Anda di halaman 1dari 30

Case Report

HYDROPNEUMOTHORAKS

Oleh :

Hendri Yudhistira

(21360069)

Preseptor :

dr. Silman Hadori, Sp. Rad, MH.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Case Report

HYDROPNEUMOTHORAKS

Penyaji, Pembimbing,

Hendri Yudhistira dr. Silman Hadori, Sp. Rad, MH.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
2022
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI PASIEN

No. RM : 17.00.43
Nama : Ny. M
Jenis kelamin : Laki laki
Tanggal lahir : 16-08-1972
Umur : 50 tahun
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Dusun Argopeni RT 002/ RW 002, Sumberejo,
Tanggamus
Masuk IGD RSPBA : 18/02/2022
Masuk rawat inap : 18/02/2022

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan utama
nyeri ulu hati

Keluhan tambahan
Mual, muntah,

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 1 minggu yang lalu,
nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dirasakan hilang timbul, badan terasa lemas,
mual dan muntah. Riwayat minum alkohol dan merokok disangkal
.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada

Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan rutin berobat ke dokter penyakit dalam

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Dan Kebiasaan


Pasien bekerja sebagai wiraswasta

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit
sedang Kesadaran : Komposmentis
Vital Sign
TD : 120/80 mmHg N : 87 X/Menit
S : 36,6 °C RR : 20 X/Menit
SPO2 : 99 %

Pemeriksaan Head to toe


Kepala : Simetris tidak ada hematoma
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+)
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Mulut / tenggorokan : tidak ada kelainan
Leher : JVP 5+2 cm H2O
KGB : Tidak ada kelainan
Paru
 Inspeksi : tidak ada kelainan
 Palpasi : tidak ada kelainan
 Perkusi : tidak ada kelainan
 Auskultasi : tidak ada kelainan, wheezing (-), ronkhi (-)
 Inspeski : Ictus cordis terlihat
 Palpasi : Ictus cordis terba di ICS V
 Perkusi : Batas jantung kiri (perubahan sonor ke redup pada ics V)
dan batas jantung kanan normal
 Auskultasi : BJ I dan II normal, reguler
murmur(-) gallop(-)
Abdomen
 Inspeksi : tidak ada kelainan
 Auskultasi : Peristaltik (+)
 Palpasi : Hepar membesar, terdapat nyeri tekan
 Perkusi : redup (+), shifting dullness (+)
Ekstremitas atas : Edema (-), Akral hangat, palmar eritema (-), tremor (-),
refleks fisiologis normal, refleks patologis (-), kekuatan otot 5/5, R
Ekstremitas bawah : kedua tungkai simetris, edema tungkai (-),
refleks fisiologis normal, refleks patologis (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan


Laboratorium (18 Februari 2022)
HEMATOLOGI
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan Keterangan
Hemoglobin 11,9 lk 14 – 18 gr/dl ↓

wn 12 – 16
Leukosit 7.200 4.500 – % N
10.700
Hit. Jenis 0 0–1 % N
Leukosit Basofil
Hit. Jenis 0 0–3 % N
Leukosit
Eosinofil
Hit. Jenis 1 2–6 % ↓

Leukosit Batang
Hit. Jenis 53 50 – 70 % N
Leukosit Segmen
Hit. Jenis 38 20 – 40 % N
Leukosit
Limfosit
Hit. Jenis 8 2–8 % N
Leukosit Monosit
Eritrosit 4.3 lk 4,6 – 6,2 10^6/µL ↓

wn 4,2 –
6,4
Hematokrit 35 lk 50 – 54 % ↓

wn 38 – 47
Trombosit 233.000 159.000 – Ul N
400.000
MCV 81 80 – 96 Fl N
MCH 28 27 – 31 Pg N
MCHC 34 32 - 36 g/dl N
ALC (Absolute 2.736
lymphocyte
count)
NLR (Neutrofil 1,4
lymphocyte ratio)
KIMIA DARAH
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan Keterangan
Urea - 10-50 mg/dl N

Kreatinin - lk 0,6 – 1,1 mg/dl ↑

wn 0,5 –
0,9
GDS 79 <200 mg/dl ↑

Natrium - 135 - 145 nmol/l N

Kalium - 3,5 – 5,5 nmol/l N

Chloride - 96 - 106 nmol/l N

Jenis
Hasil Nilai Rujukan Satuan Ket
Pemeriksaan

IMUNOLOGI

SARS-CoV Non Reaktif (-) Non Reaktif (-)


IgG
SARS-CoV Non Reaktif (-) Non Reaktif (-)
IgM
Pemeriksaan USG Abdomen (13 Juli 2022)

Gambar 1. USG Abdomen


Expertise :
I. RESUME
Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri ulu hati nyeri seperti di tuauk
tusuk serta dirasakan hilang timbul sejak 1 minggu yang lalu, badan terasa
lemas, dan nyeri perut serta mual dan muntah. Riwayat minum alkohol dan
merokok disangkal.
Pasien mengatakan tidak ada yang mengalami hal serupa dikeluarganya.
Pasien pernah dirawat dengan diagnosa colic renal DD/ Batu empedu 5
bulan lalu. Kemudian datang kembali kontrol ke poli pada tanggal 13 Juli
2022 dengan diagnosa, Cholelitiasis
Pada pemeriksaan fisik umum terdapat, keadaan umum tampak sakit
sedang dengan kesadaran Compos Mentis. Vital Sign, TD 120/80 mmHg,
Suhu 36,5 C, nadi 87x / menit, pernapasan 20 x / menit. Pada pemeriksaan
fisik head to toe didapatkan konjungtiva anemis, sklera ikterik,
hepatomegali. Pada pemeriksaan Laboratoriun didapatkan Hemoglobin
11,9 g/dL, eritrosit 4,3 106/µL, Hematokrit 35 %, Trombosit 233.000,
MCV 81, MCH 28, MCHC 34. Pada pemeriksaan USG terdapat.
II. DIAGNOSIS BANDING
- CHF
- Obs.asites e.c. Sirosis Hepatis

III. DIAGNOSIS KERJA


Cholelitiasis

IV. TATALAKSANA
- IVFD RL 20 tpm
- Ondancentron 3 x 4mg
- Omeprazole inj2 x 40mg
- Ketorolac inj 2 x 1 gr
- Sucralfate syr 3 x 2

V. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia at bonam
Quo ad functionam : dubia at bonam

Quo ad sanactionam : dubia at bonam


Follow Up
Tanggal Waktu Pemeriksaan
19/02/2022 10.00 S : nyeri ulu hati, mual
muntah, nafsu makan
berkurang
O : Kes: Composmentis
TD 110/80 mmHg, N 83
x/m. RR 22 x/m.
T 36,7o , SpO
96%
A:
- Colic Renal DD/ Cholelitiasis
P:
IVFD RL 500 cc
mikro x tpm
Furosemide 3x40mg
Ondancentron vial/8 jam
40 mg
Ketorolac2x1gr
Sucralfate syr 3x1
Eperson tab 3x1
20/02/2022 10.00 S : nyeri ulu hati, mual
muntah, nafsu makan
berkurang
O : Kes: Composmentis
TD 130/80 mmHg, N 82
x/m. RR 20 x/m.
T 36,6o , SpO
99%
A:
- Colic Renal DD/ Cholelitiasis
P:
IVFD RL 500 cc
mikro x tpm
Furosemide 3x40mg
Ondancentron vial/8 jam
40 mg
Ketorolac 2x1gr
Sucralfate syr 3x1
Eperson tab 3x1
Bicnat 2x1
Pct 3x1
Urdafalk 1x1

21/02/2022 10.00 S : nyeri ulu hati


berkurang, mual muntah
(-), nafsu makan
membaik
O : Kes: Composmentis
TD 130/80 mmHg, N 82
x/m. RR 20 x/m.
T 36,6o , SpO
99%
A:
- Colic Renal DD/ Cholelitiasis
P:
IVFD RL 500 cc
mikro x tpm
Furosemide 3x40mg
Ondancentron vial/8 jam
40 mg
Ketorolac 2x1gr
Sucralfate syr 3x1
Eperson tab 3x1
Bicnat 2x1
Pct 3x1
Urdafalk 1x1
22/02/2022 10.00 S : nyeri berkurnag
O : Kes: Composmentis
TD 130/80 mmHg, N 82
x/m. RR 20 x/m.
T 36,6o , SpO
99%
A:
- Colic Renal DD/ Cholelitiasis
P:
IVFD RL 500 cc
mikro x tpm
Furosemide 3x40mg
Ondancentron vial/8 jam
40 mg
Ketorolac 2x1gr
Sucralfate syr 3x1
Eperson tab 3x1
Bicnat 2x1
Pct 3x1
Urdafalk 1x1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Cholelitiasis

Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu material
mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran
empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya.

2.2 Anatomi Dan Fisiologi Kantung Empedu

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah
lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum, dan kolum.
Fundus bentuknya bulat, ujung nya buntu dari kandung empedu. Korpus merupakan bagian
terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu.

Empedu yang di sekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang
kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar
yang keluar dari permukaan hati sebagai duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung
dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.

Sistem biliaris disebut juga sistem empedu, sistem biliaris dan hati tumbuh bersama
berasal dari divertikulum yang menonjol dari foregut, dimana tonjolan tersebut akan menjadi
hepar dan sistem biliaris. Bagian kaudal dari divertikulum akan menjadi gaallbladder (kandung
empedu), ductus cysticus, ductus biliaris communis (ductus choledochus) dan bagian cranialnya
menjadi hati dan ductus hepaticus biliaris.

Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah pear/alpukat dengan panjang
sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar ke
luar tepi hati, di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral muskulus rectus abdominis. Sebagian
korpus besar korpus menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung empedu seluruhnya
diliputi oleh peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh
batu, maka infundibulum menonjol seperti kantong (kantong Hartmann). Secara anatomis,
kandung empedu terbagi menjadi : fundus (ujung), corpus, infundibulum dan leher yang
berhubungan dengan ductus cysticus.
Ductus cysticus berjalan dari hati ke arah kandung empedu, panjangnya 1-2 cm, diameter
2-3 mm, diliputi permukaan dalam dengan mukosa yang banyak sekali membentuk duplikasi
(lipatan-lipatan) yang disebut Valve of Heister, yang mengatur pasase bile ke dalam kandung
empedu dan menahan alirannya dari kandung empedu. Ductus cysticus bergabung dengan ductus
hepaticus communis menjadi ductus biliaris communis (ductus choledochus).

Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale dengan


batas atas porta hepatis sedangkan batas bawahnya distal papila Vateri. Bagian hulu saluran
empedu intrahepatik bermuara ke saluran yang paling kecil yang disebut kanikulus empedu yang
meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris dan
selanjutkan ke duktus hepatikus di hilus.

Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang duktus
hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara duktus sistikus. Ductus
choledochus berjalan menuju duodenum dari sebelah belakang, akan menembus pankreas dan
bermuara di sebelah medial dari duodenum descendens. Dalam keadaan normal, ductus
choledochus akan bergabung dengan ductus pancreaticus Wirsungi (baru mengeluarkan isinya ke
duodenum) Tapi ada juga keadaan di mana masing-masing mengeluarkan isinya, pada umumnya
bergabung dulu. Pada pertemuan (muara) ductus choledochus ke dalam duodenum, disebut
choledochoduodenal junction. Tempat muaranya ini disebut Papilla Vatteri. Ujung distalnya
dikelilingi oleh sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum.

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1000 ml/hari. Diluar waktu makan,
empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan
sekitar 50%. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi
air dan natrium (Doherty, 2010). Kandung empedu mensekresi glikoprotein dan H+. Glikoprotein
berfungsi untuk memproteksi jaringan mukosa, sedangkan H+ berfungsi menurunkan pH yang
dapat meningkatkan kelarutan kalsium, sehingga dapat mencegah pembentukan garam kalsium.
Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi
kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang
diproduksi akan disimpan di dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu akan
berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke dalam duodenum.

Empedu melakukan dua fungsi penting yaitu:

1. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena
asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan
partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase
yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk
akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.

2. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang
penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan
kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon kolesistokinin, hal ini terjadi
ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang
menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi efektifitas
pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu
keluar duktus biliaris komunis kedalam duodenum. Selain kolesistokinin, kandung empedu juga
dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang menyekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan
enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum
terutama sebagai respon terhadap perangsangan kolesistokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam
makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak
yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam
waktu sekitar 1 jam.

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan
empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah
steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya
dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal
kalau diperlukan.

2.3 Etiologi Dan Patogenesis

Penyebab kolelitiasis adalah :

- Jenis Kelamin

Wanita mempunyai risiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dengan pria. Ini
dikarenakan oleh hormoneosterogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi kolesterol oleh
kandung empedu. Kehamilan yang meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan risiko
terkena kolelitiasis. Penggunaan pil dan kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat
meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.

- Usia

Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang
dengan usia yang lebih muda.

- Berat badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung
empedu tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi / penggosongan
kandung empedu.

- Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gastrointestinal) mengakibtkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

- Riwayat keluarga

Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan
dengan tanpa riwayat keluarga.

- Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya kolelitiasis.


Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

- Penyakit usus halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah diabetes, anemia, sel
sabit, trauma, dan ileus pralitik

- Nutrisi intravena jangka lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk
berkontraksi, karena tidak ada makanan / nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga risiko untuk
terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

Patogenesis

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran
empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu
masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting
tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,
stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan
yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol
dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan
supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri
dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan
dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.

Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang
abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai
kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari
empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak
sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh
jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu
produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi
lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu.

Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus
sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan
sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik
empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau
tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.
2.4 Klasifikasi

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan


atas 3 (tiga) golongan.

1. Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol.
Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol)
(Bhangu, 2007). Batu kolestrol murni merupakan hal yang jarang ditemui dan prevalensinya
kurang dari 10%. Biasanya merupakan soliter, besar, dan permukaannya halus. Empedu yang di
supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara
Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung paling
sedikit 75 % kolesterol berdasarkan berat serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu,
senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol dilarutkan di dalam empedu dalam daerah
hidrofobik micelle, sehingga kelarutannya tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan
lesitin. Ini dapat dinyatakan oleh grafik segitiga, yang koordinatnya merupakan persentase
konsentrasi molar garam empedu, lesitin dan kolesterol.

Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap:

a. Supersaturasiempedudengankolesterol.

b. Pembentukannidus.

c. Kristalisasi/presipitasi.

d. Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain yang
membentuk matriks batu.

2. Batu pigmen

Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang

mengandung < 20% kolesterol. Jenisnya antara lain:


a. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmencoklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat
sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi
saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi
bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam
glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari
penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan
terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran
empedu dalam empedu yang terinfeksi.

b. Batu pigmen hitam.

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat
hitam yang tak terekstraksi (Lesmana, 2006). Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak
ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama
terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas.
Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.

3. Batu campuran

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.
Merupakan batu campuran kolesterol yang mengandung kalsium. Batu ini sering ditemukan
hampir sekitar 90 % pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna coklat tua.
Sebagian besar dari batu campuran mempunyai dasar metabolisme yang sama dengan batu
kolesterol.

2.5 Diagnosis

- Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang


mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak.
Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas
atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari
15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan
perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, scapula, atau ke puncak bahu, disertai mual
dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah
menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada
waktu menarik nafas dalam.

Pemeriksaan fisik :

1. Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis


akut dengan peritonitis lokal atau umum, kandung empedu, atau pankreatitis . Pada pemeriksaan
ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomis kandung empedu.
Murphy sign positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang
karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas.

2. Batu saluran empedu

Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala pada fase tenang. Kadang teraba hepar dan
sklera ikterik. Perlu diketahui bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak
jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.

Pemeriksaan penunjang:

- Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik biasanya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila
terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di
dalam duktus koledokus. Kadar serum alkali fosfatase dan mungkin juga amilase serum biasanya
meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut.

- Pemeriksaan radiologi

1. Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar
10-15% batu kandung empedu yang bersifat radiopak. Kadang-kadang empedu yang
mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu
kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.
2. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai kadar spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi
batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intra-hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa
nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

3. Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan
ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubin
serum di atas 2 mg/dl, obstruksi pylorus dan hepatitis, karena pada keadaan-keadaan tersebut
kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada
penilaian fungsi kandung empedu.

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis kolelitasis :

- Terapi Medik

a. Terapi Nutrisi

Diet segera setelah operasi biasanya berupa cairan rendah lemak dengan protein dan karbohidrat
tinggi dilanjutkan denngan makanan padat yang lembut, hindari telur, krim, babi, maknan
gorengan, keju, sayuran pembentukan gas, dan alkohol.

b. Terapi Farmakologi

1. Untuk menghancurkan batu : ursodiol/aktigal.

2. Efek samping : diare, bersifat hepatotoksik, pada

fetus sehingga kontraindikasi pada ibu hamil.

3. Mengurangi konten kolesterol dalam batu empedu :


chenodiol/chenix.

4. Untuk mengurangi gatal-gatal : cholestyramine

(Questran)

5. Menurunkan rasa nyeri : analgesik.

6. Mengobati infeksi : antibiotik.

- Penatalaksanaan Bedah

a. Kolesistektommi laparaskopi : dilakukan melalui insiasi atau tusukan kecil yang dibuat
menembus dinding abdomen di umbilikus. Rongga abdomen ditiup dengan gas karbon monoksid
untuk membantu pemasangan endoskopi.

b. Kolesisitektomi : kantung empedu diangkat setelah asteri dan duktus sistikus diligasi. Sebuah
drain (penrose) ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur ke luar lewat luka
operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa
absorben.

c. Minikolesistektomi : kantung empedu dikeluarkan melalui sebuah insiasi kecil selebar 4cm.

d. Kolesistostomi (bedah atau perkutan) : kantung empedu dibuka, dan batu, empedu, atau
drainase purulent dikeluarkan

e. Koledokostomi
Inisiasi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan
biasanya dipasang sebuah kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai
edema mereda. Kateter ini dihubungkan dengan selang drainase.
BAB III

ANALISA KASUS

Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan didalam
rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.
Pada pasien ini terdapat beberapa gejala yang mengarah ke pada diagnosis
hydropneumothorax, pada anamnesa, pasien memiliki keluhan sesak nafas, dada seperti tertusuk,
dan memiliki riwayat merokok dan menggunakan zat-zat terlarang. Kemudian pada
pemeriksaaan fisik terdapat penurunan vocal fremitus, melebarnya tulang intercostalis, dan
hipersonor pada pemeriksaan perkusi, penurunan suara nafas pada saat dilakukan auskulktasi,
kemudian pada perut di dapatkan asites dan hepatomegali,
pada pemeriksaan rontgen terdapat Bayangan opak inhomogen lobulatet batas tidak tegas, tepi
irreguler di lapang atas sampai tengah medial paru kanan, Effusi Pleura kanan dengan kecurigaan
adanya suspek tanda tanda hidropneumotoraks kanan.
BAB IV
KESIMPULAN
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan didalam rongga
pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Pada pria, resiko pneumothorax spontan
akan meningkat pada perokok berat dibanding non perokok. Pneumothorax spontan sering terjadi
pada usia muda, dengan insidensi puncak pada dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun).
Sementara itu, pneumothorax traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak
langsung pada dinding dada, dan diklasifikasikan menjadi iatrogenik maupun non-iatrogenik.
Pneumothorax iatrogenik merupakan tipe pneumothorax yang sangat seringterjadi.

Kesimpulan telah ditegakkan diagnosis Hydropneumothoraks atas dasar


pertimbangan aspek klinis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang seperti radiologi dan laboratorium yang pada kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhangu, A.A. 2007. Cholelitiasis and Cholesistitis. In: Bhangu, A.A., editor. Flesh and Bones

of Surgery. China: Elseiver.p.123-128.2. Doherty, G.M. 2010. Biliary Tract. In : Doherty, G.M.,

editor. Current Diagnosis & Treatment Surgery. 13 th. Ed. New York: McGraw-Hill.p. 544-55

3. Farrokh, S.T.2011. Asymptomatic Gallstones and Related Risk Factors in Iran. Hepato-

Gastroenterology. 58:109-112.

4. Halldestam. 2009. Incidence of and Potential Risk Factors for Gallstone Disease in a General

Population Sample. BJS. 96: 1315-1322.

5. Heuman, D.M. 2011. Cholelithiasis. (serial online), Jan.-Mar.,(cited 2011 Jun.5) Available

from: URL: http://emedicine.medscape. com/article/175667- overview.htm.

6. Lesmana, L. 2006. Batu Empedu. In: Sudoyo,A.W., Setiyohadi, B.,Alwi, I., Simadibrata, M.,

Setiati, S., editors. Buku Ajar Penyakit Dalam. 4th.Ed. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.p.380-384.

7. Markus, M. L. 2001. Cholesterol gallstones. from epidemiology to prevention Postgrad Med

J., 77:221–229..

Anda mungkin juga menyukai