Anda di halaman 1dari 35

ETIKO & MEDIKO LEGAL PADA

KASUS EMERGENCY OBSTETRI

dr. Ari Kusuma Januarto, SpOG


Ambon, 25 November 2017
PROFESI MEDIS & PROFESI LUHUR
Peran Dokter
menjalankan profesi: Standar Profesi :

 Medical Expert  Kompeten


 Komunikator  Akuntable
 Kolobrator
 Alturism
 Manajer
 Menghargai
 Health Advocator
Sejawat
 Schollar
 Etika
 Profesional
Hubungan Dokter dan Pasien

Dahulu  • Atas dasar percaya


PATERNALISTIK • Moral dasarnya prinsip sikap baik (benefience)

Saat ini  • Kedua belah pihak selalu mengadakan perikatan


KONTRAKTUAL • Masing-masing memiliki hak dan kewajiban
Gawat Darurat Obstetri

Penyebab utama:
• Perdarahan
• Infeksi dan sepsis
• Hipertensi dan preeklampsia/eclampsia
• Persalinan macet (distosia)
Penyebab lain: emboli air ketuban, luka bakar,
syok anafilaktik karena obat
Manifestasi klinik kasus gawat
darurat
• Kasus perdarahan, dapat bermanifestasi mulai dari perdarahan
berwujud bercak, merembes, perdarahan profuse, sampai syok.
• Kasus infeksi dan sepsis, dapat bermanifestasi mulai dari
pengeluaran cairan pervaginam yang berbau, air ketuban hijau,
demam, sampai syok.
• Kasus hipertensi dan preeclampsia/eklampsia, dapat
bermanifestasi mulai dari keluhan sakit/pusing kepala, bengkak,
penglihatan kabur, kejang-kejang, sampai pingsan/tidak
sadar/koma.
• Kasus persalinan macet, lebih mudah dikenal yaitu apabila
kemajuan persalinan tidak berlangsung sesuai dengan batas waktu
yang normal, tetapi kasus persalinan macet ini dapat merupakan
manifestasi rupture uteri.
Prinsip Penanganan

Dalam menangani kasus gawatdarurat, penentuan


permasalahan utama (diagnosis) dan tindakan
pertolongannya haru dilakukan dengan cepat, tepat,
tenang, dan tidak panik, walaupun suasana keluarga pasien
ataupun pengantarnya mungkin dalam kepanikan. Semua
dilakukan dengan cepat, cermat, dan terarah.
Walaupun prosedur pemeriksaan dan pertolongan
dilakukan dengan cepat, prinsip komunikasi dan hubungan
antara dokter-pasien dalam menerima dan menangani
pasien harus tetap diperhatikan.
Prinsip Penanganan

• Menghormati pasien (respect)


• Kelembutan (gentleness)
• Komunikatif
• Hak pasien (informed consent, hak untuk menolak
pengobatan yang akan diberikan dan kerahasiaan
status medik)
• Dukungan keluarga
Penilaian Awal

• Anamnesis awal dilakukan bersama-sama inspeksi,


palpasi, perkusi, auskultasi untuk penilaian tanda vital
dan mendapat informasi yang sangat penting berkaitan
dengan kasus sehingga belum perlu dilakukan
anamnesis secara lengkap.
• Fokus utama penilaian adalah apakah pasien
mengalami syok hipovolemik, syok septik, syok jenis
lain (syok kardiogenik, syok neurogenic, dan
sebagainya), koma, kejang-kejang, atau koma disertai
kejang-kejang.
Prinsip Umum Penanganan

• Pastikan jalan napas bebas


• Pemberian oksigen
• Pemberian Cairan Intravena
• Pemberian transfusi darah
• Pasang kateter kandung kemih
• Pemberian antibiotic
• Obat pengurang rasa nyeri
• Penanganan masalah utama (diagnosis dan penanganan
sampai tuntas)
• Rujukan
Prinsip Etika Penanganan
Gawat Darurat
• Autonomy
Dalam praktik kedokteran otonomi mengandung arti mengatur
diri sendiri yaitu bebas dari kontrol pihak lain dan dari
keterbatasan pribadi. Otonomi memberikan dasar moral yang
kuat bagi informed consent dengan menghormati otonomi
pasien.
• Beneficence dan non malefience
Beneficence berarti berbuat baik. Non mal-efience berarti tidak
merugikan. Beneficence sebagai suatu keharusan untuk
meningkatkan kesehatan pasien.
• Justice (berkeadilan)
Prinsip ini memperlakukan orang-orang dalam situasi yang sama
dengan penekanan kebutuhan, bukannya kekayaan atau
kedudukan sosial.
Resiko Medik

- Sekecil apapun tindakan medik, selalu saja terdapat


resiko medik
- Resiko medik dapat diprediksi akan terjadi, namun ada
resiko medik yang terjadi tidak dapat diprediksi
sebelumnya akan terjadi
- Resiko medik harus diberitahukan kepada pasien atau
keluarga pasien
- Apabila dapat dibuktikan yang terjadi adalah resiko
medik seharusnya tidak dapat dituntut ataupun digugat
- Namun dalam kenyataannya pasien tidak peduli resiko
atau kelalaian
Etika Disiplin dan Hukum
Kelalaian Medis

adalah salah satu bentuk dari malpraktik medis,


sekaligus merupakan bentuk malpraktik medis
yang paling sering terjadi. Pada dasarnya
kelalaian terjadi apabila seseorang dengan tidak
sengaja, melakukan sesuatu yang seharusnya
dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi
yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang
sama.
Profesional Misconduct

Merupakan kesengajaan yang dapat dilakukan dalam


bentuk pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin
profesi, hukum administratif, serta hukum pidana dan
perdata seperti melakukan kesengajaan yang merugikan
pasien, fraud, penahanan pasien, pelanggaran wajib
simpan rahasia kedokteran, aborsi illegal, euthanasia,
penyerangan seksual, misrepresentasi, keterangan
palsu, menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran yang belum teruji/diterima, berpraktik
tanpa SIP, berpraktik di luar kompetensinya, dan lain –
lain.
1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.
2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki
kompetensi sesuai.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak
memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak
memiliki kompetensi dan kewenangan yang sesuai, atau tidak melakukan
pemberitahuan perihal penggantian tersebut.
5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik
ataupun mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat
membahayakan pasien.
6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan
atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung
jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah, sehingga
dapat membahayakan pasien.
7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan pasien.
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate
information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik
kedokteran.
9. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau
keluarga dekat atau wali atau pengampunya.
10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik,
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi.
11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang
tidak sesuai dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan dan etika profesi.
12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas
permintaan sendiri dan atau keluarganya.
13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau
keterampilan atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara
praktik kedokteran yang layak.
14. Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan manusia
sebagai subjek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik (ethical
clearance) dari lembaga yang diakui pemerintah.
15. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak
membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya.
16. Menolak atau menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan
yang layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau
etika profesi.
17. Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan atau etika profesi.
18. Membuat keterangan medik yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar dan patut.
19. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau
eksekusi hukuman mati.
20. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya (NAPZA) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika
profesi.
21. Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan terhadap
pasien, di tempat praktik.

22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya.

23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau
memberikan resep obat /alat kesehatan.

24. Mengiklankan kemampuan /pelayanan atau kelebihan kemampuan / pelayanan


yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.

25. Ketergantungan pada narkotika, psikotropika, alkohol serta zat adiktif lainnya.
26. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Ijin
Praktik (SIP) dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.

27. Ketidakjujuran dalam menentukan jasa medik.

28. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang
diperlukan MKDKI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran
disiplin.
RESIKO MEDIK
TERJADI KELALAIAN

Tenaga Medis

Trial by Public Pidana Perdata Disiplin


- PERS - POLISI - GANTI RUGI - MKDKI
- LSM - JAKSA
- KELUARGA - PENGADILAN
Perlindungan Hukum

Pasal 27 UU Kesehatan No.36 tahun 2009


1. Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya.

Pasal 50 huruf a UU Praktik Kedokteran No.29 tahun 2004


 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai hak memperoleh perlindungan
hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar prosedur operasional.
Keadaan Darurat

Pasal 32 UU Kesehatan No.36 tahun 2009


1. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan
kesehatan, baik pemerintah, maupun swasta, wajib
memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan
nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih
dahulu.
2. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan
baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak
pasien dan/atau meminta uang muka.
Informed Consent

• Informed consent: memberikan kewenangan kepada


dokter setelah mengerti sepenuhnya dan mendapat
informasi mengenai manfaat dan risiko tindakan yang akan
dilakukan, termasuk prosedur dan alternative tindakan
atau pengobatan lain.

• Hal yang perlu diperhatikan


• Siapa yang mengambil keputusan
• Ciri pasien (latar belakang, pendidikan, Bahasa)
• Emosi. Perasaan dan ketakutan dari pasien jangan
ditimbulkan, berikan bayangan yang wajar dan tidak
mengelabui.
Pasal 45 UU Praktek Kedokteran No.29
tahun 2004 tentang Persetujuan Tindakan

Ayat 1
Setiap tindakan kedokteran / kedoketran gigi yang
akan dilakukan oleh dokter / dokter gigi terhadap
pasien harus mendapat persetujuan

(Penjelasan : dalam keadaan darurat, untuk


menyelamatkan jiwa pasien tidak diperlukan
persetujuan. Namun setelah pasien sadar / dlm kondisi
yang sudah memungkinkan segera diberkan penjelasan
dan diberikan persetujuan.
• Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit
&
Tenaga Kesehatan
RS bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan di rumah sakit (Pasal 46 UU No.44
tahun 2009 tentang RS)

Seseorang tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian


yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga
atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan
orang-orang yang menjadi tanggungannya atau
disebabkan barang-barang yang berada di bawah
pengawasannya (pasal 1367 KUH Perdata)
Tindakan Pasien Terhadap Kasus

 Mahal
Pengacara  Kedua belah pihak diminta

 Seperti kejahatan umum


Polisi  Mou IDI – Kepolisian

 Pemanggilan saksi ahli dan profesi

KASUS Perdata
 Ganti rugi
 Proses lama
 Saksi ahli & Saksi yang meringankan
Pasien – Dokter – RS
Mediasi
Profesi

MKDKI
• Dasar Hukum Tuntutan Pidana
 Dimata hukum semua Warga Negara Indonesia (WNI)
berkedudukan sama.
 Keluarga melapor ke Polisi  Kejaksaan, Pengadilan
 Dasar KUHP :
- 359, kelalaian menyebabkan meninggal
- 360, kelalaian menyebabkan luka berat
- 304, membiarkan orang yang perlu pertolongan
- 349, aborsi
- 344, euthanasia
- 284, penyerangan seksual
- 267-267, keterangan palsu
- 322 jo PP 10/66, membocorkan rahasia kedokteran
• Tuntutan Ganti Rugi (PERDATA)

UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada Pasal 58


1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.
2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (1)
tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang
melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaaan
darurat.
• Dasar Gugatan Secara Perdata
Gugatan dengan malpraktek umumnya Perbuatan Melawan
Hukum
• Ps. 58 UU/2009 – UU Kesehatan (Ganti Rugi)
• Ps.46 UU 44/2009 Tentang Rumah Sakit (Ganti Rugi)
• Ps.1365 KUH Perdata (PMH dpt diminta ganti rugi atas kelalaian)
• Ps.1366 KUH Perdata (Ganti rugi akibat kelalaian/kurang hati-hati)
• Ps. 1367 KUH Perdata (Atasan bertanggung jawab atas tindakan
bawahan)

Timbulnya Ganti Rugi :


 Materil : (Biaya yang diberlakukan)
Imateril : (Pengganti rasa sakit, rasa malu, sedih, penderitaan
batin dll)
I. Alur Penanganan Kasus di RS

Audit Medik Pertemuan


Kasus (Komite Medik/Direktur
Pelayanan) Internal

Hasil Pertemuan
II. Alur Penanganan Kasus di Profesi
Ketua Profesi
Kasus (tim advokasi)

Dewan Pembina

Keputusan Dewan
Pembina

Penunjukan Saksi Ahli

Rekomendasi
Upaya Mediasi
Keputusan

Lanjut ke Ranah
Hukum
Take Home Message
1. Tenaga Kesehatan yang mempunyai masalah berkaitan dengan
hukum/etika dapat melaporkan ke jalur organisasi profesi (Ketua / Dewan
Pembina).
2. Peranan organisasi selalu bersikap netral, tidak berpihak, dan berpegang
pada sikap profesional Dan Etika untuk melindungi kepentingan anggotanya
dan masyarakat melalui Dewan Pembina.
3. Menjalankan Praktek kedokteran secara profesional , komunikasi yang
baik dan mempunyai rekam medik yang baik merupakan antisipasi
tuntutan dari pasien / pihak lain.
4. Kerja sama profesi (Himpunan dan IDI), PERSI (RS), dinas kesehatan
(Pemerintah), aparat Hukum (Kepolisian, Lawfirm, dsb) dalam turut
menyelesaikan kasus sesuai dengan bidangnya.

Anda mungkin juga menyukai