Anda di halaman 1dari 11

BAB 1.

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. H
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 55 tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Banua Padang
No. Rekam Medik : 10.37.57
Tgl. MRS : 01/09/2016
Tgl. KRS : 06/09/2016

01/9/2016, jam 19.15 WIB (H0 MRS)


A. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
• Pasien datang dengan keluhan batuk dan sesak nafas yang dirasakan sejak ± 1 bulan yang
lalu, batuk dahak (+) kental (+) warna hijau (+) terkadang kuning, darah (-) . Pasien
menyangkal riwayat asma dan pasien bukan perokok aktif. Pasien pernah berobat TB 6
bulan dan dinyatakan sembuh oleh puskesmas 20 tahun yang lalu. kemudian 10 tahun
berjarak dari 20 tahun tersebut os kembali kambuh dan berobat TB 3 bulan, kemudian
dinyatakan sembuh kembali oleh puskesmas. Saat ini os tidak dalam pengobatan TB.

Riwavat Penyakit Dahulu : TB paru (+) Asma (-) HT (-)


Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita sesak nafas seperti ini
Riwayat Pengobatan : TB 20 tahun yang lalu kategori I selama 6 bulan
TB 10 tahun yang lalu kategori II selama 3 bulan
B. PEMERIKSAAN FISIK (02/09/2016)
KU : Cukup
Kesadaran: compos mentis
Vital Sign : TD : 130/90 mmHg RR : 32 x/menit
N : 105 x/menit Tº : 36,2ºC

Status generalis:
Kulit :
Ptekie (-) Purpura (-)
Kepala:
Mata : CA -/- IK -/-
Hidung : tidak ada secret/bau/perdarahan
Telinga : tidak ada secret/bau/perdarahan
Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak pucat.
Leher:
Dalam batas normal. Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks:
Cor:
I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus cordis teraba normal di ICS V MCL Sinistra
P: batas jantung ICS IV Parasternal dekstra sampai ICS V MCL sinistra
A: S1S2 tunggal, extrasistol (-), gallop (-), murmur (-)
Pulmo:
I: Simetris, sela iga tidak melebar, pembesaran KGB tidak ditemukan
P: Stem fremitus kanan = kiri
P: Sonor
A: Vesikuler +/+, Ronkhi basah +/+ Wheezing +/+

Abdomen:
I : flat, DC (-), DS (-)
A: bising usus (+) normal
P: tympani
P: soepel, nyeri (-)

Ekstremitas:
Akral hangat + + Oedem - -
+ + - -

C. Pemeriksaan Penunjang
 Hematologi
Hb : 12,2 gr/dl (13,0-17,0 gr/dL)
Lekosit : 10.100 ribu/mm³ (4 - 11,0 ribu/mm³)
Eritrosit : 4,73 juta/mm³ (4,5 – 6,2 juta/mm³)
Hematokrit : 36 % (40-54 %)
Trombosit : 232.000 /mm³ (150-400 ribu/mm³)

Kimia Klinik
GDS : 105 mg/dl

 Pemeriksaan Sputum BTA


SPS -/-/-
 Pemeriksaan Thorax
 Problem Aktif
 sesak nafas
 batuk berdahak

 Problem Pasif
 -

 Rencana Pemecahan Masalah


 Problem 1 : sesak nafas
 assessment : asma bronchial, tuberculosis, COPD, SOPT
 plan diagnose : foto thoraks, pemeriksaan sputum BTA 3x,
spirometri
 plan th : O2 3 lpm/i
salbutamol 3x2mg
 plan monitoring : saturasi O2
 plan edukasi : menjelaskan penyakit dan pemeriksaan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarga.
 Problem 2 : batuk berdahak
 assessment : tuberculosis, COPD, SOPT
 plan diagnose : foto thoraks, pemeriksaan sputum BTA 3x
 plan th : ambroxol 3x30mg
codein HCL 3x10mg
 plan monitoring : keluhan subyektif
 plan edukasi : menjelaskan penyakit dan pemeriksaan yang akan
dilakukan kepada pasien dan keluarga serta diberitahukan agar tidak
membuang dahak di sembarang tempat.
 RINGKASAN

 Pasien perempuan umur 55 tahun datang dengan keluhan batuk dan sesak nafas
yang dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu, batuk dahak (+) kental (+) warna
hijau (+) terkadang kuning, darah (-) . Pasien pernah berobat TB 6 bulan dan
dinyatakan sembuh oleh puskesmas 20 tahun yang lalu. kemudian 10 tahun
berjarak dari 20 tahun tersebut os kembali kambuh dan berobat TB 3 bulan,
kemudian dinyatakan sembuh kembali oleh puskesmas. Saat ini os tidak dalam
pengobatan TB. pada pemeriksaan fisik didapatkan wheezing dan ronkhi basah
di paru kanan dan kiri. sudah di lakukan pemeriksaan foto thoraks dan
hematologi, hasil diagnose menyimpulkan pasien menderita Syndrom
Obstruksi Pasca Tuberculosis (SOPT)

 PERMASALAHANNYA

 Pasien batuk berdahak dan sesak nafas bagaimana penatalaksaannya?

CATATAN KEMAJUAN

Tanggal 02/09/2016
 S : sesak nafas (<), batuk dahak (+) hijau (+) lendir campur kental (+)
 O : TD 110/70 mmHg, HR 80x/i, RR 28x/I, suhu 36,6ºC
thoraks : terdapat ronkhi basah (+) dan wheezing dikanan dan kiri paru (+)
 A : SOPT dd Susp Tb Paru
 P : RL 20 tpm
inj Ranitidine 50mg/12jam
PO : ambroxol 2x30mg
salbutamol 3x2mg
#dilakukan pemeriksaan sputum BTA SPS
Tanggal 03/09/2016
 S : sesak nafas (<), batuk dahak (+) hijau (+) lendir campur kental (+)
 O : TD : 100/70 mmHg HR 84x/i, RR 24x/I, suhu 36,2ºC
thoraks : terdapat ronkhi basah (<) dan wheezing dikanan dan kiri paru (<)
 A : SOPT dd Susp Tb Paru
 P : RL 20 tpm
inj Ranitidine 50mg/12jam
PO : ambroxol 2x30mg
salbutamol 3x2mg

Tanggal 04/09/2016
 S : sesak nafas (<), batuk dahak (<) kuning (+) lendir (+) campur kental (<)
 O : TD : 100/70 mmHg HR 80x/i, RR 24x/I, suhu 36,5ºC
thoraks : terdapat ronkhi basah (<) dan wheezing dikanan dan kiri paru (<)
 A : SOPT dd susp Tb Paru
 P : RL 20 tpm
inj Ranitidine 50mg/12jam
PO : ambroxol 2x30mg
salbutamol 3x2mg
Tanggal 05/09/2016
 S : sesak nafas (<), batuk lendir putih (+) campur kental (<)
 O : TD : 110/80 mmHg HR 88x/i, RR 22x/I, suhu 36,0ºC
thoraks : terdapat ronkhi basah (<) dan wheezing dikanan dan kiri paru (<)
 A : SOPT
 P : RL 15 tpm
inj Ranitidine 50mg/12jam
inj Futaxon 1gr/12jam
PO : salbutamol 3x2mg
erdomex 3x1
#hasil sputum BTA SPS -/-/-
#dilakukan foto thorax
Tanggal 06/09/2016 (pasien pulang)
 S : sesak nafas (<), batuk (+) dahak (-)
 O : TD : 100/80 mmHg HR 80x/i, RR 22x/I, suhu 36,6ºC
thoraks : terdapat ronkhi basah (-) dan wheezing dikanan dan kiri paru (<)
 A : SOPT
 P : PO : cimfix 2x1
salbutamol 3x2mg
erdomex 3x1
tracetat syr 1x1cth
ranitidine tab 2x1
B. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis adalah (SOPT) adalah obstruksi jalan nafas yang
muncul setelah tuberculosis (TB) akibat mekanisme imunologi selama proses TB (Verma, et al,
2009). Pada sebagian penderita TB, secara klinik timbul gejala sesak terutama pada aktivitas,
gambaran radiologi menunjukan gambaran bekas TB (fibrotic, klasifikasi) yang minimal, dan uji
faal paru menunjukan gambaran obstruksi jalan nafas yang tidak reversible. Kelompok penderita
tersebut dimasukan kedalam ketegori penyakit Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis (SOPT)
(PDPI, 2011)

B. Patogenesis

Patogenesis timbulnya sindrom obstruksi pada TB paru yang mengarah ke timbulnya


sindrom pasca TB sangat kompleks; pada penelitian terdahulu dikatakan akibat destruksi
jaringan paru oleh proses TB. Kemungkinan lain adalah akibat infeksi TB, dipengaruhi oleh
reaksi imunologis perorangan sehingga menimbulkan reaksi peradangan nonspesifik yang luas.
Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan proses proteolisis dan beban oksidasi
sangat meningkat untuk jangka lama sehingga destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas
menuju kerusakan paru menahun dan mengakibatkan gangguan faal paru berupa sputum,
terjadinya pola pernafasan, relaksasi menurun, perubahan postur tubuh, berat badan menurun,
dan gerak lapang paru menjadi tidak maksimal (Irawati, 2013)
Perjalanan dan interaksi imunologi dimulai ketika makrofag bertemu dengan M.
Tuberculosis . Dan dalam keadaan normal, infeksi TB merangsang Limfosit T untuk
mengaktifkan makrofag sehingga dapat lebih efektif membunuh bakteri. Makrofag aktif
melepaskan IL-1 yang merangsang set T melepaskan IL-2 yang selanjutnya merangsang limfosit
T lain untuk bereplikasi, matang dan member respons lebih baik terhadap antigen. Limfosit
Supresi mengatur keseimbangan imunitas melalui peranan yang kompleks dan sirkuit
imunologik. Bila TS seperti pada TB progesif, maka keseimbangan imunitas terganggu sehingga
menimbulkan anergi dan prognosis jelek. pada makrofag aktif, metabolism oksidatif meningkat
dan melepaskan zat bakterisidal seperti anion superoksida, hydrogen peroksida dan radikal
hidroksil yang menyebabkan kerusakan pada memberan sel dan dinding sel M. Tuberculosis.
Beberapa hasil infeksi bakteri tersebut dapat bertahan dan menetap mengaktifkan makrofag
sehingga tetap terjadi proses infeksi yang dapat mendektruksi matriks alveoli. diduga proses
proteolisis dan oksidasi sebagai penyebab destruksi matriks dimana proteolisis mendekstruksi
protein yang membentuk matriks dinding alveoli oleh protease, sedangkan oksidasi berarti
pelepasan elektron dari suatu molekul. (Aida, 2006; Inam, 2010)
Oksidasi merusak alveoli melalui beberapa cara langsung, seperti peningkatan beban
oksidan ekstraselular yang tinggi dengan merusak sel terutama penumosit I, modifikasi jaringan
ikat sehingga lebih peka terhadap proteolisis, berinteraksi dengan I-antitripsin sehingga daya
antiproteasenya menurun (Aida, 2006)
Tb paru merupakan infeksi menahun sehingga system imun diaktifkan untuk jangka lama,
akibatnya beban proteolisis dan beban oksidasi sangat meningkat untuk waktu lama sehingga
destruksi matriks alveoli cukup luas menuju kerusakan paru menahun (kronik) dan gangguan faal
yang akhirnya dapat dideteksi dengan spirometri (Inam, 2010)

C. Diagnosis

Gejala :
- sesak nafas
- batuk berdahak
- demam
- penurunan berat badan
# riwayat sudah selesai pengobatan TB beberapa bulan atau beberapa tahun yang lalu

Radiologi
- Lesi minimal (lokal) : fibrosis, kalsifikasi.
- Lesi berat (destroyed lung) : fibrosis luas, multiple cavernae, defiasi trachea, penebalan
pleura.

Diagnosis Banding
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di
Indonesia dan sering salah mendiagnosa dengan SOPT.
Asma PPOK SOPT
Timbul pada usia ++ - +
muda
Sakit mendadak ++ - -
Riwayat merokok +/- +++ -
Riwayat atopi ++ + -
Sesak dan mengi +++ + +
berulang
Batuk kronik + ++ +
berdahak
Hiperaktivitas +++ + +/-
bronkus
Reversibility ++ - -
obstruksi
Variability harian ++ + -
Eosinofil sputum + - ?
Neutrofil sputum - + ?
Makrofag sputum + - ?

D. Terapi

SOPT termasuk dalam penyakit obstruksi paru yang gejalanya mirip PPOK, maka
pemberian terapinya mirip dengan PPOK. Terapi SOPT diberikan sesuai kausa. Pilihan terapi
untuk SOPT adalah:
1. Bronkodilator
a. golongan antikolinergik : iprotropium bromide (0,5 mg)
b. golongan agonis β-2 : salbutamol (2,5 mg)
c. kombinasi : a + b -> nebulasi
d. golongan xantin : aminofilin (200 mh)
2. Antiinflamasi : prednisone / metilprednisolon
3. Anti oksidan : N-acetyl cystein
4. Antibiotika (hanya diberikan jika terdapat infeksi) : golongan β-lactam dan makrolid
5. Terapi oksigen
6. Rehabilitasi medic
(PDPI,2011)
DAFTAR PUSTAKA

Aida N (2006), Patogenesis Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis. Jakarta: Bagian


Pulmonologi FKUI.

Inam, Muhammad B, Waseem, Saced, Kanwal, Fatima K (2010). Post Tuberculous Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakostan.
Vol 20(8): 542.

Irawati A (2013) Naskah Publikasi kejadian Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis di RSU Dr.
Soedarso Pontianak (Thesis). Pontianak. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjung Pura.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2013). Keputusan Mentri Kesehatan RI


No.328/Menkes/SK/VIII/2013 tentang Formularium Nasional. Indonesia: Kemenkes RI.

Mangunegoro H (2003). Tata Laksana TB Paru. Jakarta: Bagian Pulmonologi FKUI

Anda mungkin juga menyukai