Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Fraktur Femur

Disusun untuk melengkapi tugas Program Internsip Dokter Indonesia di Rumah Sakit

disusun oleh

dr. Dewi Romadhani

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TELUK KUANTAN
2022
DAFTAR ISI

BABI. PENDAHULUAN 3

BAB II.LAPORANKASUS 4

BAB III.TINJAUAN PUSTAKA 12

BABIV. PEMBAHASAN 21

DAFTARPUSTAKA 23

2
BAB I
PENDAHULUAN

Fraktur adalah patah tulang atau terganggunya kesinambungan jaringan tulang yang

disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Badan kesehatan dunia

(WHO) mencatat jumlah kejadian fraktur pada tahun 2011-2012 terdapat 1,3 juta orang yang

menderita fraktur. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian fraktur padaseseorang

adalah usia, jenis kelamin, jenis aktivitas atau pekerjaan yang sehari – hari dilakukan, dan

kondisi medis tertentu. Data menunjukkan bahwa semakin tua usia seseorang maka risiko

fraktur bertambah semakin besar, hal ini terkhususnya lebih terlihat pada wanita dimana

kondisi menopause mempengaruhi densitas tulang yang semakin lama semakin berkurang.

Risiko pekerjaan menjadi salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam angka

kejadian fraktur. Kemudian kondisi medis seperti Ricketsia akibat defisiensi vitamin D, atau

osteogenesis imperfecta dapat menjadi penyebab fraktur patologis pada pasien.1 Salah satu

cara untuk mengembalikan fraktur seperti semula adalah dengan melakukan reduksi baik

tertutup dan terbuka, serta melakukan perawatan yang baik hingga tulang bisa pulih.

Fraktur dapat menjadi kondisi yang dapat amat sangat mengganggu kualitas hidup

penderitanya. Pasien yang mengalami fraktur pastinya harus diistirahatkan dengan tujuan

imobilisasi bagian tulang yang patah sehingga beberapa aktivitas dapat terbatas pada pasien.

Apabila tulang yang terlibat adalah tulang yang berperan penting dalam aktivitas dasar sehari

- hari, maka pasien dapat lebih menderita lagi akibat terbatasnya sebagian besar fungsi

keseharian hidup. Kondisi fraktur juga tidak lepas dari beban yang dituangkan kepada

keluarga untuk menggantikan aktivitas pasien sehari – hari. Namun dengan penanganan yang

tepat dan kesabaran dari pasien dan keluarga, sebagian besar fraktur dapat pulih

hinggamengembalikan pasien pada fungsi dan aktivitasnya sehari – hari.

3
BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. AP

Usia : 32 tahun

JenisKelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Pekanbaru

Tanggal masuk RS : 7 Maret 2022

Anamnesis

Keluhan Utama

Pasien datang dengan nyeri pada kaki sebelah kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien masuk via IGD post kecelakaan lalu lintas motor dengan mobil, kaki kanan nyeri jika

digerakkan, kaki kanan pasien tertimpa motor, pingsan setelah ditabrak (-), muntah (-).

Keluar darah dari hidung(-), telinga (-). demam (-), batuk (-), nyeri tenggorokan (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

4
Pasien tidak ada riwayat sakit lama. Pasien menyangkal adanya hipertensi, asma ataupun

diabetes melitus.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung disangkal di keluarga.

Riwayat Pengobatan

Tidak ada riwayat konsumsi obat-obatan dalam jangka waktu lama.

Riwayat Sosial dan Pekerjaan

Pasien bekerja sebagai seorang kontraktor di lapangan. Pasien merokok. Pasien tidak minum

alkohol, tidak pernah menggunakan NAPZA.

5
Pemeriksaan Fisik

Status generalis

Kesadaran : compos mentis

Keadaanumum : tampak sakit sedang

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Frekuensi nadi : 78 x / menit

Frekuensi napas : 16 x / menit

Suhu tubuh : 36,6oC

Mata

 Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, cekung -/-

 Pupil isokor 3 mm / 3 mm

Leher

 Trakea di tengah, tidak adabenjolan

 JVP 5+ 0

cmH2OThoraks

 Jantung

o Inspeksi : Iktus kordis tidakterlihat

o Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga 5 midklavikulakiri

o Perkusi : batas jantung normal, kesan tidakkardiomegali

o Auskultasi : BJ I/II normal reguler, tidak ada murmur atauregurgitasi

 Paru
o Inspeksi : Dada simetris saat statis/dinamis, tidak tampak penggunaan

6
otot bantunapas

o Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan, tidak ada nyeri tekan atau

krepitasi

o Perkusi : Sonor seluruh lapangparu

o Auskultasi : vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing-/-

Abdomen

 Inspeksi : datar, simetris, vena kolateral (-), scar(-)

 Auskultasi : BU (+), peristaltik kesannormal

 Palpasi : tidak teraba massa, hepatosplenomegali (-), balotemen(-/-)

 Perkusi : timpani seluruh abdomen

Ekstremitas

 Superior : akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema-/-

 Inferior : akral hangat, CRT < 2 detik, pitting edema -/-

Status Lokalis

Femur dextra

 Look : tampak bengkak, sewarna kulit, tampak deformitas

 Feel : teraba edema, hangat, pulsasi arteri tibialis posterior (+), sensasi distal (+),
krepitasi (-)
 Move : ROM terbatas

7
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium(7/3/2022)

Pemeriksaan Hasil Rujukan


Hematologi
Hemoglobin 14,6 g/dL 12-16
Hematokrit 43,8 % 36 – 47
Leukosit 9.000 /uL 4.000 – 11.000
Eritrosit 5,22 . 106/ 4,1 – 5,1
Trombosit uL 150.000 – 450.000
MCV 242.000 / 81 – 99
MCH uL 85,7 27 – 31
MCHC fL 27,9 31 – 37
RDW pg 32,6 11,5-14,5
PDW g/dL 10 – 18
MPV 13,8 % 6,5 – 9,5
PCT 15,6 % 0,1 – 0,5
9,0 fL
0,217 %
Hitung Jenis Leukosit
 Limfosit 23 % 20 – 40
 Midcell 7% 2 – 10
 Granulosit 70 % 50 -70
Bleeding Time 2 menit 30 1–3
detik
Clotting Time 3–8
6 menit
Anti Sars-Cov 2 reaktif Non reaktif

Radiologi (7/3/2022)

Thoraks PA

 Jantung / Paru dalam batas normal

Femur Dextra AP/Lateral


8
Tampak garis fraktur femur dextra

Diagnosis

 Diagnosis kerja: Fraktur femur dextra 1/3 tengah + susp. covid-19

Rencana Penatalaksanaan

 IVFD RL 20tpm

 Ketorolac 1 x 30mg

 Ranitidine 1x50 mg

 Rujuk ke RSUD Arifin achmad provinsi riau

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan

epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Mayoritas fraktur terjadi karena tulang

gagal menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Fraktur dapat

diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu secara etiologis, klinis, danradiologis.2

Secara etiologis, fraktur dibagi menjadi fraktur traumatik, fraktur patologis, dan

fraktur stress. Fraktur traumatik terjadi karena trauma yang mendadak, sedangkan fraktur

patologis terjadi karena adanya kelemahan di tulang yang disebabkan adanya kelainan

patologis dalam tulang. Fraktur stres terjadi terjadi karena adanya trauma yang terus menerus

pada suatu lokasi tulang tertentu.2

Klasifikasi klinis membagi fraktur menjadi fraktur tertutup, terbuka, dan dengan

komplikasi. Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan

dunia luar,1dimana kulit masih intak. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai

jubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak. Fraktur dengan

komplikasi adalah fraktur yang disertai komplikasi penyembuhan tulang seperti

malunion,delayed union, nonunion, ataupun infeksi.2

Secara radiologis, fraktur diklasifikasikan berdasarkan lokasinya, konfigurasinya,

ekstensinya, dan hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya. Klasifikasi ini diperoleh

berdasarkan interpretasi gambaran radiologis tulang fraktur.2

10
Etiologi dan Faktor Risiko

Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan

puntirmendadak dan kontraksi otot yang ekstrim. Patah tulang mempengaruhi jaringan

sekitarnyamengakibatkanedemajaringanlunak,perdarahankeototdansendi,dislokasisendi,

ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera

akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau gerakan fragmen tulang. Faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinyafraktur:3

a. Faktor ekstrinsik; yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai

tulang, arah serta kekuatantulang.

b. Faktor intrinsik; yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma,

kelenturan, densitas serta kekuatantulang.

Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakaan mobil,

olahraga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh arah, kecepatan,

kekuatan dari tenaga yang melawan tulang, usia penderita dan kelenturan tulang. Tulang yang

rapuh karena osteoporosis dapat mengalami patah tulang.3

Klasifikasi

Fraktur dapat diklasifikasikan berdasarkan kontinuitas garis frakturnya, paparan dunia luar

atau tidak, dan keparahannya.4

a. Fraktur komplit; patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami

pergeseran dari posisi normal.

b. Fraktur tidak komplit; patah tulang yang terjadi pada sebagian garis tengah tulang.

c. Fraktur tertutup; patah tulang yang tidak menyebabkan robekan pada kulit. Patah
11
tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar.

d. Fraktur terbuka/fraktur komplikata; patah tulang dengan luka pada pada kulit dan

atau membran mukosa sampai patahan tulang. Fraktur terbuka di gradasimenjadi:

1) Grade I: fraktur terbuka dengan luka bersih kurang dari 1cm

2) Grade II: fraktur dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan extensif

sekitarnya.

3) Grade III: fraktur dengan kondisi luka mengalami kerusakan jaringanlunak

ekstensif dan sangat terkontaminasi. Fraktur terbuka grade III dibagi lagi

menjadi:

a) Grade IIIA: terjadi kerusakan soft tissue pada bagian tulang yang

terbuka

b) Grade IIIB: trauma yang menyebabkan kerusakan periosteum

ekstensif dan membutuhkan teknik bedah plastik untuk menutupnya

c) Grade IIIC: fraktur terbuka termasuk rusaknya pembuluh darah besar.

e. Frakturkhusus

1) Greenstick: salah satu sisi tulang patah dan sisi lainnya membengkok.

2) Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang

3) Oblik: garis patahan membentuk sudut dengan garis tengah tulang.

4) Spiral: fraktur yang memuntir seputar batang tulang

5) Kominutif: tulang pecah menjadi beberapa bagian

6) Kompresif: tulang mengalami kompresi/penekanan pada bagian tulang

12
lainnya seperti (pada tulangbbelakang)

7) Depresif: fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (pada tulang

tengkorak)

8) Patologik: fraktur pada tulang yang berpenyakit seperti penyakit Paget,

osteosarcoma.

9) Epifiseal: fraktur pada bagian epifisis.

Khusus pada regio antebrakhii, terdapat dua jenis fraktur yang umum terjadi pada kecelakaan

terjatuh ketika pasien menggunakan tangan untuk menumpu di lantai.

 Fraktur Colles: umum terjadi ketika telapak tangan digunakan untuk menumpu saat

terjatuh. Fraktur pada distal tulang radius dengan bagian tulang radius proksimal

memutar ke anterior (atau angulasi dorsal bagian distal radius). Penampakan khas

disebut dengan dinner forkdeformity.

 Fraktur Smtih: umum terjadi ketika punggung tangan digunakan untuk menumpu saat

terjatuh

Manifestasi Klinis

Manifestasiklinisfrakturadalahnyeri,hilangnyafungsi,deformitas,pemendekanekstremitas,

krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahanwarna.5

a. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi.

b. Pergeseran fragmen tulang menyebabkan deformitas tulang yang bisa

diketahui dengan membandingkan dengan bagian yangnormal.

c. Pemendekan tulang yang disebabkan karena kontraksi otot yang melekatdiatas

maupun dibawah tempatfraktur.


13
d. Pada pemeriksaan palpasi ditemukan adanya krepitasi akibat gesekan antara

fragmen satu dengan yang lainnya.

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal kulit terjadi sebagai akibat trauma

dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan radiologi foto polos.

Setelah mengalami cedera, pasien akan mengalami kebingungan dan tidak menyadari adanya

fraktur, serta berusaha berjalan dengan tungkai yang patah. Nyeri berhubungan dengan

fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan antar fragmen tulang

dan sendi di sekitar fraktur.4,5

Komplikasi

Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi 2 yaitu:4-6

a. Komplikasiawal

1) Syok

Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan

organ yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat

besar sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan

fraktur pelvis.

2) Embolilemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan katekolamin yang
dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam aliran darah. Globula lemak ini
bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang dapat menyumbat
pembuluh darah kecil yang memasok darah ke otak, paru-paru, ginjal dan
organ lainnya.
3) Compartment Syndrome

14
Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi

jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan

oleh karena penurunan ukuran fasia yang membungkus otot terlalu

ketat, balutan yang terlalu ketat dan peningkatan isi kompartemen

karena perdarahan atauedema.

4) Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dankoagulopati

intravaskular.

b. Komplikasi lambat

1) Delayed union, malunion, nonunion

Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan

tidakterjadi dengan kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan

distraksi (tarikan) dari fragmen tulang. Tarikan fragmen tulang juga

dapat menyebabkan kesalahan bentuk dari penyatuan tulang

(malunion). Tidak adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena

kegagalan penyatuan ujung-ujung dari patahan tulang.

2) Nekrosis avaskular tulang

15
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan

mati. Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti

dengan tulang yang baru. Foto polos rontgen menunjukkan kehilangan

kalsium dan kolaps struktural.

3) Reaksi terhadap alat fiksasiinterna

Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun

pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai

menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator

terjadinya masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan mekanis dari

pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material,

berkaratnya alat, respon alergi terhadap logam yang digunakan dan

remodeling osteoporotik disekitar alat.

Tatalaksana

Penatalaksanaan primer dan resusitasi sangat penting untuk mengontrol perdarahan yang

diakibatkan oleh trauma muskuloskeletal. Perdarahan dari patah tulang panjang dapatmenjadi

penyebab terjadinya syok hipovolemik. Pasien dievaluasi dengan seksama dan lengkap.

Ekstremitas sebisa mungkin jangan digerakkan untuk mencegah kerusakan soft tissue pada

area yangcedera.7

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi serta

kekuatan normal dengan rehabilitasi.7,8

a. Reduksi fraktur

16
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi

anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan traksi tergantung pada

sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.

1) Reduksi tertutup

Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang kembali ke

posisinya dengan manipulasi dan traksimanual

2) Reduksi terbuka

Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan pendekatan bedah

dengan menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, plat sekrup

untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan

solid terjadi.

3) Traksi

Traksi pada prinsipnya digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Traksi adalah

pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh untuk meminimalisasi spasme otot,

mereduksi, mensejajarkan, serta mengurangi deformitas. Jenis–jenis traksi

meliputi:

a) Traksi kulit: Buck traction, Russel traction, Dunloptraction

b) Traksi skelet: traksi skelet dipasang langsung pada tulang dengan

menggunakan pin metal atau kawat. Beban yang digunakan pada traksi

skeletal adalah 7 kg sampai 12 kg untuk mencapai efektraksi.

b. Imobilisasi fraktur

17
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan

dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat

dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Fiksasi eksterna dapat menggunakan

pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, dan teknik gips. Sedangkan fiksasi interna

dengan menggunakan implanlogam.

c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan meningkatkan peredaran

darah. Partisipasi dalam aktifitas sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki

kemandirian fungsi dari organ yang terlibat.

18
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki usia 32 tahun datang dengan keluhan nyeri pada kaki sebelah kanan

setelah kecelakaan lalu lintas 1 jam yang lalu, kaki tidak bisa digerakkan dan tampak bengak.

Hal ini mendasari kecurigaan ke arah gangguan muskuloskeletal terlebih tulang karena

adanya pembengkakan dan keterlibatan pada aktivitas dengan momentum yang besar yaitu

kecelakaan sepeda motor. Kemudian dari anamnesis juga diperoleh informasi bahwa kaki

kanan pasien tertimpa sepeda motor. Hal ini mengarahkan kecurigaan adanya fraktur pada

tulang femur dextra.

Pada pemeriksaan fisik status lokalis tampak bahwa pasien kemungkinan mengalami

fraktur pada regio femur dextra. Adanya deformitas dan pembengkakan yang mengarahkan

diagnosis fraktur femur. Untuk konfirmasi maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa

foto polos radiologi pada femur dextra. Hasilnya ditemukan garis fraktur pada 1/3 tengah

femur dextra, sehingga dapat ditegakkan diagnosis fraktur femur dextra 1/3 tengah. Pasien

juga diperiksa lab darah lengkap untuk memastikan tidak ada komplikasi infeksi pada pasien.

hasil rapid antigen reaktif.

Tatalaksana awal pada pasien dilakukan dengan memberikan obat anti nyeri injeksi

dan fiksasi eksternal sementara dengan memasang bidai pada kaki kanan pasien.Pasien

direncanakan untuk dirujuk ke dr bedah ortopedi RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Court-Brown CM, Charles B. Epidemiology of adult fracture: A review. Injury. 2006;

37(8):p.691-7.

2. Dandy DJ, Edwards DJ. Essential Orthopaedics and Trauma. 5 thEd. Philadelphia:

Elsevier. Chapter 12, Injuries to the upper limb. 2009;p.185-220.

3. Shenoy RM. Essentials of Orthopedics. 2 ndEd. New Delhi: Jaypee Brothers Medical

Publishers. Chapter 2, Fractures in the upper limb. 2014;p.18-59.

4. Skinner HB, Fitzpatrick M. Current Essentials Orthopedics. San Francisco: McGraw-

Hill. Chapter 1, Traumatic injuries. 2008; p.1-40.

5. KeatingJ.Fracturemanagement.In:LuqmaniR,RobbJ,PorterD,JosephB.Textbook of

Orthopaedics, Trauma, and Rheumatology. 2ndEd. Philadelphia: Elsevier. 2013;

p.117-27.

6. WarwickD,WattsA.Injuriesofthewrist.In:BlomAW,WarwickD,WhitehouseMR. Apley

and Solomon’s System of Orthopaedics and Trauma. 10thEd. London: CRC Press.

2018; p.797-813.

7. DeAngelisMA,WaldDA.Wrist.In:ShermanSC.Simon’sEmergencyOrthopedics.

7thEd. San Francisco: McGraw-Hill. 2015; p.238-75.

8. Slutsky DJ. Management of distal radius fractures. In: Slutsky DJ. Operative

orthopedics of the upper extremity. 1stEd. San Francisco: McGraw-Hill. 2014; p.331-

60.

20

Anda mungkin juga menyukai