Anda di halaman 1dari 17

KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN NOTULENSI

FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL DESEMBER 2021


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

NOTULENSI CRITICAL APPRAISAL

OLEH:
Widyawati Sasmita, S. Ked
K1A1 15 124

PEMBIMBING:
dr. Raja Al Fath Widya Iswara, MH, Sp.FM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN KEDOKTERAN


FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
CRITICAL APPRAISAL
Pemateri : Widyawati Sasmita, S. Ked
Judul : The extrapleural fat sign on postmortem computed
tomography may differentiate acute from chronic extrapleural
hematomas
Hari/Tanggal : Sabtu/ 11 Desember 2021
Pembimbing : dr. Raja Al Fath Widya Iswara, MH, Sp.FM.
Notulen : Nurul Annisa Muhtar, Riska, Wa Ode Indri Lestari Kalimin,
Ayu Dwi Safitri, La Ode Miftah Ramadhan

1. Penanya: Rekha Apriliani, S. Ked


Mengapa extrapleural fat line ditemukan di kasus 1 tetapi tidak
ditemukan pada kasus 2?
Extrapleural fat adalah kondisi jinak dan mengacu pada deposisi
lemak difus di luar pleura parietal yang terjadi di berbagai lokasi tetapi
biasanya terjadi di sepanjang dinding dada. Extrapleural fat merupakan
komponen dari jaringan ikat longgar dari fascia endothoracic dan paling
banyak di sepanjang aspek posterolateral dari costae IV - VIII secara bilateral.
Pada X-Ray, bayangan jaringan lunak yang dihasilkan dapat dikacaukan
dengan penebalan pleura atau plak pleura.1
Extrapleural fat sign merupakan temuan insidental dari extrapleural
hematoma (EH) dan juga mungkin tidak mudah divisualisasikan secara teknis
pada CT konvensional. Namun, pada penelitian ini menggunakan perangkat
pengaturan yang sama, pasti tidak ada perbedaan kinerja. Dengan demikian,
kami berspekulasi bahwa ada/tidaknya extrapleural fat sign mungkin
mencerminkan periode EH, yaitu akut atau kronis. Pada fase awal EH, fat
layer terletak di sekitar sisi rongga hematoma sedangkan pada fase berikutnya
lapisan lemak digantikan oleh fibroblas bersama dengan reaksi peradangan,
menyebabkan hilangnya tanda lemak ekstrapleural.2
2. Penanya: Rahmatia M. Budu, S. Ked
Pada kasus kematian apa saja yang diperlukan untuk penujang PMCT?
Postmortem computed tomography (PMCT) lebih sering digunakan
dalam forensic medicine. CT scan dilakukan dan diinterpretasikan oleh
spesialis forensic medicine. Dalam 11 kasus, temuan penting yang ditemukan
selama CT scan tidak ditemukan pada otopsi.3
Dalam 11 kasus, temuan penting dari CT scan tidak terlihat pada
otopsi yaitu 4 fraktur pada tulang ekstremitas, fraktur tulang panggul, 2 kasus
metastasis tulang, 2 kasus pneumotoraks, dan 2 kasus kompresi parah jantung
oleh hidrotoraks. Dalam dua kasus terakhir, hidrotoraks ditemukan pada
otopsi, tetapi kompresi jantung sepenuhnya tidak dapat dinilai. Dalam satu
kasus, pneumotoraks yang dianggap ada pada otopsi jelas tidak ada pada CT
scan.3

3. Penanya: Nurul Annisa Muhtar, S. Ked


Adakah kekurangan dari case repost yang disajikan?
Menurut pendapat saya, pada case report yang telah disajikan, jika
mengacu pada judul, informasi yang diberikan cukup baik, tetapi untuk
informasi terkait dengan keluhan yang dirasakan oleh korban dan mekanisme
terjadinya kematian tidak dijelaskan secara rinci sehingga kedua kasus
tersebut tidak diketahui sebab dan mekanisme terjadinya kematian.

4. Penanya: Ayu Dwi Safitri, S. Ked


Apa tujuan dari jurnal ini memasukkan 2 kasus?
Penulis melaporkan dua kasus otopsi EH yang juga dipelajari dengan PMCT.
Satu kasus EH akut dan kasus EH kronis. Tujuan dari jurnal ini yaitu
menjelaskan perbedaan gambar PMCT mereka dengan penekanan pada
extrapleural fat sign.2
5. Penanya: Wa Ode Indri Lestari Kalimin, S. Ked
Apa yang bisa menyebabkan terjadinya EH pada kedua kasus?
Dalam kasus 1, extrapleural fat sign ditunjukkan di EH. Dalam hal ini,
EH disebabkan oleh fraktur costae dengan transeksi vena interkostal di sekitar
area ini. Pecahnya aneurisma aorta toraks terkadang dapat menyebabkan EH.
Dalam kasus 1, tidak terdapat pecahnya aneurisma aorta dan tidak ada luka
iatrogenik di sekitar EH. Selanjutnya, EH terutama dibuat oleh bekuan darah
yang agak segar tanpa reaksi fibroblas atau makrofag. Dengan demikian jelas
bahwa EH disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas saat ini dan bersifat akut.2
Dalam kasus 2, extrapleural fat sign tidak ditemukan di PMCT. Dalam
hal ini, EH dibuat oleh gumpalan terorganisir dengan deposisi fibrin dan
reaksi fibroblastik yang menonjol tanpa lemak. Jadi, kami menganggap bahwa
EH itu kronis. Menurut laporan sebelumnya, gangguan perdarahan dan usia
tua disinyalir sebagai faktor risiko EH. Sebagian besar EH tidak menunjukkan
gejala dan sembuh secara alami. Dalam kasus 2, pasien adalah orang tua yang
memakai obat antiplatelet. Tidak ada patah tulang rusuk atau luka iatrogenik.
Jadi, EH-nya terjadi secara spontan tanpa ada kecelakaan yang nyata dan
bahwa EH itu dalam proses perbaikan alami.2

Penanya: dr. Raja Al Fath Widya Iswara, MH., Sp.FM


1. Kenapa memilih jurnal ini untuk dipresentasikan?
Extrapleural hematoma (EH) adalah kondisi klinis yang jarang terjadi
karena perluasan extrapleural space dan akumulasi darah di wilayah ini cukup
sulit. EH diklasifikasikan menjadi tiga kelompok termasuk spontan, iatrogenik
dan traumatis. Trauma tumpul dada, kateterisasi vena sentral dan ruptur
aneurisma aorta toraks merupakan faktor etiologi yang paling sering. Insiden
EPH pada trauma toraks adalah 7,1%, dan angka kematian pada periode awal
adalah 2,9%.4,5
Saya juga memilih jurnal ini disebabkan karena saya memiliki suatu
ketertarikan dengan radiologi sehingga jurnal ini menjadi daya tarik sendiri
bagi saya.
2. Kenapa jurnal ini bisa masuk/terindeks scopus Q1?
Feasibility : jurnal ini layak karena memiliki informasi kebaruan yang dapat
dilakukan untuk membantu ahli patologi forensic dan forensic medicine dalam
mengetahui jenis extrapleural hematoma berdasarkan pemeriksaan penunjang
PMCT.
Interesting : jurnal ini memiliki daya tarik dengan menyajikan kasus yang
jarang terjadi yaitu extrapleural hematoma menggunakan pemeriksaan PMCT
Novelty : pada jurnal ini disebutkan bahwa kasus extrapleural hematoma
sangat jarang terjadi, dan pada jurnal ini penulis ingin membandingkan
temuan yang didapatkan dari kasus EH akut dan EH kronik menggunakan
pemeriksaan PMCT yang belum pernah dijelaskan di jurnal sebelumnya.
Ethiquete : Penelitian ini tidak melanggar etik karena identitas korban tidak
dicantumkan dalam jurnal ini
Relevant : hasil dari jurnal ini dapat digunakan untuk pengembangan
penelitian dan pengetahuan mengenai patologic forensic dan forensic
medicine

3. Selain dari forensic, apakah ada literatur dari bagian lain yang
membahas tentang EH? Apakah yang membedakan dengan literatur
lain?
Bagian radiologi
Jurnal ini membahas temuan radiologis dan klinis yang terkait dengan
extrapleural hematoma (EH) bertujuan untuk merumuskan sistem klasifikasi
berbasis pencitraan untuk EH dan mengidentifikasi faktor radiologis atau
klinis yang terkait dengan intervensi bedah. Pada jurnal ini, penulis
mengumpulkan 13 kasus EH yang dikumpulkan selama tinjauan klinis dengan
pemeriksaan computed tomography (CT) jika ada perpindahan ke dalam dari
extrapleural fat oleh pengumpulan cairan perifer intratoraks.6
Perbedaan dari kedua jurnal ini terdapat pada tujuan penulis. Pada
jurnal yang diterbitkan oleh bagian forensik bertujuan untuk membandingkan
gambaran extrapleural fat melalui pemeriksaan postmortem computed
tomography (PMCT) pada kasus EH akut dan kronik. Sedangkan pada jurnal
yang diterbitkan oleh bagian radiologi bertujuan untuk mengetahui penyebab
dominan yang terjadi pada kasus EH dengan pemeriksaan computed
tomography angiography (CTA).2,6
Bagian Bedah

Jurnal ini membahas tentang perawatan bedah untuk mengontrol


perdarahan mungkin diperlukan karena hematoma yang besar dapat
menyebabkan gangguan ventilasi dan peredaran darah untuk menekan jantung
dan paru-paru pada dua kasus huge extrapleural hematoma pada pasien yang
tidak memiliki riwayat trauma yang jelas atau episode traumatis.7
Perbedaan dari kedua jurnal ini terdapat pada tujuan penulis. Pada
jurnal yang diterbitkan oleh bagian forensik bertujuan untuk membandingkan
gambaran extrapleural fat melalui pemeriksaan postmortem computed
tomography (PMCT) pada kasus EH akut dan kronik. Sedangkan pada jurnal
yang diterbitkan oleh bagian bedah bertujuan untuk CT scan digunakan untuk
mengevaluasi lokasi dan derajat EH sebelum dilakukan intervensi bedah
menggunakan metode video-assisted thoracic surgery (VATS).2,7

4. Apa yang bisa dibedakan dari otopsi konvensional pada EH akut dan
kronik?
Pada otopsi EH akut ditemukan perdarahan pada otot dada sebelah kiri
dan fraktur dorsal iga pertama, kedua, dan ketiga kiri. Paru-paru menunjukkan
memar di kedua sisi. Otot-otot interkostal antara tulang rusuk kedua dan
ketiga yang patah hancur dan berdarah, pembuluh darah robek. Pleura parietal
apikal yang robek sebagian di sebelah kiri terlepas dari dinding dada.8

Gambar 1. Perhatikan extrapleural hematoma (X) yang tipis yang mencapai


dari mediastinum ke puncak rongga dada kiri. Di sana, perdarahan tebal
terlihat (bold arrow). Otot interkostal yang berdekatan antara tulang rusuk
kedua dan ketiga memar (thin arrow).8
Perdarahan ekstrapleural tipis seperti film meluas dari area besar yang
terlepas di apeks kiri rongga toraks ke mediastinum. Selanjutnya ditemukan
sebanyak 1500 mL darah di bagian kiri dan 700 mL di rongga dada kanan.
Organ dalam pucat. Jika tidak, tidak ada patologi yang relevan yang dapat
dicatat.8
Gambar 2. Apeks rongga dada kiri setelah pengangkatan paru dan jantung.
Pleura parietal (white arrow) terlepas dari dinding dada (black arrow),
sehingga membentuk extrapleural cavity8
Pada otopsi EH kronik ditemukan clot di rongga pleura kiri setinggi iga
kelima sampai daerah iga kesepuluh. Tidak ada fraktur tulang rusuk atau luka
iatrogenik di sekitar EH.2

Gambar 3. Kavitas dada kiri menunjukkan adanya EH (white outline)2

5. Teknik otopsi apa yang digunakan pada jurnal ini?


a. Jenis-jenis otopsi yang dapat dilakukan:9
1) Otopsi anatomik
Otopsi yang digunakan untuk kepentingan pendidikan.
Bertujuan untuk mempelajari susunan tubuh manusia yang normal.
2) Otopsi klinik
Otopsi yang dilakukan terhadap jenazah dari penderita penyakit
yang dirawat dan kemudia meninggal dunia dirumah sakit.
3) Otopsi forensik atai otopsi medicolegal
Otopsi yang dilakukan untuk kepentingan peradilan, yaitu
membantu penegak hukum daam rangka menemukan kebenaran.9
b. Teknik irisan dalam otopsi:9
1) Irisan I
Pada teknik pengirisan I dibuat dengan melakukan irisan dari
ujung dagu kebawah melalui garis pertengahan tubuh sampai ke
daerah umbilicus membelok ke kiri membuat irisan setengah
lingkaran, mengelilingi umbilicus, kemudia di bagian bawah umbilikus
kembali membuat irisan pada garis pertengahan tubuh sampai diatas
simpisis pubis.9

2) Irisan Y dan modifikasi Y


Pada irisan Y ada beberapa tipe. Teknik irisan tipe Y yang
pertama dengan cara membuat irisan dari puncak bahu (acromion
kanan dan kiri diatas tulang clavicula) bertemu di incisura jugularis,
kemudian ke bawah melalui garis pertengahan tubuh sampai ke daerah
umbilikus membelok ke kiri membuat irisan setengah lingkaran
mengelilingi umbilikus kemudian dibagian bawah umbilikus kembali
membuat irisan pada garis pertengahan tubuh sampai diatas simpisis
pubis.9
Tipe Y yang kedua dari acromion kanan dan kiri kemudia
membentuk huruf V bertemu pada garis pertengahan tubuh tepat di
prosesus xipoideus kemudian kebawah sampai diatas simpisis pubis.9
Tipe Y yang ketiga dengan membuat irisan dari incisura
jugularis ke bawah sepanjang sternum sampai ke simpisis pubis,
kemudian irisan diperluas keatas dengan cara membuat irisan bilateral
dari incisura jugularis ke tragus kanan dan kiri. Irisan ini sering
digunakan pada kasus kekerasan dileher bagian depan.9
Tipe Y yang ke empat disebut juga tipe U, dengan cara
membuat irisan dari puncak bahu (acromion) kanan dan kiri diteruskan
sejajar linea axilaris anterior kanan dan kiri sampai dibatas garis lipat
mamae diteruskan ke medial dan bertemu di prosesus xipoideus
kemudian ke bawah sampai diatas simpisis pubis. Tipe ini lebih
disukai di Amerika terutama di jenazah wanita karna dari segi estetika
lebih baik dibandingkan dengan tipe yang lainnya.9
c. Teknik pengangkatan organ saat otopsi9

Rokitansky Virchow Lettule Ghon

Diseksi Organ Pengankatan Diseksi en blok dan Diseksi blok dan


Insitu Organ Satu-persatu pemisahan organ pemisahan organ

Diseksi organ Diseksi organ Diseksi organ

Pada kedua kasus tersebut tidak dicantumkan mengenai jenis irisan


dan teknik pengangkatan organnya yang digunakan pada pemeriksaan dalam
jenazah. Kalau menurut saya pada kedua kasus diatas menggunakan irisan I
dan menggunakan teknik virchow dalam pengankatan organnya. Pada teknik
pengirisan I dibuat dengan melakukan irisan dari ujung dagu kebawah melalui
garis pertengahan tubuh sampai ke daerah umbilicus membelok ke kiri
membuat irisan setengah lingkaran, mengelilingi umbilicus, kemudia di
bagian bawah umbilikus kembali membuat irisan pada garis pertengahan
tubuh sampai diatas simpisis pubis. Teknik Virchow dilakukan dengan
mengangkat organ satu persatu. Dalam kedua kasus ini, sebab kematian pasien
sudah diketahui yaitu berhubungan dengan organ reproduksi tanpa ada kaitan
dengan kelainan atau penyakit lain dari organ tubuh yang lainnya.
Pengangkatan menggunakan teknik vichow mengangkat organ satu persatu
yang dinilai berhubungan dengan kasus kematian tanpa harus mengangkat
organ tubuh yang lainnya selagi tidak ada kaitannya.9

6. Bagaimana prevalensi kasus EH di Indonesia maupun di Negara ini?


Insiden extrapleural hematoma pada trauma toraks adalah 7,1%, dan
angka kematian pada periode awal adalah 2,9%.4,5 Untuk insiden extrapleural
hematoma di Indonesia saat ini belum ada jurnal yang melaporkan terkait hal
tersebut.
7. Tentukan sebab, mekanisme, dan cara kematian serta MCOD dari kedua
kasus tersebut?
Pada kasus 1, terdapat riwayat multiple trauma sehingga terjadinya
extrapleural hematoma bisa didapatkan hasil:9
a. Sebab kematian adalah penyakit/cedera/luka yang bertanggung jawab atas
terjadinya kematian. Pada kasus ini sebab kematiannya adalah severe
pelvic fracture, multiple skull fractures, mild subdural hematoma, mild
extradural hematoma, dan mild brain contusion.
b. Mekanisme kematian adalah gangguan fisiologik dan atau biokimiawi
yang ditimbulkan oleh penyebab kematian sedemikian rupa sehingga
seseorang tidak dapat terus hidup. Pada kasus ini mekanisme kematiannya
dimulai dari severe pelvic fracture, multiple skull fractures, mild subdural
hematoma, mild extradural hematoma, dan mild brain contusion yang
menyebabkan terjadinya perdarahan hebat. Perdarahan hebat yang
berlangsung terus-menerus tanpa diberikan penanganan akan
menyebabkan terjadinya syok hipovolemik. Ketika syok sudah terjadi dan
masih tidak mendapatkan penanganan lebih lanjut akan berakibat fatal
yaitu kematian.10
c. Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab
kematian. Dibagi menjadi kematian wajar (akibat suatu penyakit) dan
kematian tidak wajar (akibat cedera/luka). Pada kasus ini cara
kematiaannya adalah kematian yang tidak wajar.
Penilaian Multiple Cause of Death (MCOD):
a. 1a (penyebab langsung): gagal sirkulasi
b. 1b (penyebab antara): perdarahan sirkulasi
c. 1d (penyebab yang mendasari): multiple trauma
Pada kasus 2 diatas, terdapat adanya thrombus baru di coronary artery
bypass bisa didapatkan hasil:9
d. Sebab kematian adalah penyakit/cedera/luka yang bertanggung jawab atas
terjadinya kematian. Pada kasus ini sebab kematiannya adalah terjadinya
infark miokard akut.
e. Mekanisme kematian adalah gangguan fisiologik dan atau biokimiawi
yang ditimbulkan oleh penyebab kematian sedemikian rupa sehingga
seseorang tidak dapat terus hidup. Pada kasus ini mekanisme kematiannya
dimulai dari adanya thrombus baru coronary artery bypass sehingga
menyebabkan terjadinya infark miokard akut. Infark miokard
mengakibatkan kerusakan permanen pada otot jantung karena kekurangan
oksigen sehingga terjadi penurunan fungsi diastolik dan sistolik dan
membuat pasien rentan terhadap aritmia. Selain itu, infark miokard dapat
menyebabkan kematian.11
f. Cara kematian adalah macam kejadian yang menimbulkan penyebab
kematian. Dibagi menjadi kematian wajar (akibat suatu penyakit) dan
kematian tidak wajar (akibat cedera/luka). Pada kasus ini cara
kematiaannya adalah kematian yang wajar.
Penilaian Multiple Cause of Death (MCOD):
d. 1a (penyebab langsung): Aritmia karena kekurangan oksigen akibat
kerusakan otot jantung
e. 1b (penyebab antara): thrombus baru di coronary artery bypass
f. 1d (penyebab yang mendasari): Infark miokard akut

8. Vaskularisasi dinding thoraks?


a. Suplai arterial
Pembuluh-pembuluh darah yang menyuplai dinding thorax
terutama terdiri dari arteriae intercostales posteriors dan arteriae
intercostales anteriores, yang mengelilingi dinding di antara costae yang
berdekatan di dalam spatium intercostale. Arteriae ini berasal dari aorta
dan arteria thoracica interna, yang muncul dari arteria subclavia pada
leher. Bersama-sama, arteriae intercostales ini membentuk suatu anyaman
vaskuler seperti keranjang di sekeliling dinding thorax.12
1) Arteriae intercostales posteriores
Arteriae intercostales posteriores berasal dari pembuluh-
pembuluh darah yang terkait dengan dinding posterior thorax. Dua
arteriae intercostales posteriors teratas di setiap sisi berasal dari arteria
intercostalis suprema, yang turun ke thorax sebagai cabang truncus
costocervicalis di leher. Truncus costocervicalis adalah cabang
posterior arteria subclavia.12
Sedangkan sembilan pasang arteriae intercostales posteriores
lainnya berasal dari permukaan posterior aorta thoracica. Karena aorta
terletak di sebelah kiri columna vertebralis, pembuluh-pembuluh darah
intercostalis posterior di sisi kanan dinding thorax itu harus
menyeberangi garis tengah, di sebelah anterior corpus vertebrae,
sehingga lebih panjang dibandingkan pembuluh-pembuluh darah
serupa yang berada di sisi kiri.12
Selain mempunyai banyak cabang yang menyuplai berbagai
komponen dinding thorax, arteriae intercostales posteriores memiliki
cabang-cabang yang mendampingi rami cutaneus lateralis nervus
intercostalis menuju ke regio superficialis.12
2) Arteriae intercostales anteriores
Arteriae intercostales anteriores berasal dari cabang lateral
arteria thoracica interna secara langsung atau tidak langsung.12
Tiap arteria thoracica interna muncul sebagai cabang besar
arteria subclavia di leher. Arteria ini melewati sisi anterior kubah
pleura cervicalis dan turun vertikal menuju apertura thoracis superior
dan di sepanjang bagian dalam dinding anterior thorax. Di setiap sisi,
arteria thoracica interna terletak di posterior cartilago costalis I-VI,
sekitar 1 cm di lateral sternum. Kira-kira setinggi spatium intercostale
keenam, arteria ini terbagi menjadi dua cabang terminal:12
a) Arteria epigastrica superior, yang berlanjut ke inferior menuju
dinding anterior abdomen;
b) Arteria musculophrenica, yang melewati arcus costalis, menuju
diaphragma, dan berakhir di dekat spatium intercostale terakhir.12
Arteriae intercostales anteriores yang menyuplai spatium
intercostale I-VI muncul sebagai cabang-cabang lateral dari arteria
thoracica interna, sedangkan yang menyuplai spatium intercostale di
bawahnya muncul dari arteria musculophrenica.12
Di setiap spatium intercostale, arteriae intercostales anteriores
biasanya memberikan dua cabang:12
a) Melewati tepi costa lebih atas.
b) Melintas di atas tepi costa yang lebih bawah dan bertemu dengan
ramus collaterale arteria intercostalis posterior.12
Distribusi pembuluh-pembuluh darah intercostalis anterior dan
posterior saling tumpang-tindih dan dapat membentuk koneksi
anastomosis. Biasanya arteriae intercostales anteriores lebih kecil
daripada yang posterior.12
Selain arteriae intercostales anteriores dan sejumlah cabang
lainnya, arteria thoracica interna memberikan rami perforantes yang
langsung ke muka di antara cartilago costalis untuk menyuplai
struktur-struktur di luar dinding thorax. Pembuluh-pembuluh darah ini
berjalan bersama rami cutanei anteriores nervi intercostaes.12
b. Drainase vena
Biasanya drainase vena dari dinding thorax paralel dengan pola
arteriaenya. Di tengah, akhirnya venae intercostales akan mengalir menuju
sistem vena azygos atau menuju venae thoracica interna, yang
berhubungan dengan venae brachiocephalica di leher.12
Seringkali venae intercostales posteriores atas pada sisi kiri
menyatu dan membentuk vena intercostalis superior sinistra, yang
bermuara ke dalam vena brachiocephalica sinistra.12
Hal yang serupa, venae intercostales posteriores atas di sisi kanan
dapat menyatu dan membentuk venae intercostalis superior dextra, yang
mengalir menuju vena azygos.12
DAFTAR PUSTAKA

1. El-Feky, M. 2020. Extrapleural fat. Avaiable in


https://radiopaedia.org/articles/extrapleural-fat
2. Mori, S., Kimura, S., Ro, A., Kigasawa, H., Takahashi, S., dan Mizukami, H.
2019. The extrapleural fat sign on postmortem computed tomography may
differentiate acute from chronic extrapleural hematomas. Forensic Science
International: Reports; 1: 1 – 5.
3. Leth, PM. 2007. The Use of CT Scanning in Forensic Autopsy. Forensic
Science, Medicine, and Pathology. 3(1): 65 – 69.
4. Pirzirenli, MG., Çelik, B., Gürz, S., dan Sürücü, ZP. 2015. Extrapleural
hematoma cases treated with video-assisted thoracoscopic surgery. Ulus
Travma Acil Cerrahi Derg. 21(5): 405 – 409.
5. Gupta, S. 2019. Traumatic Extrapleural Haematoma Incidence, Diagnosis and
Management: A mini review. Int J Med Rev; 6(4): 113 – 116.
6. Chung, JH., Carr, RB., dan Stern, EJ. 2011. Extrapleural Hematomas. Journal
of Thoracic Imaging; 26(3): 218 – 223.
7. Oka, S., Ono, K., Kajiyama, K., dan Yoshimatsu, K. 2019. Two extremely
rare cases of extrapleural hematoma. Surgical Case Reports; 5: 1 – 4.
8. Bolliger, SA., Thali, MJ., Aghayev, E., Jackowski, C., Vock, P., Dirnhofer,
R., dan Christe, A. 2007. Postmortem Noninvasive Virtual Autopsy. The
American Journal of Forensic Medicine and Pathology; 28(1): 44 – 47.
9. Iswara RAFW. Modul Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Kendari: Universitas Halu Oleo. 2019:14,18-20.
10. Piras, C. 2017. Hypovolemic shock. International Physical Medicine &
Rehabilitation Journal; 2(3): 240 – 242.
11. Mechanic, OJ., Gavin, M., dan Grossman, SA. 2020. Acute Myocardial
Infarction. Available in https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459269/
12. Drake, RL., Vogl, AW., Mitchell, AWM. 2018. Gray Dasar-Dasar Anatomi.
Edisi Kedua. Elsevier: 70 – 73.

Anda mungkin juga menyukai