Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

ANESTESI REGIONAL PADA PASIEN


SECTIO CAESAREA DENGAN HEPATITIS B

Pembimbing :
dr. Agus Jaya Nugraha Sp.An

Disusun Oleh :
Muthiah Tsamarah
2019730139

KEPANITERAAN KLINIK STASE ANESTESI


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2023

4
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang
telah memberikan rahmat dan nikmat kepada seluruh hamba-Nya. Shalawat dan salam
semoga terlimpahkan pada Nabi kita Muhammadi SAW, Keluarganya, Sahabatnya,
pengikutnya dan kepada kita sekalian. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan
salah satu rangkaian tugas dalam stase Ilmu Anestesi yakni Laporan Kasus.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah


memberi dukungan, bantuan, semangat dan motivasi selama pengerjaan laporan kasus
ini. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih kepada yang terhormat dr.Agus
Jaya Nugraha , Sp.An., selaku pembimbing yang telah mendukung dan memberi
bimbingan. Serta kepada seluruh teman-teman kelompok stase Ilmu Anestesi. Saya
menyadari bahwa penulisan laporan ini belum sempurna, baik dari segi materi maupun
tata cara penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat saya harapkan guna sebagai bahan perbaikan dalam pembuatan laporan
Refreshing berikutnya. Semoga laporan ini bermanfaat dan dapat menambah
pengetahuan khususnya dibidang kedokteran.

Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh

5
DAFTAR ISI

PRESENTASI KASUS ............................................................................................ i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 4
BAB I LAPORAN KASUS .................................................................................... 8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 14
3.1 Definisi ............................................................................................... 14
3.2 Etiologi dan Patogenesis ..................................................................... 14
3.3 Faktor Predisposisi.............................................................................. 16
3.4 Penularan ............................................................................................ 18
3.5 Manifestasi klinis ................................................................................ 20
3.6 Diagnosis ............................................................................................ 22
3.7 Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi ........................................... 23
3.8 Pencegahan ......................................................................................... 25
3.9 Pilihan Persalinan ............................................................................ 26
3.10 Terapi .............................................................................................. 27
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32

6
7
8
BAB I

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 32 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT

No. RM : 2307050***
Masuk RS : 14 Juli 2023
Anamnesis
Diambil dari : Autoanamnesis dan Rekam Medis RS Islam Jakarta Cempaka Putih
a. Keluhan Utama
Seorang pasien wanita, 32 tahun dengan diagnosis G1P0A0H2 gravid aterm 38
minggu + HbsAg(+) sebelumnya pasien melaksanakan pemeriksaan triple
eliminasi dapatkan hasil HbsAg rapid positif
b. Keluhan Tambahan :
Nyeri pinggang disangkal,pusing mual muntah disangkal
c. Riwayat Penyakit Sekarang
• Keluar lendir campur darah dari kemaluan tidak ada
• Keluhan keluar air-air yang banyak dari kemaluan tidak ada
• Keluar darah yang banyak dari kemaluan tidak ada
• Riwayat hamil muda : mual (-),muntah (-), perdarahan (-).
• ANC : kontrol teratur ke dokter spesialis kandungan sejak usia kehamilan
2 bulan

• Riwayat menstruasi : menarche usia ± 13 tahun, siklus teratur, nyeri haid


(-).

9
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat terdiagnosa Hepatitis B sebelumnyadisangkal .Riwayat sakit kuning
disangkal.Riwayat menderita penyakit jantung, hati, ginjal, DM dan hipertensi
disangkal.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
• Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan, menular
dan kejiwaan.
f. Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan , cuaca dan obat disangkal

g. Riwayat Sosial Ekonomi


Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Kebiasaan : Merokok (-), minum alkohol (-)

Pemeriksaan Fisik
• PF : KU Kes TD Nd Nfs T

Ringan CMC 120/80 88x/m 21x/m 36,8 0


• BB sekarang : 68 Kg

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik


Leher : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Thoraks : jantung dan paru dalam batas normal
Ekstremitas : refleks fisiologi +/+, refleks patologi -/-, oedem -/-

h. Status Obstetrikus
Abdomen
• Inspeksi : membuncit sesuai usia kehamilan aterm, linea mediana
hiperpigmentasi, striae gravidarum (+), sikatrik (+)

• Auskultasi : DJJ : 140-150x/menit


i. Genitalia
• VT : tidak dilakuka

10
Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium 5/7/2023

PARAMETER HASIL RUJUKAN SATUA


N
Hemoglobin 11.9 9.5-15 gr/dl
Jumlah Leukosit 7.69 3.60- 103/µl
11.00
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 1 2-4 %
Netrofil Batang 4 3-5 %
Netrofil Segmen 67 50-70 %
Limfosit 18 25-40 %
Monosit 10 2-8 %
NLR 3.94 ≤ 3.13
Laju Endap Darah 70 0-20 mm
Hematokrit 37% 35 – 47 %
Trombosit 316 150-440 103/µl
Eritrosit 4.36 3.80-5.20 106 /µl
Retikulosit A 116 25-75 103/µl
Retikulosit P 2.67 0.50-2.00 %
MCV 86 80-100 fL
MCH 27 26-34 pg
MCHC 32 32-36 g/dL
M.Perdarahan 2.00 1.00-3.00 menit
M.Pembekuan 4.00 4.00-6.00 menit
Glukosa Sewaktu 72 70-200 mg/dL
HbsAg Reaktif

Assesment :
• G1P1A0 parturien aterm kala I fase aktif + HBsAg (+)
• Janin hidup tunggal intrauterin presentasi kepala

Rencana : SC

Resume
Ny.S 32 tahun dengan diagnosis G1P0A0 gravid aterm 38 minggu +
HbsAg(+).sebelumnya pasien melaksanakan pemeriksaan triple eliminasi dapatkan hasil
HbsAg rapid positif.Keluhan tambahan nyeri pinggang disangkal,pusing mual muntah
11
disangkal. Riwayat terdiagnosa Hepatitis B sebelumnya disangkal .Riwayat sakit kuning
disangkal.Riwayat menderita penyakit jantung, hati, ginjal, DM dan hipertensi disangkal.
Riwayat alergi makanan , cuaca dan obat disangkal.

Assesment Pra Anestesi


Diagnosis Prabedah : G1P0A0,Hamil 38 Minggu
Klasifikasi ASA : ASA II

Jenis Pembedahan : SC
Jenis Anestesi : Regional
Diagnosis Pasca Bedah : Hepatitis B
Teknik Anestesi : Spinal

Tatalaksana Anestesi
Pramedikasi : Tidak Diberikan
Preoksigenasi : Tidak diberikan
Selama Operasi : Vasodrin 10mg
Bunascan 100mg
Morphine 0,05 mg
Fentanyl 0,005 mg
Ephedrine 10 mg
Oxytocin 20 iu
Ceftriaxone 1 gr
Lidocain 50mg

Kebutuhan Cairan Intraoperative


Berat Badan : 68kg
Lama Puasa : 8 jam
Lama Operasi : 1 jam

Kebutuhan Cairan Maintenance :


(4 x 10) + (2 x 10 ) + (1 x 48) = 108 ml/jam
Lama Puasa x Kebutuhan Cairan Maintenance : 8 jam x 108ml = 864 ml
Stress Operasi : Operasi Sedang 6cc/kgBB/Jam = 6 x 68 kg = 408 ml
Satu Jam Pertama : ½ PP + M + SO = 432 + 108 + 408 = 948
Satu Jam Kedua : ¼ PP + M + SO = 216 + 108 + 408 = 732

Monitoring Pasca Operative :


TD : 130/70
HR : 90
RR : 22x Menit
Suhu : 36 derajat Celcius
SpO2 : 100%
Aldrette Score :
Aktivitas : Dapat menggerakkan tubuh (1)
Pernapasan : Dapat Bernapas Dalam (2)
Sirkulasi : TD +/- 20 mmHg dari nilai praanestesi (2)
Kesadaran : Sadar Penuh (2)
Saturasi Oksigen : ≥ 92% dengan udara ruangan (2)
Total skor : 9
12
13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Hepatitis B merupakan penyakit infeksi virus pada hati yang disebabkan


oleh virus hepatitis B2,3. Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah
ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV.
Virus hepatitis B adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak
menyebabkan kerusakan langsung pada sel hepar. Sebaliknya, adalah reaksi yang
bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang
dan kerusakan pada hepar3.

3.2 Etiologi dan Patogenesis

Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama


kali ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama
antigen Australia. Virus ini termasuk DNA virus2.
Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm yang disebut
"Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus
partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti
terdapat Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg).
Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat
imunologik proteinnya virus Hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,
ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis penting, karena menyebabkan
perbedaan geomorfik dan rasial dalam penyebarannya. Virus hepatitis B
mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari3.

Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus
Hepatitis B (VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel
hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam
sitoplasma VHB melepaskan mantelnya, sehingga melepaskan nukleokapsid.
Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Di dalam inti asam

14
nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA
hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB
memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian
terjadi pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah,
mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon
imunologik penderita terhadap infeksi. Respon antibody humoral bertanggung
jawab terhadap proses pembersihan partikel virus yang berada dalam sirkulasi,
sedangkan antibody seluler mengeliminasi sel-sel yang terinfeksi. Apabila reaksi
imunologik tidak ada atau minimal maka terjadi keadaan karier sehat2.

Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah
sama yaitu adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati
disertai infiltrasi sel-sel hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi
hepatitis akut fulminan. Bila penyakit menjadi kronik dengan peradangan dan
fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus masih utuh, maka akan
terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar, tidak
teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan
septa fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif2,3,4.

3.3 Faktor Predisposisi

3.3.1 Faktor Host (Penjamu)

Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi5:
1. Umur

Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi
dan anak (25 - 45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan
bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada
anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10%.8 Hal ini berkaitan
dengan terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari
hepatitis kronis.
2. Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding
pria.

15
3. Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi
hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama
pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem
imun belum berkembang sempurna.
4. Kebiasaan hidup
Pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto, pemakaian akupuntur.
5. Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter,
dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas
laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan
penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).

3.3.2 Faktor Agent

Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus


hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg6.

3.3.3 Faktor Lingkungan

Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi


perkembangan hepatitis B, diantaranya5:
a. Lingkungan dengan sanitasi jelek
b. Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi
Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata

c. Daerah unit laboratorium


d. Daerah unit bank darah.
e. Daerah dialisa dan transplantasi.
f. Daerah unit perawatan penyakit dalam

3.4 Penularan

Masa Inkubasi infeksi hepatitis B adalah 45-180 hari (rata-rata 60-90 hari).
Onset penyakit ini sering tersembunyi dengan gejala klinik yang tergantung usia
penderita. Kasus yang fatal dilaporkan di USA sebesar 0,5-1%6,8. Sebagian infeksi
akut VHB pada orang dewasa menghasilkan penyembuhan yang sempurna dengan

16
pengeluaran HBsAg dari darah dan produksi anti HBs yang dapat memberikan
imunitas untuk infeksi berikutnya8.
Diperkirakan 2-10 % infeksi VHB menjadi kronis dan sering bersifat
asimptomatik dimana 15-25 % meninggal sebelum munculnya sirosis hepatis atau
kanker hati. Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsu makan menurun,
demam, nyeri perut dan ikterik7,9.

17
18
19
.

20
21
Konsentrasi VHB dalam berbagai cairan tubuh dapat dibagi dalam 3
kategori yaitu8 :
• Konsentrasi tinggi (darah, serum, eksudat luka)
• Sedang (semen, cairan vagina, saliva)
• Rendah (urine, feses, keringat, air mata, air susu).
VHB 100 kali lebih infeksius daripada HIV dan paling sering mengenai usia
15-39 tahun. Penularan VHB dapat melalui kontak seksual (± 25 %), parenteral
seperti jarum suntik, dan penularan perinatal melalui kontak darah ibu penderita
kronis dengan membran mukus janin7,9. Secara umum penularan VHB melalui
jalur sbb9:
a. Darah: penerimaan produk darah, pasien hemodialisis, pekerja kesehatan,
pekerja yang terpapar darah.
b. Transmisi seksual.
c. Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa: tertusuk jarum, penggunaan
ulang peralatan medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur
dan silet, tato, akuunktur, tindik, penggunaan sikat gigi bersama.
d. Transmisi maternal-neonatal, maternal-infant.

Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi 2 cara


penting yaitu1:
a. Penularan vertikal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang
HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa
perinatal. Penularan vertical sebagian besar (95%) terjadi saat persalinan,
hanya sebagian kecil saja (5%) selama bayi didalam kandungan. Penularan
yang terjadi pada masa perinatal dapat melalui maternofetal micro
infusion yang terjadi pada saat terjadi kontraksi uterus, tertelannya cairan
amnion yang mengandung VHB serta masuknya VHB melalui lesi yang
terjadi pada kulit bayi pada waktu melalui jalan lahir. Penularan infeksi
vertikal juga dapat terjadi setelah persalinan
b. Penularan horizontal; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang
pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya.

22
Bayi yang mengidap infeksi HBV sejak lahir, memilikipeluang untuk
menderita HBV kronis dan kanker hepatoseluler lebih besar daripada yang
mengidap virus pada usia yang lebih lanjut, sehingga sangat penting untuk
memutus transmisi virus dari ibu ke janin yang dikandungnya

3.5 Manifestasi klinis

Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis


hepatitis B dibagi 2 yaitu :

3.5.1 Hepatitis B akut

Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap


individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya
virus hepatitis B dari tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas1 :
a. Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus
yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
1) Fase Praikterik (prodromal)
Merupakan fase di antara timbulnya keluhan-keluhan dengan gejala
timbulnya ikterus. Ditandai dengan malaise umum, mialgia, atralgia
dan mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Nyeri
abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas5.
2) Fase lkterik
Ikterus muncul setelah 5-10 hari. Pada banyak kasus fase ini tidak
terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala
prodormal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
Terjadi hepatomegali dan splenomegali5.
3) Fase Konvalesen (Penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan kelainan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Munculnya
perasaan sudah lebih sehat, kembalinya nafsu makan. Keadaan akut

23
biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu. Perbaikan klinis dan
laboratorium lengkap akan terjadi dalam 16 minggu5.
b. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan
berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan
gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT (Serum Glutamic
Oxaloasetic Transaminase) memberikan hasil yang tinggi pada
pemeriksaan fisik, hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun
hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi
gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia2.

3.5.2 Hepatitis B kronis

Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap


individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk
menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB. Ada 3
fase penting dalam perjalanan penyakit hepatitis B kronik3:
a. Fase imunotoleransi.
Pada masa anak-anak sistem imun tubuh dapat toleran terhadap VHB
sehingga kadar virus dalam darah dapat sedemikian tingginya namun tidak
terjadi peradangan yang berarti. Dalam keadaan tersebut VHB ada dalam
fase replikatif denga titer HbsAg yang tinggi, HbeAg positif, anti Hbe
negatif, titer DNA VHB tinggi dengan kadar ALT (alanin
aminotransferase) yang relatif normal.
b. Fase imunoaktif atau fase immune clearance.
Pada sekitar 30% individu dengan persistensi VHB akibat terjadinya
replikasi VHB yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang
ditandai dengan naiknya kadar ALT. Pada keadaan ini pasien mulai
kehilangan toleransi imun terhadap VHB. Pada fase ini tubuh berusaha
menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang
terinfeksi VHB.
c. Fase nonreplikatif atau fase residual.

24
Sekitar 70% individu akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar
partikel VHB tanpa ada kerusakan sel yang berarti. Pada keadaan ini titer
HbsAg rendah dengan HbeAg yang menjadi negatif dan anti Hbe yang
menjadi positif secara spontan, serta kadar ALT yang normal, yang
menandai terjadinya fase nonreplikatif atau fase residual. Sekitar 20-30%
pasien dalam fase residual dapat mengalami reaktivasi dan menyebabkan
kekambuhan.

3.6 Diagnosis

Oleh karena penderita hepatitis B, terutama pada anak seringkali tanpa


gejala maka diagnosis seringkali hanya bisa ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium. Kadangkala baru dapat diketahui pada waktu menjalani
pemeriksaan rutin atau untuk pemeriksaan dengan penyakit-penyakit yang lain4.
Tes laboratorium yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah3:

3.6.1 HbsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B)

Merupakan material permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein


yang dibuat oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif,
artinya individu tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatatitis B
akut ataupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan
menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti
hepatitis telah berkembang menjadi kronis atau pasien menjadi karier VHB.
HbsAg positif makapasien dapat menularkan VHB.

3.6.2 Anti-HBs (antibodi terhadap HBsAg)

Merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg


menunjukan adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan
perlindungan terhadap penyakit hepatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai positif
berarti seseorang pernah mendapat vaksin VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini
juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg
posistif pada individu yang tidak pernah mendapat imunisasi hepatitis B
menunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi VHB.

3.6.3 HbeAg

25
Yaitu antigen envelope VHB yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai
positif menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi atau
membelah/memperbayak diri. Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila
hasil positif dialami hingga 10 minggu maka akan berlanjut menjadi hepatitis B
kronis. Individu yang memiliki HbeAg positif dalam keadaan infeksius atau dapat
menularkan penyakitnya baik kepada orang lain maupun janinnya.

3.6.4 Anti-Hbe

Merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh.


Anti-HbeAg yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase non-replikatif.

3.6.5 HbcAg (antigen core VHB)

Merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam
inti sel hati yang terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein
dari inti VHB.

3.6.6 Anti-Hbc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B)

Merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe
yaitu IgM anti HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi
akut. IgG anti-HBc positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi
kronis pada seseorang atau orang tersebut penah terinfeksi VHB3,4.

3.7 Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi

Dilaporkan 10-20 % ibu hamil dengan HBsAg positif yang tidak


mendapatkan imunoprofilaksis menularkan virus pada neonatusnya Dan ± 90 %
wanita hamil dengan seropositif untuk HBsAg dan HBeAg menularkan virus
secara vertikel kepada janinnya dengan insiden ± 10 % pada trimester I dan 80-90
% pada trimester III9.
Adapun faktor predisposisi terjadinya transmisi vertikal adalah8:
1. Titer DNA VHB yang tinggi
2. Terjadinya infeksi akut pada trimester III
3. Pada partus memanjang yaitu lebih dari 9 jam

26
Sedangkan ± 90 % janin yang terinfeksi akan menjadi kronis dan
mempunyai resiko kematian akibat sirosis atau kanker hati sebesar 15-25 % pada
usia dewasa nantinya3.
Infeksi VHB tidak menunjukkan efek teratogenik tapi mengakibatkan
insiden Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan Prematuritas yang lebih tinggi
diantara ibu hamil yang terkena infeksi akut selama kehamilan. Dalam suatu studi
pada infeksi hepatitis akut pada ibu hamil (tipe B atau non B) menunjukkan tidak
ada pengaruh terhadap kejadian malformasi kongenital, lahir mati atau stillbirth,
abortus, ataupun malnutrisi intrauterine. Pada wanita dengan karier VHB tidak
akan mempengaruhi janinnya, tapi bayi dapat terinfeksi pada saat persalinan (baik
pervaginam maupun perabdominan) atau melalui ASI atau kontak dengan karier
pada tahun pertama dan kedua kehidupannya10.Pada bayi yang tidak divaksinasi
dengan ibu karier mempunyai kesempatan sampai 40% terinfeksi VHB selama 18
bulan pertama kehidupannya dan sampai 40% menjadi karier jangka panjang
dengan resiko sirosis dan kanker hepar dikemudian harinya9.
VHB dapat melalui ASI sehingga wanita yang karier dianjurkan mendapat
Imunoglobulin hepatitis B sebelum bayinya disusui11.Penelitian yang dilakukan
Hill JB,dkk (dipublikasikan tahun 2002) di USA mengenai resiko transmisi VHB
melalui ASI pada ibu penderita kronis-karier menghasilkan kesimpulan dengan
imunoprofilaksis yang tepat termasuk Ig hepatitis B dengan vaksin VHB akan
menurunkan resiko penularan11. Sedangkan penelitian WangJS, dkk
(dipublikasikan 2003) mengenai resiko dan kegagalan imunoprofilaksis pada
wanita karier yang menyusui bayinya menghasilkan kesimpulan tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara ASI dengan susu botol. Hal ini mengindikasikan
bahwa ASI tidak mempunyai pengaruh negatif dalam merespon anti HBs12.
Sedangkan transmisi VHB dari bayi ke bayi selama perawatan sangat rendah10.
Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya
Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam waktu 12
jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya vaksinasi VHB
diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Imunoglobulin merupakan produk darah yang
diambil dari darah donor yang memberikan imunitas sementara terhadap VHB
sampai vaksinasi VHB memberikan efek. Vaksin hepatitis B kedua diberikan

27
sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari vaksinasi
pertama10. Penelitian yang dilakukan Lee SD, dkk (dipublikasikan 1988)
mengenai peranan Seksio Sesarea dalam mencegah transmisi VHB dari ibu
kejanin menghasilkan kesimpulan bahwa SC yang dikombinasikan dengan
imunisasi Hepatitis B dianjurkan pada bayi yang ibunya penderita kronis-karier
HbsAg dengan level atau titer DNA-VHB serum yang tinggi12,13,14.
Tes hepatitis B terhadap HBsAg dianjurkan pada semua wanita hamil pada
saat kunjungan antenatal pertama atau pada wanita yang akan melahirkan tapi
belum pernah diperiksa HbsAg-nya. Lebih dari 90 % wanita ditemukan HbsAg
positif pada skreening rutin yang menjadi karier VHB. Tetapi pemeriksaan rutin
wanita hamil tua untuk skreening tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus
tertentu seperti pernah menderita hepatitis akut, riwayat tereksposure dengan
hepatitis, atau mempunyai kebiasaan yang beresiko tinggi untuk tertular seperti
penyalahgunaan obat-obatan parenteral selama hamil, maka test HbsAg dapat
dilakukan pada trimester III kehamilan. HbsAg yang positif tanpa IgM anti HBc
menunjukkan infeksi kronis sehingga bayinya harus mendapat HBIg dan vaksin
VHB9.

3.8 Pencegahan

Pencegahan penularan VHB dapat dilakukan dengan melakukan aktifitas


seksual yang aman, tidak menggunakan bersama obat-obatan yang
mempergunakan alat seperti jarum, siringe, filter, spons, air dan tourniquet, dsb,
tidak memakai bersama alat-alat yang bisa terkontaminasi darah seperti sikat gigi,
gunting kuku, dsb, memakai pengaman waktu kerja kontak dengan darah, dan
melakukan vaksinasi untuk mencegah penularan7,9.
Profilaksis pada wanita hamil yang telah tereksposure dan rentan terinfeksi
adalah sbb9,16,17 :
1. Saat kontak seksual dengan penderita hepatitis B terjadi dalam 14 hari
• Berikan vaksin VHB kedalam m.deltoideus. Tersedia 2 monovalen
vaksin VHB untuk imunisasi pre-post eksposure yaitu Recombivax HB
dan Engerix-B. Dosis HBIg yang diberikan 0,06 ml/kgBB IM pada
lengan kontralateral.

28
• Untuk profilaksis setelah tereksposure melalui perkutan atau luka
mukosa, dosis kedua HBIg dapat diberikan 1 bulan kemudian.
2. Ketika tereksposure dengan penderita kronis VHB
• Pada kontak seksual, jarum suntik dan kontak nonseksual dalam rumah
dengan penderita kronis VHB dapat diberikan profilaksis post eksposure
dengan vaksin hepatitis B dengan dosis tunggal.

Wanita hamil dengan karier VHB dianjurkan memperhatikan agar::


• Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti
asetaminophen
• Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau semen
• Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah seperti
sikat gigi, dsb.
• Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium bahwa
dirinya penderita hepatitis B carier.
• Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B dalam
1 minggu setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.
• Konsul teratur kedokter
• Periksa fungsi hati.

Rekomendasi dari SOGC (The Society Obstetric and Gynaecologic of


Canada) mengenai amniosintesis sbb9:
• Resiko infeksi VHB pada bayi melalui amniosintesis adalah rendah.
Pengetahuan tentang status antigen HBc pada ibu sangat berharga dalam
konseling tentang resiko penularan melalui amniosintesis.
• Untuk wanita yang terinnfeksi dengan VHB, VHC dan HIV yang
memerlukan amniosintesis diusahakan setiap langkah-langkah yang
dilakukan jangan sampai jarumnya mengenai plasenta.

3.9 Pilihan Persalinan

Pilihan persalinan dengan Seksio sesaria telah diusulkan dalam


menurunkan resiko transmisi VHB dari ibu kejanin. Walaupun dari penelitian

29
para ahli cara persalinan tidak menunjukkan pengaruh yang bermakna dalam
transmisi VHB dari ibu ke janin yang mendapatkan imunoprofilaksis. ACOG
tidak merekomendasikan SC untuk menurunkan transmisi VHB dari ibu ke janin.
Pada persalinan ibu hamil dengan titer VHB tinggi (> 3,5 pg/ml atau HbeAg
positif) lebih baik SC sebagai pilihan cara persalinan9.
RANZOG (2016) merekomendasikan infeksi hepatitis B tidak boleh
mengubah cara persalinan.
Namun, rute terbaik persalinan pada wanita hamil dengan HBsAg (+)
masih diperdebatkan. Studi yang lebih lama mengevaluasi tingkat MTCT pada
bayi yang lahir melalui operasi caesar versus persalinan normal tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam tingkat infeksi HBV bayi.

3.10 Terapi

Pedoman European Association for the Study of the Liver (EASL)


menyebutkan bahwa pencegahan transmisi vertikal ditujukan terutama pada ibu
hamil dengan HBeAg atau dengan kadar HBV DNA sangat tinggi. EASL
merekomendasikan penggunaan lamivudin, tenofovir dan telbivudin pada
trimester ketiga dan dihentikan pada tiga bulan post partum. The Asian Pacific
Association for the Study of the Liver (APASL)26 merekomendasikan lamivudin
dan telbivudin pada trimester ketiga kehamilan untuk mencegah transmisi vertikal
hepatitis B pada ibu hamil dengan serum HBV DNA tinggi. 12
Pada konsensus penatalaksanaan hepatitis B yang diterbitkan oleh
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) disebutkan bahwa penggunaan
antivirus pada wanita hamil harus mempertimbangkan keuntungan dan kerugian
dari terapi tersebut. PPHI merekomendasikan pemberian antivirus pada ibu hamil
dengan serum HBV DNA lebih dari 106 IU/mL pada trimester ketiga untuk
mencegah transmisi vertikal atau pada kondisis dekompensasi hati berat.12
Secara umum, modalitas terapi hepatitis B yang tersedia saat ini adalah
interferon dan analog nukleos(t)ida. Interferon itu sendiri merupakan
kontraindikasi kehamilan. Lamivudin, adefovir dan entecavir termasuk dalam
kategori C bila digunakan selama kehamilan, sedangkan telbivudin dan tenofovir
merupakan kategori B.

30
Gambar 3.4 Algoritma penatalaksanaan hepatitis B kronik pada kehamilan

31
32
BAB V

KESIMPULAN

1. Pada persalinan ibu hamil dengan titer VHB tinggi (> 3,5 pg/ml atau
HbeAg positif) lebih baik SC sebagai pilihan cara persalinan9.

2. Pada persiapan sebelum operative dengan infeksi Virus Hepatitis B


positive memerlukan double proteksi dengan handscoon double
3. Studi merekomendasikan bahwa pemilihan metode persalinan pada pasien
HBsAg (+) tidak boleh semata-mata didasarkan pada menghindari
penularan vertikal dari ibu ke bayi, tetapi harus didasarkan pada indikasi
kebidanan.
4. Menurut rekomendasi terbaru, pencegahan bayi baru lahir pada ibu
HBsAg (+) perlu memberikan profilaksis Imunoglobulin Hepatitis B
kurang dari 12 jam.
5. Tenofovir dan telbivudin tetap menjadi terapi lini pertama untuk hepatitis
B dalam kehamilan, katagori obat ini B.
6. Segera setelah lahir neonatus diberi immunoglobulin hepatitis B dan
Vaksin Hepatitis 0 guna mencegah infeksi hepatitis dan membentuk
imunitas aktif dari virus hepatitis.
7. Pencegahan transmisi vertikal ditujukan terutama pada ibu hamil dengan
HbeAg atau dengan kadar HBV DNA sangat tinggi.
8. Ibu dengan hepatitis B dapat memberikan ASI kepada bayinya dengan
syarat sudah diberik vaksinasi bayinya.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. GastroIntestinal


Disorders. Viral hepatitis. Williams ´Obstetric. 23rd Ed. Mc.Graw Hill
Publishing Division New York, 2014
2. Decherney AH, Pernoll ML. General Medical Disorders During Pregnancy.
Viral Hepatitis. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and treatment.
10th ed. USA.2007;479-480.
3. American College of Obstetriciansand Gynecologists. Viral hepatitis in
pregnancy. Washington (DC): American College of Obstetricians and
Gynecologists; 2007
4. Troung A, Walker S,Management of hepatitis B in Pregnancy. The royal
Australian and new Zealand College of Obstetricians and Gyneacologist.
2016;7:1-13.
5. Pearlman MD, Tintinalli JE, Dyne PL. Infections and Infectious Eksposure in
Pregnancy. Viral Hepatitis. Obstetric and Gynecologic Emergencies. Mc
Graw Hill Publishing Division. New York 2004: 233-235.
6. Borgia IGG. Vertical transmission of Hepatitis B virus:Challenges and
solutions. International journal of women’s Health. 2014;6:605-611.
7. Birth Net Australia 2. Hepatitis During Pregnancy;2004. diakses dari
http://www. Birth.com.au

34

Anda mungkin juga menyukai