Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

SINDROM NEFROTIK

Disusun oleh :
dr. Hapsari Rianingtyas

Pembimbing :
dr. Kurniadi Murdini
dr. Megawati

Dokter Penanggung Jawab Pasien :


dr. Sukma Wibowo Sp.A
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

SINDROM NEFROTIK

Oleh :

dr. Hapsari Rianingtyas

Brebes, 26 September 2020

Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing, Pembimbing

(dr. Kurniadi Murdini) (dr. Megawati)

Dokter Penanggung Jawab Pasien

(dr. Sukma Wibowo, Sp.A)


A. Identitas Pasien
a. Nama : Sdr. NA
b. Umur : 9 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. No. RM : 79 23 **
e. Pendidikan : SD
f. Pekerjaan : Belum bekerja
g. Alamat : Prapag Kidul Losari, Kab. Brebes
h. Tanggal Masuk : 4 September 2020
i. Masuk Jam : 10.48 WIB
j. Ruang : Anggrek
B. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Bengkak diwajah kelopak mata dan kedua kaki
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Os mengeluhkan bengkak di wajah, kelopak mata dan kaki sejak 1 minggu
yang lalu SMRS. Awal mula bengkak terjadi di wajah, mata lalu kedua
kaki. Ibu Os mengatakan bahwa BAK Os berbusa ± 1 hari SMRS. Os
mengatakan badan terasa lemas dan nafsu makan menurun.
Demam (-), mual (-) , Muntah (-) Bab (+)
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit serupa : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
- Riwayat Penyakit Paru : Tb Paru saat usia 1,5 tahun. (Pengobatan
berhasil)
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
- Riwayat Penyakit Paru : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Kesan Ekonomi : menengah ke bawah, untuk biaya
kesehatan ditanggung BPJS.
C. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : E4V5M6 (CM)
Vital Sign
Tensi : 130/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,7 0C
TB : 140 cm
BB : 26 kg
b. Status Lokalis
a. Wajah : Pucat (-), sianosis (-), bibir kering (-), edema di wajah
b. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
ishokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+), edema di kelopak mata (+/+)
c. Hidung : Simetris, septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-),
mimisan (-), secret (-)
d. Leher : Simetris, massa (-), pembesaran tiroid (-), nyeri tekan (-)
e. Telinga : Bentuk normal, simetris, ottorae -/-
f. Kulit : Turgor baik, ptekiae (-)
g. Thorak :

h. Jantung :
i. Abdomen
a. Inspeksi : Tanda peradangan (-), bekas operasi (-), ascites (-)
b. Auskultasi : Bising usus (+): 16x/ menit
c. Perkusi : Timpani di seluruh regio
d. Palpasi : Supel, massa (-), pembesaran hepar (-), pembesaran lien
(-) , nyeri tekan (-)
j. Extremitas :
Superior Inferior
Oedem -/- +/+
Ruam -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
CRT < 2dtk <2dtk

D. Pemeriksaan Penunjang
03/09/2020 (sebelum masuk rs)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN

Hemoglobin 12.9 g/dL 11.0-14.0

Leukosit 19.6 10^3/uL 4.50-12.50

Trombosit 508 10^3/uL 150-400

Hematokrit 36 % 40.0-48.0

Eritrosit 4.50 10^6/uL 4.00-5.50

MCV 80.1 fL 78-95

MCH 28,7 Pg 27.0-31.0

MCHC 35.8 g/dL 32.0-37.0

Neutrofil 34,3 % 50-70

Limfosit 19 % 25-50

Monosit 5 % 1-6

Eosinofil 0.0 % 1-4

Basofil 0,2 % 0-1

KIMIA KLINIK :
Albumin 1.51 g/dL 3.5-5.2
SEKRESI DAN
EKSKRESI :
Protein urine 500 mg/dL <10mg/dL

04/09/2020
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN

Hemoglobin 11,4 g/dL 11.0-14.0

Leukosit 19,44 10^3/uL 4.50-12.50

Trombosit 524 10^3/uL 150-400

Hematokrit 30,3 % 40.0-48.0

Eritrosit 4,02 10^6/uL 4.00-5.50

MCV 75,4 fL 78-95

MCH 28,4 Pg 27.0-31.0

MCHC 37,6 g/dL 32.0-37.0

Neutrofil 34,3 % 50-70

Limfosit 13,3 % 25-50

Monosit 2,2 % 1-6

Eosinofil 0.0 % 1-4

Basofil 0,2 % 0-1

KIMIA KLINIK

Ureum 38,00 mg/dl 10.00-50.00


Creatinin 1,1 mg/dl 0,50-0,90

05/09/2020
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN

Makroskopis :
Warna Kuning Kuning
muda
Kejernihan Agak Jernih
keruh
Berat jenis 1.010 g/mL 1.000-1.020

Ph/Reaksi 7.0 4.5-8.0

Blood Negatif Negatif

Leukosit esterase Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Protein Positif 4+ Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Urobilinogen Normal Normal (<1.0)

Vitamin c Negatif mg/dL Negatif

Mikroskopis :

Eritrosit 1-3 /LPB 0-2


Leukosit 0-2 /LPB 0-8
Sel epitel 0-1 /LPB 0-2
Silinder Negatif /IPK Negatif
Kristal Negatif /LPB Negatif
Bakteri Positif Negatif
Lain- lain Negatif
05/09/2020
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN
KIMIA KLINIK
Albumin 2,3 g/dL 3.4- 4.8

06/09/2020
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN

KIMIA KLINIK
Albumin 2,5 g/dL 3.4- 4.8

08/09/2020
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN

Makroskopis :
Warna Kuning Kuning
muda
Kejernihan Jernih Jernih

Berat jenis 1.010 g/mL 1.000-1.020

Ph/Reaksi 6.0 4.5-8.0

Blood Negatif Negatif

Leukosit esterase Negatif Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Protein Positif 3+ Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Keton Negatif Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Urobilinogen Normal Normal (<1.0)


Vitamin c Negatif mg/dL Negatif

Mikroskopis :

Eritrosit 0-1 /LPB 0-2


Leukosit 1-3 /LPB 0-8
Sel epitel 1-2 /LPB 0-2
Silinder Silinder /IPK Negatif
Kristal Negatif /LPB Negatif
Bakteri Positif Negatif
Lain- lain Negatif

08/09/2020
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN

KIMIA KLINIK
Kolesterol total 638 mg/dL <200

E. Diagnosa & Diferential Diagnosis


a. Diagnosis Kerja
Sindrom Nefrotik
b. Diagnosis Banding
MEP
Sirosis hepatis
CHF
Angioedema

F. Tatalaksana
Inf. D 1/4 4 Tpm
Inj. Cefotaxime 750mg/12 jam
Inj. Furosemid 20mg/ 12 jam
Inj. Methyl prednisolon 20mg/ 8 jam
Captopril tab 12,5 mg / 8 jam
Simvastatin tab 10mg/24 jam
Transfusi albumin 20% 50cc
G. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
H. Follow Up Pasien
Suhu Tekanan Respirasi Nadi
darah rate (x/menit)
(x/menit)
04/09/202 37°C 20 88
0
05/09/202 36,8 °C 130/90 18 90
0
06/09/202 36,8 °C 130/90 18 87
0
07/09/202 36,6 °C 130/90 20 100
0
08/09/202 36,6 °C 120/70 22 102
0
09/09/202 37 °C 130/80 20 90
0
10/09/202 37 °C 110/70 20 102
0
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada
anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif
adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih.
Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-
gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-
kadang azotemia
Epidemiologi
Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindroma
nefrotik primer. Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus anak. Apabila ini timbul
sebagai bagian daripada penyakit sistemik atau berhubungan dengan obat atau toksin
maka disebut sindroma nefrotik sekunder. Insidens penyakit sindrom nefrotik primer ini
2 kasus per-tahun tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka
prevalensi kumulatif 16 tiap 100.000 anak. Insidens di Indonesia diperkirakan 6 kasus
per-tahun tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun. Rasio antara lelaki dan perempuan
pada anak sekitar 2:1. Laporan dari luar negeri menunjukkan 2/3 kasus anak dengan SN
dijumpai pada umur kurang dari 5 tahun.
Pasien syndrome nefrotik primer secara klinis dapat dibagi dalam tiga kelompok
:
1. Kongenital
2. Responsive steroid, dan
3. Resisten steroid
Bentuk congenital ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya. Umumnya
kasus-kasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang diturunkan secara resesif
autosom. Kelompok responsive steroid sebagian besar terdiri atas anak-anak dengan
sindroma nefrotik kelainan minimal (SNKM). Pada penelitian di Jakarta diantara 364
pasien SN yang dibiopsi 44,2% menunjukkan KM. kelompok tidak responsive steroid
atau resisten steroid terdiri atas anak-anak dengan kelainan glomerolus lain. Disebut
sindroma nefrotik sekunder apabila penyakit dasarnya adalah penyakit sistemik karena
obat-obatan, allergen, dan toksin, dll. Sindroma nefrotik dapat timbul dan besrsifat
sementara pada tiap penyakit glomerolus dengan keluarnya protein dalam jumlah yang
cukup banyak dan cukup lama.
Etiologi

Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom


nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan
pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering
dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik
kongenital, yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir
atau usia di bawah 1 tahun.

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer


dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney
Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui
pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan
pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi. Tabel di bawah ini
menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan
istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney
Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).2 

Tabel  1.  Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer3


            Kelainan minimal (KM)
            Glomerulosklerosis (GS)
                        Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
                        Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)
            Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)
            Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif
            Glomerulonefritis kresentik (GNK)
            Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)
                        GNMP tipe I dengan deposit subendotelial
                        GNMP tipe II dengan deposit intramembran
                        GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial
            Glomerulopati membranosa (GM)
            Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T,
Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.4

Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda


5
dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe kelainan
6
minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer
di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom
nefrotik primer yang dibiopsi.

2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau
sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.
Penyebab yang sering dijumpai adalah :

a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom


Alport, miksedema.
b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga,
bisa ular.
d.  Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura
Henoch-Schönlein, sarkoidosis.
e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

Patofisiologi
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom
nefrotik, sedangkan gejala klinis lainnya dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar, salah satu teori yang dapat
menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang
endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut
menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler
glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari  proteinuria yang hebat.
Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya
tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang
interstitial.7 proteinuria dinyatakan ”berat” untuk membedakan dengan proteinuria yang
lebih ringan pada pasien yang bukan sindroma nefrotik. Ekskresi protein sama atau
lebih besar dari 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan, dianggap proteinuria berat.
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh
penurunan aktivitas degradasi lemak  karena hilangnya a-glikoprotein sebagai
perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan
ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.8
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma
intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding
kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema.
Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya
retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha
kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal.
Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian
menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya  mempercepat ekstravasasi
cairan ke ruang interstitial.
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang  memicu
rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan
air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah.
Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill.3 Dalam teori ini dijelaskan bahwa
peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia.
Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena
tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan
volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga
timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium
dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi
sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma
dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke
dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan  volume plasma
yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron  rendah sebagai akibat
hipervolemia.
Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang
dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill  berlangsung bersamaan
atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit
glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3
Teori Underfilled Teori Overfilled
Kelainan Glomerolus
Kelainan Glomerolus

Albuminuria Retensi Na renal


primer

Hipoalbuminemia
Volume Plasma >>>

Tek.Onkotik koloid
plasma <<<

Volume Plasma >>> Edema

Manifestasi Klinis Retensi Na renal


sekunder >>>
Dimasa lalu orang tua menganggap penyakit SN ini adalah edema. Nafsu makan
yang kurang, mudah terangsang, adanya gangguan gastrointestinal dan sering terkena
infeksi berat merupakanEdema
keadaan yang sangat erat hubungannya dengan beratnya
edema, sehingga dianggap gejala-gejala ini sebagai akibat edema. Namun dengan
pengobatan, kortikosteroid telah mengubah perjalanan klinik SN secara drastis dan
dapat dikatakan bahwa baik oleh anak, orang tua atau dokter SN bukan lagi merupakan
masalah edema, tapi masalah salah satu efek samping obat terutama bagi anak-anak
yang tidak responsive terhadap pengobatan steroid. Dilaporkan kira-kira 80% anak
dengan SN menderita SNKM dan lebih dari 90% anak-anak ini bebas edema dan
proteinuria dalam 4 minggu sesudah pengobatan awal dengan kortikosteroid
Manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak
dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga
mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat
intermiten;  biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab
menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).9
Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab
muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada
ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila
ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis
dan mengalami oozing. Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM
dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena
proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.9
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom
nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab
mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema
atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat
terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau
pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya
protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-
steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.9
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat
diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.9
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit
berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang
sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan
respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak
sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama
menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu. 9 Manifestasi klinik
yang paling sering dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95% penderita. Sembab
paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM).
Bila ringan, sembab biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan
yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh,
dependen dan pitting.  Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak
dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa
tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian
International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien
SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.2
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien
SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe
yang lain.9
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5
g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya,
berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL
meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai
1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun
tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.1,5
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.
Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya
terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik.
Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal
tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung
dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering
terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal
dengan ekogenisitas yang normal
Komplikasi
Komplikasi pada SN dapat terjadi sebagai bagian dari penyakitnya sendiri atau sebagai
akibat pengobatan.
1. Kelainan koagulasi dan timbulnya thrombosis
Kelainan ini timbul dari dua mekanisme yang berbeda :
a. Peningkatan permeabilitas glomerolus mengakibatkan :
i. Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein didalam urin seperti
antirombin III, protein S bebas, plasminogen dan alfa antiplasmin
ii. Hipoalbuminemia, menimbulkan aktivasi trombosit melalui tromboksan
A2, meningkatnya sintesis protein prokoagulan karena hiporikia dan
tertekannya fibrinolisis
b. Aktivasi sistem homeostatic di dalam ginjal dirangsang oleh factor jaringan
monosit dan oleh papran matriks subendotelial pada kapiler glomerolus yang
selanjutnya mengakibatkan pembentukkan fibrin dan agregasi trombosit
2. Perubahan hormon dan mineral
Kelainan ini timbul karena protein pengikat hormone hilang dalam urin.
Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien SN
dan laju ekskresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinuria
3. Pertumbuhan abnormal dan nutrisi
4. Infeksi
Penyebab meningkatnya kerentanan terhadap infeksi adalah :
a. Kadar immunoglobulin yang rendah
b. Defisiensi protein secara umum
c. Gangguan opsonisasi terhadap bakteri
d. Hipofungsi limfa
e. Akibat pengobatan imunosupresif
5. Peritonitis
6. Infeksi Kulit
7. Anemia
8. Gangguan tubulus renal

Penatalaksanaan
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-
gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10%
kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.
            Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan
sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel berikut :
           
Tabel 2.  Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik
   

Remisi Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama
     3 hari berturut-turut.

Proteinuria  2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari


Kambuh berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

 Kambuh tidak sering Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.
 
Kambuh  2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal,  atau  
Kambuh sering 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.

 Responsif-steroid Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Dependen-steroid Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,
atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.
 
Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60
Resisten-steroid mg/m2/hari selama 4 minggu.

 Responder lambat Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa
 Nonresponder awal tambahan terapi lain.

Nonresponder lambat Resisten-steroid sejak terapi awal.

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.


 
 

PROTOKOL PENGOBATAN

            International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan


untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari
dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan
dosis rumatan sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari
selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.10

A.     Sindrom nefrotik serangan pertama

1.      Perbaiki keadaan umum penderita :

a.   Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke
bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan
penurunan fungsi ginjal.

b.  Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau
albumin konsentrat.

c.   Berantas infeksi.

d.   Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

e.   Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada
hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
1. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah
diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita
mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi
spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau
kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu
waktu  14 hari.

B.     Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.

Perbaiki keadaan umum penderita.

a.      Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam
masa 12 bulan.

1.     Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,


diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2.     Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m 2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison
dihentikan.

b.     Sindrom nefrotik kambuh sering

adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam
masa 12 bulan.

1.     Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2.     Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m 2/48 jam, diberikan selang sehari
dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison
diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30
mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya
10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari
diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.
Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak
respons terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat
indikasi kontra steroid,  atau untuk biopsi ginjal

Siklofosfamid atau
klorambusil
8-12 minggu

Relaps Tidak Relaps

Prednison selang
sehari dosis efektif
minimal

Toleransi Efek Siklosporin (CyA)


baik samping

Relaps Tidak Relaps


Pengobatan Dikurangi bertahap
simtomatik sampai dosis efektif
minimal

Tabel 3. Cara pengobatan yang diusulkan terhadap pasien SNKM dengan relaps frekuen
atau dependen steroid

Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons
yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya
akan relapse berulang dan sekitar 10%  tidak memberi respons lagi dengan pengobatan
steroid.

DAFTAR PUSTAKA
1. Chesney RW, 1999. The idiopathic nephrotic syndrome. Curr Opin Pediatr  11 :
158-61.
2. International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic syndrome in
children. Prediction of histopathology from clinical and laboratory chracteristics
at time of diagnosis. Kidney Int  13 : 159.
3. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI pp. 381-426.
4. Feehally J, Johnson RJ, 2000. Introduction to Glomerular Disease : Clinical
Presentations. In : Johnson RJ, Feehally J, editors. Comprehensive Clinical
Nephrology. London : Mosby; p. 5 : 21.1-4.
5. Wila Wirya IGN, 1992. Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis
sindrom nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi. Jakarta : Universitas
Indonesia, 14 Oktober.
6. Noer MS, 1997. Sindrom Nefrotik. In: Putra ST, Suharto, Soewandojo E,
editors. Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : GRAMIK FK Universitas
Airlanggap. 137-46.
7. A Report of the International Study of Kidney Disease in Children, 1981. The
primary nephrotic syndrome in children : Identification of patients with minimal
change nephrotic syndrome from initial response to prednison. J Pediatr  98 :
561.
8. Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In : Schrier RW,
editor. Renal and electrolyte disorders. 4th edition. Boston : Little, Brown and
Company pp. 681-726.
9. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] 2002, 3 : 3 [2002 Mar 18]
[(20) : screens]. Available from:
URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm on September 16, 2002 at
08.57.
10. Niaudet P, 2000. Treatment of idiopathic nephrotic syndrome in children. Up To
Date   2000; 8.
A.

Anda mungkin juga menyukai