Pembimbing :
Disusun Oleh :
Zain Maliki
2110221008
FAKULTAS KEDOKTERAN
1
BAB I
STATUS PASIEN
Nama : Ny. F
Usia : 51 tahun
Agama : Islam
Pembiayaan : BPJS
I.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Batuk berdahak dirasakan sejak lima bulan sebelum masuk rumah sakit.
Batuk dirasa tidak kunjung membaik dan bertambah buruk di malam hari. Satu
minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengaku mulai mengalami sesak
dan batuk yang disertai dahak dan darah yang berwarna merah kental . Pasien
juga sempat mengalami demam saat lima bulan sebelum masuk rumah sakit
pada saat keluhan mulai dirasakan. Sejak lima bulan yang lalu, pasien merasakan
1
penurunan nafsu makan. Pasien saat ini dapat buang air kecil dan buang air besar
dengan baik. Pasien mengaku merasakan penurunan berat badan selama 5 bulan
terakhir. Almarhum suami pasien pernah mengalami keluhan serupa pada tahun
2021. Pasien mengaku tinggal di rumah dengan kondisi tanpa jendela dan
dengan ventilasi yang tidak cukup baik. Pasien mengaku sempat berobat ke
puskesmas dan meminum obat OAT namun berhenti sebelum pengobatan tuntas
dikarenakan pasien merasa mual.
Riwayat DM : disangkal
2
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat DM : disangkal
Status Generalis
Tanda Vital
Status Antropometri
BB : 28 kg
3
TB : 160 cm
Pemeriksaan Telinga
Simetris : (+)
Discharge : (-)
Pemeriksaan Hidung
Discharge : (-)
Pemeriksaan Mulut
Paru
4
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Jantung
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Dinding datar, jaringan parut (-), jejas (-), spider navy (-),
perubahan warna (-),
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba membesar,
nyeri ketok CVA : (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Koilonychia - - - -
Akral + + + +
5
Hangat
CRT + + + +
<2detik
Darah rutin
Ht 30 % 35-47
MCV 80 Fl 80-100
MCH 27 Pg 26-34
Diabetes
Fungsi ginjal
6
Elektrolit
7
I.5 Diagnosis Kerja
8
- TB Paru
- Pneumonia
- Malnutrisi
- DM tipe 2 dengan riwayat hipoglikemia
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.2 Etiologi
II.3 Patogenesis
10
kuman TB adalah melalui droplet aerosol yang terinhalasi. Kemampuan tubuh
dalam membatasi dan mengeliminasi infeksi dari TB bergantung pada keadaan
imunitas, factor genetik, dan tipe infeksi yang diidap yakni primer atau
sekunder. Kuman TB memiliki factor virulensi yang mampu mempersulit
system imun manusia yakni berupa asam mikolat pada kapsul bakteri TB.
11
Oleh karena itu nekrosis kaseosa digunakan sebagai istilah nekrosis
granulomatosa pada keadaan TB.
II.5 Diagnosis
12
pemeriksaan radiologis berupa foto torax, ditemukan lesi TB berupa gambaran
infiltrate pneumonia yang umumnya terdapat di apeks paru. Dapat juga terdapat
gambaran konsolidasi yang disebut juga sebagai tuberculoma. Pada stadium TB
yang sudah lanjut, sering didapatkan bermacam-macam gambaran radiologis
seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas maupun atelektasis dan
emfisema.
Diagnosis TB paru sesuai alur yang dibuat oleh Depkes RI (2006), sebagaimana
bisa dilihat di bawah ini:
13
Berdasarkan diagnosis di atas WHO pada tahun 1991 memberikan kriteria pada
pasien TB paru menjadi:
1. Pasien dengan sputum BTA positif adalah pasien yang pada pemeriksaan
sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang kurangnya pada 2 kali
pemeriksaan/1 sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang
sesuai dengan gambaran TB aktif /1 sediaan sputumnya positif disertai biakan
yang positif
2. Pasien dengan sputum BTA negatif adalah pasien yang pada
pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali,
tetapi pada biakannya positif (Bahar, 2007).
14
II. 8 Tipe Penderita Tuberkulosis
c. Pindahan (transfer in) Pindahan (transfer in) adalah pasien yang sedang
mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke
kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah
(form TB. 09).
d. Setelah lalai (pengobatan setelah default / drop out) Setelah lalai (pengobatan
setelah default / drop out) adalah pasien yang sudah berobat paling kurang 1
bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif.
e. Gagal Gagal adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan kelima (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
atau pada akhir pengobatan. Atau penderita dengan hasil BTA negatif rontgen
positif pada akhir bulan kedua pengobatan.
f. Kasus kronis Kasus kronis adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori II dengan pengawasan yang baik.
II. 9 Terapi
15
Obat-obat TB terdiri atas 2 jenis regimen, yaitu obat lini pertama dan
obat lini kedua. Kedua lini obat ini bertujuan untuk menghentikan pertumbuhan
kuman TB, pengurangan kuman TB yang dorman dan pencegahan resistensi
kuman TB terhadap antibiotik. Obat-obatan lini pertama terdiri dari Isoniazid,
Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol dan Streptomisin. Obat-obatan lini dua
mencakup 17 Rifabutin, Ethionamid, Cycloserine, Para-Amino Salicylic acid,
Clofazimine, Aminoglycosides di luar Streptomycin dan Quinolones. Obat lini
kedua ini dicadangkan untuk pengobatan kasus-kasus dengan kuman TB yang
bersifat multi-drug resistance. Obat tuberkulosis yang aman diberikan pada
keadaan hamil antara lain Isoniazid, Rifampisin, dan Etambutol.
16
Tabel 2. Panduan Alternatif untuk Setiap Kategori Pengobatan
17
Tabel 3. Dosis Obat yang dipakai di Indonesia
Pada tahun 1998 WHO dan IUATLD telah merumuskan pemakaian obat
kombinasi dosis tetap 4 obat sebagai terapi TB untuk menggantikan panduan
obat tunggal sebagai bagian dari strategi DOTS. Paduan OAT ini disediakan
dalam bentuk paket untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin
kelangsungan pengobatan pasien hingga tuntas.. Tablet OAT-KDT ini adalah
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam 1 tablet. Dosisnya (jumlah tablet yang
diminum) disesuaikan dengan berat badan pasien, panduan ini dikemas dalam 1
paket untuk 1 pasien dalam 1 kali masa pengobatan.
18
Tabel 6. Efek Samping OAT
a. Sembuh: bila pasien tuberkulosis kategori I dan II yang BTA nya negatif 2 kali
atau lebih secara berurutan pada sebulan sebelum akhir pengobatannya.
c. Gagal: pasien tuberkulosis yang BTA-nya masih positif pada 2 bulan dan
seterusnya sebelum akhir pengobatan atau BTA-nya masih positif pada akhir
pengobatan. Pasien putus berobat lebih dari 2 bulan sebelum bulan ke-5 dan BTA
19
terkhir masih positif. Pasien tuberkulosis kategori II yang BTA menjadi positif
pada bulan ke-2 dari pengobatan
c. Radiologis: foto kontrol dapat dibuat pada akhir pengobatan perbandingan bila
timbul kasus kekambuhan pada pasien. Jika keluhan pasien tidak berkurang
(misalnya tetap batuk-batuk), dengan pemeriksaan radiologis dinilai gambaran TB
paru dan adakah penyakit lain yang menyertainya. Karena perubahan gambaran
radiologis tidak berubah secepat perubahan gambaran bakteriologis, evaluasi foto
dada dilakukan setiap 3 bulan sekali.
20
II. 11 Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus
respiratorius dan alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat
mengganggu pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru. Berdasarkan
tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu pneumonia-
masyarakat (community-acquired pneumonia/CAP), apabila infeksinya terjadi di
masyarakat; dan pneumonia-RS atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired
pneumonia/HAP), bila infeksinya didapat di lingkungan fasilitas kesehatan.
II. 12 Etiologi Pneumonia
a. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu:
1. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
- Streptococcus pneumonia : merupakan bakteri anaerob fakultatif. Bakteri
patogen ini di temukan pneumonia komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak
20-60%, sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak 33%.
- Staphylococcus aureus : bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang diberikan
obat secara intravena (intravena drug abusers) memungkan infeksi kuman ini
menyebar secara hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju ke paru-paru.
Kuman ini memiliki daya tahan paling kuat, apabila suatu organ telah terinfeksi
kuman ini akan timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan
abses.
- Methicillin-resistant S. Aureus (MRSA) memiliki dampak yang besar dalam
pemilihan antibiotik.
- Enterococcus (E. faecalis, E faecium) : organisme streptococcus grup D yang
merupakan flora normal usus.
Penyebab pneumonia yang berasal dari gram negatif sering menyerang
pada pasien immunocompromised atau pasien yang di rawat di rumah sakit dan
dirawat di rumah sakit dalam waktu yang lama dan dilakukan pemasangan
endotracheal tube. Beberapa contoh bakteri gram negatif dibawah adalah :
- Pseudomonas aeruginosa : bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki bau
yang sangat khas.
21
- Klebsiella pneumonia : bakteri anaerob fakultatif, bentuk batang tidak berkapsul.
Pada pasien alkoholisme kronik, diabetes atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik) dapat meningkatkan resiko terserang kuman ini.
- Haemophilus influenza : bakteri bentuk batang anaerob dengan berkapsul atau
tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggu yaitu
encapsulated type B (HiB).
b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet, biasanya
menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya
adalah cytomegalivirus, herpes simplex virus, varicella zooster virus.
c. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur oportunistik,
dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup udara. Organisme yang
menyerang adalah Candida sp. , Aspergillus sp. , Cryptococcus neoformans.
II. 13 Klasifikasi Pneumonia
Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak terjadinya:
1. Community-Acquired Pneumonia
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius ini sering di
sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia (Penicillin sensitive and
resistant strains ), Haemophilus influenza (ampicillin sensitive and resistant
strains) and Moraxella catarrhalis (all strains penicillin resistant). Ketiga bakteri
tersebut dijumpai hampir 85% kasus CAP. CAP biasanya menular karena masuk
melalui inhalasi atau aspirasi organisme patogen ke segmen paru atau lobus paru-
paru. Pada pemeriksaan fisik sputum yang purulen merupakan karakteristik
penyebab dari tipikal bakteri, jarang terjadi mengenai lobus atau segmen paru.
Tetapi apabila terjadi konsolidasi akan terjadi peningkatan taktil fremitus, nafas
bronkial. Komplikasi berupa efusi pleura yang dapat terjadi akibat infeksi H.
Influenza , emphyema terjadi akibat infeksi Klebsiella , Streptococcus grup A, S.
Pneumonia . Angka kesakitan dan kematian infeksi CAP tertinggi pada lanjut usia
dan pasien dengan imunokompromis. Resiko kematian akan meningkat pada CAP
apabila ditemukan faktor komorbid berupa peningkatan respiratory rate, hipotensi,
demam, multilobar involvement, anemia dan hipoksia.
22
2. Hospital-Acquired Pneumonia
Berdasarkan America Thoracic Society (ATS) , pneumonia nosokomial ( lebih
dikenal sebagai. Hospital-acquired pneumonia atau Health care-associated
pneumonia ) didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul setelah lebih dari 48
jam di rawat di rumah sakit tanpa pemberian intubasi endotrakeal . Terjadinya
pneumonia nosokomial akibat tidak seimbangnya pertahanan inang dan
kemampuan kolonisasi bakteri sehingga menginvasi traktus respiratorius bagian
bawah. Bakteria yang berperan dalam pneumonia nosokomial adalah P.
Aeruginosa , Klebsiella sp, S. Aureus, S.pneumonia. Penyakit ini secara signifikan
akan mempengaruhi biaya rawat di rumah sakit dan lama rawat di rumah sakit.
ATS membagi pneumonia nosokomial menjadi early onset (biasanya muncul
selama 4 hari perawatan di rumah sakit) dan late onset (biasanya muncul setelah
lebih dari 5 hari perawatan di rumah sakit). Pada early onset pneumonia
nosokomial memili prognosis baik dibandingkan late onset pneumonia
nosokomial; hal ini dipengaruhi pada multidrug-resistant organism sehingga
mempengaruhi peningkatan mortalitas. Pada banyak kasus, diagnosis pneumonia
nosokomial dapat diketahui secara klinis, serta dibantu dengan kultur bakteri;
termasuk kultur semikuantitatif dari sample bronchoalveolar lavange (BAL).
3. Ventilator-Acquired Pneumonia
Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan pneumonia yang terjadi
setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea. Ventilator adalah alat yang
dimasukan melalui mulut atau hidung, atau melalu lubang di depan leher. Infeksi
dapat muncul jika bakteri masuk melalui lubang intubasi dan masuk ke paru-paru.
II. 14 Faktor Resiko
Beberapa kelompok yang mempunyai faktor risiko lebih tinggi untuk terkena
pneumonia antara lain :
a. Usia lebih dari 65 tahun
b. Riwayat merokok
c. Paralisis laringeal
d. Malnutrisi
e. Pasien dengan penyakit paru seperti asma, PPOK dan emfisema
f. Diabetes Mellitus
23
g. Penyakit pernapsan kronik (COPD, asma kistik fibrosis)
h. Kanker
i. Trakeostomi dan pemakaian endotrakeal tube
j. Tindakan Bedah pada regio abdominal atau toraks
k. Fraktur tulang iga
l. AIDS, pengobatan immunosuppresan dan pasien immunocompromised.
II. 15 Diagnosis Pneumonia
1. Chest X-ray: teridentifikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan bronkhial);
dapat juga menunjukkan multiple abses/infiltrat, empiema (staphilococcus);
penyebaran atau lokasi infiltrasi (bakterial)
2. Analisis gas darah: abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya
kerusakan paru-paru.
3. Pemeriksaan darah lengkap: leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai
pemeriksaan darah putih rendah pada infeksi. Penilaian derajat keparahan
penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan sistem
skor. Tabel 9 menunjukkan sistem skor pada pneumonia komunitas.
24
b. Bila skor PORT kurang dari 70 maka penderita tetap perlu rawat inap bila di
jumpai salah satu dari kriteria dibawah ini:
- Frekuensi nafas > 30 kali/menit
- PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
- Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
- Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
- Tekanan sistolik < 90mmHg
- Tekanan diastolik < 60 mmHg (PDPI, 2003).
25
II. 16 Tata Laksana
26
Daftar Pustaka
Bahar, A., 2007. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI; 988-994.
Daniel, M. Thomas. 1999. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit dalam
Edisi 13 Volume 2. Jakarta : EGC : 799-808.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Pneumonia. Jakarta: PDPI.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Tuberkulosis. Jakarta: PDPI.
Solá, Ernesto et al. “Diabetes mellitus: an important risk factor for
reactivation of tuberculosis.” Endocrinology, diabetes & metabolism case
reports vol. 2016 (2016): 16-0035. doi:10.1530/EDM-16-0035
27