Disusun Oleh:
Sarah Nurulaini Saleh, dr.
Pendamping:
Nur Cholis, dr.
Pekerjaan : Pelajar
Jenis Kasus
☐ Trauma:
☑ Nontrauma
☐ Kebidanan
Triage
Anamnesis
Anamnesis khusus:
Keluhan dirasakan sejak 3 hari SMRS, bengkak dirasakan muncul di
bagian kelopak mata seperti sembab yang semakin membengkak perlahan-lahan,
bermula dari kelopak mata, kemudian perut, lalu kedua tungkai. Ibu pasien
menyatakan bahwa bengkaknya jika ditekan seperti membentuk cekungan. Tidak
ada bengkak pada buah zakar dan tidak ada keluhan sesak.
Anamnesis umum:
Keluhan bengkak-bengkak ini bukan yang pertama kali, sebelumnya
pasien mengalami keluhan serupa pada Oktober 2019. Keluhan bengkak disertai
dengan air kencing pasien terlihat kuning pekat, keruh, dan cenderung sedikit.
Keluhan bengkak diiringi dengan kenaikan berat badan dari 29 kg menjadi 31 kg.
Keluhan juga disertai sesak dan mual.
Pasien memiliki alergi terhadap seafood terutama udang, akan tetapi
sebelum bengkak pasien tidak memakan seafood. Pasien tidak memiliki warna
kekuningan di mata dan kulit dan tidak ada penggunaan obat-obatan suntik
sebelumnya. Pasien tidak memiliki perawakan kurus ataupun penurunan nafsu
makan. Pasien tidak memiliki adanya sakit di bagian dada dan sesak nafas saat
melakukan aktivitas.
Tidak ada buang air kecil berwarna merah seperti cucian daging, sakit saat
buang air kecil, buang air kecil menjadi sedikit-sedikit, ataupun sulit buang air
kecil. Tidak terdapat demam sebelumnya, batuk pilek, sakit menelan, maupun
luka bernanah pada kulit. Tidak terdapat kemerahan seperti kupu kupu di bagian
wajah, kemerahan setelah terkena cahaya matahari dan atau sakit di bagian
persendian. Tidak terdapat riwayat darah tinggi ataupun menggunakan obat
antihipertensi dalam jangka waktu yang lama.
Pasien pernah berobat untuk penyakit batuk lama selama 6 bulan sampai
tuntas dan dinyatakan bebas dari TB pada Maret 2017. Tidak ada riwayat penyakit
serupa di keluarga.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tingkat kesadaran : Composmentis, GCS 15 (E4M6V5)
Tanda vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,5˚C
SpO2 : 99%
BB : 31Kg
Status Generalis :
Kepala : Mata: Konjungtiva Anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-),
Puffy face/palpebra edema (+/+)
Leher : KGB tidak teraba
Thorax : Bentuk dan gerak simetris,
Cor: BJ I dan II murni reguler, murmur (-), gallops (-)
Pulmo: VBS (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Cembung, BU (+) normal, lembut, NT (-), hepar dan lien
sulit dinilai, shifting dullness (+), fluid wave test (+)
Genitalia`: skrotum edema (-)
Ekstremitas: akral hangat (+/+), CRT <2 detik, edema pretibial (+/+)
Diagnosis Banding
1. Sindrom Nefrotik Relaps
2. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokus
Diagnosis Kerja
Sindrom Nefrotik Relaps
Tatalaksana
Nonfarmakologi
IVFD RL 20 tpm
Pemasangan DC, observasi urin/24 jam
Farmakologi
Injeksi Furosemid 3x10mg iv
Injeksi Ranitidine 2x31mg iv
Injeksi Ondancetron 3x3,1mg iv
Keputusan
☐ R. Resusitasi ☑ R. Tindakan ☐Poliklinik ☐Pulang
Jam keputusan: 12.10
Konsultasi dokter spesialis anak
Advice:
IVFD Futrolit 20 tpm
Ambacim 3x1 gram iv
Santagesik 3x500mg iv
Pemeriksaan albumin dan kolesterol
Pemeriksaan rontgen thoraks AP tegak
Pemeriksaan USG whole abdomen
Pemeriksaan urine rutin tiap hari
Terapi lain lanjut
Pasien masuk ruangan rawat inap anak
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:1
1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL
B. Epidemiologi
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang
paling sering ditemukan. Insiden SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika
Serikat dan Inggris adalah 2–7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan
prevalensi berkisar 12–16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang
insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada
anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan
2:1.1
C. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, SN dibagi menjadi tiga, yaitu kongenital,
primer/idiopatik, dan sekunder.2
1. Kongenital Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik,
yakni:3
Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin)
Denys-Drash syndrome (WT1) - Frasier syndrome (WT1)
Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1)
Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin)
Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4, α-actinin-4;
TRPC6)
Nail-patella syndrome (LMX1B)
Pierson syndrome (LAMB2)
Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1)
Galloway-Mowat syndrome
Oculocerebrorenal (Lowe syndrome 2)
2. Primer
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau
idiopatik, yakni:3
Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
Mesangial Proliferative Difuse (MPD)
Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
Nefropati Membranosa (GNM)
3. Sekunder
Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain
sebagai berikut:3
Lupus erimatosus sistemik (LES)
Keganasan, seperti limfoma dan leukemia
Vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis
dengan poliangitis)
Sindrom Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik dengan
poliangitis)
Poliartritis nodosa
Poliangitis mikroskopik
Purpura Henoch Schonlein
Immune complex mediated, seperti post streptococcal
(postinfectious) glomerulonephritis
D. Batasan
Berikut ini adalah beberapa batasan yang dipakai pada sindrom nefrotik:1
1. Remisi
Apabila proteinuri negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m 2 LPB/jam)
3 hari berturut-turut dalam satu minggu, maka disebut remisi.
2. Relaps
Apabila proteinuri ≥ 2+ ( >40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg) 3 hari berturut-turut
dalam satu minggu, maka disebut relaps.
3. Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian prednison dosis
penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu mengalami remisi.
4. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian prednison dosis
penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak mengalami remisi.
5. Sindrom nefrotik relaps jarang
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps < 2 kali dalam 6 bulan sejak
respons awal atau < 4 kali dalam 1 tahun.
6. Sindrom nefrotik relaps sering
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps ≥ 2 kali dalam 6 bulan sejak
respons awal atau ≥ 4 kali dalam 1 tahun.
Menurut teori lain yaitu teori overfilled, retensi natrium renal dan air
tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer tetapi pada mekanisme
intrarenal primer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi
volume plasma dan cairan ekstraseluler. Overfilling cairan ke dalam ruang
interstisial menyebabkan terbentuknya edema.5
Gambar 2. Terbentuknya edema menurut teori overfilled.5
4. Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum
meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan
antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis
protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme
lemak menurun karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma,
sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.5
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:1
1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin
Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang mengarah
kepada infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah
Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematokrit, LED)
Albumin dan kolesterol serum
Ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz. Rumus Schwartz digunakan untuk
memperkirakan laju filtrasi glomerulus (LFG).6
eLFG = k x L/Scr
Keterangan:
eLFG : estimated LFG (ml/menit/1,73 m2 )
L : tinggi badan (cm)
Scr : serum kreatinin (mg/dL)
k : konstanta (bayi aterm:0,45; anak dan remaja putri:0,55;
remaja putra:0,7)
Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear
antibody), dan anti ds-DNA
4. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal terindikasi pada keadaan-keadaan di bawah ini:1
a. Pada presentasi awal
Awitan sindrom nefrotik pada usia <1 tahun atau lebih dari 16
tahun
Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten, atau
kadar komplemen C3 serum yang rendah
Hipertensi menetap
Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh hipovolemia
Tersangka sindrom nefrotik sekunder
b. Setelah pengobatan inisial
SN resisten steroid
Sebelum memulai terapi siklosporin
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di
rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan
edukasi orang tua.1
Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan
pemeriksaanpemeriksaan berikut:1
a. Pengukuran berat badan dan tinggi badan
b. Pengukuran tekanan darah
c. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit
sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch
Schonlein.
d. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan.
Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid
dimulai.
e. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis
INH selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan
tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila
terdapat edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah,
infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan
dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema
tidak berat, anak boleh sekolah.1
2. Diitetik
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi
karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis
glomerulus. Bila diberi diit rendah protein akan terjadi malnutrisi energi
protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi
cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended
daily allowances) yaitu 1,5–2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1–2 g/hari)
hanya diperlukan selama anak menderita edema.1
3. Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya
diberikan loop diuretic seperti furosemid 1–3 mg/kgbb/hari, bila perlu
dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik
hemat kalium) 2–4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu
disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih
dari 1–2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan
natrium darah.1
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya
terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/ dL), dapat
diberikan infus albumin 20–25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2–4 jam
untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan diakhiri dengan
pemberian furosemid intravena 1–2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu
dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-
pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi
jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari
untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload
cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan
dapat dilakukan pungsi asites berulang. Skema pemberian diuretik untuk
mengatasi edema tampak pada Gambar 3.1
Gambar 3. Algoritma pemberian diuretik.1
4. Imunisasi
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/
kgbb/ hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan
pasien imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini dan dalam 6
minggu setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati,
seperti IPV (inactivated polio vaccine). Setelah penghentian prednison
selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti polio oral,
campak, MMR, varisela. Semua anak dengan SN sangat dianjurkan untuk
mendapat imunisasi terhadap infeksi pneumokokus dan varisela.1
5. Pengobatan dengan Kortikosteroid
Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal,
kecuali bila ada kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah
prednison atau prednisolon.1
a. Terapi inisial
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa
kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan
prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/
hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison
dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4
minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan
4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5
mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah
makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak
terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid (Gambar 4).1
b. Pengobatan SN Relaps
Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar 5, yaitu
diberikan prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu)
dilanjutkan dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN
remisi yang mengalami proteinuria kembali ≥ ++ tetapi tanpa edema,
sebelum pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya
infeksi saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5–7
hari, dan bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan
pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ≥ ++ disertai
edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai
diberikan.1
Gambar 5. Pengobatan sindrom nefrotik relaps.1
2. Siklosporin (CyA)
3. Metilprednisolon puls
b. Trombosis
Suatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien SN relaps
menunjukkan bukti defek ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi
yang berarti terdapat trombosis pembuluh vaskular paru yang
asimtomatik.29 Bila diagnosis trombosis telah ditegakkan dengan
pemeriksaan fisis dan radiologis, diberikan heparin secara subkutan,
dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih. Pencegahan
tromboemboli dengan pemberian aspirin dosis rendah, saat ini tidak
dianjurkan.1
c. Hiperlipidemia
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar
LDL dan VLDL kolesterol, trigliserida dan lipoprotein(a) (Lpa) sedangkan
kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik
dan trombogenik, sehingga meningkatkan morbiditas kardiovaskular dan
progresivitas glomerulosklerosis.1
Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut
bersifat sementara dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka
cukup dengan pengurangan diit lemak. Pada SN resisten steroid,
dianjurkan untuk mempertahankan berat badan normal untuk tinggi
badannya, dan diit rendah lemak jenuh. Dapat dipertimbangan pemberian
obat penurun lipid seperti inhibitor HMgCoA reduktase (statin).1
d. Hipokalsemia
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena: 1. Penggunaan steroid
jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia 2.
Kebocoran metabolit vitamin D Oleh karena itu pada pasien SN yang
mendapat terapi steroid jangka lama (lebih dari 3 bulan) dianjurkan
pemberian suplementasi kalsium 250–500 mg/hari dan vitamin D (125–
250 IU).32 Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas 10%
sebanyak 0,5 mL/kgbb intravena.1
e. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps
dapat terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas
dingin, dan sering disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus
NaCl fisiologis dengan cepat sebanyak 15–20 mL/kgbb dalam 20–30
menit, dan disusul dengan albumin 1 g/kgbb atau plasma 20 mL/kgbb
(tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila hipovolemia telah teratasi dan
pasien tetap oliguria, diberikan furosemid 1–2 mg/kgbb intravena.1
f. Hipertensi
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam
perjalanan penyakit SN akibat toksisitas steroid. Pengobatan hipertensi
diawali dengan inhibitor ACE (angiotensin converting enzyme), ARB
(angiotensin receptor blocker) calcium channel blockers, atau antagonis β
adrenergik, sampai tekanan darah di bawah persentil 90.1
H. Komplikasi
Komplikasi pada SN dapat terjadi sebagai bagian dari penyakitnya sendiri
atau sebagai akibat pengobatan, yakni:1
1. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis
2. Perubahan hormon dan mineral
3. Pertumbuhan abnormal dan nutrisi
4. Infeksi
5. Peritonitis
6. Infeksi kulit
7. Anemia
8. Gangguan tubulus renal
Komplikasi mayor dari SN adalah infeksi. Anak dengan SN yang
relaps mempunyai kerentanan yang lebih tinggi untuk menderita infeksi
bakterial karena hilangnya imunoglobulin dan faktor B properdin melalui
urin, kecacatan sel yang dimediasi imunitas, terapi imuosupresif, malnutrisi,
dan edema atau ascites.4
Spontaneus bacterial peritonitis adalah infeksi yang biasa terjadi,
walaupun sepsis, pneumonia, selulitis, dan infeksi traktus urinarius mungkin
terjadi. Meskipun Streptococcus pneumonia merupakan organisme tersering
penyebab peritonitis, bakteri gram negatif seperti Escherichia coli, mungkin
juga ditemukan sebagai penyebab.4
DAFTAR PUSTAKA