Anda di halaman 1dari 10

Refarat Divisi

Nefrologi Kepada yth:

Pemeriksaan biokimia lupus nefritis

Penyaji : Mhd Azhari Daulay


Pembimbing : Prof. dr. Hj. Rafita Ramayani, SpA(K)
DR. dr. Hj. Oke Rina Ramayanti, SpA(K)
dr. Rosmayanti Siregar, M.ked(Ped),SpA(K)
dr. Beatrix Siregar, M.ked(Ped), SpA

Pendahuluan
Nefritis lupus (NL) adalah komplikasi ginjal pada lupus eritematosus sistemik (LES).
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) atau lebih dikenal dengan nama Systemic Lupus
Eritematosus (SLE) merupakan penyakit kronik inflamatif autoimun yang belum
diketahui etiologinya dengan manifestasi klinis beragam serta berbagai perjalanan klinis
dan prognosisnya. Penyakit ini ditandai oleh adanya periode remisi dan episode
serangan akut dengan gambaran klinis beragam berkaitan dengan berbagai organ yang
terlibat. Keterlibatan ginjal cukup sering ditemukan, yang dibuktikan secara
histopatologis pada kebanyakan pasien dengan LES dengan biopsy dan otopsi ginjal.
Gejala nefritis lupus secara umum adalah proteinuri, hipertensi, dan gangguan ginjal.1
Mengevaluasi fungsi ginjal pada pasien-pasien dengan LES untuk mendeteksi
dini keterlibatan ginjal sangat penting, karena dengan deteksi dan pengobatan dini, akan
meningkatkan secara signifikan fungsi ginjal. Perjalanan klinis NL sangat bervariasi dan
hasil pengobatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kecepatan menegakkan
diagnosis, kelainan histopatologi yang didapat dari hasil biopsi ginjal, saat mulai
pengobatan, dan jenis regimen yang dipakai.1,2
Mendiagnosis SLE pada anak juga tidaklah mudah. Pada banyak kasus, dapat
muncul gejala seperti demam, nyeri sendi, arthritis, ruam kulit, nyeri otot, lelah, dan
kehilangan berat badan yang nyata. Semua gejala ini tentunya tidak spesifik.
Dibutuhkan beberapa pemeriksaan laboratorium untuk mendukung maupun
menyingkirkan diagnosisnya. Diagnosis dini sangat penting dalam menentukan terapi
yang tepat untuk meminimalkan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. SLE pada
anak biasanya lebih parah daripada pada orang dewasa, dari segi onset dan perjalanan
penyakit.1,2

1
Tujuan dari penulisan refarat ini adalah untuk menjelaskan secara ringkas
mengenai pemeriksaan biokimia lupus nefritis

Nefritis Lupus

Lebih dari 80% anak dengan lupus memiliki bukti adanya keterlibatan ginjal
pada suatu masa dalam penyakitnya. Bahkan bila pada semua pasien lupus dilakukan
pemeriksaan biopsi ginjal dan diperiksa dengan mikroskop imunofloresensi akan
ditemukan kelainan pada hampir semua kasus meskipun pada pemeriksaan urinalisisnya
belum ada kelainan (silent NL).1,2,3

Gambaran klinis pasien nefritis lupus sangat bervariasi, karena kelainan patologi
anatomik ginjal pada NL dapat mengenai berbagai struktur parenkim ginjal, yaitu
glomerulus, tubulus dan pembuluh darah. Mulai dari tanpa kelainan pada urinalisis, atau
hanya edema, proteinuria/hematuria ringan sampai gambaran klinis yang berat yaitu
sindrom nefrotik, glomerulonefritis yang disertai penurunan fungsi ginjal yang
progresif, atau hipertensi yang dapat disertai ensefalopati hipertensif. 1,2,3

Manifestasi Klinis LES


Gejala klinis yang dapat ditemukan merupakan kombinasi manifestasi kelainan
ginjalnya sendiri dan kelainan di luar ginjal seperti gangguan Sistem Saraf Pusat,
system hematologi, persendian dan lainnya.4
Manifestasi ginjal berupa proteinuri didapatkan pada semua pasien , sindrom
nefrotik pada 45-65% pasien, hematuria mikroskopik pada 80% pasien, gangguan
tubular pada 60-80% pasien, hipertensi pada 15-50% pasien, penurunan fungsi ginjal
pada 40-80% pasien, dan penurunan fungsi ginjal yang cepat pada 30% pasien.
Gambaran klinis yang ringan dapat berubah menjadi bentuk yang berat dalam
perjalanan penyakitnya. Beberapa prediktor yang dihubungkan dengan perburukan
fungsi ginjal pada saat pasien diketahui menderita NL antara lain ras kulit hitam,
hematokrit 2.4 mg/dl, dan kadar C3 < 76 mg/dl.3,4

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis NL maka haruslah ditemukan dulu adanya SLE


pada pasien. Diagnosis SLE dilakukan berdasarkan kriteria ACR yang telah direvisi
pada tahun 1997.3,5

Tabel 1: Kriteria ACR (American College of Rheumatology) Revisi 1997, untuk


Klasifikasi Lupus Eritematosus Sistemik.3,5

2
Ruam malar (butterfly rash)
Ruam diskoid-lupus
Fotosensitif
Ulkus pada oral atau nasal
Arthritis non-erosif
Nefritis
Proteinuria >0,5 g/hari
Silinder selular
Ensefalopati
Kejang
Psikosis
Pleuritis atau perikarditis
Kelainan hematologi
Anemia hemolitik
Leukopenia
Limfopenia
Trombositopenia
Pemeriksaan imunoserologis positif
Antibodi terhadap dsDNA
Antibodi terhadap Smith nuclear antigen
Antibodi antifosfolipid (+), berdasarkan:
Antibodi IgG atau IgM antikardiolipin
Lupus antikoagulan
Positif palsu pada tes serologis untuk sifilis dalam waktu 6 bulan
Tes antinuklear antibodi (ANA) positif

Jika didapatkan 4 dari 11 kriteria diatas kapanpun dalam masa observasi


penyakit, diagnosis SLE dapat dibuat dengan sensitivitas 96% dan spesifisitas 96%.

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan > 4 dari 11 kriteria. Pada pemeriksaan


laboratorium pada sebagian besar pasien NL ditemukan sel LE atau LE reaksi (+),
peninggian LED, penurunan kadar komplemen C3, C4, dan komplemen total (CH50),
peninggian kadar antibodi antinuklear dan adanya antibodi terhadap DNA double-
stranded (ds-DNA). Pada pemeriksaan urinalisis dapat ditemukan hematuria,
proteinuria, dan macam-macam silinder, antara lain: torak, sel darah merah, dan sel
darah putih. Derajat proteinuria sering berkorelasi dengan beratnya penyakit dan dapat
mencapai kadar proteinuria pada sindrom nefrotik yaitu >40 mg/jam/m 2. Pemeriksaan
darah tepi juga bervariasi, yaitu dapat berupa leukositosis atau leukopenia, dengan atau
tanpa trombositopenia. Apabila ditemukan anemia, perlu diperiksa uji coombs untuk
3
melihat adanya anemia hemolitik autoimun. NL dengan anemia dilaporkan mempunyai
prognosis yang kurang baik dan umumnya progresif.3,5

Pemeriksaan lain yang kadang-kadang positif yaitu uji reumatoid dan serologi
terhadap sifilis yang merupakan reaksi positif palsu. Pemeriksaan laboratorium yang
perlu dilakukan pada pasien nefritis lupus ataupun lupus eritematosus sistemik pada
umumnya dapat dilihat pada tabel 2.3,5

Tabel 2. Pemeriksaan Laboratorium pada NL / SLE3,4,5

1. Urinalisis
2. Darah tepi, termasuk LED
3. Proteinuria kuantitatif 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu
4. Pemeriksaan fungsi ginjal
- darah ureum dan kreatinin
- klirens ureum dan kreatinin
5. Kimia darah
- albumin, globulin, kolesterol
6. Pemeriksaan khusus
- sel LE
- komplemen darah (C3, C4, CH50)
- C-reaktif protein (CRP)
- Antibodi anti ds-DNA
- Uji coombs
- Uji serologi sifilis
- Serum imunoglobulin, terutama IgG
- krioglobulin
7. Biopsi ginjal
Bila memungkinkan dapat diperiksa anti Ro, anti Sm, dan anti kardiolipin (anti
fosfolipid).

Gambaran Patologi Anatomi (PA)

Gambaran PA pada NL sampai saat ini berdasarkan pada klasifikasi WHO.

Tabel 3. Klasifikasi Histopatologi NL Menurut WHO3,5

Tipe I Normal
a. Normal pada semua pemeriksaan
4
b. Normal dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, tetapi ditemukan
deposit pada pemeriksaan mikroskop imun

Tipe II Glomerulonefritis mesangial


a. Pelebaran daerah mesangium dengan/tanpa hiperselular ringan
b. Hiperselular sedang

Tipe III Glomerulonefritis proliferatif fokal segmental


a. Dengan lesi nekrosis aktif
b. Dengan lesi sklerosis aktif
c. Dengan lesi sklerosis

Tipe IV Glomerulonefritis proliferatif difus


a. Tanpa lesi segmental
b. Dengan lesi nekrosis aktif
c. Dengan lesi sklerosis aktif
d. Dengan lesi sklerosis

Tipe V Glomerulonefritis membranosa


a. Murni
b. Disertai gambaran tipe II (a atau b)

Tipe VI Glomerulonefritis sklerosis kronik

Biopsi ginjal terindikasi pada semua pasien nefritis lupus, dengan kata lain pada
pasien SLE dengan kelainan urinalisis atau gejala NL yang lain yaiu hipertensi,
peningkatan kadar ureum/kreatinin darah. Klasifikasi histopatologi ginjal diperlukan
untuk: 1. Memastikan diagnosis NL, 2. Menetapkan klasifikasi pasien NL, 3.
Menetapkan jenis pengobatan, 4. Menetapkan prognosis, 5. Menilai keberhasilan
pengobatan (dengan biopsi ulang).3,5

Tipe I Glomerulus normal

Pengertian normal disini termasuk adanya penambahan sedikit matriks dan sel
mesangial pada pemeriksaan mikroskop cahaya. Pada tipe I bila dilakukan pemeriksaan
imunofluoresensi akan ditemukan deposit granular IgG, C3, C4, Clq, kadar IgA dan
IgM di mesangium. Juga pada mikroskop elektron dapat ditemukan deposit elektron
dense di mesangium. Gambaran ini ditemukan pada 6% NL.3,5,6

Tipe II Glomerulonefritis mesangeal

5
Pada pemeriksaan mikroskop cahaya ditemukan penambahan matriks dan sel
mesangial yang jelas. Pada pemeriksaan dengan mikroskop imuofluoresensi dan
elektron kelainan yang ditemukan sama dengan tipe I. Tipe I ditemukan pada 20% NL.
3,5,6

Tipe III Glomerulonefritis proliferatif fokal segmental

Pada pemeriksaan mikroskop cahaya ditemukan proliferasi sel mesangial dan


endotel yang bersifat fokal dan segmental. Selain itu pada beberapa tempat (fokal) dapat
terlihat nekrosis fibrinoid, infiltrasi sel neutrofil, dan penebalan membran basal. Pada
pemeriksaan dengan mikroskop imunofluoresensi ditemukan deposit granular IgG, C3,
C4, Clq, kadang-kadang IgM dan IgA di daerah mesangial dan beberapa dinding
kapiler. Pada pemeriksaan mikroskop elektron, terlihat deposit electron dense pada
daerah mesangial dan di beberapa tempat subendotel dan subepitel. Tipe III ditemukan
pada 23% NL. 3,5,6

Tipe IV Glomerulonefritis proliferatif difus

Pada pemeriksaan mikroskop cahaya ditemukan proliferasi sel difus mesangial


dan endotel pada semua glomerulus. Pada beberapa kasus dijumpai proliferasi sel epitel
glomerulus dan pembentukan kresen fibroepitelial yang dapat mencapai lebih dari 50%.
Juga dapat terlihat nekrosis fibrinoid disertai infiltrasi sel neutrofil di glomerulus.
Membran basal glomerulus menebal dan menunjukkan gambaran lesi wire loop
eosinofilik. Hal ini disebabkan adanya deposit subendotel yang besar dan difus.
Kadang-kadang dapat terlihat arteritis pada arteri dan trombosis pada kapiler
glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop imunofloresensi akan terlihat gambaran
deposit granular di mesangium dan sepanjang dinding kapiler terdiri atas IgG, C3, C4,
Clq, kadang-kadang IgA dan IgM. 3,5,6

Kresen epitel memberi warna positif dengan fibrin. Pada pemeriksaan dengan
mikroskop elektron, dijumpai deposit electron dense di mesangium dan daerah
subendotel, kadang juga subepitel. Tipe IV dijumpai pada 40% pasien NL. 3,5,6

Tipe V Glomerulonefritis membranosa

Pada pemeriksaan mikroskop cahaya dijumpai gambaran seperti pada nefropati


membranosa idiopatik yaitu tidak adanya proliferasi sel dan ditemukan penebalan
membran basal. Pada pewarnaan perak dapat dijumpai gambaran sisir (spike). Pada
pemeriksaan imunofluoresensi ditemukan deposit granular IgG, C3, C4, Clq,
disepanjang dinding kapiler glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron,
ditemukan deposit elektron dense di daerah subepitel kapiler glomerulus dan kadang-

6
kadang di daerah mesangial dan subendotel. Tipe V ditemukan pada kurang dari
10%.3,5,6

Tipe VI Glomerulosklerosis

Glomerulosklerosis adalah gambaran akhir dari kerusakan ginjal pada NL yang


bersifat ireversibel. Secara morfologik, akan terlihat gambaran penambahan matriks
mesangial, sklerosis glomerulus, atrofi tubulus, sklerosis vaskular, dan fibrosis
interstisial. Tipe VI ditemukan pada 0,7%.3,5,6

Berbeda dengan gambaran patologi anatomi pada penyakit glomerulus lainnya


antara lain sindrom nefrotik idiopatik pada NL dapat terjadi perubahan morfologi
glomerulus dari tipe yang ringan menjadi yang berat atau sebaliknya. Perubahan dari
bentuk ringan tipe II dapat menjadi tipe IV bila tidak diobati, sedangkan dengan terapi
tipe IV proliferatif difus dapat berubah menjadi tipe II mesangial atau tipe V
membranosa yang lebih ringan. 3,5,7

Biopsi kulit akhir-akhir ini mendapat perhatian baik pada NL maupun SLE
karena dapat dipakai dalam diagnosis banding dengan penyakut reumatoid lain dan
membedakan NL dengan granulopati idiopatik. Pada lupus ditemukan deposit granuler
pada pertemuan daerah dermis dan epidermis. Deposit tersebut dengan teknik
imunofluoresensi terdiri atas IgG, C3, properdin dan antibodi DNA. Ada laporan
terdapat korelasi antara beratnya gambaran histolologi ginjal dan gambaran deposit di
kulit, tetapi ini belu dapat dikonfirmasi peneliti lain.8

Korelasi antara gambaran patologi anatomi dan klinis

Pada umumnya, terdapat kerelasi yang kuat antara gambaran PA dan klinis.
Pasien dengan gambaran PA glomerulus normal (tipe I) dan mesangeal (tipe II)
menunjukkan presentasi klinis yang ringan yaitu urinalisis normal atau minimal dan
fungsi ginjal yang normal. Gambaran PA proliferatif difus (tipe IV) biasanya
menunjukkan gambaran PA glomerulonefritis akut atau sindrom nefrotik dengan
hipertensi dan gagal ginjal. Bila tipe IV ini disertai kresen yang > 50% akan disertai
gagal ginjal progresif (glomerulonefritis progresif cepat). Pasien dengan gambaran PA
tipe V GN membranosa menunjukkan gambaran klinis sindrom nefrotik yang bersifat
menahun, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal yang perlahan-lahan (progresif
lambat). Tipe V glomerulosklerosis merupakan stadium lanjut NL yang diakhiri dengan
gagal ginjal terminal.7,9

Penatalaksanaan Nefritis Lupus

7
Kebanyakan klinisi sepakat akan tujuan terapeutik seperti berikut untuk pasien
yang baru terdiagnosis nefritis lupus : (1) untuk mencapai remisi renal segera, (2) untuk
mencegah renal flare, (3) untuk menghindari gangguan ginjal kronik, (4) untuk
mencapai tujuan-tujuan di atas dengan toksisitas minimal. Walaupun dalam dekade
terakhir angka survival meningkat, harus ditekankan bahwa regimen imunosupresif
hasilnya masih suboptimal. 10,11
Pertama, angka remisi renal setelah terapi lini pertama paling baik hanya 81%
dalam studi-studi prospektif terbaru. Kedua, relaps renal terjadi pada sepertiga dari
pasien LN, kebanyakan saat pasien masih dalam kondisi imunosupresi. Ketiga, antara
10-20% pasien mengalami gagal ginjal terminal 5-10 tahun setelah onset penyakit,
walaupun angka ini menurun pada studi-studi berikutnya (5-10%). Akhirnya, toksisitas
terkait pengobatan masih merupakan kekuatiran utama, seperti efek samping metabolik
dan tulang pada kortikosteroid dosis tinggi, infeksi tulang atau gagal ovarium prematur
pada wanita yang menerima siklofosfamid dosis tinggi.10,11
Terapi kortikosteroid harus diberikan bila pasian mengalami penyakit ginjal
yang signifikan secara klinis. Gunakan agen imunosupresif terutama siklofosfamid,
azathioprine, atau mycophenolate mofetil bila pasien mengalami lesi proliferatif agresif.
Agen-agen ini juga bisa digunakan bila pasien tidak respon atau terlalu sensitif terhadap
kortikosteroid.10,11
Obati hipertensi secara agresif, pertimbangkan pemberian ACE inhibitor atau
ARB bila pasien mengalami proteinuria signifikan tanpa insufisiensi renal signifikan.
Restriksi asupan lemak atau gunakan terapi lipid-lowering seperti statin untuk
hiperlipidemia sekunder terhadap sindrom nefrotik. Restriksi asupan protein bila fungsi
ginjal sangat terganggu. Berikan suplementasi kalsium untuk mencegah osteoporosis
bila pasien dalam terapi steroid jangka panjang dan pertimbangkan penambahan
bifosfonat.10,11
Hindari obat-obatan yang mempengaruhi fungsi ginjal, termasuk OAINS
terutama pada pasien dengan level kreatinin yang meningkat. Salisilat non asetilasi
dapat digunakan untuk mengobati gejala inflamasi pada pasien dengan penyakitginjal.
Pasien dengan nefritis lupus aktif harus menghindari kehamilan, karena dapat
memperburuk penyakit ginjalnya. Pasien dengan ESRD, sklerosis dan indeks kronisitas
tinggi berdasarkan biopsi ginjal biasanya tidak berespon terhadap terapi agresif. Pada
kasus-kasus ini fokuskan terapi pada manifestasi ekstrarenal dari LES dan kemungkinan
transplantasi ginjal.10,11

Prognosis

8
Prognosis NL sulit diramalkan karena pedoman terapi yang baku belum ada,
selain itu perjalanan penyakit NL sulit di prediksi. Hampir semua peneliti sependapat
biopsi ginjal mempunyai peranan penting untuk menentukan prognosis dan respon
terapi.10,11
Pada nefritis lupus kelas I dan II hampir tidak terjadi penurunan fungsi ginjal
yang bermakna sehingga secara nefrologis kelompok ini memiliki prognosis yang baik.
Nefritis lupus kelas III dan IV hampir seluruhnya akan menimbulkan penurunan fungsi
ginjal. Pada nefritis lupus kelas III yang keterlibatan glomerolus 50%, dimana prognosis
kelompok ini menyerupai prognosis nefritis lupus kelas IV yaitu buruk. Nefritis lupus
kelas V memiliki prognosis yang cukup baik sama dengan nefropati membranosa
primer, sebagian kecil akan menimbulkan sindrom nefrotik yang berat. Prognosis
bergantung kepada bentuk dari nefritis lupus. 25% sampai 30% penderita lupus
eritematosus sistemik dengan glomerulonefritis proliferatif difus (DPGN) akan
berevolusi menjadi stadium akhir penyakit ginjal (ESRD). Pasien dapat sembuh
sementara dan kemudian timbul kembali gejala akut dari lupus. Beberapa kasus
berkembang menjadi gagal ginjal kronik.10,11

DAFTAR PUSTAKA

1. Alatas, Husein, dkk. 2004. Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi 2. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Malleson, Pete dan Jenny Tekano. 2007. Diagnosis and Management of
Systemic Lupus Erythematosus in Children. From: Journal of Pediatric and Child Health
18:2. Published by Elsevier Ltd.
3. Gitelman, Marisa Klein, etc. 2002. Systemic Lupus Erythematosus in Childhood.
From Journal: Rheumatic Disease Clinics of North America. Published by WBS.
4. Rudolph, Abraham M, etc. 1996. Rudolph Pediatrics. USA: Appleton & Lange.
5. Webb, Nicholas and Robert Postlethwaite. 2003. Clinical Paediatric
Nephrology 3rd Edition. USA: Oxford University.
6. Dooley MA. Clinical and laboratory features of lupus nephritis. Dalam: Wallace
DJ, Hahn BH, eds. Dubois' Lupus Erythematosus. 7th ed. Philadelphia, PA: Lippincott
Williams & Wilkins; 2007:1112-30.

7. Wachyudi RG, Dewi S. R Pramudyo: Diagnosis dan Terapi Penyakit


Reumatik. Edisi 1 tahun 2006. Sagung Seto. Jakarta Judarwanto, Widodo. 2009. Lupus
Eritematosus Sistemik pada Anak. Available on:
http://childrenclinic.wordpress.com/sle-anak. Accessed at: December, 14th 2019.
9
8. Nelson, Waldo E, etc. 2000. NELSON Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta:
EGC
9. Brunner HI, Gladman DD, Ibañez D, Urowitz MD, Silverman ED. Difference in disease
features between childhood-onset and adult- onset systemic lupus
erythematosus. Arthritis Rheum. Feb 2008: 58(2):556-62

10. Gloor JM. Lupus nephritis in children. Lupus. 1998;7(9):639-43. 

11. Bawazier, Lucky Aziza,dkk. Nefritis Lupus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I. Edisi keempat. 2006. Balai penerbit FKUI. Jakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai