Mioma Uteri
Disusun Oleh :
Pembimbing :
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................3
1.2 Tujuan................................................................................................... 3
1.3 Manfaat................................................................................................. 4
BAB IV KESIMPULAN............................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 30
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan case report ini untuk mengetahui mengenai mioma uteri.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan case report ini adalah sebagai pedoman bagi tenaga
medis dalam penatalaksanaan mioma uteri.
3
BAB II
RINCIAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
No. RM : 748910
Umur : 45 Tahun
Alamat : Sidorukun 8/66
Agama : Islam
Tinggal bersama : Suami
Pendidikan terakhir: SD
Pekerjaan :IRT
Status Pernikahan : menikah 2x, Pernikahan pertama 3 tahun, pernikahan
kedua 25 tahun
Tanggal Masuk : 31 Oktober 2023
Jam Masuk : 12.45
2. Anamnesa
Pasien datang ke poli kandungan pada jam 12.45 dengan keluhan pendarahan
yang banyak sejak 2 bulan yang lalu, pendarahannya terjadi banyak hingga pasien
mengganti pembalut sebanyak 20x/sehari, pendarahan juga berwarna merah disertai
gumpalan. Pendarahan juga disertai rasa nyeri di perut kiri bagian bawah sampai
pinggul belakang, dimana menggunakan NHS pain scale, pasien mengatakan skala
nyeri adalah 7. Pasien juga mengatakan bahwa terdapat benjolan dimana pasien
memiliki kista. Pasien juga mengatakan bahwa pola menstruasi pasien tidak rutin
dari dulu dan disertai rasa nyeri. Pasien operasi kista di RS Pasien tidak memiliki
anak, pasien pernah hamil tetapi janin berada di bawah rahim sehingga di kuret pada
tahun 2018.
4
● Kenceng-kenceng : (-)
● Nyeri perut : (+) sejak 2 bulan SMRS, pada perut kiri bawah sampai
dengan punggung
● RPO : (-)
3. Riwayat Menstruasi
● Menarche : 13 tahun
● Konsistensi : encer
4. Riwayat Menstruasi
● KB : (-)
5
5. Riwayat Persalinan
1) 2 bulan/abortus/kuret/2018
6. Riwayat Pernikahan
1. Tanda-tanda Vital
2. Status Umum
6
Auskultasi : Bising usus (+) dbN
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : dbN
Ekstremitas : Akral hangat kering merah +/+, CRT <2 detik, edema
pitting -/-
STATUS GINEKOLOGI
3. Vaginal Touche (VT) → tidak di lakukan
V/v : -
P :-
CU : -
AP ka : -
AP ki : -
CD : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
HASIL LAB
7
Basophil # 0,07 10^3/ul 0,00 - 0,10
Neutrophil # H 8.04 10^3/ul 1,50 - 7,00
Limfosit # 2,57 10^3/ul 1,0 - 3,7
Monosit # 0.32 10^3/ul 0,00 - 0,70
Ratio N/L 2.76 <3,13
Jumlah trombosit H 630 10^3/ul 150-400
MCV L 73.5 fL 81,0 - 96,0
MCH L 20.9 pg 27,0 – 36,0
MCHC L28.5 g/L 31,0 – 37,0
8
3 Laporan Operasi
Tanggal Operasi: 1-11-2023
Waktu Operasi: 11.30 (sign in) – 12.00 (sign out)
Diagnosa Prabedah: Mioma Uteri
Diagnosa Pasca Bedah: Post TAH BSO + adhesiolysis H0 + Nyeri
Tindakan Operasi: TAH BSO + adhesiolysis
Jumlah Perdarahan : ‡ 150 cc
Transfusi: (-)
Implant: (-)
Follow up
ASSESSMENT
- Mioma uteri
PLANNING
- Observasi TTV
- Pro OP TAH SOD
01/11/2023
9
31/10/2023 SUBJECTIVE
(13.00) Pasien rencana OP TAH SOD
OBJECTIVE
- KU baik
- Anemis (-)
- Kesadaran : kompos mentis
- TD : 147/93 mmHg
- Nadi 90x / menit
- Suhu : 36,6 C
- RR : 20x / menit
- SpO2 : 97%
-
ASSESSMENT
Mioma uteri
PLANNING
Lapor dr Ariyanto Sp.An → advis :
- Informed consent dan menjelaskan
- Fluksus (-)
ASSESSMENT
Mioma uteri
PLANNING
- Pro TAH BSO 01/11/2023
- Melaporkan TD basal.
- Observasi kesadaran dan TTV
01/11/2023 SUBJECTIVE
(10.40-13.00) Pasien menjalani operasi
miomektomi
OBJECTIVE
Pada eksplorasi uterus tampak
mioma uteri intramural ukuran
8x9cm
ASSESSMENT
Mioma uteri
10
PLANNING
- TAH SOD
- PA
PLANNING
Terapi post-operasi : Advis dr SpOG
- Pasien puasa
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
12
Gambar 1. Klasifikasi Mioma Uteri Sumber: Lobo, R.A. et al, 2017
13
dikaitkan dengan meningkatnya risiko fibroid (Lobo et al, 2017). Prevalensi mioma
uteri akan berkurang ketika seorang wanita mengalami menoupouse
14
Proses Inflamasi seperti Menstruasi merupakan proses inflamasi ringan yang ditandai
hipoksia & kerusakan pembuluh darah dapat menyebabkan pelepasan zat
vasokonstriksi sehingga terjadi proses Peradangan berulang setiap siklus mens
memicu adanya percepatan terbentuknya matriks ekstraseluler dan merangsang
proliferasi sel.
6. Pemeriksaan Penunjang
Studi laboratorium
Evaluasi awal harus mencakup tes beta-human chorionic gonadotropin untuk
menyingkirkan kehamilan, CBC, TSH, dan tingkat prolaktin untuk
mengevaluasi penyebab non-struktural dalam perbedaannya. Diperlukan
pemeriksaan laboratorium darah untuk menentukan status anemia.
Studi radiologi
USG transvaginal adalah standar emas untuk pencitraan fibroid rahim. USG
Transvaginal memiliki sensitivitas sekitar 90 hingga 99% untuk mendeteksi fibroid
rahim. USG dapat membaik dengan penggunaan sonografi yang mengandung saline,
15
yang membantu meningkatkan sensitivitas untuk mendeteksi fibroma subserosa dan
intramural. Gambaran fibroid adalah massa hipoekoik yang tegas, berbatas tegas.
Pada USG, cenderung memiliki jumlah bayangan yang bervariasi, dan kalsifikasi
atau nekrosis dapat merusak ekogenisitasnya. Dibanding USG abdominal, USG
transvaginal lebih sensitif namun kurang direkomendasikan jika pasien belum
menikah dan mengalami mioma submukosa. Pada kondisi tersebut lebih dianjurkan
penggunaan histeroskop. Selain USG, diperlukan pemeriksaan laboratorium darah
untuk menentukan
Histeroskopi adalah tempat dokter menggunakan histeroskop untuk
memvisualisasikan bagian dalam rahim. Modalitas pencitraan ini memungkinkan
visualisasi fibroid di dalam rongga rahim yang lebih baik. Metode ini
memungkinkan pengangkatan pertumbuhan intrauterin secara langsung selama
prosedur.
Pencitraan Resonansi Magnetik MRI mempunyai manfaat dalam memberikan
gambaran yang lebih baik tentang jumlah, ukuran, suplai pembuluh darah, dan batas-
batas fibroid yang berhubungan dengan panggul. Namun demikian, diagnosis rutin
tidak diperlukan jika dicurigai adanya fibroid. Belum terbukti membedakan
leiomyosarcoma dari leiomyoma.
Saat memutuskan pilihan pengobatan untuk fibroid rahim, usia pasien, gejala
yang muncul, dan keinginan untuk mempertahankan kesuburan semuanya perlu
dipertimbangkan. Lokasi dan ukuran fibroid akan menentukan pilihan pengobatan
yang tersedia.Pilihan penatalaksanaan dapat dibagi menjadi tiga kategori, mulai dari
pengawasan hingga penatalaksanaan medis atau terapi bedah dengan semakin
parahnya gejala.Observasi: Ini adalah metode yang disukai pada wanita dengan
fibroid tanpa gejala. Rekomendasi saat ini tidak memerlukan pencitraan serial saat
memantau pasien ini.. Manajemen Medis: Terutama berkisar pada pengurangan
keparahan gejala pendarahan dan nyeri.Kontrasepsi hormonal: Kelompok
pengobatan ini mencakup pil kontrasepsi oral (OCP) dan alat kontrasepsi dalam
rahim levonorgestrel (IUD). OCP adalah pilihan umum dalam penatalaksanaan
perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan gejala fibroid. Namun, hanya
ada sedikit data yang menunjukkan efektivitasnya dalam pengobatan fibroid rahim,
dan diperlukan uji coba terkontrol secara acak yang lebih besar. AKDR
levonorgestrel saat ini merupakan terapi hormonal yang direkomendasikan untuk
16
fibroid bergejala karena kurangnya efek sistemik dan profil efek samping yang
rendah.Perhatian harus diberikan ketika menangani fibroid yang merusak rongga
intrauterin karena dapat menyebabkan tingkat pengeluaran yang lebih tinggi.
GnRH Agonist (leuprolide): Metode ini bekerja dengan bekerja pada kelenjar
pituitari untuk menurunkan produksi hormon gonad, sehingga mengurangi
pertumbuhan fibroid yang dirangsang oleh hormon. Sebuah studi oleh Friedman dkk.
menunjukkan penurunan ukuran rahim sebesar 45% pada 24 minggu pengobatan
agonis GnRH dan kembali ke ukuran sebelum pengobatan 24 minggu setelah
penghentian. Terapi jangka panjang dengan agonis GnRH juga terbukti menghasilkan
keropos tulang yang signifikan secara statistik. Karena hal ini dan efek jangka
pendeknya, American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
merekomendasikan agar penggunaannya dibatasi hingga 6 bulan atau kurang.
Leuprolide paling efektif bila digunakan sebagai terapi pra-bedah untuk fibroid
simtomatik.
Obat Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID): Obat antiinflamasi telah terbukti
menurunkan kadar prostaglandin, yang meningkat pada wanita dengan perdarahan
menstruasi berat dan bertanggung jawab atas nyeri kram yang dialami saat
menstruasi. Obat ini belum terbukti mengurangi ukuran fibroid.
Terapi medis potensial lainnya termasuk penghambat aromatase, dan
modulator reseptor estrogen selektif (SERM), seperti raloxifene atau tamoxifen.
Hanya ada sedikit bukti yang mendukung penggunaan obat-obatan ini dalam
pengobatan gejala fibroid rahim. Asam traneksamat telah disetujui untuk pengobatan
perdarahan uterus yang abnormal dan berat namun belum disetujui atau terbukti
mengurangi beban penyakit pada fibroid rahim.
Terapi Bedah:
Ablasi Endometrium. Ini menawarkan alternatif pembedahan pada pasien
yang keluhan utamanya adalah pendarahan hebat atau tidak normal. Terdapat risiko
lebih besar terjadinya kegagalan prosedur pada fibroid submukosa karena
menyebabkan gangguan pada rongga rahim dan dapat mencegah kauterisasi yang
tepat pada seluruh endometrium.
Embolisasi Arteri Uterus. Pendekatan invasif minimal bagi mereka yang ingin
menjaga kesuburan. Teknik ini bekerja dengan mengurangi total suplai darah ke
rahim, sehingga menurunkan aliran ke fibroid dan meminimalkan gejala perdarahan.
Prosedur ini terbukti efektif dalam mengendalikan menoragia. Namun, menurut De La
17
Cruz et al., hanya penelitian terbatas yang menunjukkan efek pelestarian kesuburan
dengan teknik ini.
Miomektomi. Pilihan bedah invasif bagi mereka yang menginginkan
pelestarian kesuburan. Tidak ada uji coba terkontrol secara acak dalam skala besar
yang menunjukkan bahwa miomektomi dapat meningkatkan kesuburan pasien. Selain
itu, hasilnya sangat bergantung pada lokasi dan ukuran fibroid. Namun demikian, ini
bisa menjadi pilihan pengobatan yang efektif bagi mereka yang ingin menghindari
histerektomi.
Operasi ultrasonografi terfokus yang dipandu MRI. Pilihan pengobatan ini
menggunakan gelombang MRI dan USG untuk fokus pada fibroid, sehingga terjadi
kauterisasi. Sebagai pengobatan yang relatif baru, saat ini belum ada cukup bukti
klinis untuk mendukung efektivitas jangka panjangnya.
Histerektomi. Tetap menjadi pengobatan definitif untuk fibroid.
Komplikasi yang dapat timbul antara lain seperti nyeri pelvis kronis, heavy
menstrual bleeding yang dapat menyebabkan anemia, capaian kehamilan yang buruk,
infertilitas, konstipasi, infeksi traktus urinary atau inkontinensia urin, torsion fibroid
pedunculated dan degenerasi dengan atau tanpa infeksi (Florence dan Fatehi, 2023).
Bila infertilitas akibat mioma terjadi bersamaan dengan kehamilan umumnya
meningkatkan risiko persalinan section caesaria. Pada kehamilan, tumor akan
memicu keguguran, gangguan plasenta dan presentasi janin, prematuritas serta
perdarahan pasca persalinan. Komplikasi yang timbul akibat 25 pembedahan
meliputi perdarahan, infeksi dan trauma pada organ sekitar. Embolisasi dapat
mengakibatkan terjadinya sindrom pasca-embolisasi yang ditandai dengan keluhan
nyeri, demam dan ekspulsi tumor dari vagina. Setelah miolisis dilakukan dapat
terjadi nyeri dan perdarahan (Lubis, 2020).
18
keparahan adhesi pada pelvis berkaitan dengan prognosis pasien mioma uteri (Wu
dan Zheng, 2022). Kehamilan dapat terjadi setelah 4-6 bulan penanganan dan dapat
berjalan lancar namun 1/3 kasus mioma dapat menginduksi abortus dan prematur
(Lubis, 2020). Selama tidak ada keluhan, pasien disarankan kontrol setiap 6 bulan
dan kontrol bila ada gejala pada pasien menopause dan tidak ada pertumbuhan tumor
dalam satu tahun (Lubis, 2020)
Edukasi meliputi anjuran kontrol ulang berkala pada pasien asimptomatis dan yang
menginginkan fertility sparing. Tindakan preventif umum berupa pengaturan diet dan
olahraga. Di samping itu, menyusui dan merokok ternyata dapat menghambat
tumorigenesis mioma uteri.
a) Edukasi Pasien Selama tidak ada keluhan, pasien dianjurkan kontrol setiap 6
bulan. Jika telah menopause dan tidak ada pertumbuhan tumor dalam satu tahun
maka kontrol dianjurkan hanya jika muncul gejala. Kehamilan dapat terjadi 4-6
bulan setelah penanganan. Kehamilan dapat berjalan lancar namun 1/3 kasus mioma
dapat menginduksi abortus dan premature (Lubis, 2020).
Diet
Rekomendasi paling penting adalah diet menjaga berat badan ideal untuk
mengurangi faktor risiko obesitas. Hal ini karena kejadian tumor sering
dikaitkan dengan terlalu banyak konsumsi daging merah dan rendahnya
konsumsi sayuran hijau atau buah. Fungsi proteksi juga dari vitamin A dan D.
Penelitian gagal menunjukkan manfaat kedelai dalam pencegahan tumor;
namun konsumsi susu dan dairy product akan menurunkan risiko tumor. Zat
aktif lain seperti lycopene, isoflavone, dan gallactocatechin gallate (EGCG)
dari teh hijau membantu menurunkan risiko tumor melalui induksi apoptosis
dan menghambat proliferasi sel (Lubis, 2020).
Olahraga
19
Olahraga teratur dengan intensitas sedang membantu menjaga keseimbangan
hormonal dan menjaga agar berat badan tetap stabil (Lubis, 2020)
Multipara
Saat hamil akan terjadi perubahan matriks ekstraseluler, growth factor, dan
hormon seks yang akan menurunkan insidens mioma 27 uteri. Makin sering
hamil, risiko mioma uteri juga akan menurun karena setelah kehamilan
jumlah reseptor estrogen dalam endometrium berkurang (Lubis, 2020).
Menyusui
Menyusui terutama ASI eksklusif akan menghentikan siklus haid dan
mengurangi paparan hormon seks pada sel/jaringan Rahim (Lubis, 2020).
Produk Kecantikan
Ada hubungan antara phthalate dan kejadian mioma uteri. Hal ini karena
senyawa tersebut merupakan antiandrogen, sehingga menyebabkan
peningkatan hormon estrogen. Senyawa lain yang diduga dapat mengganggu
metabolisme hormonal adalah paraben dan bisphenol A. Oleh karena itu,
ketiga senyawa kosmetik ini sebaiknya dihindari (Lubis, 2020).
20
BAB IV
KESIMPULAN
Mioma uteri atau sering disebut fibroid merupakan tumor jinak yang berasal dari otot
polos rahim. Sel tumor terbentuk karena mutasi genetik, kemudian berkembang akibat
induksi hormon estrogen dan progesteron (Lubis, 2020).
Etiologi mioma uteri adalah abrnomalitas gen karena mutasi genetik HMG1, HMG1-
C, HMG1 (Y) HMGA2, COL4A5, COL4A6, dan MEDI2.2
Kelainan kromosom terjadi akibat gangguan translokasi kromosom 10, 12, dan 14,
delesi kromosom 3 dan 7 serta aberasi kromosom 6 (Lubis, 2020).
Diagnosis mioma didapatkan pada sekitar 20-25% wanita usia reproduksi dan 30-40%
pada wanita usia di atas 40 tahun. Wanita dengan usia menarche lebih awal memiliki
risiko mengalami mioma uteri. (Sparic et al, 2016 ;Pavone et al, 2018).
Penatalaksanaan mioma uteri atau tumor jinak otot rahim mencakup observasi,
medikamentosa atau pembedahan. Tujuan pemberian medikamentosa adalah untuk
mengurangi perdarahan, mengecilkan volume tumor dan sebagai prosedur pre-
operatif. Jenis pembedahan mencakup histerektomi dan miomektomi. Pilihan operasi
disesuaikan dengan kondisi dan keinginan pasien
Prognosis mioma asimptomatis umumnya baik karena tumor akan mengecil dalam 6
bulan sampai 3 tahun, terutama saat menopause. Mioma simptomatis sebagian besar
berhasil ditangani dengan pembedahan tetapi rekurensi dapat terjadi pada 15-33%
pasca tindakan miomektomi. (Lubis, 2020).
21
DAFTAR PUSTAKA
Barjon K, Mikhail LN. Uterine Leiomyomata. [Updated 2022 Aug 8]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Availabl
https://www-ncbi-nlm-nih-gov.translate.goog/books/NBK546680/?_x_tr_sl=en
&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc
Florence AM, Fatehi M. Leiomyoma. [Updated 2023 Jan 4]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538273/
Giuliani, E., As-Sanie, S., & Marsh, E. E. (2020). Epidemiology and management of
uterine fibroids. International journal of gynaecology and obstetrics: the official
organ of the International Federation of Gynaecology and Obstetrics, 149(1), 3–9.
https://doi.org/10.1002/ijgo.13102
Lobo, R.A. et al. (2017) Comprehensive gynecology 7th edition. Philadelphia, PA:
Elsevier, Inc.
Mas, A., Tarazona, M., Dasí Carrasco, J., Estaca, G., Cristóbal, I., & Monleón,
J. (2017). Updated approaches for management of uterine fibroids. International
journal of women's health, 9, 607–617. https://doi.org/10.2147/IJWH.S138982
Navarro, A., Bariani, M. V., Yang, Q., & Al-Hendy, A. (2021). Understanding the
impact of uterine fibroids on human endometrium function. Frontiers in cell and
developmental biology, 9, 633180.
Pavone, D., Clemenza, S., Sorbi, F., Fambrini, M., & Petraglia, F. (2018).
Epidemiology and Risk Factors of Uterine Fibroids. Best practice & research.
22
Sparic, R., Mirkovic, L., Malvasi, A., & Tinelli, A. (2016). Epidemiology of Uterine
Myomas: A Review. International journal of fertility & sterility, 9(4), 424–435.
https://doi.org/10.22074/ijfs.2015.4599
Wu, X., & Zheng, Y. (2022). Clinicopathological features and prognostic factors for
uterine myoma. Pakistan journal of medical sciences, 38(6), 1580–1583.
https://doi.org/10.12669/pjms.38.6.5455
Barjon K, Mikhail LN. Uterine Leiomyomata. [Updated 2023 Aug 7]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546680/
Wu, X., & Zheng, Y. (2022). Clinicopathological features and prognostic factors for
uterine myoma. Pakistan journal of medical sciences, 38(6), 1580–1583.
https://doi.org/10.12669/pjms.38.6.5455
23