Anda di halaman 1dari 17

Laporan Kasus EBP

Divisi Nefrologi Kepada Yth :

Sindrom Nefrotik Dependent Steroid Pada Anak


Perempuan Usia 10 Tahun.

Presentator : Lowelly Bonar Alexander Napitupulu


Hari/Tgl : November 2020
Pembimbing : DR. dr. Oke Rina, M. Ked(Ped), Sp.A(K) (K)
Supervisor : Prof. dr. Hj. Rafita Ramayati, Sp.A(K)
DR. dr. Oke Rina, M. Ked(Ped), Sp.A(K)
dr. Hj. Rosmayanti S Siregar, M. Ked(Ped), Sp.A(K)

dr. Beatrix Siregar, M. Ked(Ped), Sp.A

PENDAHULUAN
Sindrom Nefrotik (SN) merupakan kelainan glomerulopati terbanyak yang
menimbulkan gangguan ginjal pada anak yang merupakan kumpulan sindrom yang
terdiri dari gejala klinis berupa proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan edema
disertai dengan atau tanpa hiperkolesterolemia. Insidens SN pada anak dalam
kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak
per tahun, dengan prevalensi berkisar 12 – 16 kasus per 100.000 anak. Di negara
berkembang insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per
tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan
perempuan 2:1, dan sebagian besar anak SN merupakan tipe sensitif terhadap
pengobatan steroid yang dimasukkan sebagai kelainan minimal. 1,2,3,4

Diagnosis SN ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang seringkali ditandai


dengan edema yang timbul pertamakali pada daerah sekitar mata dan ekstremitas
bagian bawah. Selanjutnya edema semakin meluas yang ditandai dengan asites efusi
pleura, dan edema pada daerah genital. Seringkali dijumpai dengan gejala anokreksia,
nyeri perut dan diare. Kadang disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan
berkurang dan diare. Pembentukan asites yang cepat sering disertai dengan nyeri
perut, yang biasanya disebabkan komplikasi yaitu peritonitis. Pada kasus lain dapat
disertai hipertensi maupun hematuria gross. Hasil pemeriksaan urin menunjukkan
proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+; pada 20% kasus
1
dapat dijumpai hematuria mikroskopik. Kadar albumin serum umum berkurang dari
2,5 g/dL dan terjadi peningkatan hiperkolesterolemia > 200 mg/dL dengan kadar C3
maupun C4 normal.3,4,5

Data dari International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC)


menunjukkan bahwa 66% pasien dengan minimal change nephrotic syndrome
(MCNS) dan focal segmental glomerulosclerosis (FSGS) adalah laki-laki dan untuk
membrano proliferative glomerulonephritis (MPGN) 65 % nya adalah perempuan.
Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital, sindrom
nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Pada umumnya sebagian besar
(±80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik terhadap pengobatan awal
dengan steroid, tetapi kira-kira 50% diantaranya akan relaps dan sekitar 10% tidak
memberi respon lagi dengan pengobatan steroid. Oleh karena responsivitas terhadap
steroid ini, dapat dikelompokkan menjadi kelompok sensitif steroid dan resisten
steroid.6,7

Menurut Internasional Studi Penyakit Ginjal pada Anak (ISKDC)


mendefinisikan ketergantungan steroid sebagai sindrom nefrotik yang sering kambuh
(FRNS) di antaranya kambuh dua kali berturut-turut, atau dua kali empat
kekambuhan dalam periode 6 bulan, terjadi saat masih dengan dosis steroid atau
dalam 14 hari setelah penghentian pengobatan steroid. Terdapat hubungan
ketergantungan steroid dengan usia awal terjadi pada yang semakin muda, jenis
kelamin laki-laki, lama pemberian dari pengobatan steroid awal hingga perbaikkan,
kadar protein serum yang rendah, dan hematuria telah diamati dalam beberapa hasil
penelitian dalam beberapa kelompok populasi berbeda.8,9

Mayoritas anak-anak memiliki sindrom nefrotik sensitif steroid (SSNS).


Meskipun SSNS memiliki hasil baik dalam jangka panjang, sekitar setengahnya
pasien dengan SSNS menjadi sering kambuh dan atau ketergantungan steroid. Oleh
karena tingginya pemberian dosis steroid yang mungkin mengalami beberapa efek
samping akibat penyakit atau pengobatannya sehingga diperlukan steroid sparing
agents (SSA) dini. Pada berbagai penelitian jangka panjang respons terhadap
pengobatan steroid lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis dibandingkan
dengan gambaran patologi anatomi. 4,9,10

Tujuan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan suatu kasus sindrom nefrotik
dependen steroid + epilepsy + elektrolit imbalance + sangk peritonitis pada anak
perempuan usia 10 tahun 1 bulan.

Kasus
2
Pasien PMES, perempuan, usia 10 tahun 1 bulan, masuk ke IGD RS USU pada
tanggal 14 September 2020 pukul 03.30 WIB dengan keluhan utama nyeri di seluruh
lapangan perut. Hal ini dialami sejak 2 hari terakhir, nyeri memberat di daerah ulu
hati. Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk dan menghisap. Demam saat ini tidak
dijumpai. Riwayat demam dijumpai sejak 3 hari yang lalu, terutama malam hari, suhu
tertinggi 41⁰C turun dengan obat penurun panas. Muntah dijumpai 1 kali sebanyak
setengah gelas aqua. Batuk tidak dijumpai. Nyeri menelan tidak dijumpai. Buang air
besar dan Buang air kecil dijumpai kesan normal. Riwayat kencing sedikit dan
memerah disangkal pasien. Kejang terakhir 3 bulan lalu.

Riwayat penyakit terdahulu:


Pasien merupakan pasien lama poli nefrologi dan neurologi anak RSUP HAM
dengan diagnosa sindrom nefrotik + epilepsy.

Riwayat pengobatan sebelumnya : Pasien lama divisi Nefrologi dengan diagnose Sindrom
nefrotik selama 4 tahun dan pasien rutin berobat. Pasien juga sudah didiagnosis epilepsy
sejak 2 tahun ini. Metilprednisolon 2x1 tab (selang seling), Diovan 2x80 mg, Depakene
2xcth1, Captopril 2x12,5mg.

Riwayat keluarga:
Pasien merupakan anak kedua, keluarga lain tidak ada yang mengalami penyakit dan
keluhan yang serupa, ayah dan ibu pasien serta saudara lain nya semuanya normal

Pemeriksaan fisik :

Kesadaran: Compos Mentis Suhu tubuh: 37°C


BBA: 39 kg TB: 141 cm

BBI: 33 kg TB/U: 91%


BB/U: 89%
BB/TB: 110% Kesan: Gizi baik
Pucat (-), ikterik (-), dipsnoe (-), sianosis (-), edema (-)

Kepala : wajah : moon face, Lingkar Kepala: 55 cm (normosefali), VAS Score: 8-9
Mata: RC +/+, pupil isokor, diameter 2mm/2mm, konjungtiva
palpebra inferior pucat -/-
Telinga/ hidung / mulut: dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB (-)
3
Dada : Simetris fusiformis, tanpa retraksi
Frekuensi jantung: 80 x/menit, reguler, murmur (-)
Frekuensi nafas : 20 x/menit, reguler, tanpa ronkhi dan wheezing
(N: 16-20x/menit)
Perut : Soepel, peristaltik (+) normal, nyeri tekan epigastrium, Hepar/lien: tidak
teraba, distensi (+)
Anggota gerak : Frekuensi Nadi 80 x/menit, reguler, T/V cukup, akral hangat, CRT
< 3 detik (N: 60-100 x/menit), edema tidak dijumpai.
TD = 110/70 mmHg (N: 111-125/63-78 mmHg)
SpO2: 94-96 %

Alat kelamin : perempuan, tidak ada kelainan

Tabel .1 Hasil pemeriksaan Laboratorium RSU USU tanggal 14-09-2020


Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hb 15,5 g/dL 13 – 18
Ht 44,20 % 39 – 54
Leukosit 14,960/µL 4000 – 11000
Trombosit 548,000 /µL 150000 – 450000
Kalsium 7,70 8,4 – 10,2
Natrium 131 135-155
Kalium 3,47 3,6 - 5,5
Chlorida 95 96-106
Eosinofil 0,10 % 1,00-5,00
Basofil 0,10 % 0,00-1,00
Neutrofil 83,4 % 25,00-60,00
Limfosit 11,60 % 25,00-50,00
Monosit 4,80 % 1,00-6,00
MCV 86,3 fl 69-93
MCH 30,3 pg 32-36
MCHC 35,1 32-36
NLR 7,17
Albumin 1,5 3,5-5,0
Ureum 34,8 <50
Creatinin 1,24 0,6-1,3

Diagnosis banding:
4
• Sangkaan sepsis + gastritis + Sindroma nefrotik + epilepsi

• + peritonitis

Diagnosis kerja:

Sangkaan sepsis + gastritis + Sindroma nefrotik + epilepsy dalam pengobatan

Terapi:
- IVFD RL 330cc dalam 1 jam = 10cc/kg
- Inj. Cefotaxim 1,6 gr/6jam/IV (H1)
- Inj. Ondansetron 4 mg/12jam/IV
- Inj. Omeprazol 20 mg/24jam/IV
- Diovan tab 2x80mg
- Captopril tab 2x 12,5mg
- Depakene 2xcth1
- Metilprednisolon tab 2x1 (pagi – malam ) selang seling hari
- Balance cairan per 6 jam

Rencana:
Cek lab DL, elektrolit, rapid test.

Pemantauan tanggal 14 september 2020


S :Nyeri perut di daerah ulu hati dijumpai, tidak demam, tidak muntah,
tidak batuk.
O : Sens: Compos Mentis Temp : 36,50C
Kepala : wajah: moonface dijumpai. Mata: RC +/+, pupil
isokor, diameter 2mm/2mm,konjungtiva palpebra inferior pucat
-/-
Telinga: Dalam batas normal, hidung: Dalam batas normal mulut:
sianosis tidak dijumpai.
Leher : Pembesaran KGB (-)
Dada : Simetris fusiformis, tanpa retraksi (-)
Frekuensi jantung: 95 x/menit, reguler, desah (-)
Frekuensi nafas: 20 x/menit, reguler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
(N: 18-20 x/menit)
Perut : Soepel, peristaltik (+) normal, nyeri tekan epigastrium dijumpai, Hepar dan
lien: tidak teraba
Anggota gerak : edema (-), Frekuensi Nadi 95 x/menit, reguler, T/V cukup, akral hangat,
CRT < 3 detik (N: 60-100 x/menit), TD = 100/70 mmHg (N: 91-106/53-68 mmHg, SpO2:
94-96 %

5
Balance cairan tgl 14-9-2020 jam 12.00-18.00
UOP = 3,5 cc/kgBB/jam
Balance = -352cc

Hasil foto polos abdomen RS USU tgl 14 September 2020


Pre peritoneal fat line baik.

Psoas line baik. Ukuran kedua ginjal kesan membesar. Tidak tampak gambaran batu
opak pada tractus urinaria.

Distribusi udara usus mencapai distal.

Tidak tampak pelebaran kaliber maupun penebalan dinding usus.

Tulang-tulang dan jaringan lunak baik.


Kesan : suspek pembesaran ginjal bilateral
Saran: USG whole abdomen

Diagnosa Banding

- Sindrom nefrotik dependen steroid + epilepsy + elektrolit imbalance + sangk. peritonitis

Terapi:
- IVFD RL 10 ml/kgBB lagi = 330 ml habis selama 1 jam selanjutnya RL 7 ml/kgBB=
230ml selama 2 jam, selanjutnya 165 ml/jam (5ml/kgBB)
- Inj. Cefotaxim 1,6 gr/12jam/IV (H2)
- Inj. Ondansetron 4 mg/ 12jam/IV
- Inj. Omeprazol 20mg/24jam/IV
- Inj. furosemide 40mg /12jam/IV
- Candesartan 1x4mg
- Captopril 2x12,5mg
- Depakene syr 2xcth 1
- Metilprednisolon 1x8mg (senin-rabu-jumat) pagi hari

Balance cairan tgl 14-9-2020 jam 18.00-24.00


UOP = 0,8 cc/kgBB/jam
Balance = -242cc

Balance cairan tgl 15-9-2020 jam 24.00-06.00


UOP 24jam = 1,4 cc/kgBB/jam
Balance = -197cc

Pemantauan tanggal 15 september 2020


S : Nyeri perut di daerah ulu hati dijumpai, tidak demam, tidak muntah,
tidak batuk, mual dijumpai, nafsu makan berkurang,
O : Sens: Compos Mentis Temp : 36,40C
6
Kepala : wajah: moonface dijumpai. Mata: RC +/+, pupil
isokor, diameter 2mm/2mm,konjungtiva palpebra inferior pucat
-/-
Telinga: Dalam batas normal, hidung: Dalam batas normal mulut:
sianosis tidak dijumpai.
Leher : Pembesaran KGB (-)
Dada : Simetris fusiformis, tanpa retraksi (-)
Frekuensi jantung: 96 x/menit, reguler, desah (-)
Frekuensi nafas: 20 x/menit, reguler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
(N: 18-20 x/menit)
Perut : Soepel, peristaltik (+) normal, nyeri tekan epigastrium dijumpai, Hepar dan
lien: tidak teraba
Anggota gerak : edema (-), Frekuensi Nadi 96 x/menit, reguler, T/V cukup, akral hangat,
CRT < 3 detik (N: 60-100 x/menit), TD = 75/47 mmHg (N: 91-106/53-68 mmHg, SpO2: 94-
96 %

Diagnosa Banding
- Sindrom nefrotik dependen steroid + epilepsy + elektrolit imbalance + sangk. peritonitis

Terapi:
- IVFD RL 10 ml/kgBB
- Inj. Cefotaxim 1,6 gr/12jam/IV (H3)
- Inj. Ranitidine 1 amp/12jam
- Inj. Omeprazol 20mg/24jam/IV
- Inj. furosemide 40mg /12jam/IV
- Metilprednisolon 1x8mg (senin-rabu-jumat) pagi hari
- spironolakton 2x50mg tab
- Candesartan 1x4mg
- Captopril 2x12,5mg
- Depakene syr 2xcth 1
- Koreksi albumin
- Rencana EEG

Balance cairan tgl 15-9-2020 jam 06.00-12.00


UOP 6 jam = tidak ada
Balance = -197cc

Balance cairan tgl 15-9-2020 jam 12.00-18.00


UOP = 3,5 cc/kgBB/jam
Balance = -352cc

Balance cairan tgl 15-9-2020 jam 18.00-24.00


UOP = 0,8 cc/kgBB/jam
7
Balance = -242cc
Balance cairan tgl 16-9-2020 jam 24.00-06.00
UOP 24jam = 1,4 cc/kgBB/jam
Balance = -197cc

Pemantauan tanggal 16 september 2020


S :Nyeri perut di daerah ulu hati tidak dijumpai, mual tidak dijumpai,
nafsu makan berkurang, tidak demam, tidak muntah, tidak batuk.
O : Sens: Compos Mentis Temp : 36,40C
Kepala : wajah: moonface dijumpai. Mata: RC +/+, pupil
isokor, diameter 2mm/2mm,konjungtiva palpebra inferior pucat
-/-
Telinga: Dalam batas normal, hidung: Dalam batas normal mulut:
sianosis tidak dijumpai.
Leher : Pembesaran KGB (-)
Dada : Simetris fusiformis, tanpa retraksi (-)
Frekuensi jantung: 96 x/menit, reguler, desah (-)
Frekuensi nafas: 18 x/menit, reguler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
(N: 18-20 x/menit)
Perut : Soepel, peristaltik (+) normal, nyeri tekan epigastrium dijumpai, Hepar dan
lien: tidak teraba
Anggota gerak : edema (-), Frekuensi Nadi 92 x/menit, reguler, T/V cukup, akral hangat,
CRT < 3 detik (N: 60-100 x/menit), TD = 100/70 mmHg (N: 91-106/53-68 mmHg, SpO2:
94-96 %

Diagnosa Banding
- Sindrom nefrotik dependen steroid + epilepsy + elektrolit imbalance + sangk. peritonitis

Terapi:
- IVFD RL 10 ml/kgBB
- Inj. Cefotaxim 1,6 gr/12jam/IV (H4)
- Inj. Ranitidine 1 amp/12jam
- Inj. Omeprazol 20mg/24jam/IV
- Inj. furosemide 40mg /12jam/IV
- Metilprednisolon 1x8mg (senin-rabu-jumat) pagi hari
- spironolakton 2x50mg tab
- Candesartan 1x4mg
- Captopril 2x12,5mg
- Depakene syr 2xcth 1

Diskusi
8
Definisi
Sindrom Nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan gejala proteinuria massif (>
40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik >
2+), hipoalbuminemia < 2,5 g/dl, edema, dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL.
Tetapi dapat juga ditemukan hematuria, hipertensi, dan penurunan laju fungsi glomerulus.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare
sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan edema mukosa usus. Pada
beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik
akibat hepatomegali atau kemungkinan terjadinya peritonitis. Anoreksia dan terbuangnya
protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid.
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, gangguan
pernapasan sering terjadi. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.
Dalam laporan ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children), pada SNKM
ditemukan 22% disertai hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan
peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara. 2,4,8,13 Pada pasien ini,
dijumpai albumin 1,5 gr/dL (hypoalbuminemia) dan merupakan pasien lama divisi nefrologi
anak yang sudah didiagnosis sindrom nefrotik selama 4 tahun dan datang dengan keluhan nyeri
perut di seluruh daerah perut yang tidak terlalu berat, tanpa demam dan diare, muntah dialami
1 kali.

Sindrom Nefrotik (SN) merupakan kelainan glomerulopati terbanyak yang


menimbulkan gangguan ginjal pada anak, 15 kali lebih banyak pada anak-anak daripada pada
dewasa. SN juga umumnya dijumpai pada anak usia lebih muda yaitu 1-6 tahun. Anak laki-laki
lebih banyak dijumpai dari anak perempuan dengan rasio 2:1. Kejadian sindrom nefrotik pada
anak di bawah 18 tahun diperkirakan berkisar antara 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun,
dengan onset tertinggi terjadi pada usia 2-3 tahun. Hampir 50% pasien mulai sakit pada usia 1-
4 tahun; 75% mengalami onset sebelum usia 10 tahun. Penyakit ini merupakan penyakit kronis
yang cenderung kambuh berulang kali. Perjalanan penyakit ini, yang pada awalnya
tersembunyi, sering menyebabkan keterlambatan diagnosis. Seorang pasien remaja dengan
sindrom nefrotik dapat dijumpai memiliki etiologi lain, termasuk penyebab infeksi (infeksi
virus, diabetes mellitus, miastenia gravis, dan imunisasi), obat-obatan (obat antiinflamasi
nonsteroid, emas, merkuri, litium), atau penyakit ganas (limfoma, karsinoma). 13 Ini disebut
sindrom nefrotik sekunder.
Sindrom nefrotik primer idiopatik merupakan 90% dari semua sindrom nefrotik pada
anak-anak. Gambaran patologis anatomis sindrom nefrotik idiopatik bervariasi. Namun,
sebagian besar (85%) adalah kelainan minimal, dan glomerulosklerosis fokal segmental. Lebih
dari 95% kelainan minimal berespon baik dengan terapi steroid. Dalam praktiknya, sebagian
9
besar anak tidak menjalani biopsi ginjal pada manifestasi klinis sindrom nefrotik pertama,
tetapi segera diobati secara empiris dengan kortikosteroid. Penderita sindrom nefrotik responsif
dengan pengobatan kortikosteroid sangat jarang menjalani diagnosis patologi anatomi, oleh
karena itu klasifikasi sekarang lebih berdasarkan pada respon klinis, yaitu sindrom nefrotik
sensitif steroid (SNSS) dan sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS). Insiden kambuh NS
adalah 60-90% dengan sering kambuh pada 50-60% pasien. Berbagai faktor mungkin
berkontribusi untuk kambuh kambuh penyakit. Di antara mereka infeksi mungkin menjadi
salah satu faktor paling umum yang menyebabkan kekambuhan NS pada anak-anak.13,14

Beberapa definisi/batasan yang dipakai pada SN:1


 Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut
dalam 1 minggu.
 Relaps: proteinuria >2+ (proteinuria > 40 mg/m2 LPB/jam 3 hari berturut-turut dalam 1
minggu.
 Relaps jarang: relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal
atau kurang dari 4 kali per tahun pengobatan.
 Relaps sering (frequent relaps): relaps terjadi > 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau > 4 kali dalam periode 1 tahun.
 Dependen steroid: relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari
setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.
 Resisten steroid: tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis penuh (full dose) 2
mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

Gambar II.a. Batasan/definisi Sindrom Nefrotik

International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menunjukkan bahwa, 93%


pasien SNKM merespon terhadap steroid, 25–50% pasien dengan MPD atau GSFS juga
merespon terhadap steroid. Sementara itu, pasien SN yang merespon dengan steroid

10
mempunyai kemungkinan relaps sebesar 80–90%. Risiko relaps sering atau dependen-steroid
meningkat sejalan dengan jarak pertama relaps, jumlah relaps dalam 6 bulan pertama setelah
pengobatan, usia yang lebih muda saat serangan pertama, waktu yang dibutuhkan untuk remisi,
infeksi pada relaps yang pertama, dan hematuria saat awal serangan.2,11,12
Relaps terjadi pada lebih dari dua sampai tiga anak SN dan hampir 50% lebih dari
empat kali. Sebuah penelitian di Baghdad mengevaluasi faktor risiko relaps yang terjadi pada
SN yang jarang dan sering kambuh, terdapat hubungan yang signifikan dalam keluarga dengan
riwayat penyakit ginjal dan respon kortikosteroid yang tertunda terhadap terjadinya sindrom
nefrotik yang sering kambuh. Dalam satu penelitian, hematuria, albumin serum, sosial ekonomi
rendah, protein total rendah, respon awal terhadap terapi steroid dan infeksi berulang adalah
prediktor kambuh anak-anak dengan SN. Penelitian lain menemukan bahwa waktu remisi
pertama, hiperkolesterolemia lebih dari 10 mmol/L pada presentasi pertama dan infeksi saluran
pernafasan pada kekambuhan pertama merupakan faktor risiko bebas untuk ketergantungan
steroid. Penelitian di Irak tentang sensitif steroid, anak SN didapatkan umur pasien antara 1
sampai 14 tahun, 45 pasien (56,3%) sering kambuh dan 35 pasien (43,7%) jarang kambuh. Ada
55 pasien (68,7%) dan 25 pasien (31,3%) adalah perempuan. Insiden relaps sering tinggi pada
semua kelompok umur, kecuali pada rentang usia 1-5 tahun, dan lebih tinggi pada anak-anak
yang tinggal di perkotaan. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok umur,
jenis kelamin, tempat tinggal dan fungsi ginjal. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan
dengan adanya hematuria, waktu yang dibutuhkan untuk respon terapi dan lamanya terapi
steroid yang dibutuhkan, semuanya tinggi pada kelompok yang sering kambuh. Sebuah
penelitian di Irak pada anak-anak SN dengan infeksi saluran pernapasan menemukan bahwa
penggunaan harian prednison dosis rendah setiap hari selama episode infeksi dapat mengurangi
kekambuhan. Penelitian lain menemukan bahwa rentang waktu pada permulaan gejala dan
remisi, infeksi, hematuria, hipertensi dan usia kurang dari 6 tahun saat gejala berkembang
merupakan faktor risiko terjadi kekambuhan.15,16
Kortikosteroid adalah pengobatan sindrom nefrotik idiopatik lini pertama, jenis
prednison atau prednisolon yang umum digunakan. Standar pengobatan awal menurut ISKDC
adalah pemberian prednison dengan dosis penuh 60 mg / m2 / hari atau sama dengan 2 mg /
kg / hari (maksimal 80 mg / hari), dalam dosis terbagi selama 4 minggu berturut-turut.
Kemudian dilanjutkan dengan 2/3 dosis (40 mg / m2 / hari, maksimal 60 mg / hari) dalam dosis
terbagi, diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu (intermiten). Pemberian prednison
bergantian terbukti lebih efektif dalam mempertahankan remisi daripada intermiten, dan
pemberian prednison dalam dosis tunggal tidak meningkatkan risiko kambuh dibandingkan
dengan prednison dalam dosis terbagi. Terapi awal dengan prednison lebih lama selama 3-7
bulan (prednison 60 mg / m2 / hari diberikan setiap hari selama 4-8 minggu, kemudian
dilanjutkan dengan dosis bergantian), dapat menurunkan risiko relaps (RRR) hingga 41% (95%
11
CI 2- 8) dalam 6 bulan, dan RRR 27% (interval kepercayaan 95% 11-40%) dan NNT = 5 (95%
CI 3-10) dalam 12-24 bulan setelah pengobatan awal, tanpa meningkatkan kejadian efek
samping. Ada hubungan linier terbalik antara risiko relaps dengan durasi dan steroid total yang
diberikan selama terapi inisiatif; risiko kambuh turun 11% per bulan untuk setiap 1 bulan terapi
berkepanjangan selama 2 bulan. Sebagai contoh; Bila rata-rata relaps terjadi pada 70%
penderita SSNS, maka bila anak mendapat terapi awal selama 6 bulan maka risiko relaps akan
menurun sebesar 70% x 11% x (6-2) = 31%.17
Pengobatan sindrom nefrotik relaps menurut ISKDC adalah dengan prednison 60 mg /
m2 / hari sampai terjadi remisi, dilanjutkan dengan prednison 40 mg / m2 / hari secara
bergantian selama total 28 hari (14 dosis). Anak dengan sindrom nefrotik dependen yang
sering merupakan kasus yang sulit, karena anak-anak dalam kelompok ini akan sering
mendapatkan prednison dosis tinggi dan oleh karena itu berisiko besar terkena efek samping
steroid. Beberapa terapi alternatif yang dapat diberikan kepada anak-anak pada kelompok ini
antara lain steroid dalam dosis yang diturunkan secara bertahap hingga dosis terkecil yang
tidak menyebabkan kekambuhan, levamisol (2,5 mg / kg / hari), atau pengobatan
imunosupresif lainnya seperti siklofosfamid (2- 3 mg / kg / hari), klorambusil (0,2 mg / kg /
hari), siklosporin (5-6 mg / kg), dan mikofenolat mofetil (0,5-1 g / m2).17,18
Selain terapi imunosupresif, penderita NS memerlukan terapi suportif seperti dietetik,
terapi edema, dan terapi melawan komplikasi seperti infeksi, hipertensi, gagal ginjal,
trombosis, dan sebagainya. Pola makan yang dianjurkan adalah pola makan seimbang dengan
protein dan kalori yang cukup. Kebutuhan protein anak normal berkisar 1,5-2 g / kg, pada anak
dengan proteinuria persisten dapat diberikan 130-140% dari kebutuhan normal, yaitu sampai 2-
2,5 g / kg per hari.1,2,19 Dibutuhkan pembatasan garam untuk mencegah dan mengobati edema.
Pembatasan cairan dianjurkan pada kasus dengan hiponatremia sedang atau berat (natrium
plasma <125 mmol/L). Diet rendah garam adalah pengobatan utama dan diterapkan untuk
semua pasien karena dianggap sebagai bagian penting dari manajemen tekanan darah tinggi.
Ini terutama diindikasikan ketika hipertensi dikaitkan dengan retensi cairan. Diharapkan
penurunan tekanan darah dalam kisaran dari 1 hingga 3 mmHg. Selebihnya, segala upaya
dilakukan untuk memenuhi rekomendasi meskipun terkadang sulit karena keterbatasan sumber
daya dan ketersediaan obat. Diuretik adalah obat yang paling banyak digunakan karena
kelebihan cairan pada kebanyakan pasien. Golongan obat antihipertensi lainnya termasuk
ACEI dan penghambat saluran kalsium; obat ini sudah tersedia dan cukup terjangkau.19
Pada NS dapat diberikan penghambat angiotensin convertase inhibitor (ACE inhibitor
= ACEI) dan penghambat reseptor angiotensin (angiotensin receptor blocker) yang berperan
sebagai renoprotektor dan antiproteinuria. Bagaimana obat ini bekerja dalam mengurangi
proteinuria melalui penurunan tekanan hidrostatik kapiler glomerulus dan mengubah
permeabilitas glomerulus. Efek antiprotenuria obat ini sesuai dengan dosis dan lama
12
pemberian. Misalnya, enalapril dosis 0,6 mg / kg / hari lebih efektif dalam menurunkan
proteinuria dibandingkan dengan dosis 0,2 mg / kg / hari. ACEI dapat menurunkan proteinuria
hingga 40-50%. Untuk mengatasi edema yang tampak jelas sindrom nefrotik dapat diberikan
furosemid diuretik 1-3 mg / kg BB per hari, atau dikombinasikan dengan spironolakton 1-2 mg
/ kg BB per hari. Infus album diberikan bila terjadi edema persisten dengan pemberian diuretik,
atau dalam keadaan mengancam jiwa, seperti efusi pleura, edema paru, asites berat, gagal
ginjal, syok hipovolemik, infeksi berat. Infus album dengan dosis 1 g / kg diberikan selama 8-
12 jam, diikuti dengan pemberian furosemid intravena. Jika larutan albumin tidak tersedia
dapat diganti dengan 15-20 ml / kg plasma.2
Pada sebagian besar kasus NS, laju filtrasi glomerulus (GFR) sedikit terganggu
sebelum remisi akibat pengobatan. Namun, selama 50 tahun terakhir sejumlah laporan tentang
gagal ginjal akut, oliguri, dan tidak dalam semua kasus dalam perjalanan INS dengan
perubahan glomerulus minimal telah merangsang minat pada komplikasi penyakit yang
dianggap jinak ini berkaitan dengan fungsi ginjal. Cedera ginjal akut (AKI) lebih sering terjadi
pada pasien berusia> 50 sampai 60 tahun, tetapi juga menyerang pasien yang lebih muda dan
anak-anak. AKI dengan komplikasi NS memerlukan morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
AKI jauh lebih jarang pada anak-anak dengan MCD dibandingkan dengan orang dewasa.
Dalam serangkaian 1006 anak yang menderita sindrom nefrotik idiopatik, AKI diamati pada
0,8% dari mereka. Namun, kejadian AKI lebih tinggi pada anak-anak yang dirawat inap
dengan komplikasi NS. Di antara anak-anak dengan INS yang responsif terhadap steroid dan
yang resisten terhadap steroid yang dirawat di 17 pusat nefrologi anak di Amerika Utara, AKI
terjadi pada 58,6% dari 336 anak dan di 50,9% dari 615 rawat inap. Infeksi, paparan obat
nefrotoksik, dan resistensi steroid merupakan faktor risiko utama AKI.19,20
Sebuah penelitian di India, 2018, menemukan bahwa kejadian AKI pada anak dengan
NS ditemukan sebesar 23,66%, 11,24%, 7,95% dan 4,48% pada anak memasuki tahapan
Risiko, Cedera, Kegagalan, Kehilangan, Penyakit Ginjal Stadium Akhir. (pRIFLE) Tahapan R,
I dan F, masing-masing. Infeksi {odds ratio [OR] 2,53 [95% confidence interval (CI) 1,52–
4,22]} dan paparan obat nefrotoksik [OR 7,8 (95% CI 4,06-15,01)] adalah faktor umum yang
terkait dengan AKI. Anak-anak dengan NS yang bergantung pada steroid (SDNS) dan NS yang
resistan terhadap steroid (SRNS) lebih mungkin menjadi AKI dibandingkan dengan anak-anak
dengan NS yang sensitif terhadap steroid (SSNS). Waktu rata-rata pemulihan untuk kelompok
pRIFLE Tahap R, I dan F masing-masing adalah 1562, 2263 dan 2865 hari. Anak-anak dengan
NS yang hipertensi, memiliki ekskresi protein urin yang lebih tinggi dan albumin serum yang
rendah lebih rentan untuk mengembangkan AKI. Kesimpulan dari beberapa penelitian
menunjukkan bahwa AKI tidak jarang terjadi pada anak-anak dengan NS. Infeksi dan paparan
obat nefrotoksik adalah faktor umum yang terkait dengan AKI. AKI lebih sering terjadi di
SDNS dan SRNS dibandingkan dengan SSNS. Waktu rata-rata untuk pemulihan diperpanjang
13
dengan AKI. yang lebih parah Studi yang dilakukan di Pakistan menunjukkan bahwa kehadiran
AKI pada pasien NS sebagai prediktor CKD. CKD berkembang pada 49 (41,2%) kasus yang
tidak pulih dan 5 (4,2%) anak meninggal karena penyakit akut. SRNS, penggunaan siklosporin,
FSGS pada histologi, dan toksisitas obat merupakan faktor signifikan yang terkait dengan
perkembangan CKD.17,19,20

Kesimpulan
Telah dilaporkan seorang perempuan usia 10 tahun dengan sindrom nefrotik dependen steroid.
Selama respon pemantauan pasien terhadap rejimen pengobatan 4 tahun tanpa kambuh. Pasien
datang dengan nyeri di seluruh daerah perut tidak terlalu berat. Kondisi ini dapat terjadi sebagai
komplikasi terhadap penyakitnya yaitu gangguan gastrointestinal hingga peritonitis maupun efek
samping dari penggunaan steroid jangka panjang. Pasien juga mengalami epilepsy selama 2 tahun.

DAFTAR PUSTAKA
1. Noer MS. Predictors of relapse in steroid-sensitive nephrotic syndrome. Southeast Asian J Trop
Med Public Health 2005;36:1313-20.
2. Wila W, Alatas HT, Trihono PP, dkk. Sindrom Nefrotik. Buku ajar nefrologi anak 2nd ed. Jakarta:
Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002. h:381-426
3. GAP Nilawati. Profil sindrom nefrotik pada ruang perawatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. Sari
Pediatri 2012;14(4):269-72.
4. Trihono, Alatas. Konsensus Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tata laksana sindrom nefrotik idiopatik
pada anak.Edisi ke-2. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.2012. Hal. 1-36
5. Appel GB. Improved outcome in nephrotic syndrome. Cleveland Clin J of Med.
2006;73:161-67
6. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2009. Hal.274-276
7. Colucci M, Carsetti R, Rosado MM, dkk. Atypical IgM on T cells predict relapse and steroid
dependence in idiopathic nephrotic syndrome. 2019.1-12
8. Sinha MD, MacLeod R, Rigby E,et al. Treatment of severe steroid-dependent nephrotic syndrome
(SDNS) in children with tacrolimus. Nephrol Dial Transplant. 2006. 21: 1848–1854
9. Maher AAH, Nagy MAEH, Erfan AA, et al. Predictive risk factors of steroid dependent nephrotic
syndrome in children. Journal of Nephropathology. Pediatric Department. Mesir. 2017. 6(3):180-
186
10. Dakshayani B, Lakshmanna M, Premalatha R. Predictors of frequent relapsing and steroid-
dependent nephrotic syndrome in children. Turkish Pediatric Association. Turkish.2018: 53: 24-30.
11. Sylvia AP, M, Lorraine W. Patofisiologi konsep klinis proses penyakit. Edisi 6. EGC: Jakarta.
2006.h.931
12. Niaudet P. Steroid sensitive idiopathic nephrotic syndrome in children. Dalam: Avner ED, Harmon
WE, Niaudet P, penyunting, Pediatric Nephrology, edisi ke-5, Lippincott Williams & Wilkins,
Philadelphia, 2004;h 543-56
13. Bergstein JM. Nephrotic syndrome. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM Jenson HB, penyunting.
Nelson Texbook of Pediatricas. Edisi ke 18. Philadelpia: Saunders. 2007.h.2167-81
14. Jellouli M, Brika M, Abidi K, Ferjani M, Naija O, Hammi Y, Gargah T. Nephrotic syndrome in
children: risk factors for steroid dependence. Tunis Med. 2016; 94(7): 401-5
15. Yaseen A, Tresa V, Lanewala AA, Hashmi S, Ali I, et al. Acute kidney injury in idiopathic
nephrotic syndrome of childhood is a major risk factor for the development of chronic kidney
disease. RENAL FAILURE. 2017;1(39):323-7
14
16. Rheault MN, Zhang L, Selewski DT et al. AKI in children hospitalized with nephrotic syndrome.
Clin J Am Soc Nephrol 2015; 10: 2110–8
17. Sharma M, Mahanta A, Barman AK, Mahanta PJ. Acute kidney injury in chlidren with nephrotic
syndrome: a single center study. Clinical Kidney Journal, 2018;1–4
18. Moorani KN. Infection are common cause of relaps in children with nephrotic syndrome. Pak Paed
J. 2011; 35(4):213-19
19. Vivarelli M, Massella L, Ruggiero B, Emma F. Minimal Change Disease. Clin J Am Soc Nephrol.
2017;12:332
20. Meyrier A, Niaudet P. Acute kidney injury complicating nephrotic syndrome of minimal change
disease. Kidney International. 2018;1-9

Telaah kritis
Kedokteran Berbasis Bukti (Evidence-Based Practice)

A. Pertanyaan klinis
Bagaimana resiko prediktif pada anak sindrom nefrotik dependen
steroid?

B. Komponen pertanyaan foreground (PICO)


Problem : Anak Sindrom Nefrotik Dependen Steroid
Intervention :-
Comparisons : -
Outcome : Gangguan Gastrointestinal
C. Metode penelusuran
Pubmed: kata kunci “sindrom nefrotik dependen steroid”
Judul ” Predictive risk factors of steroid dependent nephrotic syndrome in
children” diambil dari J Nephropathol. 2017;6(3):180-186

KAJIAN KRITIS KEDOKTERAN BERBASIS BUKTI


ASPEK PROGNOSIS
Apakah bukti tentang prognosis ini valid?
1. Apakah awal penelitian didefinisikan dengan jelas dan taat asas?
√ Ya Tidak Tidak jelas
Hal ini dapat dilihat pada metode penelitian, dilakukan tinjauan sistematik
literatur medis dengan jumlah 208 artikel dan kriteria inklusi dan eksklusi
yang jelas, yang dilakukan dari Januari 2000 sampai Juli 2018.

2. Apakah pemantauan dilakukan secara


memadai?
√ Ya Tidak Tidak jelas

15
Semua sampel yang didapatkan dilakukan pemantauan minimal lebih dari 1
tahun pada 52 anak dibagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok A pada SN
dependen steroid atau relaps sering dan kelompok B pada SN remisi lengkap
atau SN berulang.

3. Apakah luaran dinilai dengan kriteria obyektif, bila mungkin tersamar?


√ Ya Tidak Tidak jelas
Luaran yang dinilai secara objektif dan retrospektif berupa bukti gejala
klinis dan hasil laboratorium.

4. Apakah diidentifikasi kelompok dengan prognosis yang berbeda?


√Ya Tidak Tidak jelas
Pada penelitian ini dilakukan identifikasi kelompok dengan prognosis yang
berbeda dimana dilakukan Analisa berdasarkan hasil temuan klinis, dan
laboratorium pada pasien dengan sindrom nefrotik.

5. Apakah hasil sudah divalidasi pada kelompok subyek yang lain?


√Ya Tidak Tidak jelas
Penjelasan: Hasil sudah divalidasi dengan melakukan analisis dengan
memperhitungkan faktor prognostik lain

Apakah bukti tentang prognosis yang valid ini penting?


1. Berapa besar kemungkinan terjadinya luaran dari waktu ke waktu?

2. Berapa tepatkah estimasi terjadinya luaran yang diteliti?


Apakah kita dapat menerapkan bukti tentang prognosis yang valid dan penting ini
kepada pasien kita?
1. Apakah pasien kita mirip dengan subyek penelitian?
√ Ya Tidak Tidak jelas
Pada kasus ini adalah anak perempuan usia 10 tahun yang datang dengan
keluhan nyeri perut tidak berat disertai sindrom nefrotik dan epilepsi.

2. Apakah simpulan kita terhadap hasil studi bermanfaat apabila


disampaikan kepada pasien dalam tatalaksana secara keseluruhan?
√ Ya Tidak Tidak jelas
Hasil dari penelitian ini dapat membantu untuk mengetahui komplikasi yang
dapat terjadi akibat sindrom nefrotik dependen steroid.

Kesimpulan:
Hasil penelitian ini valid, penting dan dapat diterapkan, dimana pada anak
dengan sindrom nefrotik dependen sering dapat beresiko untuk terjadi nya
komplikasi berupa gangguan gastrointestinal hingga peritonitis.

Anda mungkin juga menyukai