PENDAHULUAN
Sindrom Nefrotik (SN) merupakan kelainan glomerulopati terbanyak yang
menimbulkan gangguan ginjal pada anak yang merupakan kumpulan sindrom yang
terdiri dari gejala klinis berupa proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan edema
disertai dengan atau tanpa hiperkolesterolemia. Insidens SN pada anak dalam
kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak
per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak. Di negara
berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per
tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan
perempuan 2:1, dan sebagian besar anak SN merupakan tipe sensitif terhadap
pengobatan steroid yang dimasukkan sebagai kelainan minimal. 1,2,3,4
Tujuan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan suatu kasus sindrom nefrotik
dependen steroid + epilepsy + elektrolit imbalance + sangk peritonitis pada anak
perempuan usia 10 tahun 1 bulan.
Kasus
2
Pasien PMES, perempuan, usia 10 tahun 1 bulan, masuk ke IGD RS USU pada
tanggal 14 September 2020 pukul 03.30 WIB dengan keluhan utama nyeri di seluruh
lapangan perut. Hal ini dialami sejak 2 hari terakhir, nyeri memberat di daerah ulu
hati. Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk dan menghisap. Demam saat ini tidak
dijumpai. Riwayat demam dijumpai sejak 3 hari yang lalu, terutama malam hari, suhu
tertinggi 41⁰C turun dengan obat penurun panas. Muntah dijumpai 1 kali sebanyak
setengah gelas aqua. Batuk tidak dijumpai. Nyeri menelan tidak dijumpai. Buang air
besar dan Buang air kecil dijumpai kesan normal. Riwayat kencing sedikit dan
memerah disangkal pasien. Kejang terakhir 3 bulan lalu.
Riwayat pengobatan sebelumnya : Pasien lama divisi Nefrologi dengan diagnose Sindrom
nefrotik selama 4 tahun dan pasien rutin berobat. Pasien juga sudah didiagnosis epilepsy
sejak 2 tahun ini. Metilprednisolon 2x1 tab (selang seling), Diovan 2x80 mg, Depakene
2xcth1, Captopril 2x12,5mg.
Riwayat keluarga:
Pasien merupakan anak kedua, keluarga lain tidak ada yang mengalami penyakit dan
keluhan yang serupa, ayah dan ibu pasien serta saudara lain nya semuanya normal
Pemeriksaan fisik :
Kepala : wajah : moon face, Lingkar Kepala: 55 cm (normosefali), VAS Score: 8-9
Mata: RC +/+, pupil isokor, diameter 2mm/2mm, konjungtiva
palpebra inferior pucat -/-
Telinga/ hidung / mulut: dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-)
3
Dada : Simetris fusiformis, tanpa retraksi
Frekuensi jantung: 80 x/menit, reguler, murmur (-)
Frekuensi nafas : 20 x/menit, reguler, tanpa ronkhi dan wheezing
(N: 16-20x/menit)
Perut : Soepel, peristaltik (+) normal, nyeri tekan epigastrium, Hepar/lien: tidak
teraba, distensi (+)
Anggota gerak : Frekuensi Nadi 80 x/menit, reguler, T/V cukup, akral hangat, CRT
< 3 detik (N: 60-100 x/menit), edema tidak dijumpai.
TD = 110/70 mmHg (N: 111-125/63-78 mmHg)
SpO2: 94-96 %
Diagnosis banding:
4
• Sangkaan sepsis + gastritis + Sindroma nefrotik + epilepsi
• + peritonitis
Diagnosis kerja:
Terapi:
- IVFD RL 330cc dalam 1 jam = 10cc/kg
- Inj. Cefotaxim 1,6 gr/6jam/IV (H1)
- Inj. Ondansetron 4 mg/12jam/IV
- Inj. Omeprazol 20 mg/24jam/IV
- Diovan tab 2x80mg
- Captopril tab 2x 12,5mg
- Depakene 2xcth1
- Metilprednisolon tab 2x1 (pagi – malam ) selang seling hari
- Balance cairan per 6 jam
Rencana:
Cek lab DL, elektrolit, rapid test.
5
Balance cairan tgl 14-9-2020 jam 12.00-18.00
UOP = 3,5 cc/kgBB/jam
Balance = -352cc
Psoas line baik. Ukuran kedua ginjal kesan membesar. Tidak tampak gambaran batu
opak pada tractus urinaria.
Diagnosa Banding
Terapi:
- IVFD RL 10 ml/kgBB lagi = 330 ml habis selama 1 jam selanjutnya RL 7 ml/kgBB=
230ml selama 2 jam, selanjutnya 165 ml/jam (5ml/kgBB)
- Inj. Cefotaxim 1,6 gr/12jam/IV (H2)
- Inj. Ondansetron 4 mg/ 12jam/IV
- Inj. Omeprazol 20mg/24jam/IV
- Inj. furosemide 40mg /12jam/IV
- Candesartan 1x4mg
- Captopril 2x12,5mg
- Depakene syr 2xcth 1
- Metilprednisolon 1x8mg (senin-rabu-jumat) pagi hari
Diagnosa Banding
- Sindrom nefrotik dependen steroid + epilepsy + elektrolit imbalance + sangk. peritonitis
Terapi:
- IVFD RL 10 ml/kgBB
- Inj. Cefotaxim 1,6 gr/12jam/IV (H3)
- Inj. Ranitidine 1 amp/12jam
- Inj. Omeprazol 20mg/24jam/IV
- Inj. furosemide 40mg /12jam/IV
- Metilprednisolon 1x8mg (senin-rabu-jumat) pagi hari
- spironolakton 2x50mg tab
- Candesartan 1x4mg
- Captopril 2x12,5mg
- Depakene syr 2xcth 1
- Koreksi albumin
- Rencana EEG
Diagnosa Banding
- Sindrom nefrotik dependen steroid + epilepsy + elektrolit imbalance + sangk. peritonitis
Terapi:
- IVFD RL 10 ml/kgBB
- Inj. Cefotaxim 1,6 gr/12jam/IV (H4)
- Inj. Ranitidine 1 amp/12jam
- Inj. Omeprazol 20mg/24jam/IV
- Inj. furosemide 40mg /12jam/IV
- Metilprednisolon 1x8mg (senin-rabu-jumat) pagi hari
- spironolakton 2x50mg tab
- Candesartan 1x4mg
- Captopril 2x12,5mg
- Depakene syr 2xcth 1
Diskusi
8
Definisi
Sindrom Nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan gejala proteinuria massif (>
40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik >
2+), hipoalbuminemia < 2,5 g/dl, edema, dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.
Tetapi dapat juga ditemukan hematuria, hipertensi, dan penurunan laju fungsi glomerulus.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare
sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus. Pada
beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik
akibat hepatomegali atau kemungkinan terjadinya peritonitis. Anoreksia dan terbuangnya
protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, gangguan
pernapasan sering terjadi. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.
Dalam laporan ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children), pada SNKM
ditemukan 22% disertai hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan
peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara. 2,4,8,13 Pada pasien ini,
dijumpai albumin 1,5 gr/dL (hypoalbuminemia) dan merupakan pasien lama divisi nefrologi
anak yang sudah didiagnosis sindrom nefrotik selama 4 tahun dan datang dengan keluhan nyeri
perut di seluruh daerah perut yang tidak terlalu berat, tanpa demam dan diare, muntah dialami
1 kali.
10
mempunyai kemungkinan relaps sebesar 80–90%. Risiko relaps sering atau dependen-steroid
meningkat sejalan dengan jarak pertama relaps, jumlah relaps dalam 6 bulan pertama setelah
pengobatan, usia yang lebih muda saat serangan pertama, waktu yang dibutuhkan untuk remisi,
infeksi pada relaps yang pertama, dan hematuria saat awal serangan.2,11,12
Relaps terjadi pada lebih dari dua sampai tiga anak SN dan hampir 50% lebih dari
empat kali. Sebuah penelitian di Baghdad mengevaluasi faktor risiko relaps yang terjadi pada
SN yang jarang dan sering kambuh, terdapat hubungan yang signifikan dalam keluarga dengan
riwayat penyakit ginjal dan respon kortikosteroid yang tertunda terhadap terjadinya sindrom
nefrotik yang sering kambuh. Dalam satu penelitian, hematuria, albumin serum, sosial ekonomi
rendah, protein total rendah, respon awal terhadap terapi steroid dan infeksi berulang adalah
prediktor kambuh anak-anak dengan SN. Penelitian lain menemukan bahwa waktu remisi
pertama, hiperkolesterolemia lebih dari 10 mmol/L pada presentasi pertama dan infeksi saluran
pernafasan pada kekambuhan pertama merupakan faktor risiko bebas untuk ketergantungan
steroid. Penelitian di Irak tentang sensitif steroid, anak SN didapatkan umur pasien antara 1
sampai 14 tahun, 45 pasien (56,3%) sering kambuh dan 35 pasien (43,7%) jarang kambuh. Ada
55 pasien (68,7%) dan 25 pasien (31,3%) adalah perempuan. Insiden relaps sering tinggi pada
semua kelompok umur, kecuali pada rentang usia 1-5 tahun, dan lebih tinggi pada anak-anak
yang tinggal di perkotaan. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok umur,
jenis kelamin, tempat tinggal dan fungsi ginjal. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan
dengan adanya hematuria, waktu yang dibutuhkan untuk respon terapi dan lamanya terapi
steroid yang dibutuhkan, semuanya tinggi pada kelompok yang sering kambuh. Sebuah
penelitian di Irak pada anak-anak SN dengan infeksi saluran pernapasan menemukan bahwa
penggunaan harian prednison dosis rendah setiap hari selama episode infeksi dapat mengurangi
kekambuhan. Penelitian lain menemukan bahwa rentang waktu pada permulaan gejala dan
remisi, infeksi, hematuria, hipertensi dan usia kurang dari 6 tahun saat gejala berkembang
merupakan faktor risiko terjadi kekambuhan.15,16
Kortikosteroid adalah pengobatan sindrom nefrotik idiopatik lini pertama, jenis
prednison atau prednisolon yang umum digunakan. Standar pengobatan awal menurut ISKDC
adalah pemberian prednison dengan dosis penuh 60 mg / m2 / hari atau sama dengan 2 mg /
kg / hari (maksimal 80 mg / hari), dalam dosis terbagi selama 4 minggu berturut-turut.
Kemudian dilanjutkan dengan 2/3 dosis (40 mg / m2 / hari, maksimal 60 mg / hari) dalam dosis
terbagi, diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu (intermiten). Pemberian prednison
bergantian terbukti lebih efektif dalam mempertahankan remisi daripada intermiten, dan
pemberian prednison dalam dosis tunggal tidak meningkatkan risiko kambuh dibandingkan
dengan prednison dalam dosis terbagi. Terapi awal dengan prednison lebih lama selama 3-7
bulan (prednison 60 mg / m2 / hari diberikan setiap hari selama 4-8 minggu, kemudian
dilanjutkan dengan dosis bergantian), dapat menurunkan risiko relaps (RRR) hingga 41% (95%
11
CI 2- 8) dalam 6 bulan, dan RRR 27% (interval kepercayaan 95% 11-40%) dan NNT = 5 (95%
CI 3-10) dalam 12-24 bulan setelah pengobatan awal, tanpa meningkatkan kejadian efek
samping. Ada hubungan linier terbalik antara risiko relaps dengan durasi dan steroid total yang
diberikan selama terapi inisiatif; risiko kambuh turun 11% per bulan untuk setiap 1 bulan terapi
berkepanjangan selama 2 bulan. Sebagai contoh; Bila rata-rata relaps terjadi pada 70%
penderita SSNS, maka bila anak mendapat terapi awal selama 6 bulan maka risiko relaps akan
menurun sebesar 70% x 11% x (6-2) = 31%.17
Pengobatan sindrom nefrotik relaps menurut ISKDC adalah dengan prednison 60 mg /
m2 / hari sampai terjadi remisi, dilanjutkan dengan prednison 40 mg / m2 / hari secara
bergantian selama total 28 hari (14 dosis). Anak dengan sindrom nefrotik dependen yang
sering merupakan kasus yang sulit, karena anak-anak dalam kelompok ini akan sering
mendapatkan prednison dosis tinggi dan oleh karena itu berisiko besar terkena efek samping
steroid. Beberapa terapi alternatif yang dapat diberikan kepada anak-anak pada kelompok ini
antara lain steroid dalam dosis yang diturunkan secara bertahap hingga dosis terkecil yang
tidak menyebabkan kekambuhan, levamisol (2,5 mg / kg / hari), atau pengobatan
imunosupresif lainnya seperti siklofosfamid (2- 3 mg / kg / hari), klorambusil (0,2 mg / kg /
hari), siklosporin (5-6 mg / kg), dan mikofenolat mofetil (0,5-1 g / m2).17,18
Selain terapi imunosupresif, penderita NS memerlukan terapi suportif seperti dietetik,
terapi edema, dan terapi melawan komplikasi seperti infeksi, hipertensi, gagal ginjal,
trombosis, dan sebagainya. Pola makan yang dianjurkan adalah pola makan seimbang dengan
protein dan kalori yang cukup. Kebutuhan protein anak normal berkisar 1,5-2 g / kg, pada anak
dengan proteinuria persisten dapat diberikan 130-140% dari kebutuhan normal, yaitu sampai 2-
2,5 g / kg per hari.1,2,19 Dibutuhkan pembatasan garam untuk mencegah dan mengobati edema.
Pembatasan cairan dianjurkan pada kasus dengan hiponatremia sedang atau berat (natrium
plasma <125 mmol/L). Diet rendah garam adalah pengobatan utama dan diterapkan untuk
semua pasien karena dianggap sebagai bagian penting dari manajemen tekanan darah tinggi.
Ini terutama diindikasikan ketika hipertensi dikaitkan dengan retensi cairan. Diharapkan
penurunan tekanan darah dalam kisaran dari 1 hingga 3 mmHg. Selebihnya, segala upaya
dilakukan untuk memenuhi rekomendasi meskipun terkadang sulit karena keterbatasan sumber
daya dan ketersediaan obat. Diuretik adalah obat yang paling banyak digunakan karena
kelebihan cairan pada kebanyakan pasien. Golongan obat antihipertensi lainnya termasuk
ACEI dan penghambat saluran kalsium; obat ini sudah tersedia dan cukup terjangkau.19
Pada NS dapat diberikan penghambat angiotensin convertase inhibitor (ACE inhibitor
= ACEI) dan penghambat reseptor angiotensin (angiotensin receptor blocker) yang berperan
sebagai renoprotektor dan antiproteinuria. Bagaimana obat ini bekerja dalam mengurangi
proteinuria melalui penurunan tekanan hidrostatik kapiler glomerulus dan mengubah
permeabilitas glomerulus. Efek antiprotenuria obat ini sesuai dengan dosis dan lama
12
pemberian. Misalnya, enalapril dosis 0,6 mg / kg / hari lebih efektif dalam menurunkan
proteinuria dibandingkan dengan dosis 0,2 mg / kg / hari. ACEI dapat menurunkan proteinuria
hingga 40-50%. Untuk mengatasi edema yang tampak jelas sindrom nefrotik dapat diberikan
furosemid diuretik 1-3 mg / kg BB per hari, atau dikombinasikan dengan spironolakton 1-2 mg
/ kg BB per hari. Infus album diberikan bila terjadi edema persisten dengan pemberian diuretik,
atau dalam keadaan mengancam jiwa, seperti efusi pleura, edema paru, asites berat, gagal
ginjal, syok hipovolemik, infeksi berat. Infus album dengan dosis 1 g / kg diberikan selama 8-
12 jam, diikuti dengan pemberian furosemid intravena. Jika larutan albumin tidak tersedia
dapat diganti dengan 15-20 ml / kg plasma.2
Pada sebagian besar kasus NS, laju filtrasi glomerulus (GFR) sedikit terganggu
sebelum remisi akibat pengobatan. Namun, selama 50 tahun terakhir sejumlah laporan tentang
gagal ginjal akut, oliguri, dan tidak dalam semua kasus dalam perjalanan INS dengan
perubahan glomerulus minimal telah merangsang minat pada komplikasi penyakit yang
dianggap jinak ini berkaitan dengan fungsi ginjal. Cedera ginjal akut (AKI) lebih sering terjadi
pada pasien berusia> 50 sampai 60 tahun, tetapi juga menyerang pasien yang lebih muda dan
anak-anak. AKI dengan komplikasi NS memerlukan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
AKI jauh lebih jarang pada anak-anak dengan MCD dibandingkan dengan orang dewasa.
Dalam serangkaian 1006 anak yang menderita sindrom nefrotik idiopatik, AKI diamati pada
0,8% dari mereka. Namun, kejadian AKI lebih tinggi pada anak-anak yang dirawat inap
dengan komplikasi NS. Di antara anak-anak dengan INS yang responsif terhadap steroid dan
yang resisten terhadap steroid yang dirawat di 17 pusat nefrologi anak di Amerika Utara, AKI
terjadi pada 58,6% dari 336 anak dan di 50,9% dari 615 rawat inap. Infeksi, paparan obat
nefrotoksik, dan resistensi steroid merupakan faktor risiko utama AKI.19,20
Sebuah penelitian di India, 2018, menemukan bahwa kejadian AKI pada anak dengan
NS ditemukan sebesar 23,66%, 11,24%, 7,95% dan 4,48% pada anak memasuki tahapan
Risiko, Cedera, Kegagalan, Kehilangan, Penyakit Ginjal Stadium Akhir. (pRIFLE) Tahapan R,
I dan F, masing-masing. Infeksi {odds ratio [OR] 2,53 [95% confidence interval (CI) 1,52–
4,22]} dan paparan obat nefrotoksik [OR 7,8 (95% CI 4,06-15,01)] adalah faktor umum yang
terkait dengan AKI. Anak-anak dengan NS yang bergantung pada steroid (SDNS) dan NS yang
resistan terhadap steroid (SRNS) lebih mungkin menjadi AKI dibandingkan dengan anak-anak
dengan NS yang sensitif terhadap steroid (SSNS). Waktu rata-rata pemulihan untuk kelompok
pRIFLE Tahap R, I dan F masing-masing adalah 1562, 2263 dan 2865 hari. Anak-anak dengan
NS yang hipertensi, memiliki ekskresi protein urin yang lebih tinggi dan albumin serum yang
rendah lebih rentan untuk mengembangkan AKI. Kesimpulan dari beberapa penelitian
menunjukkan bahwa AKI tidak jarang terjadi pada anak-anak dengan NS. Infeksi dan paparan
obat nefrotoksik adalah faktor umum yang terkait dengan AKI. AKI lebih sering terjadi di
SDNS dan SRNS dibandingkan dengan SSNS. Waktu rata-rata untuk pemulihan diperpanjang
13
dengan AKI. yang lebih parah Studi yang dilakukan di Pakistan menunjukkan bahwa kehadiran
AKI pada pasien NS sebagai prediktor CKD. CKD berkembang pada 49 (41,2%) kasus yang
tidak pulih dan 5 (4,2%) anak meninggal karena penyakit akut. SRNS, penggunaan siklosporin,
FSGS pada histologi, dan toksisitas obat merupakan faktor signifikan yang terkait dengan
perkembangan CKD.17,19,20
Kesimpulan
Telah dilaporkan seorang perempuan usia 10 tahun dengan sindrom nefrotik dependen steroid.
Selama respon pemantauan pasien terhadap rejimen pengobatan 4 tahun tanpa kambuh. Pasien
datang dengan nyeri di seluruh daerah perut tidak terlalu berat. Kondisi ini dapat terjadi sebagai
komplikasi terhadap penyakitnya yaitu gangguan gastrointestinal hingga peritonitis maupun efek
samping dari penggunaan steroid jangka panjang. Pasien juga mengalami epilepsy selama 2 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Noer MS. Predictors of relapse in steroid-sensitive nephrotic syndrome. Southeast Asian J Trop
Med Public Health 2005;36:1313-20.
2. Wila W, Alatas HT, Trihono PP, dkk. Sindrom Nefrotik. Buku ajar nefrologi anak 2nd ed. Jakarta:
Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002. h:381-426
3. GAP Nilawati. Profil sindrom nefrotik pada ruang perawatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. Sari
Pediatri 2012;14(4):269-72.
4. Trihono, Alatas. Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tata laksana sindrom nefrotik idiopatik
pada anak.Edisi ke-2. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.2012. Hal. 1-36
5. Appel GB. Improved outcome in nephrotic syndrome. Cleveland Clin J of Med.
2006;73:161-67
6. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2009. Hal.274-276
7. Colucci M, Carsetti R, Rosado MM, dkk. Atypical IgM on T cells predict relapse and steroid
dependence in idiopathic nephrotic syndrome. 2019.1-12
8. Sinha MD, MacLeod R, Rigby E,et al. Treatment of severe steroid-dependent nephrotic syndrome
(SDNS) in children with tacrolimus. Nephrol Dial Transplant. 2006. 21: 1848–1854
9. Maher AAH, Nagy MAEH, Erfan AA, et al. Predictive risk factors of steroid dependent nephrotic
syndrome in children. Journal of Nephropathology. Pediatric Department. Mesir. 2017. 6(3):180-
186
10. Dakshayani B, Lakshmanna M, Premalatha R. Predictors of frequent relapsing and steroid-
dependent nephrotic syndrome in children. Turkish Pediatric Association. Turkish.2018: 53: 24-30.
11. Sylvia AP, M, Lorraine W. Patofisiologi konsep klinis proses penyakit. Edisi 6. EGC: Jakarta.
2006.h.931
12. Niaudet P. Steroid sensitive idiopathic nephrotic syndrome in children. Dalam: Avner ED, Harmon
WE, Niaudet P, penyunting, Pediatric Nephrology, edisi ke-5, Lippincott Williams & Wilkins,
Philadelphia, 2004;h 543-56
13. Bergstein JM. Nephrotic syndrome. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM Jenson HB, penyunting.
Nelson Texbook of Pediatricas. Edisi ke 18. Philadelpia: Saunders. 2007.h.2167-81
14. Jellouli M, Brika M, Abidi K, Ferjani M, Naija O, Hammi Y, Gargah T. Nephrotic syndrome in
children: risk factors for steroid dependence. Tunis Med. 2016; 94(7): 401-5
15. Yaseen A, Tresa V, Lanewala AA, Hashmi S, Ali I, et al. Acute kidney injury in idiopathic
nephrotic syndrome of childhood is a major risk factor for the development of chronic kidney
disease. RENAL FAILURE. 2017;1(39):323-7
14
16. Rheault MN, Zhang L, Selewski DT et al. AKI in children hospitalized with nephrotic syndrome.
Clin J Am Soc Nephrol 2015; 10: 2110–8
17. Sharma M, Mahanta A, Barman AK, Mahanta PJ. Acute kidney injury in chlidren with nephrotic
syndrome: a single center study. Clinical Kidney Journal, 2018;1–4
18. Moorani KN. Infection are common cause of relaps in children with nephrotic syndrome. Pak Paed
J. 2011; 35(4):213-19
19. Vivarelli M, Massella L, Ruggiero B, Emma F. Minimal Change Disease. Clin J Am Soc Nephrol.
2017;12:332
20. Meyrier A, Niaudet P. Acute kidney injury complicating nephrotic syndrome of minimal change
disease. Kidney International. 2018;1-9
Telaah kritis
Kedokteran Berbasis Bukti (Evidence-Based Practice)
A. Pertanyaan klinis
Bagaimana resiko prediktif pada anak sindrom nefrotik dependen
steroid?
15
Semua sampel yang didapatkan dilakukan pemantauan minimal lebih dari 1
tahun pada 52 anak dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok A pada SN
dependen steroid atau relaps sering dan kelompok B pada SN remisi lengkap
atau SN berulang.
Kesimpulan:
Hasil penelitian ini valid, penting dan dapat diterapkan, dimana pada anak
dengan sindrom nefrotik dependen sering dapat beresiko untuk terjadi nya
komplikasi berupa gangguan gastrointestinal hingga peritonitis.