiler, arkus aorta asendens ataupun katup serta
endokranium jantung.
Pada pasien ini ditemukan gejala kelemahan pada separuh
badannya yaitu sebelah kanan. Pasien perlu diobservasi terus menerus
untuk melihat perkembangan gejala dan untuk menentukan terapi yang
tepat kepada pasien.
Tatalaksana pada kasus ini adalah Breathing, harus dijaga jalan
nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru cukup baik.
Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang. Brain,
posisi kepala diangkat 20-30 derajat. Edema otak dan kejang harus
dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderta yang
mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan pemeriksaan funduskopi.
Blood, jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG. Tekanan
darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai
menurunkan perfusi otak.Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk
metabolisme otak Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan
dengan drastis, lebih-lebih pada penderita dengan diabetes mellitus

31
lama.Keseimbangan elektrolit dijaga. Untuk NHS, untuk mencegah
terjadinya sumbatan: Anti agregasi trombosit, Anti koagulan,
Fibrinolitik.Bowel, defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per
oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila
tidak baik atau pasien tidak sadar, dianjurkan melalui pipa
nasogastrik.Bladder, Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih
dikosongkan dengan kateter intermiten steril atau kateter tetap yang steril,
maksimal 5-7 hari diganti, disertai latihan buli-buli.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Setyopranoto, I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 185. Vol. 38, No.
4 Hal 247-250. 2011
2. Pusparani, S. Hubungan antara Hipertensi dan Stroke Hemoragik pada
Pemeriksaan CT-Scan Kepala di Instalasi Radiologi RSU DR. Moewardi
Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Unisversitas Sebelas Maret.
Surakarta. 2009. 1-59 p
3. Danziger, A. Stroke imaging: Practice Essentials, Computed Tomography.
Emedicine. Medscape. 2018. 1-21 p
4. Latifah, D. Hubungan Letak Lesi dengan Tingkat Mortalitas pada Pasien
Stroke Iskemik. Skripsi. Fakultas Kedoteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta. 2018. 1-11 p
5. Fakhrin. Penatalaksanaan Proprioseptive Neuromuscular Facilitation (PNF)
pada Kondisi Hemiparese Sinistra Post Stroke Non Hemoragic Stadium
Recovery di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedoteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2015. 1-25 p
6. Myrtha R. Gambaran CT Scan Non-Kontras pada Stroke Iskemik. CDK-
198/Vol. 39 No. 10, th. 2012
7. Smart Patien. Stroke. Hospitali Authority. 2016. 1-12 p
8. Wirawan RP. Rehabilitasi Stroke pada pelayanan kesehatan primer. maj
kedokteran indonesia. 2009. Volume 59, Nomor 2. Hal 61-71.

33

Anda mungkin juga menyukai