Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Orchitis adalah reaksi inflamasi akut dari testis akibat dari infeksi sekunder.
Sebagian besar kasus dikaitkan dengan infeksi virus gondok (Mumps). Namun, virus
dan bakteri lain dapat menyebabkan orchitis (Terry, 2016). Orchitis dapat diikuti
dengan infeksi pada organ genitalia laki-laki lainnya (prostat, epididimis, atau kandung
kemih) atau traktus urogenital bawah atau penyakit menular seksual melalui
penyebaran hematogen (Ferri, 2016).
Sebagian besar kasus disebabkan oleh virus mumps; virus penyebab lainnya
adalah virus Coxsackie, infeksi mononukleosis, echovirus, virus lymphocytic
choriomeningitis (LCM), virus Marburg, virus arbo kelompok B, virus Dengue, dan
virus varicella-zoster. Penyebab orkitis bakteri termasuk Neisseria gonorrhoeae, C.
trachomatis, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa,
Haemophilus influenzae dan staphylococcus dan streptococcus. Pada pasien
imunokompromis, kasus orkitis dilaporkan disebabkan karena Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium avium intracellulare complex, Cryptococcus
neoformans, Toxoplasma gondii, Haemophilus parainfluenzae, dan Candida albicans
(Elder et al., 2004; Nieschlag et al., 2010).
Insidens terjadinya orkitis pada laki-laki yang belum pubertas 14%. Orkitis
sering terjadi pada laki-laki prepubertal (<10 tahun); 70% kasus terjadi secara
unilateral, dan 30% secara bilateral dan pada laki-laki yang sudah pubertas lebih tinggi
30%-38%. Insidens tertinggi terjadinya orkitis pada parotitis epidemika adalah pada
usia 15-29 tahun. Sekitar 20% dari anak laki-laki dengan infeksi Mumps berkembang
menjadi orchitis 4 sampai 7 hari setelah parotitis (Elder et al., 2004; Pudjiadi dan
Hadinegoro, 2009).

1
Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan. Kasus ini bervariasi
dan berkisar dari ketidaknyamanan ringan hingga rasa sakit yang parah. Gejala
sistemik yang terkait meliputi kelelahan, myalgia, demam dan menggigil, mual, sakit
kepala, serta nyeri pada abdomen bagian bawah yang muncul tiba tiba. Testis yang
terkena terasa nyeri, bengkak, dan kulit disekitarnya menjadi merah dan edematous.
Bila orkitis mengenai testis kanan, tanda-tanda yang muncul dapat menyerupai
apendisitis. Orkitis umumnya terjadi selama 4 hari. Testis dapat terinfeksi dengan atau
tanpa adanya epididimitis. Orkitis juga dapat terjadi tanpa tanda-tanda parotitis. Orkitis
bilateral terjadi pada 30% kasus. Walaupun jarang, orkitis dapat disertai hidrokel
(Terry, 2016; Pudjiadi dan Hadinegoro, 2009).

2
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Sdr. M N
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 22 tahun
Status Marital : Belum Menikah
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Sangeng, Bangil
No. RM : 00257771
Tanggal MRS : 08 Mei 2017
Tanggal Pemeriksaan : 10 Mei 2017

B. Auto/ Hetero Anamnesa


1. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan buah zakar yang membesar sejak 3 hari yang
lalu

2. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Bangil dengan keluhan buah zakar membesar
sejak 3 hari yang lalu disertai badan panas sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri (+)
pada buah zakar hilang timbul , bertambah hebat apabila dibuat berjalan dan
berkurang saat berbaring. BAK (+) normal BAB (+) normal. Sebelumnya
pasien sudah pernah ke dokter di Jember dan didiagnosa orchitis + demam
typhoid kemudian pasien pergi ke dokter di Bangil dan didiagnosa orchitis

3
dan hanya diberikan multivitamin namun tidak membaik lalu pasien ke RSUD
Bangil. Riwayat trauma (-) Riwayat kencing disertai nanah (-)

3. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat parotitis (-)

4. Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini

5. Riwayat pengobatan
Pasien hanya minum multivitamin yang diberikan oleh dokter

6. Riwayat psikososial
Riwayat berhubungan seksual (-)
Pasien tinggal di kontrakan bersama teman-temannya
Pasien mandi 1-2 kali sehari namun kadang-kadang tidak mengganti pakaian
dalam yang dipakainya

C. Pemeriksaan Fisik
a. Status generalisata
1) Kesadaran : Compos Mentis GCS 456

2) Tanda vital : a) Tekanan darah : 110/70 mmHg


b) Nadi : 98 x/menit
c) RR : 20 x/menit
d) Suhu : 38,7o C
e) SpO2 : 98%

3) Kepala/Leher : a/i/c/d : -/-/-/-

4
Pembesaran KGB (-)

4) Thorax : Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)


Pulmo : Rhonki (-), Wheezing (-)

5) Abdomen : Soefl (+)


Nyeri tekan (-)
Bising usus (+) normal

6) Ekstremitas : Oedem (-)


Akral hangat (+)

b. Status Lokalis
Regio Testis Sinistra:
Inspeksi : Oedem hiperemi (+), Sekret (-)
Palpasi : Nyeri (+), Phren Sign (+), Reflek Cremaster (+)

D. Foto Klinis

5
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (09 Mei 2017)
Hematologi Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah Lengkap
Leukosit (WBC) 10,8 3,70-10,1
Neutrofil 8,3
Limfosit 1,7
Monosit 0,7
Eosinofil 0,0
Basofil 0,1
Neutrofil % 76,7 % 39,3-73,7
Limfosit % 16,0 % 18,0-48,3
Monosit % 6,5 % 4,40-12,7
Eosinofil % 0,0 % 0,600-7,30
Basofil % 0,8 % 0,00-1,70
Eritrosit (RBC) 5,680 106 /L 4,6-6,2
Hemoglobin (HGB) 13,10 g/dL 13,5-18,0
Hematokrit (HCT) 39,90 % 40-54
MCV 70,30 m3 81,1-96,0
MCH 23,10 Pg 27,0-31,2
MCHC 32,80 g/dL 31,8-35,4
RDW 11,60 % 11,5-14,5
PLT 178 103 /L 155-366
MPV 7,59 fL 6,90-10,6
Kimia Klinik
Gula Darah
Glukosa Darah Sewaktu 187 mg/dL <200
Urinalisis

6
Urine Lengkap
Glukosa Negatif mg/dL Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Trace mg/dL Negatif
Berat Jenis 1,010 1000
Darah Negatif Negatif
pH 6,5 5
Protein Positif 1 mg/dL Negatif
Urobilinogen Negatif mg/dL 0,2
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Negatif U/L
Sedimen Urine
Eritrosit 3,2 0-3
Leukosit 2,1 Negatif
Epitel 2,7 Positif 1
Warna Kuning
Silinder 4,12 Negatif
Bakteri 0,5 Negatif

2. USG Testis (09 Mei 2017)

7
Hasil Pemeriksaan :

Testis Sinistra :
- Ukuran membesar
- Echoparenchym menurun
- Vaskularisasi meningkat
Testis Dextra :
- Normal

Kesan : Orchitis Sinistra

F. Diagnosis

Orchitis Sinistra

G. Penatalaksanaan

8
Pro MRS
Infus RL 14 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x1 amp
Inj. Metamizol Na 3x1 amp

H. Prognosis

Dubia ad bonam

I. Follow Up
Tanggal S O A P
11 Mei Nyeri (+) KU cukup Orchitis - IVFD Hydromal :
2017 Demam (-) TD 120/80 Sinistra Aminofluid 1:1
Nadi 88 x/menit - Inj. Ceftriaxon 2x1
RR 20 x/menit amp
Suhu 37,5 o C - Inj. Metamizol Na
3x1 amp
Status Lokalis - Inj. Gentamycin
Testis S : 2x500 mg
Oedem
hiperemi, Nyeri
(+)
12 Mei Nyeri KU cukup Orchitis - IVFD Hydromal :
2017 berkurang TD 110/70 Sinistra Aminofluid 1:1
Demam (-) Nadi 80 x/menit - Inj. Ceftriaxon 2x1
RR 18 x/menit amp
Suhu 37,3 o C

9
Bengkak - Inj. Metamizol Na
sudah Status Lokalis 3x1 amp
berkurang Testis S : - Inj. Gentamycin
Oedem 2x500 mg
hiperemi , Nyeri - Diet Bebas
(+) - Mobilisasi

13 Mei Nyeri (-) KU cukup Orchitis - Acc KRS


2017 Demam (-) TD 110/70 Sinistra - Kontrol Poli Bedah
Bengkak Nadi 80 x/menit Umum tgl 16 Mei
sudah RR 18 x/menit 2017
berkurang Suhu 37,3 o C - P.O Ciprofloxacin
2x1 tab
Status Lokalis - P.O As. Mefenamat
Testis S : 3x1 tab
Oedem
hiperemi , Nyeri
(+)

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Orchitis adalah reaksi inflamasi akut dari testis akibat dari infeksi sekunder.
Sebagian besar kasus dikaitkan dengan infeksi virus gondok (Mumps). Namun,
virus dan bakteri lain dapat menyebabkan orchitis (Terry, 2016).
Orchitis dapat diikuti dengan infeksi pada organ genitalia laki-laki lainnya
(prostat, epididimis, atau kandung kemih) atau traktus urogenital bawah atau
penyakit menular seksual melalui penyebaran hematogen (Ferri, 2016).
Orkitis merupakan suatu inflamasi akut pada testis dan jarang kecuali sebagai
komplikasi dari infeksi sistemik atau sebagai lanjutan dari epididimitis. Organ yang
terinfeksi bisa sampai testis melalui darah atau limfatik atau, secara umum, melalui
uretra, vas deferens, dan epididimis (Huether and McCance, 2012).

11
B. Etiologi

Menurut Ferri (2016), penyebab orkitis umumnya adalah sebagai berikut.


1. Virus: mumps 20% post pubertas; virus coxsackie
2. Bakteri: piogenik melalui penyebaran dari epididimis; bakteri yang termasuk
adalah Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, P. aeruginosa,
Staphylococcus, Streptococcus atau Rickettsia, Brucella spp.
3. Lainnya:
a. Virus HIV terkait, CMV
b. Jamur
1) Cryptococcosis
2) Histoplasmosis
3) Candida
4) Blastomycosis
5) Syphilis
c. Mycobacterium tuberculosis dan M. leprae
d. Penyebab parasitik: toksoplasmosis, filariasis, skistosomiasis
e. Trauma

Sumber : Ferri, 2016

12
Sebagian besar kasus disebabkan oleh virus mumps; virus penyebab lainnya
adalah virus Coxsackie, infeksi mononukleosis, echovirus, virus lymphocytic
choriomeningitis (LCM), virus Marburg, virus arbo kelompok B, virus Dengue,
dan virus varicella-zoster. Penyebab orkitis karena bakteri disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae, C. trachomatis, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa, Haemophilus influenzae dan staphylococcus dan
streptococcus. Pada pasien imunocompremised, kasus orchitis disebabkan karena
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium avium intracellulare complex,
Cryptococcus neoformans, Toxoplasma gondii, Haemophilus parainfluenzae, dan
Candida albicans (Elder et al., 2004; Nieschlag et al., 2010).
Orchitis granulomaktosa dapat disebabkan oleh sifilis, penyakit
mikrobakterial, aktinomikosis, penyakit jamur, Mycobacterium tuberculosis, dan
Mycobacterium leprae. Infeksi dapat menyebar melalui funikulus spermatikus
menuju testis. Penyebaran selanjutnya melibatkan epididimis dan testis, kandung
kemih, dan ginjal.

Sumber: Kedia and Bongers, 2014

13
C. Epidemiologi
Sekitar 20% pasien prepubertal (lebih muda dari 10 tahun) dengan mumps
berkembang menjadi orkitis. Kondisi ini terjadi secara umum pada pria remaja dan
postpubertal dengan mumps, terutama dalam dekade terakhir, dengan pengurangan
penggunaan vaksin measles, mumps, rubella (MMR). Gejala orkitis biasanya
terjadi beberapa hari setelah parotitis. Orchitis bakteri terisolasi bahkan lebih jarang
dan biasanya terjadi bersamaan dengan epididymitis. Hal ini terjadi pada laki-laki
yang aktif secara seksual lebih tua dari 15 tahun atau pada pria yang berusia lebih
dari 50 tahun dengan hipertrofi prostat jinak (BPH). Atrofi testis unilateral terjadi
pada 60% pasien dengan orchitis (Terry, 2016).
Orchitis adalah komplikasi mumps yang paling umum. Pada pria pasca
pubertas, mempengaruhi sekitar 20% -30% kasus, 10% -30% bersifat bilateral.
Orkitis biasanya terjadi 1-2 minggu setelah parotitis. Dari testis yang terkena, 30%
- 50% menunjukkan atrofi pada testis (Masarani, Wazait, and Dinneen, 2006).

D. Patofisiologi

Virus mumps menyebabkan gangguan testis pada manusia. Virus mumps


bereplikasi pada testis, dan sebuah penelitian morfologi testis pasien yang terinfeksi
virus mumps menunjukkan degenerasi epitel seminiferus. Gangguan
spermatogenesis mungkin akibat dari penurunan sekresi testosteron oleh sel
Leydig. Aiman et al. menunjukkan bahwa sel-sel Leydig rusak oleh virus mumps
(Goffic et al., 2003).
Orkitis adalah reaksi inflamasi testis akibat infeksi virus mumps yang ditandai
dengan pembengkakan testis yang disertai rasa nyeri. Orkitis biasanya terjadi satu
sampai dua minggu setelah pembengkakan kelenjar parotis. Muncul tiba-tiba, dapat
disertai kenaikan suhu, nyeri kepala, mual, dan nyeri pada abdomen bagian bawah.
Testis yang terkena terasa nyeri, bengkak, dan kulit disekitarnya menjadi merah
dan edematus. Bila orkitis mengenai testis kanan, tanda-tanda yang muncul dapat

14
menyerupai apendisitis. Orkitis umumnya terjadi selama 4 hari. Testis dapat
terinfeksi dengan atau tanpa adanya epididimitis. Orkitis juga dapat terjadi tanpa
tanda-tanda parotitis. Orkitis bilateral terjadi pada 30% kasus. Walaupun jarang,
orkitis dapat disertai hidrokel (Pudjiadi dan Hadinegoro, 2009).
Pada awal infeksi, virus menyerang testis dan menimbulkan respon imun
bawaan sehingga diproduksi sitokin pro inflamasi dan kemokin yang meliputi
TNF-, IL-6, MCP-1, IFN-, dan IFN-. Virus menyerang testis dan menyebabkan
inflamasi pada testis serta terdapat infiltrasi limfosit pada jaringan interstisial.
Kejadian tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intratestis yang kemudian
dapat terjadinya atrofi testis (volume testis < 12 mL; Normal 12-30 mL). Pada
sekitar 30%-50% kasus orkitis, terjadi atrofi testis. Tunika albugenia membentuk
barrier terhadap edema, dan kenaikan berikutnya pada tekanan intratestikular yang
mengarah ke tekanan yang disebabkan oleh atrofi testis (Masarani, Wazait, and
Dinneen, 2006; Pudjiadi dan Hadinegoro, 2009; Yapanoglu et al., 2010; Zhao et
al., 2014).
Orkitis mumps jarang sampai menyebabkan infertilitas, namun dapat
menyebabkan terjadinya subfertilitas. Hal ini juga menyebabkan oligospermia,
azoospermia, dan asthenospermia (defek pada perpindahan sperma), namun pada
umumnya bersifat sementara. Fertilitas diperkirakan terjadi pada sekitar 13%
pasien, sedangkan 30%-87% pasien dengan orkitis mumps bilateral mengalami
infertilitas (Masarani, Wazait, and Dinneen, 2006).
Beberapa hipotesis mencoba menerangkan terjadinya infertilitas pada orkitis
parotitis epidemika. Penurunan fungsi sel Leydig dan kadar testosteron yang rendah
pada pasien dengan orkitis parotitis epidemika, diduga menjadi penyebab
infertilitas. Selain itu, peningkatan leuteinizing hormone (LH) dan respon yang
berlebihan dari kelenjar pituitari menyebabkan leuteinizing hormone-releasing
hormone (LHRH) terlepas pada fase akut. Kadar testosteron basal akan kembali ke
normal setelah beberapa bulan, sedangkan follicle stimulating hormone (FSH) dan

15
LHRH akan tetap meningkat sampai 10-12 bulan setelah fase akut. Hipotesis lain
menjelaskan terjadinya infertilitas akibat antibodi antisperma pada orkitis parotitis
epidemika, namun hubungan kausalnya masih belum jelas (Masarani, Wazait, and
Dinneen, 2006; Pudjiadi dan Hadinegoro, 2009).

E. Diagnosis
1. Anamnesa
Menurut Terry, 2016, gejala klinis orchitis ditandai dengan nyeri testis
dan pembengkakan. Kasus ini bervariasi dan berkisar dari ketidaknyamanan
ringan hingga rasa sakit yang parah. Gejala sistemik yang terkait meliputi:
1) Kelelahan
2) Mialgia
3) Demam dan menggigil
4) Mual
5) Sakit kepala
6) Orchitis mumps mengikuti perkembangan parotitis selama 4-7 hari.
7) Dapatkan riwayat seksual
Orkitis mumps ditandai dengan serangan tiba-tiba dari pembengkakan
testis, nyeri, mual, muntah, dan demam. Rasa sakit dan pembengkakan
mungkin mereda dalam 1 minggu, tetapi nyeri dapat berlangsung selama
berminggu-minggu. Biasanya, orkitis terjadi setelah parotitis terjadi, tetapi
mungkin juga terjadi lebih dahulu. Orkitis mumps tanpa parotitis jarang, tetapi
dapat juga tidak dikenali. Fase akut infeksi diikuti dengan nyeri, pembengkakan
testis, demam, dan gejala umum. Peningkatan tekanan intratestikular,
menyebabkan iskemia atau virus itu sendiri dapat menyebabkan kerusakan
spermatogenesis yang ireversibel. Penurunan fungsi sel Leydig, terjadi selama
tahap akut, biasanya cepat pulih (Nieschlag et al., 2010; CDC, 2015).
Orkitis akut mempunyai gambaran klinis yang jelas. Sedangkan
prevalensi, diagnosis dan gambaran klinis orkitis kronis sebagian besar tidak

16
jelas. Orkitis tanpa gejala kronis dapat secara sementara atau permanen
memengaruhi spermatogenesis dan menyebabkan penurunan jumlah dan
kualitas sperma (Nieschlag et al., 2010).
Gejala dan temuan klinis memainkan peranan yang besar dalam
mendiagnosis orkitis. Infeksi biasanya terjadi unilateral atau bisa juga bilateral.
Pasien biasanya hadir dengan onset nyeri skrotum yang bertahap dan ditemukan
eritema dan pembengkakan skrotum. Berdasarkan penyebabnya, manifestasi
klinis dapat termasuk disuria, hematuria, discharge uretra, massa skrotum,
fistula skrotum, dan gejala sistemik yang berhubungan seperti lelah, malaise,
mialgia, demam, panas dingin, muntah, dan sakit kepala. Pada proses infeksi
akut, pemeriksaan fisik memperlihatkan pembesaran testis (dan epididimis)
dengan indurasi dan nyeri. Korda spermatika dapat juga menjadi nyeri dan
bengkak (Kedia and Bongers, 2014).

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan testis menunjukkan hal berikut:
1) Pembesaran testis

17
2) Testis yang mengeras
3) Nyeri
4) Kulit skrotum eritematosa
5) Kulit skrotum edematous
6) Epididimis membesar berhubungan dengan epididymo-orchitis
7) Pada pemeriksaan dubur, ada prostat yang teraba (prostatitis). Sering
dikaitkan dengan epididymo-orchitis.
8) Temuan lainnya termasuk parotitis dan demam (Terry, 2016)
9) Refleks kremaster
Reflek yang timbul dengan menggoreskan kulit paha bagian atas
medial. Refleks normal (yaitu, kontraksi otot kramaster ipsilateral yang
menghasilkan elevasi testis unilateral) muncul pada epididimitis atau
orkitis, namun hampir selalu absen dengan torsi testis
10) Prehn Sign
Dilakukan dengan mengelevasi testis ke atas. Phren sign dinyatakan
positif apabila nyeri berkurang apabila testis diangkat keatas. Tanda ini
ditemukan positif pada kasus epididymitis

3. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ulfiyah, 2012 pemeriksaan diagnostic pada pasien orchitis
1) Ultrasound
Pemeriksaan ultrasound bertujuan untuk mengetahui kondisi
testis, menentukan diagnosa dan mendeteksi adanya abses pada skrotum
Pemeriksaan ultrasound biasanya menunjukkan pembesaran testis (dan
epididimis) secara homogen. Multiple small hypoechoic nodules pada
pembesaran testis dapat terjadi oleh orkitis tuberkulosa. Colour Doppler
Ultrasound dari testis biasanya menunjukkan hipervaskularisasi
jaringan yang terkait (Kedia and Bongers, 2014). Ultrasound

18
merupakan pilihan pemeriksaan, dengan colour doppler ultrasound
yang sangat membantu pemeriksaan (Elder et al., 2004).

2) Pemeriksaan kultur urin


3) Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram dianjurkan untuk mendeteksi uretritis dan
infeksi gonokokus (Trojian et al., 2009).
4) Urethral smear
Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoe
5) Pemeriksaan darah CBC (complete blood count)
6) Testicular scan
7) Pemeriksaan discharge uretra untuk mengetahui mikroorganisme
penyebab
8) Sistoskopi, pielografi intravena, dan sistografi dapat dilakukan jika
dicurigai adanya patologi pada kandung kemih

F. Diagnosa Banding

19
1. Epididimitis
Epididimitis merupakan inflamasi epididimis (duktus ekskretori testis).
Penyebab epididmitis adalah Neisseria gonorrheae dan Chlamydia trachomatis.
Bakteri penyebab lainnya meliputi Escherichia coli, Staphylococcus, dan
Streptococcus. Keadaan ini dapat juga disebabkan oleh prostatitis, infeksi
traktus urinarius, dan sifilis. Laki-laki merupakan faktor predisposisi pada
keadaan ini karena mumps, tuberkulosis, prostatektomi, penggunaan kateter
yang lama, dan trauma (Moini, 2011).
Pasien dengan epididimitis biasanya datang dengan onset nyeri yang
bertahap dimana lokasinya posterior testis dan kadang-kadang menyebar ke
perut bagian bawah. Meskipun pasien sering mengalami nyeri unilateral yang
dimulai di epididimis, rasa nyeri dapat menyebar ke testis yang berdekatan.
Gejala infeksi saluran kemih bagian bawah, seperti demam, frekuensi, urgensi,
hematuria, dan disuria mungkin ada. Gejala-gejala ini umum pada epididimitis
dan orkitis, tetapi jarang pada torsio testis (Trojian et al., 2009).
Gejala inflamasi paada epididimis meliputi nyeri skrotum dan
ketidaknyamanan yang menjalar ke selangkangan, serta nyeri dengan ejakulasi.
Epididimis dapat membesar, nyeri, dan keras saat dipalpasi (Frazier and
Drzymkowski, 2015).
Epididimitis dapat didignosis berdasarkan pemeriksaan fisik, urinalisis,
kultur urin, dan swab uretra untuk chlamydia dan gonorrheae. Pasien juga dapat
mengalami peningkatan jumlah sel darah putih (WBC) (Frazier and
Drzymkowski, 2015).

20
2. Torsio Testis
Torsio testis didefinisikan sebagai terputarnya salah satu testis pada
korda spermatika. Hal ini mengganggu aliran darah ke testis, menyebabkan
pembengkakan pada skrotum (Moini, 2011). Hal ini bisa terjadi secara spontan
atau karena trauma (Frazier and Drzymkowski, 2015).
Pasien-pasien dengan torsio testis dapat mengalami gejala seperti nyeri
hebat yang mendadak pada salah satu testis, dengan atau tanpa faktor
predisposisi, ccrotum yang membengkak pada salah satu sisi, mual atau
muntah, sakit kepala ringan. Pada awal proses, belum ditemukan
pembengkakan pada scrotum. Testis yang infark dapat menyebabkan
perubahan pada scrotum. Scrotum akan sangat nyeri kemerahan dan bengkak.
Pasien sering mengalami kesulitan untuk menemukan posisi yang nyaman.
Selain nyeri pada sisi testis yang mengalami torsio, dapat juga ditemukan
nyeri alih di daerah inguinal atau abdominal. Jika testis yang mengalami torsio
merupakan undesendensus testis, maka gejala yang yang timbul menyerupai
hernia strangulata

21
Torsio testis merupakan kegawatdaruratan bedah. Apabila tidak bisa
diterapi secara manual (scrotal elevation), maka pembedahan harus dilakukan
dalam waktu 6 jam setelah onset gejala untuk mempertahankan fungsi testis
normal (Huether and McCance, 2012).

G. Penatalaksanaan

Menurut Ferri (2016), terapi meliputi:


1. Tergantung pada penyebabnya
2. Virus (mumps): observasi; bed rest, ice packs, analgesik, dan scrotal sling dapat
membantu dari ketidaknyamanan yang menyertai orkitis mumps.
3. Bakteri: terapi antibiotik empiris dengan terapi antibiotik parenteral sampai
patogen teridentifikasi: ceftriaxone (250 mg IM sekali) ditambah doksisiklin

22
(100 mg PO selama 10 hari), pada laki-laki < 35 tahun untuk pengobatan
Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis. Pada laki-laki > 35 tahun:
levofloksasin 500-750 mg IV/PO 4 kali sehari selama 10-14 hari atau
ampicillin-sulbactam atau ssefalosporin generasi ketiga atau ticarcillin-
clavulanate.
4. Pembedahan untuk abses, proses piogenik.

Vaksin terhadap mumps pada anak-anak dapat mencegah orkitis sebagai


komplikasi dari infeksi (Nieschlag et al., 2010).
Hanya terapi simptomatik pada orkitis akut virus dan terdiri dari
pengangkatan dan pendinginan skrotum dan pemberian glukokortikoid selama 10
hari (60 mg prednison per hari diikuti dengan penurunan dosis secara bertahap).
Sebagai tambahan, obat anti-inflamasi, antiplogistik, dan antipiretik dapat
digunakan sebagai terapi adjuvant. Hal ini biasanya menyebabkan pengurangan
pembengkakan yang cepat dan pengurangan rasa nyeri. Ketika antibodi IgM dapat
dideteksi, pengobatan dengan -interferon-2 telah dicoba. Pengobatan ini tidak
jelas sampai sejauh mana pengobatan ini dapat meningkatkan fungsi testis
terutama pada infeksi kronis. Orkitis bakteri diterapi menurut sensitivitas
antibiotik yang dihasilkan dari kultur bakteri dari ejakulasi. Selama fase akut
infeksi, parameter sperma ditekan, tetapi bisa pulih. Infertilitas yang permanen
juga mungkin (Nieschlag et al., 2010).
Terapinya adalah suportif (bed rest, scrotal support, dan penggunaan anti-
inflamasi non steroid). Pemberian steroid membantu mengurangi nyeri dan edema,
tetapi hal tersebut tidak mengubah perjalanan klinis penyakit atau mencegah
komplikasi. Adamopoulos et al. menemukan bahwa kortikosteroid dapat
mengurangi rasa nyeri dan edema, tetapi menyebabkan penurunan kadar
testosteron dan peningkatan follicle stimulating hormone (FSH) dan leuteinizing
hormone (LH) (Masarani, Wazait, and Dinneen, 2006).

23
Pengobatan antibakterial tidak diindikasikan untuk terapi orkitis virus.
Terapi antivirus sistemik tidak efektif atau tidak tersedia. Pada pasien dengan
orkitis mumps dan adanya antibodi IgM, penggunaan interferon -2b dapat
digunakan untuk mencegah atrofi testis dan infertilitas. Pada kasus orkitis
granulomatosa spesifik, terapi yang sesuai adalah langsung terhadap patogen
penyebab. Jika diagnosis masih belum jelas atau abses testis atau tumor diduga,
eksplorasi pembedahan dan terapi (orkiektomi parsial atau radikal) diindikasikan
(Kedia and Bongers, 2014).

Sumber: Kedia and Bongers, 2014


Alur dari Diagnosis sampai Terapi Orkitis

24
H. Komplikasi
Menurut Kedia and Bongers (2014), komplikasi orkitis meliputi:
1. Sepsis
2. Abses
3. Kehilangan testis
4. Atrofi testis
5. Subfertilitas
6. Infertilitas
7. Sterilitas
8. Defisiensi testosteron

I. Prognosis
Prognosis berdasarkan pada diagnosis dan terapi yang tepat untuk orkitis.
Orkitis mumps tidak dapat diterapi dan dapat menyebabkan sterilitas (Moini,
2011).

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien atas nama Sdr. M N usia 22 tahun datang ke IGD RSUD Bangil dengan
keluhan buah zakar membesar sejak 3 hari yang lalu disertai badan panas sejak 1
minggu yang lalu. Nyeri (+) pada buah zakar hilang timbul , bertambah hebat apabila
dibuat berjalan dan bekurang saat berbaring. BAK (+) normal BAB (+) normal.
Sebelumnya pasien sudah pernah ke dokter di Jember dan didiagnosa orchitis + demam
typhoid kemudian pasien pergi ke dokter di Bangil dan didiagnosa orchitis dan hanya
diberikan multivitamin namun tidak membaik lalu pasien ke RSUD Bangil. Riwayat
trauma (-) Riwayat kencing disertai nanah (-) Riwayat Parotitis (-) Riwayat
berhubungan seksual (-). Pasien tinggal di kontrakan bersama teman-temannya dan
mandi 1-2 kali sehari namun kadang-kadang tidak mengganti pakaian dalam yang
dipakainya

Berdasarkan anamnesis, manifestasi klinis dapat termasuk disuria, hematuria,


discharge uretra, massa skrotum, fistula skrotum, dan gejala sistemik yang
berhubungan seperti lelah, malaise, mialgia, demam, panas dingin, muntah, dan sakit
kepala (Kedia and Bongers, 2014). Pada kasus ini ditemukan gejala sistemik berupa
demam sejak 1 minggu lalu.

Dari pemeriksaan fisik generalis ditemukan suhu 38,7o C yang menandakan


pasien dalam keadaan demam sedangkan dari pemeriksaan fisik lokalis pada regio
Testis Dextra dan Sinistra ditemukan hasil inspeksi terdapat oedem hiperemi (+), sekret
(-) dan pada palpasi terdapat nyeri (+), Phren Sign (+), Reflek Cremaster (+).
Pemeriksaan fisik testis pada kasus orchitis menunjukkan pembesaran testis, nyeri,
kulit skrotum eritematosa, kulit skrotum edematous, phren sign (+) dan reflek
cremaster (+) (Tery, 2016).

26
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah pemeriksaan
laboratorium darah lengkap dan urinalisis serta pemeriksaan USG. Pemeriksaan darah
lengkap pada kasus Orchitis menunjukkan leukositois namun pada kasus ini Leukosit
10.800/mm3. Dari pemeriksaan Urinalis pada kasus Orchitis menunjukkan tanda pyuria
atau bacteriuria (50%) dimana pada kasus ini pada pemeriksaan sedimen urine
didapatkan bakteriuri 0,5. Pemeriksaan ultrasound bertujuan untuk mengetahui kondisi
testis, menentukan diagnosa dan mendeteksi adanya abses pada skrotum Pemeriksaan
ultrasound biasanya menunjukkan pembesaran testis (dan epididimis) secara homogen.
Colour Doppler Ultrasound dari testis biasanya menunjukkan hipervaskularisasi
jaringan yang terkait (Elder et al., 2004). Dari hasil USG pada kasus ini didapatkan
hasil pemeriksaan pada Testis Sinistra yaitu ukuran membesar, Echoparenchym
menurun, Vaskularisasi meningkat dan pada Testis Dextra didapatkan hasil yang
normal. Kesimpulan dari hasil USG pada kasus ini yaitu Orchitis Sinistra.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada
pasien ini dapat ditegakkan diagnosa Orchitis Sinistra. Hal ini didasarkan pada
anamnesis ditemukan buah zakar yang membesar serta disertai demam dan riwayat
hygiene yang buruk sedangkan pada pemeriksaan fisik Testis Sinistra ditemukan
oedem hiperemi (+), nyeri (+) phren sign (+) reflek cremaster (+) serta pada
pemeriksaan penunjang urinalisis ditemukan bacteriuria dan pada pemeriksaan USG
didapatkan kesan Orchitis Sinistra.
Penatalaksanaan pada kasus ini berupa pemberian injeksi antibiotic ceftriaxone
2x1 ampul dan injeksi Metamizol Na 3x1 ampul. Pada pasien dengan etiologi bakteri
yang berusia kurang dari 35 tahun dan aktif secara seksual, cakupan antibiotik untuk
patogen yang ditularkan secara seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan
ceftriaxone (Terry, 2016).
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Pasien KRS pada tanggal 13
Mei 2017 dan kontrol ke Poli Bedah Umum pada tanggal 16 Mei 2017. Pada saat KRS
pasien mengatakan tidak ada keluhan dan bengkak pada buah zakarnya sudah
berkurang.

27
BAB V

KESIMPULAN

Orkitis adalah reaksi inflamasi testis yang sebagian besar kasus terjadi akibat
infeksi virus mumps yang ditandai dengan pembengkakan testis yang disertai rasa
nyeri. Manifestasi klinis lainnya dapat berupa disuria, hematuria, discharge uretra,
massa skrotum, fistula skrotum, dan gejala sistemik yang berhubungan seperti lelah,
malaise, mialgia, demam, panas dingin, muntah, dan sakit kepala. Penatalaksanaan
orkitis tergantung dari penyebabnya. Apabila penyebabnya virus (mumps), terapinya
meliputi bed rest, ice packs, analgesik, dan scrotal sling dapat membantu dari
ketidaknyamanan yang menyertai orkitis mumps. Apabila penyebabnya bakteri,
terapinya menggunakan antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab.

28
DAFTAR PUSTAKA

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2015. Mumps. In Epidemiology
and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases, 13th Edition.
Elder, K., Baker, D. J., Ribes, J. A. 2004. Infections, Infertility, and Assisted
Reproduction. USA: Cambridge. Halaman 244.
Elzouki, A. Y. et al. 2012. Textbook of Clinical Pediatrics, Volume I, Second Edition.
New York: Springer. Halaman 1229.
Ferri, F. F. 2016. Ferris Clinical Advisor 2017: 5 Books in 1. United States of
America: Elsevier Health Sciences. Halaman 892.
Frazier, M. S. and Drzymkowski, J. W. 2015. Essentials of Human Disease and
Condition, Sixth Edition. Canada: ELSEVIER. Halaman 636-637.
Goffic, R. L. et al. 2003. Mumps virus decreases testosterone production and gamma
interferon-induced protein 10 secretion by human leydig cells. Journal of
Virology 77(5): 3297-3300.
Huether, S. E. and McCance, K. L. 2012. Understanding Pathophysiology, Sixth
Edition. United States of America: ELSEVIER. Halaman 860-861.
Kedia, G. and Bongers, R. 2014. Orchitis. In Urology at a Glance. Edited by Axel S.
Merseburger, Markus A. Kuczyk, Judd W. Moul. New York: Springer.
Halaman 140-143.
Masarani, M., Wazait, H., Dinneen, M. 2006. Mumps orchitis. Journal of The Royal
Society of Medicine Volume 99: 573-575.
Moini, J. 2011. Introduction to Pathology for the Physical Therapist Assistant. United
States of America: Jones & Bartlett Publisher. Halaman 348-349.
Nieschlag, E., Behre, H. M., and Nieschlag, S. 2010. Andrology: Male Reproductive
Health and Dysfunction, 3rd Edition. New York: Springer. Halaman 206, 266.
Pudjiadi, M. T. dan Hadinegoro, S. R. S. 2009. Orkitis pada infeksi parotitis epidemika:
laporan kasus. Sari Pediatri 11(1): 47-51.

29
Terry, N. 2016. Orchitis: Practice Essentials, Pathophysiology, Epidemiology. Article
Medscape.
Trojian, T. H., Lishna, T. S., and Heiman, D. 2009. Epididymitis and orchitis: an
overview. American Family Physician 79(7): 583-587.
Yapanoglu, T. et al. 2010. Long-term efficacy and safety of interferon-alpha-2B in
patients wit mumps orchitis. Int Urol Nephrol 42: 867-871.
Zhao, S. et al. 2014. Testicular defense systems: immune privilege and innate
immunity. Cellular & Molecular Immunology 11: 428-437.

30

Anda mungkin juga menyukai