Anda di halaman 1dari 56

GTN High Risk +

Post EMACO IV
Oleh :

Indira Dayang Mahdayana (051815153015)


Profil Pasien
Nama (Inisial) Ny. M
No. RM 12.73. XX. XX
Ruang Rawat Inap Merak, Statius : BPJS
Tanggal Lahir/
usia 10/06/1972 - 47 tahun
BB/ TB/ LPT 66 kg / 167 cm / 1,750 m2
Tanggal MRS-KRS 25/06/2019 -
Alasan MRS Pro EMACO V
Diagnosis masuk GTN High Risk + Post EMACO IV
- Pasien post operasi TAH SOD (Total Abdominal Hysterectomy Salfingo-
Riwayat Pasien ooforektomi Dextra) pada 8/2/2019
-
18/3/2019 : EMACO I
Riwayat 2/4/2019 : EMACO II
Kemoterapi 26/4/2019 : EMACO III
20/5/2019 : EMACO IV
Data Klinis Pasien
Tanggal
Data Klinik Rujukan
25/6 26/6 27/6 28/6 29/6 30/6 1/7 2/7 3/7

Suhu (°C) 36°-37° C 37 37 37 36,8 37 37 37 37 37


Nadi 60-100 x /
88 80 80 82 80 80 80 80 80
(x/menit) menit
20 – 24 x
RR (x/menit) 20 20 20 20 20 20 20 20 20
/ menit
≤140/90
TD (mmHg) 125/ 120/70 120/70 120/70 120/70 120/70 120/70 120/70 120/70
mmHg
Nyeri Negative 0 0 0 0 0 0 0
GCS 456 456 456 456 456 456 456 456 456 456
KU Baik
Mual/Munta -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/-
-
h
Data Laboratorium
Tanggal (Juni)
Data Lab Nilai Normal
24/6 30/6
WBC (3.37-10.5)x103/µl 8,23 6,21
RBC (4.0-6.0)x106/µl
HgB 11-14.7 g/dL 11,8 12,1
HCT 35-60 L% 37
MCV 80-99.9 fL 89,4
MCH 27-31pg 29,2
MCHC 33.0-37.0 dL 32,7
PLT 150-450x103/µl 650 453
Na+ 136-145 mEq/L 149 141
K+ 3.5-5.1 mEq/L 4,8 4,6
Cl- 98-107 mEq/L 104 100
CRP 0.00 – 0.9
Albumin 3.40-5.00 g/dL 4
GDP 40-121 mg/dL 96
GD2PP < 140 mg/dL 128
Serum
0.6-1.3 mg/dL 0,75
kreatinin
BUN 7-18 mg/dL 9
AST/SGOT 0-41 U/L 27
ALT/SGPT 0-38 U/L 37
Pemeriksaan Penunjang
TANGGAL KETERANGAN
Patologi Anatomi
Kesimpulan:
18/2/2019
Chorio carcinoma, LVSI (+), Leiomyoma uteri intramural, Cervitis kronis
USG Abdomen atas + bawah
Tak tampak proses metastase di hepar maupun pembesaran lymph node di paraaorta
28/2/2019
Saat ini Hepar/ GB/ Lien/ Pankreas/ Ginjal kanan kiri/ Buli/ Adnexa kiri tak tampak kelainan
CT Scan Thorax
 Multiple nodul di lapang paru kanan dengan ukuran terbesar ± 1,7 x 1,9 cm di suprahilar
26/2/2019 kanan dapat merupakan proses metastase
 Cor tak tampak kelainan
CT Scan Thorax
11/3/2019  Multiple nodul di kedua paru merupakan proses metastasis
Tumor Marker (β-HCG)
2/4/2019 13,44 mIu/ml
25/4/2019 3,66 mIu/ml
28/5/2019 2,82 mIu/ml
Batasan GTN

Faktor risiko:
1. Menstruasi awal setelah umur >12 tahun
2. 60% riwayat mola hidatidosa (hamil anggur)
3. 30% setelah aborsi
4. Pemakaian KB oral jangka panjang

Stevens, et.al. 2015. Gestational Trophoblastic Disorders: An Update in 2015.


Geburtshilfe Und Frauenheilkunde, 75(10), 1043–1050
Manifestasi Klinis :

Lokasi metastase :
Paru-paru, Vagina, Otak,
Liver, Ginjal
Ning, et.al., 2019
Patogenesis

Patogenesis yang tepat dari koriokarsinoma belum sepenuhnya dijelaskan atau dipahami, namun
pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa fungsi sel sitotrofoblastik (membentuk kantung
chorionik yang berisi air ketuban dan embrio janin) mengalami transformasi maligna lebih cepat dari
sel blatokista (sel yang menampung embrioblast dan trophoblast) yang disebabkan dari ekspresi gen
kromosom p53 dan MDM2 yang berlebih. Gen lain yang terlibat dengan ekspresi berlebih melalui
hiper-metilasi meliputi NECC1, reseptor faktor pertumbuhan epidermal, DOC-2 / hDab2, protein
pengaktifasi Ras GTPase, E-cadherin, HIC-1, p16, TIMP3.

Pant, A., & Lurain, J. R. (2018). Gestational Trophoblastic Disease. The American
Cancer Society’s Oncology in Practice, 318–328.
Penegakan Diagnosa

Gynecologic Oncology Division Dr. Soetomo Hospital,


2013. Protocol of Gynecologic Cancer.
Penentuan Regimen Kemoterapi

NCCN, 2019
Penentuan Regimen Kemoterapi Cont’d

Penentuan regimen kemoterapi pada


GTN didasarkan pada perhitungan
total nilai prognostic.

Pada nilai < 7  low risk


Nilai ≥ 7  high risk
Gynecologic Oncology Division Dr. Soetomo Hospital, 2013. Protocol of
Gynecologic Cancer.
Terapi GTN High Risk

NCCN, 2019
Regimen Kemoterapi GTN High Risk

NCCN, 2019
Analisa Kasus
Analisis Premedikasi
TTV Nilai 25/56 26/6 27/6 28/6 29/6 30/6 1/7 2/7 3/7 4/7
Normal
Suhu 37 37 37 36,8 37 37 37 37 37 37
Nadi 88 80 80 82 80 80 80 80 80 88
Mual/muntah -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/-
Dexametason 20 mg ˅ ˅ ˅ ˅
Difenhidramin 50 mg ˅ ˅
Ranitidin 50 mg ˅ ˅
Ondansetron 8 mg ˅ ˅ ˅ ˅

S : Tidak ada keluhan


O :-

A : 1. Berdasar guideline assessment CINV oleh Hesketh, didapatkan kombinasi EMACO termasuk
dalam risiko emesis level 5. Hal ini karena siklofosfamid dan dactinomisin mempunyai level emesis
masing-masing 4 sedangkan metotrexate mempunyai level emesis 3. Kombinasi tersebut menghasilkan
level emesis sebesar 5 (>90% frequency) dan berdasarkan guideline NCCN, kombinasi EMACO termasuk
dalam moderate emetic risk (30-90% frequency of emesis )

2. Pemilihan premedikasi sudah sesuai literatur pada NCCN dan Hesketh yaitu ondansetron 8 mg IV dan
dexametason 20 mg

P : Melanjutkan pemberian premedikasi sesuai protokol


Potensial Emetogenic

NCCN, 2019
Potensial
Emetogenic

Dipiro, 2013
BCCA, 2018; NCCN, 2019
Premedikasi Reaksi Hipersensitivitas
Obat Waktu

Premedikasi Dexametason 20 mg dalam 100 ml NaCl 0,9% IV drip 15 menit


Difenhidramin 50 mg, ranitidin 50 mg dalam 100 ml NaCl 0,9% IV drip 30 menit
Ondansetron 8 mg intravena bolus 5 menit

BCCA, 2018

Lee, et.al., 2009

Joerger, 2012
Premedikasi Reaksi Hipersensitivitas cont’d

Joerger, 2015

Pemberian premedikasi dexamethasone,


diphenhydramine dan ranitidin dapat
digunakan sebagai profilaksis insiden
reaksi alergi

BCCA, 2011
Premedikasi Reaksi Hipersensitivitas cont’d

Selain pemberian premedikasi, untuk menghindari timbulnya


reaksi hipersensitivitas, dapat dilakukan pemberian etoposid
dengan IV pelan selama 30 – 60 menit.

Rosello, et.al., 2017; BCCA, 2018


Analisa Kemoterapi

Kemoterapi dikerjakan 6 siklus dengan


interval 3 minggu
Analisa Kemoterapi Cont’d
S : Tidak ada keluhan
O : Pada hasil CT Scan thorax 11/3/2019, didapatkan multiple nodul di kedua
paru merupakan proses metastasis
A : Pasien pro EMACO ke VI; tidak ada masalah terkait rejimen kemoterapi
P : Pemberian kombinasi EMACO tetap diberikan pada pasien sesuai protokol
(BCCA, 2018; NCCN, 2019).
Monitoring efek samping kemoterapi yang diberikan
EBM Perbandingan Regimen Kemoterapi High Risk
JUDUL METODE HASIL KESIMPULAN
Combination chemotheraphy RCT dan quasi RCT  Outcome primer CHAMOCA tidak
for primary treatment of high dari kombinasi Pada kelompok yang menggunakan direkomendasikan untuk
risk gestational trophoblastic regimen kemoterapi regimen MAC dan CHAMOCA, tingkat GTN karena lebih toksik dan
tumour (Review).The pada high risk GTN kematian adalah 4% (1 dari 22) dan 30% tidak lebih efektif
Cochrane Collaboration (6 dari 20). Untuk remisi primer dibandingkan dengan MAC.
sebanyak 73% (16 dari 22) dan 65% (13 EMA/CO merupakan
(Deng, L., et al., 2013) dari 20),dan tingkat remisi sekunder kombinasi 1st line untuk
adalah 23% (5 dari 22) dan 5% (1 dari 20) GTN high risk
 Outcome sekunder
toksisitas hematologis (grade 3-4) lebih
jarang terjadi pada regimen MAC
dibandingkan dengan regimen
CHAMOCA (P = 0,004; delapan dari 22
wanita (36%) berbanding 17 dari 20
wanita (85%)
EMA-CO Chemotherapy for Retrospective Study - 35 dari 45 pasien (77,8%) menerima EMACO merupakan rejimen
High Risk Gestational EMACO sebagai pengobatan lini utama yang aman dan efektif
Trophoblastic Neoplasia: a pertama mencapai remisi total. untuk GTN high-risk, namun
clinical analysis of 54 patients - Survival rate keseluruhan sebesar tidak efektif sebagai second
87,0% pada semua pasien dengan line protocol. Rejimen EMA-
(Lu, et.al., 2008) GTN high risk, dengan 93,3% sebagai EP merupakan terapi
terapi primer dan 55,6% sebagai terapi penyelamatan yang sangat
sekunder. Tingkat survival rate pada efektif bagi pasien yang
kedua kelompok tersebut berbeda gagal dalam rejimen
secara signifikan (P = 0,011). EMACO.
Agen Kemoterapi dan Fase Kerjanya
Etoposid

Menghambat
topoisomerase II, sehingga
dapat menghambat sintesis
DNA. Etoposid bekerja
spesifik pada siklus sel dan
fase tertentu  terutama
nenpengaruhi fase S dan
G2.
Etoposid cont’d
Farmakokinetik • Distribusi:
Vd  7-17 L/m2, 32% of body weight
Plasma protein binding  95%
Menembus BBB pada konsentrasi yang rendah dan bervariasi
• Metabolisme: Hepar (metabolit aktif dan inaktif)
• Ekskresi: Cl  19-28 mL/min/m2
T ½  7 h (range, 3-12)
Urin  44-60% (67% of that unchanged)
Feses  up to 16% (as unchanged drug and metabolites)
Efek Samping Alergi : reaksi hipersensitivitas tipe 1 selama atau segera setelah pemberian IV
(1-3%), myelosuppression, fatigue, anorexia (10-13%), konstipasi, mucositis,
nausea dan vomiting (31-43%), stomatitis (1-6%), acute leukemia
Interaksi Antineoplastic agents (cisplatin, carmustine, cytarabine, cyclophosphamide),
Cyclosporine (high-dose), Inhibitors of phosphatase activity
Dosis
Etoposid
Metotrexat

MTX merupakan golongan antimetabolit yang mempunyai


mekanisme kerja sebagai antagonis asam folat  menghambat
pembentukan THF
Metotrexat
Mekanisme Kerja Secara poten menghambat dihydrofolat reductase (DHFR)  penurunan
produksi komponen guanine, adenine dan asam amino metionin dan serin,
deplesi thymidine  menekan DNA, RNA dan sintesis protein yang dapat
memicu kematian sel
Farmakokinetik • Distribusi: Ikatan protein 50 %, VD : 0.4-0.8 L/kg
• Metabolisme: <10%; hepatic
• Ekskresi: utamanya melalui filtrasi glomerulus dan sekresi aktif tubular
urin  80-90%
feses  10%
Efek Samping Neutropeni, trombositopeni, diare (>10%), stomatitis (>10%), muntah
(bergantung dosis  high-moderate for >1000 mg/m2; low-moderate for 250-
1000 mg/m2; low for <250 mg/m2 to >50 mg/m2; rare for <50 mg/m2 ),
hepatotoksik (1-10%), neurotoxicities (>10%) pemberian intrathecal atau high-
dose methotrexate, pulmonary toxicity (2-8%), renal dysfunction (1-10%)
dengan high-dose methotrexate, abortifacient, fetal defects, acute neurologic
syndrome
Interaksi Alcohol, aminoglycosides, oral, amiodarone, asparaginase , caffeine ,
chloroquine, corticosteroids, digoxin, doxycycline, haloperidol, mercaptopurine,
NSAIDs, omeprazole, pantoprazole, esomeprazole, other proton pump inhibitors
(PPI) penicillins, 4,3phenytoin37salicylates (e.g., ASA) sulfonamides, tetracycline,
theophyllinethiazides,trimethoprim
Actinomycin
Mekanisme Kerja Actinomycin-d biasa disebut daktinomisin merupakan agen imunosupresif.
Kompleks stabil dibentuk DNA melalui interkalasi dan sintesis RNA yang
tergantung-DNA dihambat secara selektif.

Farmakokinetik • Distribusi: rapid; high concentrations in bone marrow and nucleated cells;
extensively bound to body tissues
• Ekskresi: rapidly cleared from plasma (85% within 2 min)
50-90% dari dosis diekskresikan dalam empedu dalam waktu 24 jam,
sedangkan 12-20% dosis diekskresikan dari urin dalam waktu 24 jam

Efek Samping Leukopeni, neutropeni (>10%), trombositopeni (10%), ruam (37%), mucositis
(29-47%, severe 11%; more severe dengan dosis tinggi), nausea and vomiting
(29-79%), stomatitis
Interaksi Anestesi inhalasi halogen (enflurane, halothane)
Dosis
Actinomycin
Cyclophosphamide
Mekanisme Kerja Siklofosfamid adalah agen alkilasi dari jenis mustard nitrogen. Bentuk aktif
siklofosfamid yaitu fosforamid mustard (alkilat) berikatan, dengan DNA. Efek
sitotoksiknya karena ikatan silang untaian DNA dan RNA, dan untuk
menghambat sintesis protein
Farmakokinetik • Distribusi: Vd  0.56 L/kg
Ikatan O-P  12-14% of unchanged drug
• Metabolisme: mainly by microsomal enzymes in the liver;8 cytochrome P450
(CYP) primarily CYP 2B69
• Ekskresi: urin  5-24% dalam bentuk tidak berubah

Efek Samping anorexia (33%), diare (>10%), mucositis (>10%), stomatitis (>10%)

Interaksi Allopurinol (meningkatkan efek myelosuppressive dari cyclophosphamide)


Kortikosteroid (meningkatkan atau menurunkan efek cyclophosphamide)
Amiodarone (meningkatkan risiko pulmonary fibrosis)
Warfarin (meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin)
Dosis
Cyclophosphamide
Leucovorine
Mekanisme Kerja Leucovorin merupakan metabolit aktif dari asam folat dan essential coenzyme
untuk sintesis asam nukleat. Leucovorin dapat digunakan untuk rescue cell dari
efek samping akibat metotrexat.

Farmakokinetik • Distribusi: Vd  3.2 L/kg ; ikatan O-P  35-45%


• Metabolisme: dikonversi secara cepat dan ekstensif menjadi 5-MTHF
(metabolit aktif) di usus sebelum penyerapan
• Ekskresi: Secara cepat diekskresi dalam urin sebanyak 50-80%; feses 5-8%;

Efek Samping Kejang (<1%)

Interaksi Methotrexate : menurunkan toksisitas metotrexat


Fluorouracil : meningkatkan toksisitas fluororacil
Dosis Leucovorin

Leukovorin biasanya diberikan 24 jam setelah metotrexat, tiap 6


jam dengan 4 dosis terbagi.
Vincristine
- Vincristine adalah alkaloid vinca
yang bertindak sebagai agen
antimikrotubulus yang menghambat
mitosis menangkap sel-sel dalam
metafase. Obat-obatan ini bekerja
dengan mencegah polimerisasi
tubulin untuk membentuk
mikrotubulus, serta menginduksi
depolimerisasi tubulus yang
terbentuk.

- Bekerja spesifik pada fase fase M


dan fase S.
Vincristine
Farmakokinetik Distribusi : >90% didistribusikan dalam darah ke jaringan selama 15-30
menit setelah injeksi. Ikatan obat protein 75%
Metabolisme : feses sekitar 80% (67% dalam 72 jam, 40-50% sebagai
metabolit)

Efek Samping Hiperurisemia dan neurotoksik

Interaksi Digoksin (menurunkan konsentrasi plasma digoksin)


Ketokonazole (meningkatkan toksisitas vincristine)
Nifedipin (meningkatkan toksisitas vincristine)
Fenitoin (mengurangi konsentrasi fenitoin yang menghasilkan kejang)
Dosis
Vincristin
Kompatibilitas dan Stabilitas Pelarut Sediaan
Kemoterapi
Stabilitas & penyimpanan
Pemberian sediaan setelah dicampur
No Nama Obat

Pelarut yang Pelarut yang Vol. Larutan akhir 2-8°C 22-25°C


digunakan kompatibel
1 Etoposid 500 ml NaCl 0,9% D5, NaCl 500 ml 24 jam 24 jam

2 Metotrexat IV 1000 ml NaCl D5, NaCl 1000 ml - 24 jam


0,9%
3 Dactinomysin IV bolus D5, NaCl 100 ml - 24 jam

4 Leucovorin IV bolus D5, RL, NaCl - - 24 jam


5 Siklofosfamid 250 ml NaCl 0,9% D5, RL, NaCl 250 ml 6 hari 5°C (D5) 24 jam

6 Vincristin 50 ml NaCl 0,9% D5, RL, NaCl 50 ml Max 7 hari 4°C 24 jam
(RL, D5) 2 hari
(NaCl)

Jenis pelarut yang digunakan pada masing-masing


obat sudah kompatibel.
BCCA, 2019; Handbook On Injectable Drugs, 2013
Monitoring Regimen EMACO
Daftar Pustaka
• Pant , A. et. al., 2018. Gestational Trophoblastic Disease. The American Cancer Society’s Oncology in
Practice: Clinical Management, First Edition.

• Gynecologic Oncology Division Dr. Soetomo Hospital, 2013. Protocol of Gynecologic Cancer.

• Deng, L., et al., 2013. Combination chemotherapy for primary treatment of high risk gestational
trophoblastic tumour (Review). The Cochrane Collaboration

• Trissel,L. 2013. Handbook On Injectable Drugs. 17th ed. Bethesda, MD: American Society Of Hospital
Pharmacist

• BCCA. 2019. Monography Etoposide. BC Cancer Drug Manual.

• BCCA. 2019. Monography Metotrexat. BC Cancer Drug Manual.

• BCCA. 2019. Monography Actinomycin. BC Cancer Drug Manual.

• BCCA. 2019. Monography Cyclosporin. BC Cancer Drug Manual.

• BCCA. 2019. Monography Leucovorin. BC Cancer Drug Manual.

• BCCA. 2019. Monography Vincristin. BC Cancer Drug Manual.

• BCCA. 2018. BC Cancer Guidelines for Prevention and Treatment of Chemotherapy-Induced Nausea and
Vomiting in Adults

• Rosello, S., Blasco, I., Fabregat, G., Cervantes, A., Jordan, K. 2017. Management of infusion reactions to
systemic anticancer therapy: ESMO Clinical Practice Guidelines. ESMO Clinical Practice Guidelines.
Annals of Oncology 28 (Supplement 4): iv100–iv118, 2017
Daftar Pustaka
• Lu, W., Ye, F., Shen, Y. M., Fu, Y.F., Chen, H.Z., Wan, X.Y., Xie, X. 2008. EMA-CO chemotherapy for high-
risk gestational trophoblastic neoplasia: a clinical analysis of 54 patients

• Joerger, M. 2012. Prevention and handling of acute allergic and infusion reactions in oncology. Department
of Oncology and Hematology, Cantonal Hospital, St Gallen, Switzerland

• Ning, F., Hou, H., Morse, A. N., Lash, G.E. 2019. Understanding and management of gestational
trophoblastic disease. Guangzhou Institute of Pediatrics,
Guangzhou Women and Children’s Medical Center, Guangzhou Medical University, Guangzhou, China

• Gynecologic Oncology Division Dr. Soetomo Hospital, 2013. Protocol of Gynecologic Cancer
Terima Kasih
Adjust Dosis
Adjust Dosis
Patofisiologi CINV
Kemoterapi menyebabkan rilis neurotransmiter pada
saluran cerna, cortex cerebral dan thalamus, vestibular
region dan area postrema; neurotransmiternya adalah
dopamin, endorfin, serotonin dan ligan reseptor
neurokinin P.

Fase akut CINV, sebagian besar diinisiasi oleh


serotonin dari sel enterocromaffin yang terletak pada
mukosa usus. Serotonin berikatan dengan reseptor 5-
hydroxytryptamine type 3 (5-HT3 )yang terletak di saraf
vagal aferen di dinding usus, yang akan mengirimkan
sinyal ke pusat muntah di medulla melalui
chemotherapy trigger zone.

Pada jalur sentral, berkaitan dengan delayed CINV.


Kemoterapi memicu produksi substance P yang akan
berikatan dengan reseptor NK1 sehingga memediasi
induksi emesis. Reseptor NK1 terletak pada terminal
vagal aferen di saluran cerna. Hal ini menunjukkan
bahwa substance P akan dilepaskan dari enterokromafin
sel setelah kemoterapi --> terlibat dalam timbulnya fase
akut CINV
Mekanisme Antiemetik
• Ondansetron
Mekanisme Antiemetik cont’d
• Dexametason
Terkait Efek Terkait Efek di Terkait Efek di HPA-
Antiinflamasi serotonin axis
Glukokortikoid bersifat Glukokortikoid bersifat ACTH, hormon yang
antiinflamasi, dapat antiinflamasi, dapat merangsang produksi
mengurangi sintesis mengurangi sintesis kortisol pada aksis HPA,
eikosanoid (prostaglandin, eikosanoid (prostaglandin, juga dikenal
prostacyclins,thromboxan, prostacyclins,thromboxan, efektif terhadap emesis
leukotrienes, lipoxins, dan leukotrienes, lipoxins, dan di CINV, dan memiliki
hepoxilins) yang dapat hepoxilins) yang dapat efek perlindungan pada
memberikan efek anti memberikan efek anti sistem saraf:
emetik pada pasien yang emetik pada pasien yang mengurangi kerusakan
menjalani kemoterapi dan menjalani kemoterapi dan pada vagus dan
radioterapi pada jalur STN radioterapi pada jalur STN splanknik
(solitary trans nucleus) di (solitary trans nucleus) di
medula dorsal vagal medula dorsal vagal saraf.
kompleks, yang merupakan kompleks, yang
pusat untuk menerima merupakan pusat untuk
input emetogenik dari menerima input
sistem saraf simpatis dan emetogenik dari sistem
parasimpatis. saraf simpatis dan
parasimpatis.
MEKANISME DIPHENHYDRAMIN SEBAGAI ANTI
ALERGI

Bertindak pada reseptor H1 dan H2, histamin menginduksi vaskular endotelium untuk
melepaskan oksida nitrat, yang merangsang guanyl cyclase dan meningkatkan guanosine
siklik monofosfat dalam sel endotel pembuluh darah, menyebabkan vasodilatasi, eritema,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan edema
Manajemen Resistensi EMACO
Manajemen Resistensi EMACO
Farmakokinetik Premed
Ondansetron Dexamethasone

Diphenhydramine

Anda mungkin juga menyukai