Disusun Oleh:
Rafidah Hanina Ashil 1102016176
Zahra Mumtaza 1102016234
Pembimbing :
dr. Irwan Setiadi, Sp. An
LAPORAN KASUS
Disusun oleh:
Rafidah Hanina Ashil 1102016176
Zahra Mumtaza 1102016234
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H
Umur : 2 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp. Ciela Lebak, Kec. Bayongbong
Tanggal Masuk RS : 16 Oktober 2021
Tanggal Pemeriksaan : 21 Oktober 2021
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Luka bakar
Anamnesis Terpimpin
Pasien rujukan dari RSUD Pameungpeuk datang dengan keluhan luka bakar yang
dialami sejak 2 hari SMRS akibat terkena minyak panas, nyeri (+). Riwayat
pingsan (-), sesak (-), mual (-), muntah (-).
Mekanisme Trauma
Ibu pasien sedang menggoreng kerupuk di dapur, pasien yang tidak bisa diam
mengambil bangku plastik lalu mendekati kompor. Beberapa saat kemudian, ibu
pasien mencuci tangannya di wastafel dan ketika menoleh ke belakang, pasien
sudah tersiram karena pasien tergelincir lalu menyambar panci yang berisi minyak
panas hingga mengenai area kepala, wajah dan kedua tangan pasien.
Riwayat Pengobatan
Pasien diolesi dengan adonan tepung oleh ibunya karena mendapat saran dari
tetangga yang mengatakan adonan tepung tidak akan menimbulkan lenting berisi
air jika segera dioleskan di luka bakar. Kemudian pasien dibawa ke Puskesmas
Bayongbong, disana pasien diolesi oleh salep lalu dirujuk ke RSUD
Pameungpeuk karena fasilitas yang kurang memadai. Sesampainya di RSUD
Pameungpeuk, pasien dirawat inap selama semalam dan dirujuk ke RSUD dr.
Slamet Garut untuk dilakukan necrotomy debridement.
Secondary survey
Kepala & wajah : Normosefal, rambut berwarna hitam, bibir edema (-)
Mata : Palpebra edema (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik
(-/-)
THT : Deformitas (-), sekret (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax
Cor : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), tidak teraba massa, hepar dan
lien tidak teraba, BU (+) normal
Ekstremitas : Lihat status lokalis
Status Lokalis
Regio Kranial
Inspeksi : tampak luka bakar grade IIB 9 %, hiperemis (+), hematom (+), edema
(-), bulla (-)
Palpasi : nyeri tekan (+)
Status Gizi
BB : 11 kg
BB/U berdasarkan kurva WHO kesan normal
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 16 Oktober 2021
Nama Test Hasil Unit Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin 14.5 (H) g/dL 11.3 – 13.5
Hematokrit 43 (H) % 34 – 40
Leukosit 17, 150 (H) /mm3 5,000 – 14,500
Trombosit 384,000 /mm3 150,000 – 440,000
Eritrosit 5.42 (H) Juta/mm3 3,95 – 5.32
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 % 0–1
Eosinofil 0 (L) % 1–6
Batang 1 (L) % 3–5
Neutrofil 62 % 50 – 70
Limfosit 30 % 30 – 45
Monosit 7 % 2 – 10
Kimia Klinik
Ureum 23 Mg/dL 15 – 30
Kreatinin 0.3 Mg/dL 0.24 – 0.41
GDS 167 (H) Mg/dL < 140
V. DIAGNOSA KERJA
Luka bakar grade III TBSA 18% regio fascialis et extremitas superior bilateral
Maintenance
(4 mL x 10 kg) + (2 mL x 1 kg) = 42 mL/jam
IVFD D5% 500 mL dalam 12 jam
Drug : Inj. Ceftriaxone 1 gram/24 jam
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : bonam
BAB II
STATUS ANESTESI
A. Pre – Operatif
1. Informed Consent
Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien mengenai rencana,
resiko, komplikasi, durasi dan waktu pemulihan pasien
2. Anamnesis
Riwayat asma/alergi : disangkal
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Makan Terakhir : Tidak diketahui
Minum Terakhir : Tidak diketahui
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : E4 M6 V5
Kesan Gizi : Cukup
Tanda Tanda Vital
Nadi : 130 x/menit
RR : 27 x/menit
Suhu : 36,70C
SpO2 : 97%
Airway
Mallampati : SDN
Gigi patah (-), gigi goyang (-), gigi palsu (-)
Breathing
Paru-paru : Vesukuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Pola pengembangan dada tampak simetris hemitoraks kanan dan
kiri dalam keadaan statis dan dinamis
Circulation
Jantung : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Perifer : Akral hangat, edema tungkai -/-
Sistem Hepatobilier : jaundice (-), hepar dan lien tidak teraba
Sistem Genitourinaria : dalam batas normal
Sistem Muskuloskeletal : dalam batas normal
Klasifikasi ASA : II
B. Peri Operatif
Status Medis Saat Masuk Kamar Operasi
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : E4 M6 V5
Tanda Tanda Vital
Nadi : 150 x/menit
SpO2 : 99% via room air
Jenis Anestesi : GA
Medikasi
1. Fentanyl 20 mcg
2. Propofol 20 mg
3. Atracuronium 5 mg
Pemberian Cairan
RL 500 ml
D. Cairan
Total asupan cairan
Kristaloid : 500 mL
E. Post Operatif
Pasien masuk ke ruang pemulihan dalam keadaan
Nadi : 140 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Mekanisme Seluler
Pengertian luka bakar saat ini meliputi 3 zona cedera: zona koagulasi yaitu
jaringan yang dihancurkan pada waktu cedera; zona stasis yaitu zona yang
mengelilingi zona koagulasi, ditandai dengan peradangan dan tingkat perfusi
yang rendah; dan zona hiperemis yang berada di luar zona stasis di mana
perfusi mikrovaskular tidak terganggu. Disfungsi mikrovaskular terjadi
karena trombosis pembuluh darah akibat kerusakan pembuluh darah,
upregulasi mediator inflamasi, dan faktor proapoptosis.
Luka bakar berat mengaktifkan nuclear factor κB (NF-κB), protein
pengaktivasi transkripsi yang mengatur induksi beberapa mediator
inflamasi termasuk TNF-α.
Sequestered leukocytes pada jaringan yang cedera juga dianggap sebagai
sumber utama mediator proinflamasi yang menyebabkan kerusakan
mikrovaskular.
Otot Rangka
Tempat utama penyimpanan glukosa perifer dan memainkan peran penting
dalam regulasi metabolism. Fungsi otot rangka sebagai penyimpanan asam
amino endogen menyediakan bahan bakar untuk fungsi vital seperti sintesis
protein fase akut & deposisi kulit baru. Cedera luka bakar yang berat
menyebabkan perubahan di dalam fungsi mitokondria pada otot rangka
sehingga meningkatkan metabolic rate.
Kardiovaskular
Salah satu mekanisme yang berhubungan dengan disfungsi jantung pada luka
bakar dipercaya melibatkan mitokondria. Peroksidasi lemak di mitokondria
jantung meningkat 30 – 50% menyebabkan stress oksidatif akibat luka bakar.
Terapi antioksidan bisa diberikan untuk mencegah kerusakan mitokondria
dengan menurunkan peroksidasi lemak & pelepasan sitokrom C,
memperbanyak aktivitas superoksida dismutase & glutathione peroksidase
serta meningkatkan fungsi jantung. Tanda lain pada cedera luka bakar serius
adalah takikardia, peningkatan konsumsi oksigen pada miokard, dan
peningkatan cardiac output. Disfungsi jantung diperkirakan berhubungan
dengan MIF (macrophage migration inhibitor factor) yang dilepaskan oleh
kulit & kardiomiosit.
Ginjal
AKI pada luka bakar termal terjadi pada 2 waktu yaitu awal selama resusitasi
atau sekunder karena sepsis. Derajat luka bakar adalah faktor kunci
menentukan AKI. Pencegahannya dengan resusitasi cairan yang agresif.
Parameter umum perfusi ginjal (laktat, defisit asam basa, saturasi vena
sentral) lebih tepat daripada hanya urin output dalam menentukan derajat &
kesembuhan syok.
AKI sekunder bersifat multifaktorial, terutama berkaitan dengan respon
inflamasi sistemik yang menyertai kejadian septik seperti vasodilatasi umum
dan keadaan hypercoagulable. Hal ini mengakibatkan AKI melalui penurunan
perfusi ginjal: akibat vasodilatasi secara global yang mengakibatkan
penurunan tekanan darah sistemik dan pembentukan mikrotrombus secara
lokal di glomeruli. Pada akhirnya, terapi penggantian ginjal terbukti hanya
memiliki sedikit efek dalam mengurangi angka kematian, dan pencegahan
tetap berfungsi sebagai pengobatan yang paling efektif.
Paru-Paru
Pasien dengan luka bakar sistemik sering memiliki cedera inhalasi yang
mengganggu pasokan oksigen ke tubuh dengan edema pada saluran
pernapasan bagian atas, iritasi kimia pada saluran pernapasan bagian bawah,
dan cedera akibat gas berbahaya, seperti karbon monoksida dan sianida.
Beberapa gejela klinis yang umum termasuk obstruksi akut saluran napas
bagian atas, bronkospasme, oklusi saluran napas kecil, infeksi paru, dan gagal
napas. Cedera termal dan iritasi terhadap saluran pernapasan bagian atas
menghasilkan pelepasan mediator inflamasi dan ROS, peningkatan
permeabilitas vaskular, dan pembentukan edema. Perdarahan, kongesti
mukosa, ulserasi, dan spasme laring juga dapat terjadi dalam 24 jam pertama.
Sel mukosa yang cedera memproduksi eksudat kaya protein, sel-sel inflamasi dan
debris nekrotik
↓
Pelepasan mediator inflamasi seperti IL-1a, IL-6, IL-8 & TNF-α bersifat
kemotaktik terhadap neutrophil
↓
Neutrophil bermigrasi ke dalam epitel kelenjar dan ke dalam lumen saluran nafas
↓
Kerusakan yang dihasilkan di columnar epithelia menghambat mucociliary
apparatus trakea yang memungkinkan migrasi distal bakteri & materi saluran
nafas atas
↓
Obstruksi distal & infeksi
Pada cedera luka bakar yang parah, kegagalan pernapasan dapat terjadi yang
umumnya ditandai hipoksemia dengan evolusi ke cedera paru-paru akut atau
sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS). 3 kategori ARDS berdasarkan
derajat hipoksemia:
1. Ringan (200mm Hg ≤ PaO2/FiO2 ≤ 300)
2. Sedang (100mm Hg ≤ PaO2/FiO2 ≤ 200mm Hg)
3. Berat (PaO2/ FiO2 ≤ 100mm Hg), dengan PEEP ≥5cm H2O
Tatalaksana cedera inhalasi berupa terapi suportif yaitu ventilator mekanik.
Saraf
Hipoksia seluler menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan edema
serebral. Tanda-tanda disfungsi SSP lainnya berupa agitasi, kebingungan,
ataksia, postur abnormal, kehilangan kesadaran sementara, kejang, dan
bahkan syok. Setelah cedera luka bakar yang dalam, regenerasi saraf kulit
akan terjadi dengan migrasi serat saraf baru dari lokasi cedera atau collateral
sprouting serabut saraf dari area yang tidak terluka berdekatan. Proses
regenerasi saraf ini tidak sempurna.
Saluran Cerna
Setelah cedera termal, aliran darah ke usus menurun hampir 60% dari
baseline dan tetap menurun hingga 4 jam. Intraabdominal hypertension
(IAH) dan secondary abdominal compartment syndrome (ACS) adalah sekuel
yang potensial dalam luka bakar sistemik. Intraabdominal pressure (IAP)
dapat berubah karenan penurunan kepatuhan dinding perut yang dihasilkan
dari circumferential torso burns and tension secondary to pain or discomfort.
IAP yang meningkat akan menyebabkan IAH. ACS terjadi bila IAP >20
mmHg selama waktu yang lama. Drainase perkutan & escharotomy bisa
menurunkan IAP pada luka bakar abdomen. Tata laksana standar yaitu
laparotomy.
Hepar
AST dan ALT meningkat secara cepat setelah luka bakar dan menjadi
indicator paling sensitive dalam kerusakan hepatosit. ALT lebih sensitive
karena AST juga meningkat pada cardiac arrest atau cedera otot. Kadarnya
tetap tinggi selama 4 – 6 minggu. Kerusakan hepar terjadi karena peningkatan
pembentukan edema hepar. Berat hepar secara signifikan meningkat dalam 2
– 7 hari setelah cedera dan memuncak pada 2 minggu setelah cedera.[3]
D. MANIFESTASI KLINIS
Anamnesis [4]
Jenis luka bakar (termal, listrik, kimia, radiasi)
Cedera inhalasi (misalnya, terperangkap di ruang tertutup),
Cedera lain (misalnya, ledakan atau loncatan untuk menghindari api)
Selama pemeriksaan fisik, perhatian khusus harus diberikan pada jalan napas dan
pernapasan, mencari luka bakar di mulut, luka bakar wajah, jelaga di hidung atau
mulut, batuk, mengi, atau sesak napas. Juga, cari tanda-tanda cedera selain luka
bakar. Luasnya luka bakar dinyatakan sebagai persen dari total luas permukaan
tubuh yang terbakar (% TBSA), dan kedalaman luka bakar, dinyatakan sebagai
superfisial (atau derajat I), sebagian tebal (atau derajat II), atau ketebalan penuh
(atau derajat III).
Luka bakar superfisial (atau derajat I) terasa hangat, nyeri, merah, lunak,
biasanya tidak melepuh, dan akan memucat saat disentuh. Contoh khas adalah
sengatan matahari.
Luka bakar sebagian (atau derajat II) dapat bervariasi tetapi sangat
menyakitkan, merah, melepuh, lembab, lembut, dan akan memucat saat
disentuh. Contohnya termasuk luka bakar dari permukaan yang panas, cairan
panas, atau api.
Luka bakar full-thickness (atau derajat III) hanya sedikit atau tidak ada rasa
sakit, bisa berwarna putih, coklat, atau hangus, terasa keras dan kasar saat
disentuh dan tidak akan memucat. Contohnya termasuk luka bakar dari api,
minyak panas, atau uap super panas. [4]
E. DIAGNOSIS
Primary survey [5]
Survei utama di tempat kejadian atau di IGD terdiri dari penilaian standar:
1. Airway
2. Breathing
3. Ventilation
4. Circulation & cardiac status
5. Disability
6. Neurological deficit
7. Gross deformity
8. Degree of exposure
Perkiraan awal dari ukuran luka bakar diukur menggunakan diagram Lund dan
Browder untuk anak-anak dan Rule of Nines untuk orang dewasa. Pengukuran ini
sangat penting karena jumlah resusitasi cairan oral atau intravena didasarkan pada
ukuran luka bakar (persentase TBSA). Menilai keparahan luka bakar juga
termasuk penentuan awal apakah pasien memiliki cedera inhalasi asap. [5]
Secondary survey[5]
Analisis laboratorium dan pencitraan, sesuai indikasi trauma atau komorbiditas
lainnya. Survei sekunder termasuk memastikan profilaksis tetanus yang memadai
karena luka bakar adalah luka terbuka. Analisis laboratorium awal pada pasien
dengan luka bakar ≥ 15% TBSA termasuk hitung darah lengkap, elektrolit, profil
koagulasi dan AGD. Aspek penting dari survei sekunder adalah menghitung
kecepatan infus cairan awal yang dibutuhkan. Baru-baru ini, Rule of Tens telah
diperkenalkan untuk menyederhanakan estimasi awal laju cairan infus yang terdiri
dari tiga langkah yaitu:
1. Ukuran luka bakar (persentase TBSA) diperkirakan ke 10 terdekat
2. Persentase TBSA dikalikan 10 dengan hitung laju cairan infus awal dalam
mililiter per jam.
3. Setiap 10kg di atas 80kg, tambahkan 100ml/jam
Screening [5]
Mikroorganisme yang multidrug-resistant setelah masuk dapat
menginformasikan pilihan antimikroba jika terjadi infeksi
Depresi, stres akut dan gangguan penggunaan zat
F. TATA LAKSANA
Pertolongan Pertama[9]
Menghentikan kontak korban dengan sumber luka bakar dengan cara
melepaskan pakaian/menjauhkan kulit penderita.
Bagian tubuh yang terkena luka bakar didinginkan dengan air mengalir
selama 10-20 menit dan tidak dianjurkan menggunakan air es ataupun bahan
seperti mentega, odol, atau kecap karena dapat mengiritasi kulit yang terbakar
serta menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut. Dapat diberikan salep
pelembab, dan menutup area luka dengan kassa bersih.
Elevasi ekstremitas dilakukan untuk mengurangi edema
Berikan obat seperti parasetamol pada anak sebagai anti nyeri
Resusitasi Cairan
Pada luka bakar yang luasnya >15%, bila ditemukan tanda renjatan dapat
diberikan loading cairan kristaloid secara cepat sampai renjatan teratasi. Setelah
itu dilanjutkan cairan sesuai formula Parkland yaitu: 4 mL/ kgBB/% TBSA untuk
luka bakar derajat dua dan tiga. Setengahnya diberikan dalam 8 jam, sisanya
dilanjutkan 16 jam kemudian. Tambahkan rumatan dengan dekstrosa 5 % pada
anak < 5 tahun.[ 11]
Medikamentosa
Antibiotik. Pada luka bakar ringan tidak diperlukan karena dapat
meningkatkan resistensi kuman. Pada luka bakar yang luas dan dalam,
kemungkinan infeksi dan terjadinya sepsis besar, sehingga dapat diberikan
antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. [9]
Analgesi seperti parasetamol hingga morfin dapat diberikan, tergantung
derajat nyeri. [2] NSAID oral dan acetaminophen bermanfaat dalam mengobati
luka bakar ringan pada pasien rawat jalan. Untuk pasien luka bakar yang
dirawat di rumah sakit, opioid adalah terapi pilihan. Ketamin memiliki
banyak keuntungan potensial untuk induksi dan pemeliharaan anestesi dalam
pasien luka bakar. Obat anxiolytic (benzodiazepine) umumnya digunakan
bersama dengan opioid dalam pengobatan nyeri luka bakar. [7]
Pengobatan insulin telah efektif dalam mengobati hiperglikemia pasca luka
bakar. [12]
Propranolol dosis rendah (0,5-1.0mg / kg) untuk pasien yang terbakar parah
menurunkan kebutuhan oksigen miokard tanpa mempengaruhi pengiriman
oksigen.[12]
Obat antipsikotik (misalnya haloperidol dan quetiapine) juga pilihan yang
baik dan digunakan untuk manajemen kecemasan dan agitasi. [7]
Antidepresan tampaknya meningkatkan analgesia yang diinduksi opiat
terutama pada pasien dengan nyeri kronis (neuropatik). [7]
Perawatan Luka
Perawatan luka merupakan bagian yang penting pada tata laksana luka bakar.
Tindakan yang dilakukan antara lain pencucian luka, pemberian krim,
pembalutan, debridemen, dan skin graft. [9] Antimikroba topical harus diberikan
setelah dekontaminasi awal untuk mencegah kolonisasi bakteri pada area yang
terbakar. Kemudian luka ditutup dengan nonadherent dressing.[12] Dressing
diganti sekali atau dua kali sehari dan mungkin membutuhkan waktu 1 hingga 2
minggu untuk sembuh [4]
Keadaan khusus (anak-anak)
Pada anak-anak, kepala memiliki proporsi yang lebih besar dari TBSA dan dari
berkurangnya cadangan fisiologis keseluruhan. Karena anak-anak memiliki
penyimpanan glikogen terbatas, mereka harus diberikan weight-based
maintenance intravenous fluid dalam bentuk dekstrosa 5% dalam 4,5% normal
[5]
saline, selain cairan resusitasinya. Pada anak-anak, cairan rumatan dapat
[14]
dihitung:
100ml/kg untuk 10 kg pertama berat badan
+
50 ml/kg untuk setiap kg > 10 kg dan < 20 kg berat badan
+
20 ml/kg untuk setiap kg > 20 kg berat badan
Cedera inhalasi[5]
Cedera inhalasi dapat dibagi menjadi tiga jenis: toksisitas sistemik karena produk
dari pembakaran (karbon monoksida (CO) dan keracunan sianida); cedera termal
saluran napas atas; dan cedera kimia saluran napas bagian bawah (bronkus dan
distal). Pasien dapat mengalami semua ini dalam kebakaran di ruang tertutup.
Keracunan CO, lebih tepatnya dikategorikan sebagai keracunan sistemik,
mudah didiagnosis dari kadar serum carboxyhaemoglobin ditentukan dari
pengukuran AGD saat masuk rumah sakit.
Luka bakar saluran napas atas dapat didiagnosis dengan menilai gejala suara
serak, stridor atau jelaga orofaringeal dan memeriksa faring posterior apakah
ada edema atau pengelupasan mukosa
Luka bakar saluran napas bawah dapat didiagnosis dengan bronkoskopi serat
optik atau dengan bukti peradangan saluran napas kecil dan obstruksi pada
CT scan.
H. PROGNOSIS
Usia yang ekstrim, komorbiditas lain, pengalaman petugas fasilitas kesehatan, dan
adanya cedera inhalasi berperan sebagai penentu prognosis[4] Skor Baux yang
menggabungkan efek luasnya luka bakar dengan usia pasien digunakan untuk
memprediksi kematian, dengan usia pasien dan ukuran luka bakar (persentase
TBSA) menjadi kontributor yang sama. Skor Baux yang dimodifikasi termasuk
cedera inhalasi (ada atau tidak ada), dan sekarang merupakan prediktor yang
paling diterima; berlaku untuk pasien dari berbagai usia, termasuk anak-anak. [5]
6 penyebab kematian pada luka bakar yaitu syok, ARDS, obstruksi jalan nafas
atas, sepsis, edema pulmonal dan pneumonia, serta kegagalan multi organ. [9]
DAFTAR PUSTAKA
1. Cindy D. Christie, dkk., (2018). Luka Bakar pada Anak Karakteristik dan
Penyebab Kematian. Majalah Kedokteran UKI: XXXIV (3).
2. 2013. Emergency Management Of Severe Burns. The Education Committee
Of Australia And New Zealand Burn Association Ltd. Indonesia: Kolegium
Ilmu Bedah Indonesia.
3. Nielson, C. B., Duethman, N. C., Howard, J. M., Moncure, M., & Wood, J. G.
(2017). Burns: Pathophysiology of Systemic Complications and Current
Management. Journal of burn care & research : official publication of the
American Burn Association, 38(1), e469–e481.
4. Schaefer TJ, Tannan SC. Thermal Burns. [Updated 2021 Sep 18]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-
. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430773/
5. Jeschke, M. G., van Baar, M. E., Choudhry, M. A., Chung, K. K., Gibran, N.
S., & Logsetty, S. (2020). Burn injury. Nature reviews. Disease primers, 6(1),
11. https://doi.org/10.1038/s41572-020-0145-5
6. KEMENKES RI. (2019). PNPK Tata Laksana Luka Bakar
7. Griggs, C., Goverman, J., Bittner, E. A., & Levi, B. (2017). Sedation and Pain
Management in Burn Patients. Clinics in plastic surgery, 44(3), 535–540.
https://doi.org/10.1016/j.cps.2017.02.026
8. Suman, A., & Owen, J. (2020). Update on the management of burns in
paediatrics. BJA education, 20(3), 103–110.
https://doi.org/10.1016/j.bjae.2019.12.002
9. Cindy D. Christie, et. al. (2018). Luka Bakar pada Anak Karakteristik dan
Penyebab Kematian. Majalah Kedokteran UKI 2018 Vol XXXIV No.3
10. Schaefer, T. J., & Szymanski, K. D. (2021). Burn Evaluation And
Management. In StatPearls. StatPearls Publishing
11. Clark, A., Imran, J., Madni, T., & Wolf, S. E. (2017). Nutrition and
metabolism in burn patients. Burns & trauma, 5, 11.
https://doi.org/10.1186/s41038-017-0076-x
12. Guilabert, P., Usúa, G., Martín, N., Abarca, L., Barret, J. P., & Colomina, M.
J. (2016). Fluid resuscitation management in patients with burns: update.
British journal of anaesthesia, 117(3), 284–296.
https://doi.org/10.1093/bja/aew266
13. Nielson, C. B., Duethman, N. C., Howard, J. M., Moncure, M., & Wood, J.
G. (2017). Burns: Pathophysiology of Systemic Complications and Current
Management. Journal of burn care & research : official publication of the
American Burn Association, 38(1), e469–e481.
https://doi.org/10.1097/BCR.0000000000000355
14. ANZBA 2013 AUSTRALIAN AND NEW ZEALAND BURN
ASSOCIATION
15. Schaefer, T. J., & Nunez Lopez, O. (2021). Burn Resuscitation And
Management. In StatPearls. StatPearls Publishing.