Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

ANESTESI UMUM PADA COMBUSTIO GRADE III

Disusun Oleh:
Rafidah Hanina Ashil 1102016176
Zahra Mumtaza 1102016234

Pembimbing :
dr. Irwan Setiadi, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK SMF ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT UMUM Dr. SLAMET GARUT
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Disusun oleh:
Rafidah Hanina Ashil 1102016176
Zahra Mumtaza 1102016234

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik


di bagian Anestesi RSUD dr. Slamet Garut

Telah dibimbing dan disahkan pada


Garut, 26 Oktober 2021
Pembimbing

dr. Irwan Setiadi, Sp.An


BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H
Umur : 2 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp. Ciela Lebak, Kec. Bayongbong
Tanggal Masuk RS : 16 Oktober 2021
Tanggal Pemeriksaan : 21 Oktober 2021

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Luka bakar

Anamnesis Terpimpin
Pasien rujukan dari RSUD Pameungpeuk datang dengan keluhan luka bakar yang
dialami sejak 2 hari SMRS akibat terkena minyak panas, nyeri (+). Riwayat
pingsan (-), sesak (-), mual (-), muntah (-).

Mekanisme Trauma
Ibu pasien sedang menggoreng kerupuk di dapur, pasien yang tidak bisa diam
mengambil bangku plastik lalu mendekati kompor. Beberapa saat kemudian, ibu
pasien mencuci tangannya di wastafel dan ketika menoleh ke belakang, pasien
sudah tersiram karena pasien tergelincir lalu menyambar panci yang berisi minyak
panas hingga mengenai area kepala, wajah dan kedua tangan pasien.

Riwayat Pengobatan
Pasien diolesi dengan adonan tepung oleh ibunya karena mendapat saran dari
tetangga yang mengatakan adonan tepung tidak akan menimbulkan lenting berisi
air jika segera dioleskan di luka bakar. Kemudian pasien dibawa ke Puskesmas
Bayongbong, disana pasien diolesi oleh salep lalu dirujuk ke RSUD
Pameungpeuk karena fasilitas yang kurang memadai. Sesampainya di RSUD
Pameungpeuk, pasien dirawat inap selama semalam dan dirujuk ke RSUD dr.
Slamet Garut untuk dilakukan necrotomy debridement.

Riwayat Penyakit Penyerta


 Riwayat luka bakar (-)
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat kejang (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat luka bakar (-)
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat asma (-)
 Riwayat kejang (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


Primary Survey
B1 : RR 23 x/menit, rhonki (-/-), wheezing (-/-), SpO2 99% room air
B2 : TD 100/60 mmHg, N 150 x/menit regular
B3 : GCS 15, pupil isokor Ø2,5 mm/2,5 mm, RC (+/+), suhu 36,1℃
B4 : Produksi urin (+)
B5 : Datar, BU (+) kesan normal, timpani
B6 : Edema (-), fraktur (-), luka bakar grade IIB

Secondary survey
Kepala & wajah : Normosefal, rambut berwarna hitam, bibir edema (-)
Mata : Palpebra edema (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik
(-/-)
THT : Deformitas (-), sekret (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax
Cor : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), tidak teraba massa, hepar dan
lien tidak teraba, BU (+) normal
Ekstremitas : Lihat status lokalis

Status Lokalis
Regio Kranial
Inspeksi : tampak luka bakar grade IIB 9 %, hiperemis (+), hematom (+), edema
(-), bulla (-)
Palpasi : nyeri tekan (+)

Regio ekstremitas superior dextra et sinistra


Inspeksi : tampak luka bakar grade IIB 9 %, hiperemis (+), hematom (+), edema
(-), bulla (-)
Palpasi : nyeri tekan (+)

Foto klinis 21 Oktober 2021


Kepala dan leher : 9%
Trunkus anterior : 0%
Trunkus posterior : 0%
Ekstremitas atas kanan : 4,5%
Ekstremitas atas kiri : 4,5%
Ekstremitas bawah kanan : 0%
Ekstremitas bawah kiri : 0%
Genitalia : 0% +
Total : 18%

Status Gizi
BB : 11 kg
BB/U berdasarkan kurva WHO kesan normal
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 16 Oktober 2021
Nama Test Hasil Unit Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin 14.5 (H) g/dL 11.3 – 13.5
Hematokrit 43 (H) % 34 – 40
Leukosit 17, 150 (H) /mm3 5,000 – 14,500
Trombosit 384,000 /mm3 150,000 – 440,000
Eritrosit 5.42 (H) Juta/mm3 3,95 – 5.32
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 0 (L) % 1–6
Batang 1 (L) % 3–5
Neutrofil 62 % 50 – 70
Limfosit 30 % 30 – 45
Monosit 7 % 2 – 10
Kimia Klinik
Ureum 23 Mg/dL 15 – 30
Kreatinin 0.3 Mg/dL 0.24 – 0.41
GDS 167 (H) Mg/dL < 140

Hasil pemeriksaan kimia klinik (elektrolit)


Hasil
Nama Test Unit Nilai Normal
16/10/2021 18/10/2021
Natrium (Na) 128 (L) 136 mEq/L 135 – 145
Kalium (K) 5.2 3.7 mEq/L 3.6 – 5.5
Klorida (Cl) 96 (L) 98 mEq/L 98 – 108
Kalsium (Ca Bebas) 5.23 5.08 mg/dL 4.7 – 5.2

Hasil pemeriksaan rontgen thorax tanggal 16 Oktober 2021


STATUS FISIK (ASA)
ASA II

V. DIAGNOSA KERJA
Luka bakar grade III TBSA 18% regio fascialis et extremitas superior bilateral

VI. RENCANA TATA LAKSANA


Airway : O2 4 lpm via nasal kanul
Breathing : Spontan
Circulation : Parkland formula = 4 mL/kgBB/% TBSA = 4 mL x 11 x 18%
= 792 mL
IVFD RL 396 mL pada 8 jam pertama, dilanjutkan dengan 396
mL pada 16 jam berikutnya

Maintenance
(4 mL x 10 kg) + (2 mL x 1 kg) = 42 mL/jam
IVFD D5% 500 mL dalam 12 jam
Drug : Inj. Ceftriaxone 1 gram/24 jam

RENCANA TINDAKAN BEDAH


Necrotomy debridement

RENCANA TINDAKAN ANESTESI


General Anestesi

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : bonam
BAB II
STATUS ANESTESI

A. Pre – Operatif
1. Informed Consent
Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien mengenai rencana,
resiko, komplikasi, durasi dan waktu pemulihan pasien
2. Anamnesis
 Riwayat asma/alergi : disangkal
 Riwayat darah tinggi : disangkal
 Riwayat sakit jantung : disangkal
 Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
 Riwayat merokok : disangkal
 Riwayat minum alkohol : disangkal
 Makan Terakhir : Tidak diketahui
 Minum Terakhir : Tidak diketahui
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : E4 M6 V5
Kesan Gizi : Cukup
Tanda Tanda Vital
 Nadi : 130 x/menit
 RR : 27 x/menit
 Suhu : 36,70C
 SpO2 : 97%
Airway
 Mallampati : SDN
 Gigi patah (-), gigi goyang (-), gigi palsu (-)
Breathing
 Paru-paru : Vesukuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
 Pola pengembangan dada tampak simetris hemitoraks kanan dan
kiri dalam keadaan statis dan dinamis
Circulation
 Jantung : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Perifer : Akral hangat, edema tungkai -/-
Sistem Hepatobilier : jaundice (-), hepar dan lien tidak teraba
Sistem Genitourinaria : dalam batas normal
Sistem Muskuloskeletal : dalam batas normal
Klasifikasi ASA : II

B. Peri Operatif
Status Medis Saat Masuk Kamar Operasi
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : E4 M6 V5
Tanda Tanda Vital
 Nadi : 150 x/menit
 SpO2 : 99% via room air

Jenis Anestesi : GA
Medikasi
1. Fentanyl 20 mcg
2. Propofol 20 mg
3. Atracuronium 5 mg

Pemberian Cairan
RL 500 ml

C. Keadaan Selama Operasi


Letak Penderita : Supine
Airway : LMA
Lama Operasi : 60 menit

D. Cairan
Total asupan cairan
Kristaloid : 500 mL

Total keluaran darah


1. Pendarahan (EBL) :-
2. Cairan asites :-
3. Diuresis : 11 cc

LAMPIRAN MONITORING TINDAKAN OPERASI

Jam Tindakan Nadi SpO2


12.10  Pasien masuk ke kamar operasi, dan 150 99%
dipindahkan kemeja operasi
 Pemasangan monitoring, TD,
nadi,saturasi O2
 Infuse RL terpasang pada tangan kiri.
12.20  Injeksi Propofol 20 mg 150 99%
 Injeksi Fentanyl 20 mcg
 Dilakukan pemasangan LMA
 Anastesi inhalasi : isoflurane 2%
 Operasi dimulai
12.45 Ganti verban 148 99%
13.00  Operasi selesai 130 99%
 Isoflurane stop
 Suction
 Ex-tube

 Lama Operasi : 50 menit


 Lama Anastesi : 60 menit
PERHITUNGAN CAIRAN
Diketahui :
 Berat Badan : 11 kg
 Perdarahan :-
 Lama anastesi : 60 menit

CAIRAN PEMELIHARAAN SELAMA OPERASI


Jumlah kebutuhan cairan pemeliharaan untuk pediatric
 10 kg pertama : 4 cc/kgBB
 10 kg kedua : 2 cc/kgBB
 (sisa BB) kg III : 1 cc/kg
Maka untuk pasien dengan BB 11 kg = (10 x 4) + (1 x 2) = 46 cc/jam

E. Post Operatif
Pasien masuk ke ruang pemulihan dalam keadaan
Nadi : 140 x/menit
Respirasi : 22 x/menit

Modified Aldrete’s Scoring System

Tanda Kriteria Nilai 30’ 60’ 90’ 120’ Saat


Keluar
Aktivitas  Dapat menggerakan ke-4 2
anggota badan sendiri /
dengan perintah
 Dapat menggerakan ke-2 1 2
anggota badan sendiri /
dengan perintah
 Tidak dapat 0
menggerakan anggota badan

Respirasi  Dapat nafas dalam dan batuk 2


bebas
 Dyspnoe atau nafas terbatas 1 2
 Apnoe
0
Sirkulasi TD ± 20% dari per 2
anestesi
 TD ± 20-50% dari per 1 2
anestesi
 TD ± 50% dari per 0
anestesi
Kesadaran  Sadar penuh 2
 Dapat dibangunkan bila 1
dipanggil 2
 Tidak bereaksi 0
Saturasi  > 90% dengan udara 2
O2 bebas
 Memerlukan tambahan 1
O2 untuk menjaga SpO2 2
> 90%
 SpO2 > 90% dengan 0
tambahan O2
Skor >8, Pasien diperbolehkan pindah dari Total Scor : 10
ruang pemulihan
Lamanya pasien di Ruangan Pemulihan Pindah Ke : Ruby 1

F. Instruksi Pasca Bedah


 O2 2 lpm 4 jam post op
 Pasien puasa sampai dengan bising usus (+)
 Observasi TTV & perdarahan setiap 15 menit sekali
 Pasien pindah ke ruangan bila Aldrete score > 8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Etiologi Luka Bakar


Luka bakar adalah cedera jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan
panas kering (api), panas lembab (uap atau cairan panas), kimiawi (seperti, bahan
korosif), barang elektrik (aliran listrik atau lampu), atau energi elektromagnetik
dan radiasi.[1]
Berdasarkan etiologi, luka bakar dapat dibagi menjadi empat, yaitu luka
bakar termal, luka bakar listrik, luka bakar kimiawi, dan radiasi. Luka bakar
termal adalah luka bakar yang disebabkan oleh air panas (scald), jilatan api ke
tubuh (flash), kobaran api di tubuh (flame) dan akibat terpajan atau kontak dengan
objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas, dan lain-lain). Luka bakar
listrik adalah kerusakan yang disebabkan arus listrik, api, dan ledakan. Aliran
listrik yang menjalar di sepanjang tubuh memiliki resistensi paling rendah. Luka
bakar kimiawi adalah luka bakar yang terjadi akibat pajanan zat yang bersifat
asam maupun basa. Sedangkan, luka bakar radiasi (radiation exposure) adalah
luka bakar yang disebabkan pajanan dengan sumber radioaktif. [1]

B. Klasifikasi dan Derajat Luka Bakar


Tabel 1. Derajat Luka Bakar[1]
Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3
Penyebab Sinar matahari, air Cairan panas Cairan panas,
panas, luka bakar cairan kimiawi
kilat
Warna Merah muda atau Merah muda atau Coklat tua, tampak
merah merah pucat vena
Permukaan kering Lembab, Kering dan tidak
terbentuk bula elastis
Rasa nyeri Nyeri Sangat nyeri Tidak berasa
Kedalaman Epidermis Epidermis, Epidermims,
sebagian dermis dermis, struktur
lebih dalam

Berdasarkan derajat luka bakar, pasien termasuk derajat 2.


Tabel 2. Luka Bakar Listrik [2]
Tegangan Kulit Kedalaman Gangguan irama
jaringan jantung
Tegangan rendah Luka masuk dan Jarang mencapai Henti jantung dini
(<1000V) luka keluar kedalaman atau tidak ada sama
sekali
Tegangan tinggi Luka bakar Kerusakan otot Aliran melalui
(>1000 V) percikan api dan rabdomiolisis toraks dapat
dengan luka dan sindroma menyebabkan
masuk dan keluar kompartemen kerusakan
mencapai seluruh miokardial dan
ketebalan kulit gangguan ritmik
yang timbul lambat
Sambaran petir Luka bakar Perforasi gendang Henti nafas dan
percikan api telinga dan resusitasi
superfisial atau kerusakan kornea berkepanjangan
sedalam dermal.
Luka bakar keluar
di kaki

C. Patofisiologi Luka Bakar

Gambar 1. Penampang kulit yang mengalami luka bakar [2]

 Mekanisme Seluler
Pengertian luka bakar saat ini meliputi 3 zona cedera: zona koagulasi yaitu
jaringan yang dihancurkan pada waktu cedera; zona stasis yaitu zona yang
mengelilingi zona koagulasi, ditandai dengan peradangan dan tingkat perfusi
yang rendah; dan zona hiperemis yang berada di luar zona stasis di mana
perfusi mikrovaskular tidak terganggu. Disfungsi mikrovaskular terjadi
karena trombosis pembuluh darah akibat kerusakan pembuluh darah,
upregulasi mediator inflamasi, dan faktor proapoptosis.
 Luka bakar berat mengaktifkan nuclear factor κB (NF-κB), protein
pengaktivasi transkripsi yang mengatur induksi beberapa mediator
inflamasi termasuk TNF-α.
 Sequestered leukocytes pada jaringan yang cedera juga dianggap sebagai
sumber utama mediator proinflamasi yang menyebabkan kerusakan
mikrovaskular.

Produk yang dilepaskan oleh jaringan cedera disebut respons bifasik


 Fase 1 disebut juga systemic inflammatory response syndrome dengan
elemen pusat sel makrofag & sitokin biokimia TNF-α serta IL-6. Respon
inflamasi ini bisa menyebabkan kegagalan organ, disebut early organ
failure.
 Fase 2 disebut juga counter antiinflammatory response syndrome adalah
fase predominantly anti-inflammatory yang tergantung pada Th-2 & 3
mediator utama yaitu sitokin IL-4/IL-10 & TGF.

 Efek Sistemik – 2 fase resusitasi luka bakar


1. Fase resusitasi disebut juga “fase hipodinamik/ebb”, terjadi selama 24 –
72 jam, ditandai oleh peningkatan permeabilitas vaskuler, perpindahan
cairan yang menyebabkan deplesi volume intravaskular, dan
pembentukan edema. Tujuan utama selama fase ini yaitu memperbaiki
perfusi jaringan agar tidak iskemia dari syok hipovolemik dan selular.
Peningkatan permeabilitas vaskuler yang terjadi karena cedera termal
langsung ke pembuluh darah dan melalui pelepasan mediator inflamasi
menyebabkan perpindahan cairan dan protein plasma ke dalam ruang
interstisial menyebabkan penurunan tekanan onkotik kapiler. Partikel
interstisial baru menciptakan gradient osmotic yang menarik lebih
banyak cairan ke dalam interstisial sehingga terbentuk edema.
Hipoproteinemia terjadi akibat masuknya protein ke dalam cairan edema
dan permukan kulit yang cedera. Hipovolemi intravaskular dan
hemokonsentrasi terjadi karena pembentukan edema masif selama 12 –
24 jam pertama pasca cedera.
2. Fase hiperdinamik dan hipermetabolik dimulai dalam 24 – 72 jam pasca
cedera yang ditandai dengan penurunan permeabilitas vaskuler,
peningkatan frekuensi nadi, dan penurunan resistensi vascular perifer
menyebabkan peningkatan cardiac output. Sekitar 24 – 48 jam setelah
luka bakar, integritas mikrovaskular mulai membaik dan aliran darah
perifer bertambah dengan menurunnya resistensi vascular perifer dengan
redistribusi ke area luka bakar. Metabolic rate meningkat sekitar 3x
daripada basal metabolic rate.

 Otot Rangka
Tempat utama penyimpanan glukosa perifer dan memainkan peran penting
dalam regulasi metabolism. Fungsi otot rangka sebagai penyimpanan asam
amino endogen menyediakan bahan bakar untuk fungsi vital seperti sintesis
protein fase akut & deposisi kulit baru. Cedera luka bakar yang berat
menyebabkan perubahan di dalam fungsi mitokondria pada otot rangka
sehingga meningkatkan metabolic rate.

 Kardiovaskular
Salah satu mekanisme yang berhubungan dengan disfungsi jantung pada luka
bakar dipercaya melibatkan mitokondria. Peroksidasi lemak di mitokondria
jantung meningkat 30 – 50% menyebabkan stress oksidatif akibat luka bakar.
Terapi antioksidan bisa diberikan untuk mencegah kerusakan mitokondria
dengan menurunkan peroksidasi lemak & pelepasan sitokrom C,
memperbanyak aktivitas superoksida dismutase & glutathione peroksidase
serta meningkatkan fungsi jantung. Tanda lain pada cedera luka bakar serius
adalah takikardia, peningkatan konsumsi oksigen pada miokard, dan
peningkatan cardiac output. Disfungsi jantung diperkirakan berhubungan
dengan MIF (macrophage migration inhibitor factor) yang dilepaskan oleh
kulit & kardiomiosit.

 Ginjal
AKI pada luka bakar termal terjadi pada 2 waktu yaitu awal selama resusitasi
atau sekunder karena sepsis. Derajat luka bakar adalah faktor kunci
menentukan AKI. Pencegahannya dengan resusitasi cairan yang agresif.
Parameter umum perfusi ginjal (laktat, defisit asam basa, saturasi vena
sentral) lebih tepat daripada hanya urin output dalam menentukan derajat &
kesembuhan syok.
AKI sekunder bersifat multifaktorial, terutama berkaitan dengan respon
inflamasi sistemik yang menyertai kejadian septik seperti vasodilatasi umum
dan keadaan hypercoagulable. Hal ini mengakibatkan AKI melalui penurunan
perfusi ginjal: akibat vasodilatasi secara global yang mengakibatkan
penurunan tekanan darah sistemik dan pembentukan mikrotrombus secara
lokal di glomeruli. Pada akhirnya, terapi penggantian ginjal terbukti hanya
memiliki sedikit efek dalam mengurangi angka kematian, dan pencegahan
tetap berfungsi sebagai pengobatan yang paling efektif.

 Paru-Paru
Pasien dengan luka bakar sistemik sering memiliki cedera inhalasi yang
mengganggu pasokan oksigen ke tubuh dengan edema pada saluran
pernapasan bagian atas, iritasi kimia pada saluran pernapasan bagian bawah,
dan cedera akibat gas berbahaya, seperti karbon monoksida dan sianida.
Beberapa gejela klinis yang umum termasuk obstruksi akut saluran napas
bagian atas, bronkospasme, oklusi saluran napas kecil, infeksi paru, dan gagal
napas. Cedera termal dan iritasi terhadap saluran pernapasan bagian atas
menghasilkan pelepasan mediator inflamasi dan ROS, peningkatan
permeabilitas vaskular, dan pembentukan edema. Perdarahan, kongesti
mukosa, ulserasi, dan spasme laring juga dapat terjadi dalam 24 jam pertama.

Sel mukosa yang cedera memproduksi eksudat kaya protein, sel-sel inflamasi dan
debris nekrotik

Pelepasan mediator inflamasi seperti IL-1a, IL-6, IL-8 & TNF-α bersifat
kemotaktik terhadap neutrophil

Neutrophil bermigrasi ke dalam epitel kelenjar dan ke dalam lumen saluran nafas

Kerusakan yang dihasilkan di columnar epithelia menghambat mucociliary
apparatus trakea yang memungkinkan migrasi distal bakteri & materi saluran
nafas atas

Obstruksi distal & infeksi

Pada cedera luka bakar yang parah, kegagalan pernapasan dapat terjadi yang
umumnya ditandai hipoksemia dengan evolusi ke cedera paru-paru akut atau
sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS). 3 kategori ARDS berdasarkan
derajat hipoksemia:
1. Ringan (200mm Hg ≤ PaO2/FiO2 ≤ 300)
2. Sedang (100mm Hg ≤ PaO2/FiO2 ≤ 200mm Hg)
3. Berat (PaO2/ FiO2 ≤ 100mm Hg), dengan PEEP ≥5cm H2O
Tatalaksana cedera inhalasi berupa terapi suportif yaitu ventilator mekanik.

 Saraf
Hipoksia seluler menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan edema
serebral. Tanda-tanda disfungsi SSP lainnya berupa agitasi, kebingungan,
ataksia, postur abnormal, kehilangan kesadaran sementara, kejang, dan
bahkan syok. Setelah cedera luka bakar yang dalam, regenerasi saraf kulit
akan terjadi dengan migrasi serat saraf baru dari lokasi cedera atau collateral
sprouting serabut saraf dari area yang tidak terluka berdekatan. Proses
regenerasi saraf ini tidak sempurna.

 Saluran Cerna
Setelah cedera termal, aliran darah ke usus menurun hampir 60% dari
baseline dan tetap menurun hingga 4 jam. Intraabdominal hypertension
(IAH) dan secondary abdominal compartment syndrome (ACS) adalah sekuel
yang potensial dalam luka bakar sistemik. Intraabdominal pressure (IAP)
dapat berubah karenan penurunan kepatuhan dinding perut yang dihasilkan
dari circumferential torso burns and tension secondary to pain or discomfort.
IAP yang meningkat akan menyebabkan IAH. ACS terjadi bila IAP >20
mmHg selama waktu yang lama. Drainase perkutan & escharotomy bisa
menurunkan IAP pada luka bakar abdomen. Tata laksana standar yaitu
laparotomy.

 Hepar
AST dan ALT meningkat secara cepat setelah luka bakar dan menjadi
indicator paling sensitive dalam kerusakan hepatosit. ALT lebih sensitive
karena AST juga meningkat pada cardiac arrest atau cedera otot. Kadarnya
tetap tinggi selama 4 – 6 minggu. Kerusakan hepar terjadi karena peningkatan
pembentukan edema hepar. Berat hepar secara signifikan meningkat dalam 2
– 7 hari setelah cedera dan memuncak pada 2 minggu setelah cedera.[3]

 Luka Bakar Listrik


Kerusakan jaringan pada luka bakar listrik terjadi karena dihasilkannya panas
bergantung pada resistensi jaringan, durasi kontak, besar arus listrik. Jaringan
yang memiliki resistensi rendah terhadap listrik yaitu tulang, kulit, lemak,
saraf, otot, darah dan cairan tubuh. Kulit tebal dan kering memililki resistensi
yang tinggi dibandingkan dengan kulit tipis dan lembab.[2]
Listrik menembus tulang

Panas diserap, suhu meningkat

Suhu meningkat terus menerus walaupun arus listrik berhenti

Kerusakan sekunder (fenomena the joule effect)

Panas dilepas perlahan

Kerusakan periosteum, otot, saraf disekitarnya
Arus pada titik kontak dan resistensi kulit yang tinggi

Kulit hangus

 Luka Bakar Kimia


Kerusakan jaringan merupakan dampak langsung bahan kimia apapun
tergantung pada kekuatan atau konsentrasi agen, kuantitas agen, cara dan
lamanya kontak dengan kulit atau mukosa, daya penetrasi ke dalam jaringan,
mekanisme kerja. Perbedaan luka bakar dengan termal adalah lamanya waktu
dimana kerusakan jaringan berlanjut sejak agen kimia menyebabkan
kerusakan yang progresif hingga dinonaktifkan menggunakan bahan penetral
atau pengeceran menggunakan air.[2] Secara umum dapat dikatakan sebagai
berikut:
- Asam menghasilkan nekrosis koagulasi.
- Alkali menghasilkan nekrosis likuifaktif.
- Vesicants menyebabkan nekrosis iskemia dan anoksia (dilepaskannya
amin dari jaringan yang menyebabkan terbentuknya bula).
- Kesemuanya menyebabkan koagulasi protein melalui proses oksidasi,
korosif atau penggaraman protein.

Gambaran penting akibat toksisitas sistemik beberapa zat kimia[2]


- Hipokalsemia: oksalat, asam flourida dan fosfor yang terbakar.
- Gangguan / kerusakan sel hati dan ginjal: tannic, formic dan asam pikrat,
fosfor dan minyak bumi
- Cedera Inhalasi: asam kuat atau amonia.
- Methemoglobinemia dan hemolisis masif: kresol
- Perforasi septum nasi: asam kromat

D. MANIFESTASI KLINIS
Anamnesis [4]
 Jenis luka bakar (termal, listrik, kimia, radiasi)
 Cedera inhalasi (misalnya, terperangkap di ruang tertutup),
 Cedera lain (misalnya, ledakan atau loncatan untuk menghindari api)

Selama pemeriksaan fisik, perhatian khusus harus diberikan pada jalan napas dan
pernapasan, mencari luka bakar di mulut, luka bakar wajah, jelaga di hidung atau
mulut, batuk, mengi, atau sesak napas. Juga, cari tanda-tanda cedera selain luka
bakar. Luasnya luka bakar dinyatakan sebagai persen dari total luas permukaan
tubuh yang terbakar (% TBSA), dan kedalaman luka bakar, dinyatakan sebagai
superfisial (atau derajat I), sebagian tebal (atau derajat II), atau ketebalan penuh
(atau derajat III).
 Luka bakar superfisial (atau derajat I) terasa hangat, nyeri, merah, lunak,
biasanya tidak melepuh, dan akan memucat saat disentuh. Contoh khas adalah
sengatan matahari.
 Luka bakar sebagian (atau derajat II) dapat bervariasi tetapi sangat
menyakitkan, merah, melepuh, lembab, lembut, dan akan memucat saat
disentuh. Contohnya termasuk luka bakar dari permukaan yang panas, cairan
panas, atau api.
 Luka bakar full-thickness (atau derajat III) hanya sedikit atau tidak ada rasa
sakit, bisa berwarna putih, coklat, atau hangus, terasa keras dan kasar saat
disentuh dan tidak akan memucat. Contohnya termasuk luka bakar dari api,
minyak panas, atau uap super panas. [4]

Gambar 2. Kedalaman Luka Bakar [5]

Tabel 3. Klasifikasi Derajat Kedalaman Luka Bakar[6]

Assessment Nyeri [7]


Langkah pertama dalam menentukan rencana penatalaksanaan nyeri adalah
menilai derajat nyeri. Alat penilaian dalam bentuk skala verbal, numerik, atau
visual analog dapat berguna sebagai panduan untuk manajemen nyeri pada luka
bakar. Skala observasional dan indikator fisiologis seperti detak jantung dan
tekanan darah dapat digunakan untuk mengukur derajat nyeri pada anak-anak dan
orang dewasa non-komunikatif.
Langkah kedua, memahami jenis dan kronisitas nyeri pasien. Paradigma nyeri
luka bakar Patterson menyebutkan terdapat lima fase cedera, pengobatan, dan
pemulihan yang berbeda:
1. Background pain adalah nyeri yang timbul saat pasien sedang beristirahat,
akibat dari cedera jaringan termal,biasanya intensitas rendah hingga sedang
dan durasi yang panjang.
2. Nyeri prosedural adalah rasa sakit yang singkat namun intens dihasilkan oleh
debridement luka dan pergantian pembalut dan / atau kegiatan rehabilitasi
3. Breakthrough pain menggambarkan lonjakan rasa sakit yang tak terduga
yang terjadi ketika efek analgesik terlampaui, baik saat istirahat, selama
prosedur, atau ketika stress
4. Procedural pain
5. Nyeri kronis adalah nyeri yang berlangsung > 6 bulan atau sisa-sisa setelah
semua luka bakar dan situs donor cangkok kulit telah sembuh.

E. DIAGNOSIS
Primary survey [5]
Survei utama di tempat kejadian atau di IGD terdiri dari penilaian standar:
1. Airway
2. Breathing
3. Ventilation
4. Circulation & cardiac status
5. Disability
6. Neurological deficit
7. Gross deformity
8. Degree of exposure
Perkiraan awal dari ukuran luka bakar diukur menggunakan diagram Lund dan
Browder untuk anak-anak dan Rule of Nines untuk orang dewasa. Pengukuran ini
sangat penting karena jumlah resusitasi cairan oral atau intravena didasarkan pada
ukuran luka bakar (persentase TBSA). Menilai keparahan luka bakar juga
termasuk penentuan awal apakah pasien memiliki cedera inhalasi asap. [5]

Gambar 3. Diagram Lund dan Browder [5]


Gambar 4. Diagram Lund dan Browder [8]

Secondary survey[5]
Analisis laboratorium dan pencitraan, sesuai indikasi trauma atau komorbiditas
lainnya. Survei sekunder termasuk memastikan profilaksis tetanus yang memadai
karena luka bakar adalah luka terbuka. Analisis laboratorium awal pada pasien
dengan luka bakar ≥ 15% TBSA termasuk hitung darah lengkap, elektrolit, profil
koagulasi dan AGD. Aspek penting dari survei sekunder adalah menghitung
kecepatan infus cairan awal yang dibutuhkan. Baru-baru ini, Rule of Tens telah
diperkenalkan untuk menyederhanakan estimasi awal laju cairan infus yang terdiri
dari tiga langkah yaitu:
1. Ukuran luka bakar (persentase TBSA) diperkirakan ke 10 terdekat
2. Persentase TBSA dikalikan 10 dengan hitung laju cairan infus awal dalam
mililiter per jam.
3. Setiap 10kg di atas 80kg, tambahkan 100ml/jam

Screening [5]
 Mikroorganisme yang multidrug-resistant setelah masuk dapat
menginformasikan pilihan antimikroba jika terjadi infeksi
 Depresi, stres akut dan gangguan penggunaan zat

Tabel 3. Perbandingan Luka Bakar [12]


Major Moderate Minor
- Lebih dari 25% dari - Luka bakar dengan - Luka bakar yang
total luas permukaan ketebalan sebagian melibatkan kurang
tubuh pada orang antara 15 hingga 20% dari 15% TBSA pada
dewasa atau 20% TBSA pada orang orang dewasa dan
pada anak-anak dewasa, 10 hingga kurang dari 10%
- Luka bakar full- 15% pada anak-anak, pada anak-anak
thickness yang atau luka bakar - Tidak ada ancaman
melibatkan lebih dari dengan ketebalan kehilangan
10% TBSA penuh yang fungsional atau
- Ada luka bakar di melibatkan 2 hingga kosmetik
wajah, perineum, 10% TBSA - Wajah dan perineum
atau ekstremitas - Ancaman minimal tidak terlibat
- Ada gangguan pada wajah dan - Luka bakar ini
kosmetik yang perineum menerima
signifikan - Risiko kerusakan manajemen rawat
- Cedera ini paling kosmetik tidak parah jalan.
baik ditangani di - Pasien-pasien ini
pusat luka bakar perlu dirawat tetapi
tidak selalu
memerlukan rujukan
ke pusat luka bakar
DIAGNOSIS BANDING [4]
 Chemical burn
 Electric burn
 Heat/fire burn

F. TATA LAKSANA
Pertolongan Pertama[9]
 Menghentikan kontak korban dengan sumber luka bakar dengan cara
melepaskan pakaian/menjauhkan kulit penderita.
 Bagian tubuh yang terkena luka bakar didinginkan dengan air mengalir
selama 10-20 menit dan tidak dianjurkan menggunakan air es ataupun bahan
seperti mentega, odol, atau kecap karena dapat mengiritasi kulit yang terbakar
serta menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut. Dapat diberikan salep
pelembab, dan menutup area luka dengan kassa bersih.
 Elevasi ekstremitas dilakukan untuk mengurangi edema
 Berikan obat seperti parasetamol pada anak sebagai anti nyeri

Penilaian Primer dan Sekunder


Fase I dari manajemen akut mencakup survei primer dan sekunder. Setelah fase I,
4 komponen utama yang diperhatikan:
1. Resusitasi.
2. Penutupan luka bakar
3. Perawatan kritis dan/atau suportif
4. Rehabilitasi[5]

Tata laksana luka bakar ringan menggunakan "4C" [10]


1. Cooling - Area luka bakar yang kecil dapat didinginkan dengan air keran atau
larutan garam untuk mencegah perkembangan luka bakar dan untuk
mengurangi rasa sakit.
2. Cleaning – Sabun dan air lembut atau sabun antibakteri ringan.
3. Covering – Salep atau krim antibiotik topikal dengan pembalut yang
menyerap atau bahan pembalut luka bakar khusus.
4. Comfort – Obat pereda nyeri yang dijual bebas. Splints juga dapat
memberikan dukungan dan kenyamanan untuk area luka bakar tertentu

Resusitasi Cairan
Pada luka bakar yang luasnya >15%, bila ditemukan tanda renjatan dapat
diberikan loading cairan kristaloid secara cepat sampai renjatan teratasi. Setelah
itu dilanjutkan cairan sesuai formula Parkland yaitu: 4 mL/ kgBB/% TBSA untuk
luka bakar derajat dua dan tiga. Setengahnya diberikan dalam 8 jam, sisanya
dilanjutkan 16 jam kemudian. Tambahkan rumatan dengan dekstrosa 5 % pada
anak < 5 tahun.[ 11]

Formula Brooke modifikasi [7]


2 ml/kgBB xTBSA % waktu pemberian sama dengan formula Parkland

Resusitasi awal menggunakan kristaloid meskipun memiliki efek ekspansi volume


yang lebih kecil dibandingkan koloid, karena peningkatan permeabilitas kapiler
selama 24 jam pertama, koloid akan berpindah ke cairan ekstraseluler dan
merubah tekanan onkotik yang menimbulkan third space.[12]

Gambar 5. Titik Akhir Volume Resusitasi [8]


Pemberian Nutrisi Adekuat
Tujuan utama dukungan nutrisi pada pasien luka bakar supaya tidak overfeed
karena itu tidak efektif dan meningkatkan komplikasi seperti hiperglikemia,
retensi CO2 dan azotemia. Pemberian nutrisi enteral mengandung diet tinggi
karbohidrat (82%), lemak (3%) & protein (15%). [12]
Pemberian nutrisi merupakan hal yang penting dilakukan untuk mengantisipasi
proses katabolik yang terjadi pada anak dengan luka bakar. Pemberian nutrisi
enteral lebih diutamakan bila anak dalam kondisi stabil yang dapat diberikan
segera dalam 24 jam pertama. [9]
Kebutuhan kalori pasien dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus Curreri
(25kkal/kg+40kkal/% TBSA) [4]

Tabel 4. Formula untuk menghitung kebutuhan kalori [11]


Tabel 5. Kebutuhan Vitamin dan Mineral [11]

Tujuan keseluruhan terapi nutrisi adalah untuk mengembalikan komposisi tubuh


normal. dan kesetimbangan metabolisme, dan variabel yang umum diukur
termasuk berat badan, keseimbangan nitrogen, pencitraan massa tubuh tanpa
lemak, dan pengukuran protein serum.
 Nitrogen balance = Nitrogen intake in 24 h – [1.25 x (UUN + 4)]
 Pengukuran protein serum seperti albumin dan prealbumin
 Bioimpedance analysis
 DEXA scanning

Medikamentosa
 Antibiotik. Pada luka bakar ringan tidak diperlukan karena dapat
meningkatkan resistensi kuman. Pada luka bakar yang luas dan dalam,
kemungkinan infeksi dan terjadinya sepsis besar, sehingga dapat diberikan
antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. [9]
 Analgesi seperti parasetamol hingga morfin dapat diberikan, tergantung
derajat nyeri. [2] NSAID oral dan acetaminophen bermanfaat dalam mengobati
luka bakar ringan pada pasien rawat jalan. Untuk pasien luka bakar yang
dirawat di rumah sakit, opioid adalah terapi pilihan. Ketamin memiliki
banyak keuntungan potensial untuk induksi dan pemeliharaan anestesi dalam
pasien luka bakar. Obat anxiolytic (benzodiazepine) umumnya digunakan
bersama dengan opioid dalam pengobatan nyeri luka bakar. [7]
 Pengobatan insulin telah efektif dalam mengobati hiperglikemia pasca luka
bakar. [12]
 Propranolol dosis rendah (0,5-1.0mg / kg) untuk pasien yang terbakar parah
menurunkan kebutuhan oksigen miokard tanpa mempengaruhi pengiriman
oksigen.[12]
 Obat antipsikotik (misalnya haloperidol dan quetiapine) juga pilihan yang
baik dan digunakan untuk manajemen kecemasan dan agitasi. [7]
 Antidepresan tampaknya meningkatkan analgesia yang diinduksi opiat
terutama pada pasien dengan nyeri kronis (neuropatik). [7]

Perawatan Luka
Perawatan luka merupakan bagian yang penting pada tata laksana luka bakar.
Tindakan yang dilakukan antara lain pencucian luka, pemberian krim,
pembalutan, debridemen, dan skin graft. [9] Antimikroba topical harus diberikan
setelah dekontaminasi awal untuk mencegah kolonisasi bakteri pada area yang
terbakar. Kemudian luka ditutup dengan nonadherent dressing.[12] Dressing
diganti sekali atau dua kali sehari dan mungkin membutuhkan waktu 1 hingga 2
minggu untuk sembuh [4]
Keadaan khusus (anak-anak)
Pada anak-anak, kepala memiliki proporsi yang lebih besar dari TBSA dan dari
berkurangnya cadangan fisiologis keseluruhan. Karena anak-anak memiliki
penyimpanan glikogen terbatas, mereka harus diberikan weight-based
maintenance intravenous fluid dalam bentuk dekstrosa 5% dalam 4,5% normal
[5]
saline, selain cairan resusitasinya. Pada anak-anak, cairan rumatan dapat
[14]
dihitung:
100ml/kg untuk 10 kg pertama berat badan
+
50 ml/kg untuk setiap kg > 10 kg dan < 20 kg berat badan
+
20 ml/kg untuk setiap kg > 20 kg berat badan

Prosedur sedasi dan analgesic untuk anak-anak


Obat-obatan yang umum digunakan termasuk ketamin, propofol, benzodiazepin
dan opioid. Efek samping termasuk agitasi dan halusinasi. Baru-baru ini telah
direkomendasikan penggunaan dexmedetomidine untuk sedasi dan sebagai obat
penenang di PICU. Dexmedetomidine bekerja sebagai agonis pada reseptor α2
adrenergik terutama di lokus coeruleus pons. Penggunaannya dalam kombinasi
dengan ketamin terbukti berhasil. [8]

Tata Laksana Non-Farmakologis


Pendekatan hipnosis, teknik perilaku kognitif, dan distraction adalah contoh
strategi nonfarmakologis yang telah dipelajari pada populasi luka bakar. [7]
Gambar 6. Fase Penanganan Luka Bakar[5]
Tabel 6. Kriteria rujuk diunduh dari EMSB course oleh ANZBA [6]

Gambar 7. Kriteria Rujukan Anak ke Pusat Luka Bakar [8]


Gambar 8. Autologous split-thickness skin grafts [5]

Gambar 9. Skin substitutes [5]


G. KOMPLIKASI [15]
Luka bakar yang dalam atau luas dapat menyebabkan banyak komplikasi,
termasuk:
 Masalah pernapasan
 Masalah tulang dan sendi
 Suhu tubuh rendah yang berbahaya
 Infeksi dan sepsis
 Volume darah rendah
 Jaringan parut
 Tetanus

Komplikasi potensial meliputi: pneumonia, selulitis, infeksi saluran kemih dan


gagal napas. Pneumonia umumnya terjadi pada mereka dengan cedera inhalasi.
Komplikasi lain:
 Anemia sekunder akibat luka bakar full-thickness > 10% TBSA.
 Luka bakar listrik dapat menyebabkan sindrom kompartemen atau
rhabdomyolysis.
 Pembekuan darah di pembuluh darah kaki.
 Keadaan hipermetabolik yang bertahan selama bertahun-tahun setelah luka
bakar dapat mengakibatkan penurunan kepadatan tulang dan massa otot.
 Keloid.
 Trauma psikologis dan post-traumatic stress disorder.
 Jaringan parut.
 Di negara berkembang, luka bakar yang signifikan dapat mengakibatkan
isolasi sosial, kemiskinan, dan penelantaran anak.

Cedera inhalasi[5]
Cedera inhalasi dapat dibagi menjadi tiga jenis: toksisitas sistemik karena produk
dari pembakaran (karbon monoksida (CO) dan keracunan sianida); cedera termal
saluran napas atas; dan cedera kimia saluran napas bagian bawah (bronkus dan
distal). Pasien dapat mengalami semua ini dalam kebakaran di ruang tertutup.
 Keracunan CO, lebih tepatnya dikategorikan sebagai keracunan sistemik,
mudah didiagnosis dari kadar serum carboxyhaemoglobin ditentukan dari
pengukuran AGD saat masuk rumah sakit.
 Luka bakar saluran napas atas dapat didiagnosis dengan menilai gejala suara
serak, stridor atau jelaga orofaringeal dan memeriksa faring posterior apakah
ada edema atau pengelupasan mukosa
 Luka bakar saluran napas bawah dapat didiagnosis dengan bronkoskopi serat
optik atau dengan bukti peradangan saluran napas kecil dan obstruksi pada
CT scan.

H. PROGNOSIS
Usia yang ekstrim, komorbiditas lain, pengalaman petugas fasilitas kesehatan, dan
adanya cedera inhalasi berperan sebagai penentu prognosis[4] Skor Baux yang
menggabungkan efek luasnya luka bakar dengan usia pasien digunakan untuk
memprediksi kematian, dengan usia pasien dan ukuran luka bakar (persentase
TBSA) menjadi kontributor yang sama. Skor Baux yang dimodifikasi termasuk
cedera inhalasi (ada atau tidak ada), dan sekarang merupakan prediktor yang
paling diterima; berlaku untuk pasien dari berbagai usia, termasuk anak-anak. [5]
6 penyebab kematian pada luka bakar yaitu syok, ARDS, obstruksi jalan nafas
atas, sepsis, edema pulmonal dan pneumonia, serta kegagalan multi organ. [9]
DAFTAR PUSTAKA

1. Cindy D. Christie, dkk., (2018). Luka Bakar pada Anak Karakteristik dan
Penyebab Kematian. Majalah Kedokteran UKI: XXXIV (3).
2. 2013. Emergency Management Of Severe Burns. The Education Committee
Of Australia And New Zealand Burn Association Ltd. Indonesia: Kolegium
Ilmu Bedah Indonesia.
3. Nielson, C. B., Duethman, N. C., Howard, J. M., Moncure, M., & Wood, J. G.
(2017). Burns: Pathophysiology of Systemic Complications and Current
Management. Journal of burn care & research : official publication of the
American Burn Association, 38(1), e469–e481.
4. Schaefer TJ, Tannan SC. Thermal Burns. [Updated 2021 Sep 18]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-
. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430773/
5. Jeschke, M. G., van Baar, M. E., Choudhry, M. A., Chung, K. K., Gibran, N.
S., & Logsetty, S. (2020). Burn injury. Nature reviews. Disease primers, 6(1),
11. https://doi.org/10.1038/s41572-020-0145-5
6. KEMENKES RI. (2019). PNPK Tata Laksana Luka Bakar
7. Griggs, C., Goverman, J., Bittner, E. A., & Levi, B. (2017). Sedation and Pain
Management in Burn Patients. Clinics in plastic surgery, 44(3), 535–540.
https://doi.org/10.1016/j.cps.2017.02.026
8. Suman, A., & Owen, J. (2020). Update on the management of burns in
paediatrics. BJA education, 20(3), 103–110.
https://doi.org/10.1016/j.bjae.2019.12.002
9. Cindy D. Christie, et. al. (2018). Luka Bakar pada Anak Karakteristik dan
Penyebab Kematian. Majalah Kedokteran UKI 2018 Vol XXXIV No.3
10. Schaefer, T. J., & Szymanski, K. D. (2021). Burn Evaluation And
Management. In StatPearls. StatPearls Publishing
11. Clark, A., Imran, J., Madni, T., & Wolf, S. E. (2017). Nutrition and
metabolism in burn patients. Burns & trauma, 5, 11.
https://doi.org/10.1186/s41038-017-0076-x
12. Guilabert, P., Usúa, G., Martín, N., Abarca, L., Barret, J. P., & Colomina, M.
J. (2016). Fluid resuscitation management in patients with burns: update.
British journal of anaesthesia, 117(3), 284–296.
https://doi.org/10.1093/bja/aew266
13. Nielson, C. B., Duethman, N. C., Howard, J. M., Moncure, M., & Wood, J.
G. (2017). Burns: Pathophysiology of Systemic Complications and Current
Management. Journal of burn care & research : official publication of the
American Burn Association, 38(1), e469–e481.
https://doi.org/10.1097/BCR.0000000000000355
14. ANZBA 2013 AUSTRALIAN AND NEW ZEALAND BURN
ASSOCIATION
15. Schaefer, T. J., & Nunez Lopez, O. (2021). Burn Resuscitation And
Management. In StatPearls. StatPearls Publishing.

Anda mungkin juga menyukai