Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

Akut skrotum merupakan suatu keadaan timbulnya gejala nyeri dan


bengkak pada skrotum beserta isinya yang bersifat mendadak dan disertai
gejala lokal dan sistemik.1 Gejala nyeri ini dapat semakin menghebat atau
malah hilang perlahan-lahan seiring dengan berjalannya waktu. Gejala nyeri
pada skrotum yang menetap, semakin menghebat, dan disertai dengan mual
dan muntah merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan
medis secepatnya.2
Timbulnya nyeri pada salah satu ataupun kedua skrotum merupakan
hal yang memerlukan perhatian secara serius serta penanganan medis
karena skrotum dan testis merupakan glandula reproduksi dari seorang pria
yang

menghasilkan

menimbulkan

sperma

sehingga

ketidaknyamanan

kesalahan

sepanjang

hidup

penanganan
seorang

lelaki.

akan
Bila

keadaan ini tidak ditangani akan menimbulkan gangguan-gangguan seperti


infertilitas,

disfungsi

ereksi,

bahkan

kematian

jaringan

testis

yang

mengakibatkan testis tersebut harus dibuang untuk selamanya.2


Beberapa hal yang dapat menimbulkan akut skrotum seperti proses infeksi, non infeksi, trauma,
dan berbagai macam benjolan yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan. 2 Proses infeksi yang
sering menimbulkan keluhan akut skrotum adalah epididimitis. 3,4 Menurut laporan jurnal di
Amerika, epididimitis merupakan keluhan kelima terbanyak di bidang urologi yang dikeluhkan
oleh laki-laki berusia 18-50 tahun dan 70% menjadi penyebab keluhan nyeri akut pada skrotum.
Sekitar 40% epididimitis terbanyak terjadi pada laki-laki usia 20-39 tahun dan sekitar 29% terjadi
pada laki-laki usia 40-59 tahun. Epididimitis jarang terjadi pada anak-anak prepubertas.4
Proses non infeksi yang sering menimbulkan keluhan nyeri akut pada skrotum adalah torsio
testis. Torsio testis merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang urologi karena torsio testis
menyebabkan strangulasi pada aliran darah testis sehingga dapat berakhir dengan nekrosis dan
atrofi testis.5 Angka kejadian torsio testis adalah 1 dari 160 orang remaja laki-laki dan 1 dari 4000
orang laki-laki berusia kurang dari 25 tahun. Dua pertiga kasus terjadi pada rentang usia 12 18
tahun.6 Keadaan ini harus dibedakan dengan keluhan nyeri akut pada skrotum lainnya karena

keterlambatan

diagnosis

dan

penanganan

akan

menyebabkan

hilangnya

testis

dan

skrotum. Berdasarkan penelitian, torsio testis dapat diselamatkan 100% bila ditangani kurang
7

dari 6 jam sejak terjadinya nyeri, hanya 20% yang dapat diselamatkan bila penanganan torsio
dilakukan sesudah 12 jam, dan 0% testis yang dapat bertahan bila ditangani sesudah 24 jam
sejak timbulnya nyeri.7
Faktor lain yang dapat menimbulkan keluhan nyeri akut pada skrotum adalah trauma. Jumlah
trauma pada skrotum yang murni berdiri sendiri yang terjadi di Amerika hanya sekitar 1%.
Rentang usia berkisar antara 10-30 tahun. Testis kanan lebih sering terkena trauma dibandingkan
dengan testis kiri karena kemungkinan besar dapat terbentur saat mengenai os pubis.7,8
Hernia inguinalis inkarserata sebagai salah satu diagnosa banding dari nyeri akut pada skrotum
banyak dikeluhkan oleh laki-laki. Hernia inguinalis yang sering mengalami inkarserta adalah
hernia inguinalis lateralis dan 75% lebih sering terjadi pada laki-laki.9

Berdasarkan penyebab terjadinya akut skrotum, maka perlu diketahui


lebih lanjut mengenai hal-hal yang berbeda dari setiap penyebab sehingga
lebih mudah dalam menegakkan diagnosis. Menentukan diagnosis akut
skrotum bukanlah suatu hal yang mudah karena akut skrotum dapat
ditimbulkan oleh berbagai macam sebab dan area pemeriksaan yang lunak
membuat pemeriksaan klinis menjadi lebih sulit.1
Makalah referat ini membahas akut skroum secara umum dan empat macam penyebab
terjadinya nyeri akut pada skrotum yaitu epididimitis, torsio testis, trauma pada skrotum, dan
hernia inguinalis inkarserata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Akut skrotum merupakan suatu gejala nyeri dan bengkak pada skrotum beserta isinya yang
bersifat mendadak serta menimbulkan gejala lokal dan sistemik.1
Etiologi

Penyebab tersering dari timbulnya akut skrotum adalah :2


Infeksi, seperti epididimitis, epididimoorchitis, orchitis, dll
Trauma, seperti saat berolahraga, bersepeda, dll
Torsio, seperti torsio testis, torsio appendiks testikularis
Penyebab lain yang jarang menimbulkan akut skrotum adalah :2
Tumor testis
Hernia inguinalis inkarserata
Kerusakan Nervus Pudendus (bicycle seat neuropathy), akibat lomba balap sepeda, lomba
pacu kuda, konstipasi berkepanjangan, dll
Tindakan Pembedahan, seperti pada post operasi hernia, post operasi vasektomi
Batu Ginjal
Benjolan yang disertai dengan rasa tidak nyaman, berupa hidrokel, varikokel, spermatokel, dll.
Ereksi yang berkepanjangan
Untuk menentukan diagnosis dari akut skrotum dilakukan melalui :11,13
1. Anamnesa
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan adalah :
Usia pasien. Torsio testis lebih banyak terjadi pada bayi dan anak laki-laki post pubertas.
Henoch-scchonlein purpura dan torsio appendiks testis terjadi pada anak laki-laki
prepubertas dan epididimitis dapat dijumpai pada anak laki-laki postpubertas. Henochschonlein purpura sebagai bagian dari proses infeksi sistemik yang menimbulkan
vaskulitis sering menyebabkan epididimitis dimana 38% anak-anak yang menderita
Henoch-scchonlein purpura juga mengalami nyeri pada skrotumnya.

Onset dan durasi nyeri. Torsio testis biasanya dimulai dengan nyeri yang mendadak seolaholah ada tombol yang terlempar dimana hal ini disebabkan oleh puntiran pada funikulus
spermatikus yang terjadi tiba-tiba sehingga membuat testis terangkat mendadak, nyeri
semakin memberat dan pasien merasa sangat tidak nyaman. Bila terdapat nyeri yang
tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan (menengah) dan terjadi dalam beberapa hari
cenderung mengarahkan kepada epididimitis ataupun torsio appendiks testis.
Riwayat trauma
Adanya riwayat trauma tidak mengesampingkan diagnosis torsio testis. Terjadinya trauma
pada skrotum saat berolahraga sering menimbulkan nyeri dalam waktu singkat. Perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut bila didapatkan adanya nyeri menetap setelah satu
jam dari terjadinya trauma untuk mengesampingkan diagnosis ruptur testis dan torsio
akut.
Adanya riwayat hidrokel saat lahir serta undescensus testis dapat menjadi predisposisi
terjadinya hernia inguinalis ataupun torsio testis.
Adanya gejala pada infeksi pada traktus urinarius lebih mengarahkan diagnosa kepada
epididimitis ataupun orkhitis. Gejala ini juga diikuti oleh gejala sistemik seperti demam,
nyeri perut, mual atau muntah serta adanya riwayat pernah menderita infeksi pada
traktus urinarius, pemasangan alat pada saluran kemih, trauma maupun tindakan
pembedahan. Kebanyakan proses inflamasi yang terjadi pada anak-anak tidak hanya
berhubungan dengan infeksi yang disebabkan oleh bakteri tapi juga disebabkan oleh
virus, trauma, atau adanya refluks urin.
2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pemeriksaan terhadap abdomen untuk mencari adanya nyeri pada regio flank
dan distensi vesika urinaria.
Pemeriksaan pada region inguinal dilakukan untuk menentukan secara jelas adanya hernia
inguinalis, bengkak maupun eritema.
Pemeriksaan pada genitalia dimulai dengan melakukan inspeksi pada skrotum. Kedua sisi
diperiksa untuk melihat adanya perbedaan ukuran yang nyata, derajat bengkak, eritema,

perbedaan ketebalan kulit dan posisi testis. Terdapatnya bengkak yang unilateral tanpa
diikuti perubahan warna kulit menandakan adanya hernia atau hidrokel. Bila kulit skrotum
terlihat mengkilat, gambaran blue dot sign dari testis ataupun appendiks epididimis yang
infark akan terlihat. Palpasi dimulai dari daerah inguinal untuk menyingkirkan hernia
inguinalis inkarserata. Kemudian dilanjutkan dengan mempalpasi di daerah funikulus.
Adanya funikulus spermatikus yang menebal dan teraba lembut mendukung torsio tests,
sedangkan bila teraba lembut saja mengindikasikan epididimitis. Anak laki-laki diperiksa
sambil berdiri sehingga dapat dilihat posisi testis. Adanya peninggian dari salah satu
testis menandakan adanya torsio testis.
Pemeriksaan refleks kremaster.
Refleks kremaster negatif pada torsio testis dan tetap positif pada torsio appendiks
epididimis.
Pemeriksaan transiluminasi untuk membedakan hidrokel dengan hernia.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urin dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi traktus urinarius pada pasien
dengan nyeri akut pada skrotum. Pyuria dengan atau tanpa bakteri mengindikasikan adanya
suatu proses infeksi dan mungkin mengarah kepada epididimitis. Selain itu perlu juga dilakukan
pemeriksaan darah dan sediment urin.11,12
Pemeriksaan Radiologis
Sampai saat ini, pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah :11,12
1. Color Doppler Ultrasonography
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri testikularis.
Merupakan Gold Standar untuk pemeriksaan torsio testis dengan sensitivitas 82-90% dan
spesifitas 100%.
Pemeriksaan

ini

yang echotexture

menyediakan

informasi

mengenai

jaringan

di

sekitar

testis

Ultrasonografi dapat menemukan abnormalitas

yang terjadi

pada skrotum

seperti

hematom, torsio appendiks dan hidrokel.


Pada torsio testis, akan timbul keadaan echotexture selama 24-48 jam dan adanya
perubahan yang semakin heterogen menandakan proses nekrosis sudah mulai terjadi.
2. Nuclear Scintigraphy
Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk melihat aliran
darah testis.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang
meragukan dengan memakai ultrasonografi.
Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia akibat
infeksi.
Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu
Adanya daerah yang mengandung sedikit proton pada salah satu skrotum merupakan tanda
patognomonik terjadinya torsio.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan akut skrotum tergantung dari diagnosis yang ditegakkan. Penatalaksanaannya
diperlihatkan pada bagan di bawah ini :14

Gambar 1. Bagan Penatalaksanaan Akut Skrotum14


Penyebab terbanyak yang menimbulkan keluhan nyeri akut pada skrotum dijabarkan sebagai
berikut :
EPIDIDIMITIS
1. Definisi
Epididimitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada epididimis. Epididimis
merupakan suatu struktur berbentuk kurva (koil) yang menempel di belakang testis dan
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma yang matur.3

1: Epididymis
2: Head of epididymis
3: Lobules of epididymis
4: Body of epididymis
5: Tail of epididymis
6: Duct of epididymis
7: Deferent duct (ductus
deferens orvas deferens)

Gambar 2. Anatomi Epididimis3


Berdasarkan timbulnya nyeri, epididimitis dibedakan menjadi epididimitis akut dan kronik.
Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya dalam beberapa hari
sedangkan pada epididimitis kronik, timbulnya nyeri dan peradangan pada epididimis telah
berlangsung sedikitnya selama enam minggu disertai dengan timbulnya indurasi pada skrotum.4
2. Etiologi
Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia pasien, sehingga
penyebab dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi :3,4,15,16
Infeksi bakteri non spesifik
Bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella) menjadi penyebab
umum terjadinya epididimitis pada anak-anak, dewasa dengan usia lebih dari 35 tahun dan
homoseksual. Ureaplasma
polymorpha juga

dapat

urealyticum,
ditemukan

pada

Corynebacterium, Mycoplasma,
golongan

penderita

tersebut.

and Mima
Infeksi

yang

disebabkan olehHaemophilus influenzae and N meningitides sangat jarang terjadi.


Penyakit Menular Seksual
Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang dari 35 tahun
dengan

aktivitas

seksual

aktif.

Infeksi

yang

disebabkan

olehNeisseria

gonorrhoeae,

Treponema pallidum, Trichomonas danGardnerella vaginalis juga sering terjadi pada populasi
ini.
Virus
Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada epididimitis yang
disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria. Mumps merupakan virus yang sering
menyebabkan epididimitis selain coxsackie virus A dan varicella
Tuberkulosis
Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberkulosis sering terjadi di daerah endemis TB
dan menjadi penyebab utama terjadinya TB urogenitalis.
Penyebab infeksi lain (seperti brucellosis, coccidioidomycosis, blastomycosis, cytomegalovirus
[CMV], candidiasis, CMV pada HIV) dapat menjadi penyebab terjadinya epididimitis namun
biasanya hanya terjadi pada individu dengan sistem imun tubuh yang rendah atau menurun.
Obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital) memicu terjadinya refluks.
Vaskulitis

(seperti

Henoch-Schnlein

purpura

pada

anak-anak)

sering

menyebabkan

epididimitis akibat adanya proses infeksi sistemik.


Penggunaan Amiodarone dosis tinggi
Amiodarone adalah obat yang digunakan pada kasus aritmia jantung dengan dosis
awal 600 mg/hari 800 mg/ hari selama 1 3 minggu secara bertahap dan dosis
pemeliharaan 400 mg/hari. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi ini (lebih dari 200 mg/hari)
akan menimbulkan antibodi amiodarone HCL yang kemudian akan menyerang epidididmis
sehingga timbullah gejala epididimitis. Bagian yang sering terkena adalah bagian cranial dari
epididimis dan kasus ini terjadi pada 3-11 % pasien yang menggunakan obat amiodarone.
Prostatitis
Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh
bakteri maupun non bakteri dapat menyebar ke skrotum, menyebabkan timbulnya
epididimitis dengan rasa nyeri yang hebat, pembengkakan, kemerahan dan jika disentuh

terasa sangat nyeri. Gejala yang juga sering menyertai adalah nyeri di selangkangan, daerah
antara penis dan anus serta punggung bagian bawah, demam dan menggigil. Pada
pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat yang membengkak dan terasa nyeri jika
disentuh.
Tindakan pembedahan seperti prostatektomi.
Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya infeksi preoperasi pada
traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13% kasus yang dilakukan prostatektomi suprapubik.
Kateterisasi dan instrumentasi
Terjadinya epididimitis akibat tindakan kateterisasi maupun pemasangan instrumentasi
dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang menyebar hingga ke epididimis.
3. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya epididimitis masih belum jelas, dimana diperkirakan terjadinya
epididimitis disebabkan oleh aliran balik dari urin yang mengandung bakteri, dari uretra pars
prostatika menuju epididimis melalui duktus ejakulatorius vesika seminalis, ampula dan vas
deferens. Oleh karena itu, penyumbatan yang terjadi di prostat dan uretra serta adanya anomali
kongenital pada bagian genito-urinaria sering menyebabkan timbulnya epididimitis karena
tekanan tinggi sewaktu miksi. Setiap kateterisasi maupun instrumentasi seperti sistoskopi
merupakan faktor resiko yang sering menimbulkan epididimitis bakterial.4,17
Infeksi berawal di kauda epididimis dan biasanya meluas ke tubuh dan hulu epididimis.
Kemudian mungkin terjadi orkitis melalui radang kolateral. Tidak jarang berkembang abses yang
dapat menembus kulit dorsal skrotum. Jarang sekali epididimitis disebabkan oleh refluks dari
jalan kemih akibat tekanan tinggi intra abdomen karena cedera perut.17
4. Gejala Klinis
Gejala yang timbul tidak hanya berasal dari infeksi lokal namun juga berasal dari sumber
infeksi yang asli. Gejala yang sering berasal dari sumber infeksi asli seperti duh uretra dan nyeri
atau itching pada uretra (akibat uretritis), nyeri panggul dan frekuensi miksi yang meningkat, dan
rasa terbakar saat miksi (akibat infeksi pada vesika urinaria yang disebut Cystitis), demam, nyeri

pada daerah perineum, frekuensi miksi yang meningkat, urgensi, dan rasa perih dan terbakar
saat miksi (akibat infeksi pada prostat yang disebut prostatitis), demam dan nyeri pada regio
flank (akibat infeksi pada ginjal yang disebut pielonefritis).6
Gejala lokal pada epididimitis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri mulai timbul dari bagian
belakang salah satu testis namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh testis, skrotum dan
kadangkala ke daerah inguinal disertai peningkatan suhu badan yang tinggi. Biasanya hanya
mengenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan muntah.4,17
5. Tanda Klinis
Tanda klinis pada epididimitis yang didapat saat melakukan pemeriksaan fisik adalah :
3,4,15,16,17

Pada pemeriksaan ditemukan testis pada posisi yang normal, ukuran kedua testis sama besar,
dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis dan epididimis membengkak di
permukaan dorsal testis yang sangat nyeri. Setelah beberapa hari, epididimis dan testis tidak
dapat diraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi testis. Kulit skrotum teraba panas,
merah dan bengkak karena adanya udem dan infiltrat. Funikulus spermatikus juga turut
meradang menjadi bengkak dan nyeri.
Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal
Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke atas karena
pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun pemeriksaan ini kurang
spesifik.
Pembesaran kelanjar getah bening di regio inguinalis.
Pada colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronik yaitu adanya pengeluaran
sekret atau nanah setelah dilakukan masase prostat.
Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan
Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali kongenital pada traktus
urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik, dll.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya suatu infeksi
adalah:4,16,17
Pemeriksaan darah dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift to the left(10.00030.000/l)
Kultur urin dan pengecatan gram untuk kuman penyebab infeksi
Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae.
Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita
6. Pemeriksaan Radiologis
Sampai saat ini, pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah :4,6,16,18
1. Color Doppler Ultrasonography
Pemeriksaan ini memiliki rentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan ini lebih banyak
digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum lainnya.
Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi pasien (seperti ukuran
bayi berbeda dengan dewasa)
Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri
testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung meningkat.
Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses skrotum sebagai
komplikasi dari epididimitis.
Kronik epididimitis dapat diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis yang disertai
penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan gambaran echo yang
heterogen pada ultrasonografi.

Gambar 3. Hasil Color Doppler sonogram di atas


menunjukkan peningkatan aliran darah epididimis
akibat adanya proses inflamasi4
2. Nuclear Scintigraphy
Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan
dilakukan
aliran

untuk

darah

mengkonfirmasi

yang

meragukan

hasil

pemeriksaan

dengan

memakai

ultrasonografi.
Pada epididimitis akut, akan terlihat gambaran peningkatan penangkapan kontras
Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia akibat
infeksi.
Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu
Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam melakukan
interpretasi
3. Vesicouretrogram (VCUG), cystourethroscopy, dan USG abdomen
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali kongenital pada pasien
anak-anak dengan bakteriuria dan epididimitis.
7. Diagnosis
Diagnosis epididimitis dapat ditegakkan melalui :4
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan Laboratorium
d. Pemeriksaan penunjang lainnya

8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding epididimitis meliputi :4,15,17,19
1. Orkitis
2. Hernia inguinalis inkarserata
3. Torsio testis
4. Seminoma testis
5. Trauma testis
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu penatalaksanaan medis dan bedah,
berupa :
a. Penatalaksanaan Medis
Antibiotik digunakan bila diduga adanya suatu proses infeksi. Antibiotik yang sering
digunakan adalah :3,4,6,15,20
Fluorokuinolon, namun penggunaannya telah dibatasi karena terbukti resisten terhadap
kuman gonorhoeae
Sefalosforin (Ceftriaxon)
Levofloxacin atau ofloxacin untuk mengatasi infeksi klamidia dan digunakan pada pasien
yang alergi penisilin
Doksisiklin, azithromycin, dan tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri non
gonokokal lainnya
Penanganan epididimitis lainnya berupa penanganan suportif, seperti :16
Pengurangan aktivitas

Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama dua sampai tiga hari
untuk mencegah regangan berlebihan pada skrotum.
Kompres es
Pemberian analgesik dan NSAID
Mencegah penggunaan instrumentasi pada urethra
e. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi :4,19
Scrotal exploration
Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis seperti
abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis tentang gangguan intrascrotal
baru dapat ditegakkan saat dilakukan orchiectomy.
Epididymectomy
Tindakan ini dilaporkan telah berhasi mengurangi nyeri yang disebabkan oleh kronik
epididimitis pada 50% kasus.
Epididymotomy
Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididimitis akut supurativa.
10. Komplikasi
Komplikasi dari epididimitis adalah :3,4
1. Abses dan pyocele pada skrotum
2. Infark pada testis
3. Epididimitis kronis dan orchalgia

4. Infertilitas sekunder sebagai akibat dari inflamasi maupun obstruksi dari duktus epididimis
5. Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hipogonadism
6. Fistula kutaneus
11. Prognosis
Epididimitis akan sembuh total bila menggunakan antibiotik yang tepat dan adekuat serta
melakukan hubungan seksual yang aman dan mengobati partner seksualnya. Kekambuhan
epididimitis pada seorang pasien adalah hal yang biasa terjadi.6
TORSIO TESTIS
1. Definisi
Torsio testis adalah terpuntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya
gangguan aliran darah pada testis.7

Gambar 4. Torsio Testis20


2. Etiologi
Etiologi terjadinya torsio testis adalah :7,16
Anomali kongenital
Undesensus Testis

Aktivitas seksual dan aktivitas yang berlebihan


Trauma tumpul yang mengenai skrotum
Perubahan suhu yang mendadak
Ketakutan, batuk
Celana yang terlalu ketat
3. Patofisiologi
Testis

merupakan

organ

yang

ditutupi

oleh

tunika

vaginalis

pada

permukaan

posterolateralnya sehingga testis memiliki sedikit kebebasan bergerak di dalam skrotum. Secara
fisiologis m. cremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen
untuk

mempertahankan

suhu

ideal

untuk

testis.

Adanya kelainan penyangga testis yang berupa insersi tunika vaginalis yang tinggi di funikulus
spermatikus menyebabkan testis dan funikulus spermatikus dapat mengalami torsi di dalam
tunika vaginalis jika bergerak secara berlebihan (intravaginal torsi), biasanya digambarkan
sebagai lonceng dengan bandulnya (bell clapper deformity).7,17
Terjadinya puntiran pada funikulus spermatikus dan testis di dalam tunika vaginalis
mengakibatkan timbulnya gangguan perdarahan testis mulai dari bendungan vena yang
menimbulkan oklusi arteri sampai iskemia yang dapat menyebabkan nekrosis dan gangrene.5,7,17
Putaran torsi berkisar antara 180o-720o, namun derajat yang menimbulkan oklusi
pembuluh darah dimulai dari 450o-720ohingga terjadinya iskemia pada arteri.21
4. Klasifikasi
Berdasarkan anatomi, torsio testis dibedakan menjadi dua macam, yaitu :5,21,22
Ekstravaginalis, tipe ini terjadi pada masa neonatus, umumnya karena terjadi sebelum testis
terfiksasi sempurna pada masa prenatal sehingga terjadi puntiran testis pada fiksasi testis di
bagian proksimal tunika vaginalis di masa perkembangannya. Angka kejadiannya adalah 5%
dari semua kejadian torsio tertis dan berhubungan dengan berat badan lahir yang lebih.
Torsio tipe ini dapat pula disebabkan oleh undesensus testis.

Intravaginalis, tipe ini terjadi puntiran di dalam tunika vaginalis yang lebih dikenal dengan
fenomena lonceng dan bandulnya (bell and clapper deformity), biasanya terjadi pada anakanak yang lebih tua. Tipe ini timbul akibat ketegangan yang berlebihan pada testis. Angka
kejadiannya adalah 16% dari semua kejadian torsio testis
5. Gejala Klinis
Timbul nyeri testis yang hebat dan tiba-tiba yang sering disertai nyeri perut dalam, mual
dan muntah, serta demam. Nyeri perut selalu ada, sebab berdasarkan perdarahan dan
persarafannya, testis tetap merupakan organ perut. Pada 50% pasien, memiliki riwayat nyeri
skrotum yang berulang yang menghilang spontan.7,16,17
6. Tanda Klinis
Pada permulaan testis teraba agak bengkak dengan nyeri tekan dan terletak agak tinggi
di skrotum, testis letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal dari testis kontra lateral., pada torsi
yang baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Kulit
skrotum menjadi udem, berwarna merah sehingga menyulitkan palpasi serta hilangnya refleks
kremaster, dan Phren sign positif.7,16
Torsio testis yang terjadi pada masa prenatal memiliki tanda berupa massa di skrotum
yang berbentuk bulat dan keras dan pemeriksaan transiluminasi bernilai negatif.25
7. Pemeriksaan Laboratorium5,7,23
Hasil pemeriksaan urinalisis biasanya normal, namun pada 30% kasus, ditemukan adanya
leukosit pada urin.
Pada pemeriksaan darah, didapatkan hasil yang normal, namun pada 60% kasus torsio
terdapat peningkatan leukosit yang menandakan telah terjadi proses infeksi
Pemeriksaan C-Reactive Protein (protein fase akut) dapat digunakan untuk membantu
membedakan inflamasi yang disebabkan oleh epididimitis dan proses noninflamasi yang
disebabkan oleh torsio testis. Peningkatan nilai CRP menunjukkan adanya suatu proses
peradangan akut.

8. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologist yang dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa
torsio testis adalah :5,7,16,21
Color Doppler Ultrasonography
Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah arteri yang menuju testis
sehingga dapat diketahu kelainan yang terjadi pada testis dan pembuluh darahnya.
Gambaran dari terganggunya aliran darah testis saat terjadi torsio testis tergantung dari durasi
terjadinya torsio.
Pada torsio yang terjadi kurang dari 6 jam, testis yang terkena akan menunjukkan gambaran
berupa sedikit pembesaran testis dengan sedikit penurunan echogenicity. Setelah 24 jam,
gambaran echogenicity menjadi lebih heterogen, dan hilangnya tanda-tanda viabilitas dari
testis.
Kaput epididimis menjadi membesar karena terjadi kekusutan pada arteri yang berbeda serta
terdapat gambaran spiral yang berliku-liku pada funikulus spermatikus.
Viabilitas dari testis dapat ditentukan dari echogenicity yang normal, tidak adanya penebalan
dinding skrotum dan ada atau tidaknya hidrokel.
Kekurangan dari pemeriksaan ini adalah sangat sulit dilakukan pada anak-anak walaupun testis
mereka dalam keadaan normal.

Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 86%, spesifitas 100%, dan ketepatan 97% dalam
mendiagnosis torsio testis.

Gambar 5. Gambaran Color Doppler ultrasonogram


menunjukkan adanya penurunan aliran darah pada
testis kiri dibandingkan dengan testis kanan pada
pasien yang telah mengalami torsio testis selama 4
jam.11
Nuclear Scintigraphy

Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat keragu-raguan dalam melihat aliran darah testis
sehingga tidak salah dalam membedakan torsio testis dengan kondisi lainnya.
Gambaran scan dapat dikatakan abnormal bila terdapat penurunan penangkapan proton pada
testis yang terkena. Gambaran ini menunjukkan tidak adanya aliran darah pada daerah
tersebut.
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 90-100% dalam melihat aliran darah testis.
9. Diagnosis
Diagnosis torsio testis dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik saja
namun bila terdapat keragu-raguan dapat dilakukan konfirmasi diagnosis dengan menggunakan
pemeriksaan penunjang lainnya.23
10. Diagnosis Banding
Diagnosis banding torsio testis adalah semua keadaan darurat dan akut di dalam skrotum
seperti hernia inguinalis inkarserata, epididimitis akut, hidrokel, torsio hidatid morgagni, dll.5,17,22
11. Penatalaksanaan
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi torsio testis adalah:7,5,16
Terapi konservatif berupa Detorsi manual yaitu mengembalikan testis ke posisi awalnya
dengan memutar ke arah beralawanan dengan arah torsi. Tindakan ini cukup menyakitkan
dan memerlukan tindakan bedah definitif lanjutan untuk memfiksasi testis.
Tindakan Operasi
Tindakan operasi dilakukan tergantung dari usia pasien dilakukan orchidopeksi bila testis
masih dapat diselamatkan dan orchidektomi bila testis sudah nekrosis.
12. Komplikasi
Torsio testis merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang urologi. Diagnosis torsio
testis harus sudah dapat ditegakkan antara 6-8 jam sejak timbulnya gejala. Komplikasi yang

timbul akibat terjadinya torsio testis yang tidak terdiagnosa lebih awal adalah terjadinya infark
pada testis, infeksi, dan akhirnya harus kehilangan testis untuk selamanya. Akibat dari
kehilangan testis akan menimbulkan gangguan fertilitas dan kosmetik.Hal ini terjadi pada 55-85%
kasus5,7,23
13. Prognosis
Bila torsio testis dapat didiagnosa secara cepat dan lebih dini, maka 100% testis masih
dapat diselamatkan. Orchiopexy tidak menjamin tidak akan terjadi torsio testis lagi di masa yang
akan datang.5,7,16,23
TRAUMA TESTIS
1. Definisi
Trauma testis didefinisikan sebagai trauma (dapat berupa tumpul dan tajam) yang
menimbulkan pembengkakan pada skrotum disertai hematom pada skrotum dan intratestikular
dan berbagai macam derajat ekimosis pada dinding skrotum.9
2. Etiologi
Berbagai macam jenis trauma yang terjadi pada skrotum berupa :8,9
Avulsi, dapat disebabkan oleh :
Serangan binatang dan orang lain
Kecelakaan kendaraan bermotor
Mutilasi diri sendiri
Trauma tumpul, dapat disebabkan oleh :
Aktivitas berolahraga
Kecelakaan kendaraan bermotor
Diserang oleh orang lain.

Trauma tajam (tembus), dapat disebabkan oleh :


Diserang oleh orang lain dan binatang
Kecelakaan kendaraan bermotor
Memutilasi diri sendiri
3. Patofisiologi
Adanya trauma tumpul maupun trauma tajam pada daerah skrotum menimbulkan cedera
pada skrotum.9
4. Gejala Klinis
Pada ananmnesis didapatkan riwayat terjadinya trauma, tidak ada demam, dan segera
setelah terjadinya trauma timbul rasa nyeri hebat, disertai mual, muntah dan kadang sinkop.9,17
5. Tanda Klinis
Pada inspeksi tampak ekimosis, hematom, pembesaran skrotum, luka, dan hilangnya
sebagian kulit (skin avulsi). Pada palpasi, testis dapat tidak teraba atau testis membesar dan
nyeri, didapatkan adanya cairan atau darah di dalam skrotum.9,17
6. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan urin penting untuk membedakan dengan penyebab pembesaran intraskrotal
lainnya, dan membantu mengetahui ada atau tidaknya hematuria sehingga dapat diketahui
adanya trauma pada urethra dan traktus urinarius. Kultur urin dan cairan luka dilakukan untuk
mengetahui ada atau tidaknya infeksi dan kuman penyebab infeksi. Pemeriksaan ini penting
terutama pada luka tusuk.9,17
7. Pemeriksaan Radiologis8,9
Color Doppler Ultrasonograf dengan atau tanpa kontras

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui organ-organ yang terkena saat trauma tumpul
terjadi, dilihat dari anatomi organ intraskrotum yang abnormal dan aliran darah testis.
Pemeriksaan ini sangat perlu dilakukan bila didapatkan adanya hematom intratestikular dan
ekstratestikular dengan tunika albuginea yang masih utuh.
Tidak adanya aliran darah menuju testis mengindikasikan adanya torsio testis, vascular
avulsion, trombosis pada funiculus spermaticus sehingga perlu dilakukan penanganan
segera.
Retrograde urethrography
Pemeriksaan ini dilakukan bila dicurigai adanya suatu trauma pada urethra yang dari
pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda trauma pada urethra seperti hematuria dan prostat
yang melayang pada pemeriksaan colok dubur.
CT Scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat lokasi testis yang abnormal, struktur anatomi
intratestikular, dan perfusi pada setiap organ. CT scan yang dilakukan adalah CT scan
abdominopelvik.
8. Diagnosis
Diagnosis definitif trauma testis ditentukan dengan melakukan eksplorasi. Ultrasonografi
skrotum dapat memberi gambaran akurat kerusakan testis sehingga dapat dihindari eksplorasi
yang tidak perlu.17
9. Diagnosis Banding
Dengan ananmnesis yang baik mengenai riwayat trauma, pemeriksaan fisik, laboratorium
dan ultrasonografi, trauma testis dapat dibedakan dengan torsio testis, tumor testis, epididimitis,
maupun hidrokel.17
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan trauma testis dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

Konservatif
Terapi konservatif dilakukan bila hanya terjadi pembengkakan dan nyeri tekan minimal,
atau pada ultrasonografi tidak terbukti terdapat ruptur testis. Terapi konservatif terdiri dari
elevasi skrotum, aplikasi kantong es, dan pemberian antibiotik. Antibiotik diberikan terutama
pada kasus skin avulsion dan luka tusuk pada daerah skrotum.9,17
Tindakan Bedah
Tindakan bedah yang dilakukan tergantung dari jenis trauma, seperti :9,24,25
Trauma tumpul pada skrotum
Eksplorasi skrotum dilakukan untuk menyelamatkan testis, mencegah infeksi, mengontrol
perdarahan, dan mempercepat pemulihan. Bila terjadi ruptur epididimis, maka tindakan yang
dilakukan adalah epididimektomi sedangkan bila terjadi torsio testis maka tindakan yang
dilakukan adalah orchidopexy.
Trauma tusuk (tembus) pada skrotum
Bila

terjadi

ruptur

total

pada

pembuluh

darah,

dapat

dilakukan

reanastomosis

mikrovaskular, sedangkan bila terjadi trombosis pada funikulus spermatikus, maka perlu
dilakukan mikroreimplantasi.
Skin avulsion
Pada keadaan ini yang perlu dilakukan pertama kali adalah debridement. Bila hanya
kehilangan sebagian besar, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah melakukan penutupan
dengan menjahitkan antar bagian luka dengan benang yang diserap dan menggunakan jarum
yang atraumatik. Bila kulit yang hilang hampir seluruhnya maka perlu dilakukan skin grafting.
11. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat terjadinya trauma pada skrotum adalah :9
Infeksi dan timbulnya jaringan nekrotik

Fournierss gangren
Atrofi testis
12. Prognosis
Viabilitas dari skrotum sangat tergantung pada devaskularisasi jaringan yang baik.9
HERNIA INGUINALIS INKARSERATA
1. Definisi
Hernia inguinalis inkarserata adalah suatu hernia ireponibilis yang sudah mengalami
gangguan vaskularisasi, disertai tanda-tanda ileus obstruktif akibat terjepitnya usus di dalam
anulus inguinalis. Hernia ireponibilis keadaan dimana sebagian usus masuk melalui sebuah
lubang pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis dan tidak dapat kembali ke cavum
abdominalis kecuali dengan bantuan operasi.. Kanalis inguinalis adalah saluran yang berbentuk
tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis dari perut ke dalam skrotum sesaat
sebelum bayi dilahirkan.17
2. Anatomi
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh annulus inguinalis internus yang
merupakan bagian terbuka dari fasia tranversalis dan aponeurisis m.transversus abdominis, di
medial bawah, di atas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh annulus inguinalis eksternus,
bagian terbuka dari aponeurosis m.oblikus eksternus, dan didasarnya terdapat ligamentum
inguinale. Kanal berisi funikulus spermatikus pada pria, dan ligamentum rotundum pada wanita.17

Gambar 6. Hernia Inguinalis10


Nervus ilioinguinalis dan iliofemoralis mempersarafi otot di regio inguinalis, sekitar kanalis
inguinalis, dan funikulus spermaticus, serta sensibilitas kulit di regio inguinalis, skrotum dan
sebagian kecil kulit tungkai atas bagian proksimomedial.17
3. Etiologi
Terjadinya hernia inguinalis inkarserata disebabkan oleh terjepitnya usus pada kanalis
inguinalis sehingga menyebabkan timbulnya gangguan vaskularisasi dan tanda-tanda ileus
obstruktif.17
4. Patofisiologi
Terjepitnya isi hernia pada annulus inguinalis akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi
hernia. Pada permulaaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur di
dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan
pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi
hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau
isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal,
fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.17
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan gambaran obstruksi
usus seperti perut kembung, muntah, obstipasi, dengan gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam basa. Bila sudah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi terjadi
gangguan toksik akibat gangrene, gambaran klinik menjadi komplek dan sangat serius. Penderita
mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia, nyeri akan menetap karena rangsangan
peritoneum, dan pasien menjadi lebih gelisah disertai demam dan menggigil.17
6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tanda-tanda dehidrasi dan peningkatan suhu
tubuh. Pada inspeksi yang ditemukan adalah benjolan kemerahan yang tidak dapat dimasukkan
lagi, pada palpasi didapatkan nyeri tekan di daerah skrotum dan distensi abdomen, pada perkusi

abdomen didapatkan perut kembung dan hipertimpani, sedangkan pada auskultasi didapatkan
hiperperistaltik usus dan metallic sound. Dapat dijumpai tanda peritonitis atau abses lokal bila
telah terjadi komplikasi.17
7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik.17
8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari hernia inguinalis inkarserata adalah keluhan akut skrotum lainnya dan
ileus obstruktif.17
9. Penatalaksanaan19,26
Penanganan Hernia Inkarserata
Tidak ada terapi konservatif untuk hernia jenis ini. Yang harus dilakukan adalah operasi
secepatnya untuk menghilangkan ileus.
Jenis operasi :
a. Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya. Kantong dibuka dan
isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat
setinggi mungkin lalu dipotong
b. Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah
terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplastik seperti
memperkecil anulus inguinalis internus dangan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia
transversa, dan menjahitkan pertemuan m. tranversus internus abdominis dan m. oblikus
internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale poupart
menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa m. transversus abdominis, m.oblikus

internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mc Vay. Bila defek cukup besar atau
terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti mersilene, prolene mesh
atau marleks untuk menutup defek.
Pada hernia inkarserata dapat diperkirakan hal-hal yang akan terjadi pada isi hernia
berdasarkan perhitungan waktu, yaitu :
kurang dari 24 jam setelah diagnosis, dapat dianggap isi hernia baru saja terjepit
24-48 jam : isi hernia mulai mengalami iskemik
48-72 jam : mulai terjadi ganggren
3 hari : isi hernia nekrosis
Selain dengan perhitungan waktu, keadaan isi hernia juga dapat dilihat dari :
warna usus (membiru, iskemik atau nekrosis)
penilaian vaskularisasi
Untuk penilaian vaskularisasi berikan NaCl hangat selama 5 menit pada usus, bila terjadi
perubahan warna dari kebiruan menjadi kemerahan berarti usus masih baik (viable)
bila setelah pemberian NaCl hangat warna usus tetap biru berarti usus telah mengalami
nekrosis (non-viable), harus direseksi secara end to end
kemampuan peristaltik usus
bila setelah pemberian NaCl hangat terjadi peristaltik berarti keadaan usus masih baik (viable)
Bila keadaan umum pasien baik tetapi ususnya non-viable, maka setelah herniotomi dilakukan
reseksi usus non-viable tadi lalu lubang hernia ditutup dengan hernioraphy dan hernioplasty.
Bila keadaan umum pasien jelek, usus non-viable, maka untuk tahap awal tetap dilakukan
herniotomy kemudian usus yang non-viable tadi dikeluarkan dan diletakkan di atas paha yang
dikenal dengan istilah VORLAGERUNG (letakkan di muka/ di luar). Dibuat lubang pada usus untuk
keluarnya feses. Setelah keadaan umum pasien membaik baru operasi dapat dilanjutkan.

Indikasi Vorlagerung :
usus non-viable
KU pasien jelek
Narcose (pembiusan) yang lama
Penatalaksanaan hernia inguinalis inkarserata pada anak dilakukan dengan pasien dipuasakan,
dipasang sonde lambung, infus rumatan dan disuntikkan sedatif sampai pasien tertidur dalam
posisi Tredelenberg. Dengan tertidur, diharapkan tekanan intraperitoneal akan normal kembali
dan diharapkan isi kantong hernia akan masuk kembali ke rongga peritoneal. Bila dalam waktu 6
jam setelah pasien tertidur, hernia tidak berhasil direduksi, herniotomi harus dilakukan dengan
segera.27
Pada bayi dan anak yang mempunyai anatomi inguinal yang normal, tindakan herniotomi hanya
terbatas pada ligasi tinggi, memisahkan sakus, dan mengecilkan annulus inguinalis ke ukuran
yang semestinya.27
10. Komplikasi
Komplikasi hernia inguinalis inkarserata adalah infeksi, hematom skrotalis, hidrokel, hernia
inguinalis rekurens, dan bila isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga
perut.27
11. Prognosis
Prognosis hernia inguinalis inkarserata tergantung dari lamanya isi hernia terjepit dan
penanganan yang diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Perbaikan klasik memberikan
angka kekambuhan sekitar 1% -3% dalam jarak waktu 10 tahun kemudian. Kekambuhan
disebabkan oleh tegangan yang berlebihan pada saat perbaikan, jaringan yang kurang,
hernioplasti yang tidak adekuat, dan hernia yang terabaikan. Kekambuhan yang sudah
diperkirakan, lebih umum dalam pasien dengan hernia direk, khususnya hernia direk bilateral.
Kekambuhan tidak langsung biasanya akibat eksisi yang tidak adekuat dari ujung proksimal

kantung. Kebanyakan kekambuhan adalah langsung dan biasanya dalam regio tuberkulum
pubikum, dimana tegangan garis jahitan adalah yang terbesar.17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Akut skrotum merupakan suatu keadaan timbulnya gejala nyeri dan bengkak pada skrotum
beserta isinya yang bersifat mendadak dan disertai gejala lokal dan sistemik yang memerlukan
penanganan yang segera tepat, dan adekuat. Menentukan diagnosis akut skrotum bukanlah
suatu hal yang mudah karena akut skrotum dapat ditimbulkan oleh berbagai macam sebab dan
area pemeriksaan yang lunak membuat pemeriksaan klinis menjadi lebih sulit sehingga perlu
diketahui lebih banyak tentang ciri-ciri yang membedakan dari tiap faktor penyebab.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yusuf Hakan avusoglu. Acute scrotum : Etiology and Management. Ind J Pediatrics
2005;72(3):201-4
.
2. Stanley J. Swierzwieski. Testicular pain/Scrotal Pain. 2007.http://www.urologychannel.com
3. Anonymous. Epididimitis. 2008. http://www.wikipedia.org
4. Edmund S Sabanegh. Epididimitis. 2008. http://www.emedicine.com
5. Eugene Minevich. Testicular Torsion. 2007. http://www.emedicine.com
6. Anonymous.

Epididimitis

and

Orchitis.

2008.

American

Urology

Association.http://www.urologyhealth.com
7. Timothy J Rupp. Testicular Torsion. 2006. http://www.emedicine.com
8. Corinne Deurdulian, et al. US Acute Scrotal Trauma: Optimal Technique, Imaging, Findings and
Management, Radiographics 2007;27:357-69

9. Robert A Mevorach, MD. Scrotal Trauma. 2007. http://www.emedicine.com


10. Anonymous. Hernia. 2007. http://www.wikipedia.org
11. Laris E. Galejs and Evan J. Kass. Diagnosis and Treatment of Acute Scrotum. AAFP J
1999;19(4)
12. Oren F. Miller. Acute Scrotum. Pediatric Urology of Oklahoma 2006
13. Anonymous. Evaluation of the Acute Scrotum. 1999.http://www.urologyweb.com
14. Anonymous. Acute Scrotal Pain. 2007.http://www.imagingpathways.health.wa.gov.au
15. John N. Krieger. Epididimitis. Dalam: Smiths General Urology 6th ed. 2003.h189-95
16. Francis X. Schneck, Mark F. Bellinger. Abnormalities of the testis and scrotum and their
surgical management. Dalam: Walsh : Campbells Urology 8th ed. 2002.h267-77
17. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi revisi. 1997, EGC Jakarta
18. Anonymous.

Epididimitis

and

Orchitis.

2008.

American

Urology

Association. http://www.urologyhealth.com
19. G.A Luzz, T.S. OBrein. Acute Epididymitis. BJU Int. 2001;87,747-755
20. Anonymous. Picture Torsio Testis. 2008. http://www.medicastore.com
21. Stanley J. Swierzwieski. Testicular pain/Scrotal Pain. 2007.http://www.urologychannel.com
22. Giovanni Grechi, Vincenzo Li Marzi. Testicular Torsion in Glenns Urology Surgery 5 th ed. 1998,
h.70-5
23. Anonymous. Testicular Torsion. 2007. http://www.wikipedia.org
24. Gerald H. Jordan. Scrotal Trauma in Glenns Urology Surgery 5th ed. 1998, h.222-31
25. Jack W. McAnich. Injuries to the scrotum in Smiths General Urology 6th ed. 2003.h222-35
26. Valerie J. Halpin, L. Michael Brunt. Hernias in Washington Manual Surgery. 2002.h89-95

27. Arif, Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. 2000, Media Aesculapius. Jakarta, h.313,383

Epididimo orkitis
Epididimo orkitis adalah inflamasi akut yang terjadi pada testis dan epididimis yang
memiliki ciri yaitu nyeri hebat dan terdapatnya pembengkakan di daerah belakang testis
yang juga disertai skrotum yang bengkak dan merah. Pada penderita dibawah 35 tahun
penyebab terseringadalah karena infeksi menular seksual dimana patogennya adalah
Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae.
Epididimitis seringkali terjadi akibat penyeberan organisme secara retrograde dari vas
deferens dan jarang terjadi secara hematogen. Infeksi bakteri menyebabkan infiltrasi
sel-sel darah putih ke dalam jaringan ikat epididimis dan terjadinya kongesti dan
edema. Gejala yang didapatkan pada epididimo-orchitis akibat infeksi menular seksual
adalah nyeri unilateral pada salah satu skrotum disertai dengan adanya discharge atau
riwayat adanya discharge (pus). Cara membedakan orchitis dengan torsio testis yaitu
melalui Prehn Sign yaitu membaik jika scrotum yang sakit dinaikkan. Pada pemeriksaan
fisik pasien pada kasus ini, nyeri tekan skrotum kanan (+), edema (+), Prehn Sign (+).
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka dapat ditegakkan
pasien menderita epididimo-orchitis pasca infeksi menular seksual. Penatalaksanaan
pada pasien adalah pemberian antibiotik yang sesuai dengan Ceftriaxone 250 mg IM
single dose, plus Doxycycline 100 mg PO 2 x 1 selama 10 14 hari.
Epididimo orkitis adalah inflamasi akut yang terjadi pada testis dan epididimis yang
memiliki ciri yaitu nyeri hebat dan terdapatnya pembengkakan di daerah belakang testis
yang juga disertai skrotum yang bengkak dan merah. Pada penderita dibawah 35 tahun
penyebab tersering adalah karena infeksi menular seksual dimana patogennya adalah
Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae. Cara membedakan orchitis dengan
torsio testis yaitu melalui Prehn Sign. Pasien laki-laki berusia 20 tahun datang dengan
keluhan buah zakar kanan nyeri dan bengkak sejak 2 hari SMRS. Sejak + 1 bulan yang
lalu, pasien menderita kencing nanah. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang maka pasien tersebut didiagnosis epididimo-orchitis pasca
infeksi menular seksual.

TORSIO TESTIS / TESTICAL TORSION


DES 1
Posted by herrysyu

BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan testis yang cukup sering salah satunya adalah torsio testis ini. Sehingga perlu
adanya pembahasan yang lebih terperinci.
Secara anatomi ,Testis adalah organ genitalia pria yang teletak di skrotum. Ukuran
tetstis pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2.5 cm. dengan volume 15-25 ml berbentuk
ovoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada
testis. Di luar tunika albugine terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis
dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada disekitar testis
memungkinkan testis untuk dapat digerakkan mendekati rongga abdomen untuk
mempertahankan temperature testis agar tetap stabil.
Secara histopatologis, testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli
seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel Sertoli,
sedang di antara tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada
proses spermatogenesis menjadi sel-sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi
makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstisial
testis berfungsi dalam menghasilkan hormone testosterone.
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami
pematangan/maturasi di epididimis. Setelah matur (dewasa) sel-sel spermatozoa
bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke
ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari
epididimis, vas deferens dan vesikula seminalis, serta cairan prostate, membentuk
cairan semen atau mani.
Testis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri spermatika interna yang
merupakan cabang dari aorta, arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior,
dan arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena

yang meninggalkan testis berkumpul meninggalkan testis berkumpul membentuk


pleksus Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal
sebagai varikokel.

(2)

BAB II
PEMBAHASAN
I. DEFINISI
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya
gangguan aliran darah pada testis. Keadaan ini diderita oleh I diantara 4000 pria yang
berumur kurang dari 25 tahun, paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas
(12-20 tahun). Disamping itu, tak jarang janin yang masih berada dalam uterus atau
bayi baru lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan
kehilangan testis baik unilateral maupun bilateral.(2)

Torsio testis atau terpeluntirnya funikulus spermatikus yang dapat menyebabkan


terjadinya strangulasi dari pembuluh darah, terjadi pada pria yang jaringan di sekitar
testisnya tidak melekat dengan baik ke scrotum. Testis dapat infark dan mengalami
atrophy jika tidak mendapatkan aliran darah lebih dari enam jam. (5)
II. ETIOLOGI
Torsio testis terjadi bila testis dapat bergerak dengan sangat bebas. Pergerakan yang
bebas tersebut ditemukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1.
2.
3.

Mesorchium yang panjang.


Kecenderungan testis untuk berada pada posisi horizontal.
Epididimis yang terletak pada salah satu kutub testis. (3)

Selain gerak yang sangat bebas, pergerakan berlebihan pada testis juga dapat
menyebabkan terjadinya torsio testis. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan
pergerakan berlebihan itu antara lain ; perubahan suhu yang mendadak (seperti saat
berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat,
defekasi atau trauma yang mengenai scrotum.
Pada masa janin dan neonatus, lapisan yang menempel pada muskulus dartos masih
belum banyak jaringan penyangganya sehingga testis, epididimis dan tunika vaginalis
mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpeluntir pada sumbu funikulus
spermatikus. Terpeluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal.

(2)

Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem
penyangga testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis
pada permukaan anterior dan lateral testis, pada keadaan ini tunika mengelilingi
seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum.
Keadaan ini menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung
tunika vaginalis dan menggantung pada funikulus spermatikus. Keadaan ini dikenal
sebagai anomali bell clapper. Keadaan ini menyebabkan testis mudah mengalami
torsio intravaginal. (2)

III. GAMBARAN KLINIS/ sign and sympton


Pasien-pasien dengan torsio testis dapat mengalami gejala sebagai berikut :
1.

Nyeri hebat yang mendadak pada salah satu testis, dengan atau tanpa faktor
predisposisi
2. Scrotum yang membengkak pada salah satu sisi
3. Mual atau muntah
4. Sakit kepala ringan (7)

Pada awal proses, belum ditemukan pembengkakan pada scrotum. Testis yang infark
dapat menyebabkan perubahan pada scrotum. Scrotum akan sangat nyeri kemerahan

dan bengkak. Pasien sering mengalami kesulitan untuk menemukan posisi yang
nyaman. (6)
Selain nyeri pada sisi testis yang mengalami torsio, dapat juga ditemukan nyeri alih di
daerah inguinal atau abdominal. Jika testis yang mengalami torsio merupakan
undesendensus testis, maka gejala yang yang timbul menyerupai hernia strangulata. (3)
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Dalam phisical examination, Testis yang mengalami torsio letaknya lebih tinggi dan
lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang
baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan
ini biasanya tidak disertai dengan demam. (2)

Testis kanan dan testis kiri seharusnya sama besar. Pembesaran asimetris, terutama jika
terjadi secara akut, menandakan kemungkinan adanya keadaan patologis di satu testis.
Perubahan warna kulit scrotum, juga dapat menandakan adanya suatu masalah. Hal
terakhir yang perlu diwaspadai yaitu adanya nyeri atau perasaan tidak nyaman pada
testis. (6)Reflex cremaster secara umum hilang pada torsio testis. Tidak adanya reflex
kremaster, 100% sensitif dan 66% spesifik pada torsio testis. Pada beberapa anak lakilaki, reflex kremaster dapat menurun atau tidak ada sejak awal, dan reflex kremaster
masih dapat ditemukan pada kasus-kasus torsio testis, oleh karena itu, ada atau tidak
adanya reflex kremaster tidak bisa digunakan sebagai satu-satunya acuan
mendiagnosis atau menyingkirkan diagnosis torsio testis.(5)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan
akut scrotum yang lain adalah dengan menggunakan stetoskop Doppler, ultrasonografi
Doppler, dan sintigrafi testis, yang kesemuanya bertujuan untuk menilai aliran darah ke
testis.(2)Sayangnya, stetoskop Doppler dan ultrasonografi konvensional tidak terlalu
bermanfaat dalam menilai aliran darah ke testis. Penilaian aliran darah testis secara
nuklir dapat membantu, tetapi membutuhkan waktu yang lama sehingga kasus bisa
terlambat ditangani. Ultrasonografi Doppler berwarna merupakan pemeriksaan
noninvasif yang keakuratannya kurang lebih sebanding dengan pemeriksaan nuclear
scanning. Ultrasonografi Doppler berwarna dapat menilai aliran darah, dan dapat
membedakan aliran darah intratestikular dan aliran darah dinding scrotum. Alat ini juga
dapat digunakan untuk memeriksa kondisi patologis lain pada scrotum. (8)
Color Doppler ultrasonogram showing acute torsion affecting the left testis in a 14year-old boy who had acute pain for four hours. Note decreased blood flow in the left
testis compared with the right tstis.
Color Doppler ultrasonogram showing late torsion affecting the right testis in a 16year-old boy who had pain for 24 hours. Note increased blood flow around the right
testis but absence of flow within the substance of the testis
Color Doppler ultrasonogram showing inflammation (epididymitis) in a 16-year-old
boy who had pain in the left testis for 24 hours. Note increased blood flow in and around
the left testis
Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urin, dan
pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya inflamasi kecuali pada torsio yang sudah
lama dan mengalami keradangan steril.
VI. DIAGNOSIS (8,9)

(2)

Diagnosis torsio testis dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Secara umum, digambarkan pada bagan Alogaritma dan Clinical Pathway
Torsio Testis / Testicular Torsion;

Pr
otocol for the diagnosis and treatment of the acute scrotum.

(8)

VII. DIAGNOSIS BANDING (1,2,4,5)


1. Epididimitis akut. Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis.
Nyeri scrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah dari
uretra, adanya riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan selain
isterinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Pada pemeriksaan,
epididimitis dan torsio testis, dapat dibedakan dengan Prehns sign, yaitu jika testis
yang terkena dinaikkan, pada epididmis akut terkadang nyeri akan berkurang (Prehns
sign positif), sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada (Prehns sign negative).
Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan
sedimen urin didapatkan adanya leukosituria dan bakteriuria.
2. Hernia scrotalis incarserata. Pada anamnesis didapatkan riwayat benjolan yang dapat
keluar masuk ke dalam scrotum.

3.

Hidrokel

4.

Tumor testis. Benjolan dirasakan tidak nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam testis

5.

Edema scrotum yang dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya


sumbatan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak
diketahui sebabnya (idiopatik).

Perbedaan antara torsio testis, torsio appendix testis dan epididimitis dapat dilihat pada
tabel di bawah ini. (8)
Diagnosis of Selected Conditions Responsible for the Acute Scrotum

Condition

Onset of
symptoms

Age

Tenderness

Urinalysis

Cremasteric
reflex

Treatment

Testicular
torsion

Acute

Early puberty

Appendiceal
torsion

Diffuse

Surgical
exploration

Bed rest and


scrotal

Localized to
Subacute

Prepubertal

upper pole

elevation

Insidious

Adolescence

Epididymal

+/

Antibiotic

Epididymiti
s

Torsio testis
Torsio appendix testis
Epididimitis
VIII. PENATALAKSANAAN /management
1. Non operatif
Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus spermatikus dapat
mengembalikan aliran darah. (5)
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan
memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke
medial, maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral terlebih dahulu,
kemudian jika tidak ada perubahan, dicoba detorsi ke arah medial.
Metode tersebut dikenal dengan metode open book (untuk testis kanan), Karena
gerakannya seperti membuka buku. Bila berhasil, nyeri yang dirasakan dapat
menghilang pada kebanyakan pasien. Detorsi manual merupakan cara terbaik untuk
memperpanjang waktu menunggu tindakan pembedahan, tetapi tidak dapat
menghindarkan dari prosedur pembedahan. (2,5)
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit gawat
darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini sulit dilakukan
tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya terdetorsi atau dapat
kembali menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang dari RS. Sebagai tambahan,

mengetahui ke arah mana testis mengalami torsio adalah hampir tidak mungkin, yang
menyebabkan tindakan detorsi manual akan memperburuk derajat torsio. (5)
2. Operatif

Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk
mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya
iskemia, oleh karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk
pemeriksaan pencitraan, laboratorium, atau
mengakibatkan testis tak dapat dipertahankan.

prosedur

diagnostik

lain

Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :


1.
2.
3.
4.
5.

Untuk memastikan diagnosis torsio testis


Melakukan detorsi testis yang torsio
Memeriksa apakah testis masih viable
Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih viable
Memfiksasi testis kontralateral

yang

Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh kecilnya
kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>24-48 jam).
Sebagian ahli masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi
dengan alasan medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk membuktikan diagnosis,
untuk menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan untuk melakukan orkidopeksi
pada testis kontralateral. (5)
Saat pembedahan, dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini
dilakukan karena testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain waktu. (3,5,7)

Jika testis masih viable, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos
kemudian disusul pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan
menggunakan benang yang tidak diserap pada tiga tempat untuk mencegah agar testis
tidak terpuntir kembali. Sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis,
dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi
kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap berada di scrotum dapat
merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan
fertilitas di kemudian hari.

(2)

IX. KOMPLIKASI (5)


1. Atropi testis
2. Torsio rekuren
3. Wound infection

4. Subfertility
DAFTAR PUSTAKA
(1)

Blandy, John. Lecture Notes on Urology. Third edition. Oxford : Blackwell Scietific

Publication. 1982. 277.


(2) Purnomo, Basuki P. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto. 2003. 8,145-148.
(3) Scott, Roy, Deane, R.Fletcher. Urology Ilustrated. London and New York : Churchill
Livingstone. 1975. 324-325.
(4) Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004. 799.
(5) http://emedicine.medscape.com/article/1017689-overview
(6) http://www.urologyhealth.org/about/
(7) http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/1113.htm
(8) http://www.aafp.org/afp/2006/1115/p1746.html
(9) http://www.gfmer.ch/selected_images_v2/detail_list.php?
cat1=15&cat2=123&cat3=280&cat4=2&stype=n
(10) http://www.catscanman.net/blog/2008/12/scan-mans-casebook-case-6/
(11) http://www.catscanman.net/blog/wp-content/uploads/casebook/orchitis5.jpg
(12) http://urologistchennai.com/services
(13) http://www.medicineonline.com/articles/s/2/Scrotal-Orchiopexy/Testicular-TorsionRepair.html
(14) http://www.surgeryencyclopedia.com/La-Pa/Orchiopexy.html

Anda mungkin juga menyukai