Anda di halaman 1dari 23

CASE REPORT

OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

Diajukan Sebagai Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Bagian


Obstetri dan Ginekologi (Obsgyn)

Mioma Uteri

Disusun Oleh :

Yasmine Putri Fadhilah (0607012310018)


Kharisma Asti Perdana (0607012310006)

Pembimbing :

dr. I Putu Agus Suarta, SpOG(K)Onk

SMF/KSM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD DR. MOHAMAD SOEWANDHIE
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CIPUTRA SURABAYA
2023

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... 1

DAFTAR ISI................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................3

1.1 Latar Belakang......................................................................................3

1.2 Tujuan................................................................................................... 3

1.3 Manfaat................................................................................................. 4

BAB II RINCIAN KASUS...........................................................................5

2.1 Status pasien......................................................................................... 5

2.2 Pemeriksaan Fisik................................................................................. 6

2.3 Assesment dan Planning....................................................................... 9

2.4 Follow Up........................................................................................... 10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 18

BAB IV KESIMPULAN............................................................................ 29

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 30

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fibroid uterus (dikenal juga dengan leiomyoma atau mioma) adalah tumor
jinak uterus dengan presentasi terbanyak yang ditemukan. Fibroid uterus merupakan
tumor otot polos uterus yang berasal dari miometrium. Sel tumor ini dapat terbentuk
karena adanya mutasi genetik dan berkembang karena adanya induksi hormon
esterogen dan progesteron. Mioma uterus akan sering muncul di usia produktif
karena dipengaruhi oleh hormonal, mioma uterus akan jarang terjadi pada usia
menoupause. Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduktif (20-25%).
Pada usia >40 tahun kejadiannya lebih tinggi, yaitu mendekati angka 40%. Mioma
uteri ditemukan di Indonesia antara 2,39%-11,70% pada semua penderita ginekologi
yang dirawat.4 Mioma uteri dapat terjadi pada semua ras, namun lebih sering terjadi
pada wanita dengan ras kulit hitam daripada wanita ras kulit putih. Kematian pada
kasus mioma uteri umumnya disebabkan karena anemia berat akibat perdarahan
hebat. Mortalitas akibat komplikasi pembedahan 0,4-1,1 per 1000 operasi.Mioma
uteri ditemukan di dunia sekitar 20-23%Diagnosis mioma didapatkan pada sekitar
20-25% wanita usia reproduksi dan 30-40% pada wanita usia di atas 40 tahun.
Wanita dengan usia menarche lebih awal memiliki risiko mengalami mioma uteri.
(Sparic et al, 2016 ;Pavone et al, 2018). Mioma uteri merupakan masalah kesehatan
reproduksi yang dapat menyebabkan morbiditas cukup serius bagi wanita usia subur
dan secara signifikan dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya (Tumaji et al,
2020).

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan case report ini untuk mengetahui mengenai mioma uteri.

1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan case report ini adalah sebagai pedoman bagi tenaga
medis dalam penatalaksanaan mioma uteri.

3
BAB II

RINCIAN KASUS

2.1 Status Pasien

1. Identitas Pasien

 Nama : Ny. M
 No. RM : 748910
 Umur : 45 Tahun
 Alamat : Sidorukun 8/66
 Agama : Islam
 Tinggal bersama : Suami
 Pendidikan terakhir: SD
 Pekerjaan :IRT
 Status Pernikahan : menikah 2x, Pernikahan pertama 3 tahun, pernikahan
kedua 25 tahun
 Tanggal Masuk : 31 Oktober 2023
 Jam Masuk : 12.45

2. Anamnesa

Pasien datang ke poli kandungan pada jam 12.45 dengan keluhan pendarahan
yang banyak sejak 2 bulan yang lalu, pendarahannya terjadi banyak hingga pasien
mengganti pembalut sebanyak 20x/sehari, pendarahan juga berwarna merah disertai
gumpalan. Pendarahan juga disertai rasa nyeri di perut kiri bagian bawah sampai
pinggul belakang, dimana menggunakan NHS pain scale, pasien mengatakan skala
nyeri adalah 7. Pasien juga mengatakan bahwa terdapat benjolan dimana pasien
memiliki kista. Pasien juga mengatakan bahwa pola menstruasi pasien tidak rutin
dari dulu dan disertai rasa nyeri. Pasien operasi kista di RS Pasien tidak memiliki
anak, pasien pernah hamil tetapi janin berada di bawah rahim sehingga di kuret pada
tahun 2018.

4
● Kenceng-kenceng : (-)

● Keluar air : (-)

● Keluar darah : (+)

● Nyeri perut : (+) sejak 2 bulan SMRS, pada perut kiri bawah sampai
dengan punggung

● Lain-lain : demam (-), batuk (-), pilek (-), pusing (+)

● RPD : HT (-), DM (-), Asma (-), Jantung (-), TBC (-)

● R. Operasi : Operasi kistektomi, 1999

● RPK : HT (-), DM (-), Asma (-), Jantung (-), TBC (-)

● RPO : (-)

● Alergi : (+) kepiting dan udang

3. Riwayat Menstruasi

● Menarche : 13 tahun

● Nyeri Haid : (+) selama haid

● Lama : 5-7 hari

● Ganti Pembalut : 3-4 x/hari

● Warna : merah segar

● Konsistensi : encer

4. Riwayat Menstruasi

● Tanggal HPHT : 02-07-2023

● Imunisasi : Vaksin covid 3x

● KB : (-)

5
5. Riwayat Persalinan

1) 2 bulan/abortus/kuret/2018

6. Riwayat Pernikahan

menikah 2x, Pernikahan pertama 3 tahun, pernikahan ke dua 25 tahun

2.2 Pemeriksaan Fisik

1. Tanda-tanda Vital

 Keadaan Umum : Baik


 GCS : 4-5-6
 Tampilan : Segar
 TB : 155 cm
 BB : 68 kg
 BMI : 28,3
 TD : 145/90 mmHg
 Nadi : 99 x/menit
 RR : 20 x/menit
 Suhu : 36,6 C
 SpO2 : 97% spontan

2. Status Umum

 Kepala : A/I/C/D -/-/-/-


 Thorax
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Gerak dada simetris, fremitus raba simetris
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi
 Jantung : S1/S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
 Paru. : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
 Abdomen
 Inspeksi : Tampak membesar

6
 Auskultasi : Bising usus (+) dbN
 Palpasi : Nyeri tekan (-)
 Perkusi : dbN
 Ekstremitas : Akral hangat kering merah +/+, CRT <2 detik, edema
pitting -/-

STATUS GINEKOLOGI
3. Vaginal Touche (VT) → tidak di lakukan

 V/v : -
 P :-
 CU : -
 AP ka : -
 AP ki : -
 CD : -

PEMERIKSAAN PENUNJANG

HASIL LAB

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI


RUJUKAN
Darah Lengkap + DIFF
Hemoglobin L 10.2 g/dL 11.7 – 15.5
Jumlah eritrosit 4.8 10^6/ul 3.80 - 5.20
Hematokrit L35.8 % 35.0 – 47.0
Jumlah leukosit 8.70 10^3/ul 3.60 - 11.00
Hitung Jenis
Eosinofil 2,2 % 2,0 - 4,0
Basofil 0,6 % 0-1
Netrofil 68,9 % 50 - 70
Limfosit 22,0 % 20 - 40
Monosit 6,3 % 2-8
Eosinofil # 0,26 10^3/ul 0,00 - 0,40

7
Basophil # 0,07 10^3/ul 0,00 - 0,10
Neutrophil # H 8.04 10^3/ul 1,50 - 7,00
Limfosit # 2,57 10^3/ul 1,0 - 3,7
Monosit # 0.32 10^3/ul 0,00 - 0,70
Ratio N/L 2.76 <3,13
Jumlah trombosit H 630 10^3/ul 150-400
MCV L 73.5 fL 81,0 - 96,0
MCH L 20.9 pg 27,0 – 36,0
MCHC L28.5 g/L 31,0 – 37,0

USG ABDOMEN (20-10-2023)

2.4 Assesment dan Planning Assessment :


Myoma uteri
Planning :
Pro Total Histerektomi Salphingooperectomi dextra

8
3 Laporan Operasi
 Tanggal Operasi: 1-11-2023
 Waktu Operasi: 11.30 (sign in) – 12.00 (sign out)
 Diagnosa Prabedah: Mioma Uteri
 Diagnosa Pasca Bedah: Post TAH BSO + adhesiolysis H0 + Nyeri
 Tindakan Operasi: TAH BSO + adhesiolysis
 Jumlah Perdarahan : ‡ 150 cc
 Transfusi: (-)
 Implant: (-)

Follow up

Tanggal (Jam) Follow up


31/10/2023 SUBJECTIVE
(07.30) Keluhan pinggang sakit
OBJECTIVE
- KU baik
- Anemis (-)
- Kesadaran : kompos mentis
- TD : 147/97 mmHg
- Nadi 90x / menit
- Suhu : 36,6 C
- RR : 20x / menit
- SpO2 : 97%
- Fluksus (-)

ASSESSMENT
- Mioma uteri

PLANNING
- Observasi TTV
- Pro OP TAH SOD
01/11/2023

9
31/10/2023 SUBJECTIVE
(13.00) Pasien rencana OP TAH SOD

OBJECTIVE
- KU baik
- Anemis (-)
- Kesadaran : kompos mentis
- TD : 147/93 mmHg
- Nadi 90x / menit
- Suhu : 36,6 C
- RR : 20x / menit
- SpO2 : 97%
-

ASSESSMENT
Mioma uteri

PLANNING
Lapor dr Ariyanto Sp.An → advis :
- Informed consent dan menjelaskan

- Fluksus (-)

ASSESSMENT
Mioma uteri

PLANNING
- Pro TAH BSO 01/11/2023
- Melaporkan TD basal.
- Observasi kesadaran dan TTV

01/11/2023 SUBJECTIVE
(10.40-13.00) Pasien menjalani operasi
miomektomi

OBJECTIVE
Pada eksplorasi uterus tampak
mioma uteri intramural ukuran
8x9cm

ASSESSMENT
Mioma uteri

10
PLANNING
- TAH SOD
- PA

Tanggal (Jam) Follow up


01/07/2023 SUBJECTIVE
(13.30) Post-operasi
OBJECTIVE
- Kesadaran : compos mentis
- TD : 110/70 mmHg
- VT : v/v → fluksus (-)
ASSESMENT
Post TAH BSO +adeolysis

PLANNING
Terapi post-operasi : Advis dr SpOG
- Pasien puasa

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi dan Klasifikasi Mioma Uteri


a. Definisi
Fibroid uterus (dikenal juga dengan leiomyoma atau mioma) adalah tumor jinak
uterus dengan presentasi terbanyak yang ditemukan. Fibroid uterus merupakan
tumor otot polos uterus yang berasal dari miometrium. Sel tumor ini dapat
terbentuk karena adanya mutasi genetik dan berkembang karena adanya induksi
hormon esterogen dan progesteron. Mioma uterus akan sering muncul di usia
produktif karena dipengaruhi oleh hormonal, mioma uterus akan jarang terjadi
pada usia menoupause.
b. Klasifikasi
Berdasarkan lokasinya, mioma diklasifikasikan atas beberapa tipe, antara lain
1. Tipe 0 : merupakan pedunculated intracavitary myoma, tumor berada
submukosa dan sebagian dalam rongga rahim
2. Tipe 1 : merupakan tipe submukosa dengan < 50% bagian tumor berada di
intramural
3. Tipe 2 : tumor menyerang ≥ 50% intramural
4. Tipe 3 : seluruh bagian tumor berada dalam dinding uterus yang berdekatan
dengan endometrium
5. Tipe 4 : tipe tumor intramural yang lokasinya berada dalam myometrium
6. Tipe 5 : tipe serosa dengan ≥ 50% bagian tumor berada pada intramural
7. Tipe 6 : jenis subserosa yang mengenai < 50% intramural
8. Tipe 7 : tipe pedunculated subserous
9. Tipe 8 : kategori lain ditandai dengan pertumbuhan jaringan di luar
myometrium yang disebut cervicalparasitic lesion

Mioma intramural merupakan jenis yang paling banyak, sedangkan mioma


submukosa merupakan mioma paling jarang (Lubis, 2020).

12
Gambar 1. Klasifikasi Mioma Uteri Sumber: Lobo, R.A. et al, 2017

2. Epidemiologi Mioma Uteri


Mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduktif (20-25%). Pada
usia >40 tahun kejadiannya lebih tinggi, yaitu mendekati angka 40%. Mioma uteri
ditemukan di Indonesia antara 2,39%-11,70% pada semua penderita ginekologi yang
dirawat.4 Mioma uteri dapat terjadi pada semua ras, namun lebih sering terjadi pada
wanita dengan ras kulit hitam daripada wanita ras kulit putih. Kematian pada kasus
mioma uteri umumnya disebabkan karena anemia berat akibat perdarahan hebat.
Mortalitas akibat komplikasi pembedahan 0,4-1,1 per 1000 operasi.Mioma uteri
ditemukan di dunia sekitar 20-23%
Diagnosis mioma didapatkan pada sekitar 20-25% wanita usia reproduksi dan
30-40% pada wanita usia di atas 40 tahun. Wanita dengan usia menarche lebih awal
memiliki risiko mengalami mioma uteri. (Sparic et al, 2016 ;Pavone et al, 2018)
Tumor-tumor tersebut, sering disebut sebagai fibroid, berdampak pada wanita
usia reproduktif dan terdiagnosis pada 70% wanita kulit putih dan lebih dari 80%
wanita Afrika selama masa hidupnya (Guiliani et al, 2020). Sekitar 42 per 1000
wanita dirawat di rumah sakit karena fibroid namun wanita Afrika - Amerika
memiliki rate yang lebih tinggi untuk hospitalisasi, miomektomi dan histerektomi
dibandingkan dengan wanita kulit putih. Pada wanita kulit hitam, defisiensi vitamin D

13
dikaitkan dengan meningkatnya risiko fibroid (Lobo et al, 2017). Prevalensi mioma
uteri akan berkurang ketika seorang wanita mengalami menoupouse

4. Patofisiologi Mioma Uteri


Secara garis besar mioma uteri disebabkan oleh 3 hal yaitu Hormonal, proses
inflamasi, dan growth factor. Adanya mutasi genetik menyebabkan produksi reseptor
estrogen di bagian dalam miometrium bertambah signifikan. Sebagai kompensasi,
kadar estrogen menjadi meningkat akibat aktivitas aromatase yang tinggi. Enzim ini
membantu proses aromatisasi androgen menjadi estrogen. Estrogen akan
meningkatkan proliferasi sel dengan cara menghambat jalur apoptosis, serta
merangsang produksi sitokin dan Platelet Derived Growth Factor (PDGF) dan
Epidermal Growth Factor (EGF). Estrogen juga akan merangsang terbentuknya
reseptor progesteron terutama di bagian luar miometrium. Progesteron mendasari
terbentuknya tumor melalui perangsangan Insulin Like Growth Factor (IGF-1),
Transforming Growth Factor (TGF), dan EGF. Maruo, dkk. meneliti peranan
progesteron yang merangsang proto-onkogen, Bcl-2 (beta cell lymphoma-2), suatu
inhibitor apoptosis dan menemukan bukti bahwa gen ini lebih banyak diproduksi saat
fase sekretori siklus menstruasi. Siklus hormonal inilah yang melatar belakangi
berkurangnya volume tumor pada saat menopause. Masa menstruasi merupakan
proses inflamasi ringan yang ditandai dengan hipoksia dan kerusakan pembuluh darah
yang dikompensasi tubuh berupa pelepasan zat vasokonstriksi. Proses peradangan
yang berulang kali setiap siklus haid akan memicu percepatan terbentuknya matriks
ekstraseluler yang merangsang proliferasi sel. Obesitas yang merupakan faktor risiko
mioma te juga merupakan proses inflamasi kronis; pada penelitian in vitro, pada
obesitas terjadi peningkatan TNF-α.2 Selain TNF-α, sejumlah sitokin lain juga
memiliki peranan dalam terjadinya tumor antara lain IL-1, IL-6, dan eritropoietin.
Beberapa growth factor yang melandasi tumorigenesis adalah Epidermal Growth
Factor (EGF), Insulin Like Growth Factor (IGF I-II), transforming growth factor-B,
platelet derived growth factor, Acidic Fibroblast Growth Factor (aFGF), Basic
Fibroblast Growth Factor (bFGF), Heparin-Binding Epidermal Growth Factor (HB-
EGF), dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEG-F). Mekanisme kerjanya adalah
dengan mencetak DNA-DNA baru, induksi proses mitosis sel dan berperan dalam
angiogenesis tumor. Matriks ekstraseluler sebagai tempat penyimpanan growth factor
juga menjadi faktor pemicu mioma uteri karena dapat mempengaruhi proliferasi sel.

14
Proses Inflamasi seperti Menstruasi merupakan proses inflamasi ringan yang ditandai
hipoksia & kerusakan pembuluh darah dapat menyebabkan pelepasan zat
vasokonstriksi sehingga terjadi proses Peradangan berulang setiap siklus mens
memicu adanya percepatan terbentuknya matriks ekstraseluler dan merangsang
proliferasi sel.

5. Penegakan Diagnosis Mioma Uteri

Anamnesis dan pemeriksaan fisik mencakup riwayat menstruasi menyeluruh untuk


menentukan waktu, jumlah, dan faktor-faktor yang berpotensi memperparah
perdarahan abnormal. Gejala umum yang muncul meliputi metroragia, menoragia,
atau kombinasi keduanya. Gejala yang kurang umum adalah dispareunia, nyeri
panggul, masalah usus, gejala saluran kemih, atau tanda dan gejala yang
berhubungan dengan anemia. Sebagian besar gejala yang lebih jarang terjadi
merupakan cerminan dari efek massa yang dihasilkan oleh leiomioma pada struktur
di sekitarnya. Pasien mungkin juga tidak menunjukkan gejala sama sekali karena
ditemukannya fibroid secara tidak sengaja pada pencitraan. Pemeriksaan spekulum
dengan pemeriksaan bimanual harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya kelainan pada vagina atau serviks, serta menilai ukuran, dan bentuk organ
reproduksi wanita. Rahim asimetris besar yang teraba saat pemeriksaan
menunjukkan adanya fibroid. Terakhir, pertimbangkan untuk mengevaluasi pucat
konjungtiva dan patologi tiroid untuk mengidentifikasi potensi gejala sekunder atau
penyebab perdarahan abnormal.

6. Pemeriksaan Penunjang
Studi laboratorium
 Evaluasi awal harus mencakup tes beta-human chorionic gonadotropin untuk
menyingkirkan kehamilan, CBC, TSH, dan tingkat prolaktin untuk
mengevaluasi penyebab non-struktural dalam perbedaannya. Diperlukan
pemeriksaan laboratorium darah untuk menentukan status anemia.

Studi radiologi
 USG transvaginal adalah standar emas untuk pencitraan fibroid rahim. USG
Transvaginal memiliki sensitivitas sekitar 90 hingga 99% untuk mendeteksi fibroid
rahim. USG dapat membaik dengan penggunaan sonografi yang mengandung saline,

15
yang membantu meningkatkan sensitivitas untuk mendeteksi fibroma subserosa dan
intramural. Gambaran fibroid adalah massa hipoekoik yang tegas, berbatas tegas.
Pada USG, cenderung memiliki jumlah bayangan yang bervariasi, dan kalsifikasi
atau nekrosis dapat merusak ekogenisitasnya. Dibanding USG abdominal, USG
transvaginal lebih sensitif namun kurang direkomendasikan jika pasien belum
menikah dan mengalami mioma submukosa. Pada kondisi tersebut lebih dianjurkan
penggunaan histeroskop. Selain USG, diperlukan pemeriksaan laboratorium darah
untuk menentukan
 Histeroskopi adalah tempat dokter menggunakan histeroskop untuk
memvisualisasikan bagian dalam rahim. Modalitas pencitraan ini memungkinkan
visualisasi fibroid di dalam rongga rahim yang lebih baik. Metode ini
memungkinkan pengangkatan pertumbuhan intrauterin secara langsung selama
prosedur.
 Pencitraan Resonansi Magnetik MRI mempunyai manfaat dalam memberikan
gambaran yang lebih baik tentang jumlah, ukuran, suplai pembuluh darah, dan batas-
batas fibroid yang berhubungan dengan panggul. Namun demikian, diagnosis rutin
tidak diperlukan jika dicurigai adanya fibroid. Belum terbukti membedakan
leiomyosarcoma dari leiomyoma.

7. Tatalaksana Mioma Uteri

Saat memutuskan pilihan pengobatan untuk fibroid rahim, usia pasien, gejala
yang muncul, dan keinginan untuk mempertahankan kesuburan semuanya perlu
dipertimbangkan. Lokasi dan ukuran fibroid akan menentukan pilihan pengobatan
yang tersedia.Pilihan penatalaksanaan dapat dibagi menjadi tiga kategori, mulai dari
pengawasan hingga penatalaksanaan medis atau terapi bedah dengan semakin
parahnya gejala.Observasi: Ini adalah metode yang disukai pada wanita dengan
fibroid tanpa gejala. Rekomendasi saat ini tidak memerlukan pencitraan serial saat
memantau pasien ini.. Manajemen Medis: Terutama berkisar pada pengurangan
keparahan gejala pendarahan dan nyeri.Kontrasepsi hormonal: Kelompok
pengobatan ini mencakup pil kontrasepsi oral (OCP) dan alat kontrasepsi dalam
rahim levonorgestrel (IUD). OCP adalah pilihan umum dalam penatalaksanaan
perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan gejala fibroid. Namun, hanya
ada sedikit data yang menunjukkan efektivitasnya dalam pengobatan fibroid rahim,
dan diperlukan uji coba terkontrol secara acak yang lebih besar. AKDR
levonorgestrel saat ini merupakan terapi hormonal yang direkomendasikan untuk

16
fibroid bergejala karena kurangnya efek sistemik dan profil efek samping yang
rendah.Perhatian harus diberikan ketika menangani fibroid yang merusak rongga
intrauterin karena dapat menyebabkan tingkat pengeluaran yang lebih tinggi.
GnRH Agonist (leuprolide): Metode ini bekerja dengan bekerja pada kelenjar
pituitari untuk menurunkan produksi hormon gonad, sehingga mengurangi
pertumbuhan fibroid yang dirangsang oleh hormon. Sebuah studi oleh Friedman dkk.
menunjukkan penurunan ukuran rahim sebesar 45% pada 24 minggu pengobatan
agonis GnRH dan kembali ke ukuran sebelum pengobatan 24 minggu setelah
penghentian. Terapi jangka panjang dengan agonis GnRH juga terbukti menghasilkan
keropos tulang yang signifikan secara statistik. Karena hal ini dan efek jangka
pendeknya, American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
merekomendasikan agar penggunaannya dibatasi hingga 6 bulan atau kurang.
Leuprolide paling efektif bila digunakan sebagai terapi pra-bedah untuk fibroid
simtomatik.
Obat Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID): Obat antiinflamasi telah terbukti
menurunkan kadar prostaglandin, yang meningkat pada wanita dengan perdarahan
menstruasi berat dan bertanggung jawab atas nyeri kram yang dialami saat
menstruasi. Obat ini belum terbukti mengurangi ukuran fibroid.
Terapi medis potensial lainnya termasuk penghambat aromatase, dan
modulator reseptor estrogen selektif (SERM), seperti raloxifene atau tamoxifen.
Hanya ada sedikit bukti yang mendukung penggunaan obat-obatan ini dalam
pengobatan gejala fibroid rahim. Asam traneksamat telah disetujui untuk pengobatan
perdarahan uterus yang abnormal dan berat namun belum disetujui atau terbukti
mengurangi beban penyakit pada fibroid rahim.
Terapi Bedah:
Ablasi Endometrium. Ini menawarkan alternatif pembedahan pada pasien
yang keluhan utamanya adalah pendarahan hebat atau tidak normal. Terdapat risiko
lebih besar terjadinya kegagalan prosedur pada fibroid submukosa karena
menyebabkan gangguan pada rongga rahim dan dapat mencegah kauterisasi yang
tepat pada seluruh endometrium.
Embolisasi Arteri Uterus. Pendekatan invasif minimal bagi mereka yang ingin
menjaga kesuburan. Teknik ini bekerja dengan mengurangi total suplai darah ke
rahim, sehingga menurunkan aliran ke fibroid dan meminimalkan gejala perdarahan.
Prosedur ini terbukti efektif dalam mengendalikan menoragia. Namun, menurut De La

17
Cruz et al., hanya penelitian terbatas yang menunjukkan efek pelestarian kesuburan
dengan teknik ini.
Miomektomi. Pilihan bedah invasif bagi mereka yang menginginkan
pelestarian kesuburan. Tidak ada uji coba terkontrol secara acak dalam skala besar
yang menunjukkan bahwa miomektomi dapat meningkatkan kesuburan pasien. Selain
itu, hasilnya sangat bergantung pada lokasi dan ukuran fibroid. Namun demikian, ini
bisa menjadi pilihan pengobatan yang efektif bagi mereka yang ingin menghindari
histerektomi.
Operasi ultrasonografi terfokus yang dipandu MRI. Pilihan pengobatan ini
menggunakan gelombang MRI dan USG untuk fokus pada fibroid, sehingga terjadi
kauterisasi. Sebagai pengobatan yang relatif baru, saat ini belum ada cukup bukti
klinis untuk mendukung efektivitas jangka panjangnya.
Histerektomi. Tetap menjadi pengobatan definitif untuk fibroid.

8. Komplikasi dan Prognosis Mioma Uteri

Komplikasi yang dapat timbul antara lain seperti nyeri pelvis kronis, heavy
menstrual bleeding yang dapat menyebabkan anemia, capaian kehamilan yang buruk,
infertilitas, konstipasi, infeksi traktus urinary atau inkontinensia urin, torsion fibroid
pedunculated dan degenerasi dengan atau tanpa infeksi (Florence dan Fatehi, 2023).
Bila infertilitas akibat mioma terjadi bersamaan dengan kehamilan umumnya
meningkatkan risiko persalinan section caesaria. Pada kehamilan, tumor akan
memicu keguguran, gangguan plasenta dan presentasi janin, prematuritas serta
perdarahan pasca persalinan. Komplikasi yang timbul akibat 25 pembedahan
meliputi perdarahan, infeksi dan trauma pada organ sekitar. Embolisasi dapat
mengakibatkan terjadinya sindrom pasca-embolisasi yang ditandai dengan keluhan
nyeri, demam dan ekspulsi tumor dari vagina. Setelah miolisis dilakukan dapat
terjadi nyeri dan perdarahan (Lubis, 2020).

Prognosis mioma asimptomatis umumnya baik karena tumor akan mengecil


dalam 6 bulan sampai 3 tahun, terutama saat menopause. Mioma simptomatis
sebagian besar berhasil ditangani dengan pembedahan tetapi rekurensi dapat terjadi
pada 15-33% pasca tindakan miomektomi. (Lubis, 2020). Banyak faktor prognostik
termasuk usia, metode operasi, tipe mioma, lokasi mioma, jumlah mioma dan

18
keparahan adhesi pada pelvis berkaitan dengan prognosis pasien mioma uteri (Wu
dan Zheng, 2022). Kehamilan dapat terjadi setelah 4-6 bulan penanganan dan dapat
berjalan lancar namun 1/3 kasus mioma dapat menginduksi abortus dan prematur
(Lubis, 2020). Selama tidak ada keluhan, pasien disarankan kontrol setiap 6 bulan
dan kontrol bila ada gejala pada pasien menopause dan tidak ada pertumbuhan tumor
dalam satu tahun (Lubis, 2020)

9. Edukasi dan Promosi Kesehatan

Edukasi meliputi anjuran kontrol ulang berkala pada pasien asimptomatis dan yang
menginginkan fertility sparing. Tindakan preventif umum berupa pengaturan diet dan
olahraga. Di samping itu, menyusui dan merokok ternyata dapat menghambat
tumorigenesis mioma uteri.

a) Edukasi Pasien Selama tidak ada keluhan, pasien dianjurkan kontrol setiap 6
bulan. Jika telah menopause dan tidak ada pertumbuhan tumor dalam satu tahun
maka kontrol dianjurkan hanya jika muncul gejala. Kehamilan dapat terjadi 4-6
bulan setelah penanganan. Kehamilan dapat berjalan lancar namun 1/3 kasus mioma
dapat menginduksi abortus dan premature (Lubis, 2020).

b) Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit 26 Seperti penyakit lainnya, upaya


pencegahan mioma uteri dilakukan dengan pengaturan diet dan olahraga. Selain itu,
merencanakan kehamilan dan memberikan ASI eksklusif, merokok, dan produk
kecantikan ternyata dapat memberikan efek profilaksis (Lubis, 2020).

 Diet
Rekomendasi paling penting adalah diet menjaga berat badan ideal untuk
mengurangi faktor risiko obesitas. Hal ini karena kejadian tumor sering
dikaitkan dengan terlalu banyak konsumsi daging merah dan rendahnya
konsumsi sayuran hijau atau buah. Fungsi proteksi juga dari vitamin A dan D.
Penelitian gagal menunjukkan manfaat kedelai dalam pencegahan tumor;
namun konsumsi susu dan dairy product akan menurunkan risiko tumor. Zat
aktif lain seperti lycopene, isoflavone, dan gallactocatechin gallate (EGCG)
dari teh hijau membantu menurunkan risiko tumor melalui induksi apoptosis
dan menghambat proliferasi sel (Lubis, 2020).
 Olahraga

19
Olahraga teratur dengan intensitas sedang membantu menjaga keseimbangan
hormonal dan menjaga agar berat badan tetap stabil (Lubis, 2020)
 Multipara
Saat hamil akan terjadi perubahan matriks ekstraseluler, growth factor, dan
hormon seks yang akan menurunkan insidens mioma 27 uteri. Makin sering
hamil, risiko mioma uteri juga akan menurun karena setelah kehamilan
jumlah reseptor estrogen dalam endometrium berkurang (Lubis, 2020).
 Menyusui
Menyusui terutama ASI eksklusif akan menghentikan siklus haid dan
mengurangi paparan hormon seks pada sel/jaringan Rahim (Lubis, 2020).

 Produk Kecantikan
Ada hubungan antara phthalate dan kejadian mioma uteri. Hal ini karena
senyawa tersebut merupakan antiandrogen, sehingga menyebabkan
peningkatan hormon estrogen. Senyawa lain yang diduga dapat mengganggu
metabolisme hormonal adalah paraben dan bisphenol A. Oleh karena itu,
ketiga senyawa kosmetik ini sebaiknya dihindari (Lubis, 2020).

20
BAB IV
KESIMPULAN

Mioma uteri atau sering disebut fibroid merupakan tumor jinak yang berasal dari otot
polos rahim. Sel tumor terbentuk karena mutasi genetik, kemudian berkembang akibat
induksi hormon estrogen dan progesteron (Lubis, 2020).
Etiologi mioma uteri adalah abrnomalitas gen karena mutasi genetik HMG1, HMG1-
C, HMG1 (Y) HMGA2, COL4A5, COL4A6, dan MEDI2.2
Kelainan kromosom terjadi akibat gangguan translokasi kromosom 10, 12, dan 14,
delesi kromosom 3 dan 7 serta aberasi kromosom 6 (Lubis, 2020).

Diagnosis mioma didapatkan pada sekitar 20-25% wanita usia reproduksi dan 30-40%
pada wanita usia di atas 40 tahun. Wanita dengan usia menarche lebih awal memiliki
risiko mengalami mioma uteri. (Sparic et al, 2016 ;Pavone et al, 2018).

Penatalaksanaan mioma uteri atau tumor jinak otot rahim mencakup observasi,
medikamentosa atau pembedahan. Tujuan pemberian medikamentosa adalah untuk
mengurangi perdarahan, mengecilkan volume tumor dan sebagai prosedur pre-
operatif. Jenis pembedahan mencakup histerektomi dan miomektomi. Pilihan operasi
disesuaikan dengan kondisi dan keinginan pasien

Prognosis mioma asimptomatis umumnya baik karena tumor akan mengecil dalam 6
bulan sampai 3 tahun, terutama saat menopause. Mioma simptomatis sebagian besar
berhasil ditangani dengan pembedahan tetapi rekurensi dapat terjadi pada 15-33%
pasca tindakan miomektomi. (Lubis, 2020).

21
DAFTAR PUSTAKA

Barjon K, Mikhail LN. Uterine Leiomyomata. [Updated 2022 Aug 8]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Availabl
https://www-ncbi-nlm-nih-gov.translate.goog/books/NBK546680/?_x_tr_sl=en
&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

Florence AM, Fatehi M. Leiomyoma. [Updated 2023 Jan 4]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538273/

Giuliani, E., As-Sanie, S., & Marsh, E. E. (2020). Epidemiology and management of
uterine fibroids. International journal of gynaecology and obstetrics: the official
organ of the International Federation of Gynaecology and Obstetrics, 149(1), 3–9.
https://doi.org/10.1002/ijgo.13102

Lobo, R.A. et al. (2017) Comprehensive gynecology 7th edition. Philadelphia, PA:
Elsevier, Inc.

Lubis, Pika N. "Diagnosis dan Tatalaksana Mioma Uteri." Cermin Dunia


Kedokteran, vol. 47, no. 3, 2020, doi:10.55175/cdk.v47i3.371.

Mas, A., Tarazona, M., Dasí Carrasco, J., Estaca, G., Cristóbal, I., & Monleón,
J. (2017). Updated approaches for management of uterine fibroids. International
journal of women's health, 9, 607–617. https://doi.org/10.2147/IJWH.S138982

Navarro, A., Bariani, M. V., Yang, Q., & Al-Hendy, A. (2021). Understanding the
impact of uterine fibroids on human endometrium function. Frontiers in cell and
developmental biology, 9, 633180.

Pavone, D., Clemenza, S., Sorbi, F., Fambrini, M., & Petraglia, F. (2018).
Epidemiology and Risk Factors of Uterine Fibroids. Best practice & research.

Clinical obstetrics&gynaecology,46, 3–11. https://doi.org/10.101689

22
Sparic, R., Mirkovic, L., Malvasi, A., & Tinelli, A. (2016). Epidemiology of Uterine
Myomas: A Review. International journal of fertility & sterility, 9(4), 424–435.
https://doi.org/10.22074/ijfs.2015.4599

Wu, X., & Zheng, Y. (2022). Clinicopathological features and prognostic factors for
uterine myoma. Pakistan journal of medical sciences, 38(6), 1580–1583.
https://doi.org/10.12669/pjms.38.6.5455

Barjon K, Mikhail LN. Uterine Leiomyomata. [Updated 2023 Aug 7]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546680/

Wu, X., & Zheng, Y. (2022). Clinicopathological features and prognostic factors for
uterine myoma. Pakistan journal of medical sciences, 38(6), 1580–1583.
https://doi.org/10.12669/pjms.38.6.5455

Lubis, Pika N. "Diagnosis dan Tatalaksana Mioma Uteri." Cermin Dunia


Kedokteran, vol. 47, no. 3, 2020, doi:10.55175/cdk.v47i3.371.

23

Anda mungkin juga menyukai