LAPORAN KASUS
Pembimbing
DAFTAR ISI.................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 2
3.2 Diagnosis.................................................................................................. 13
3.3 Tatalaksana............................................................................................... 16
3.4 Komplikasi............................................................................................... 22
3.5 Prognosis.................................................................................................. 23
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................. 25
BAB V KESIMPULAN................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 30
BAB I
PENDAHULUAN
keseluruhan kematian secara global dan yang diakibatkan sindrom koroner akut
sebesar 7,4 juta. Penyakit ini diperkirakan akan mencapai 23,3 juta kematian pada
tahun 2030.1
ketidaknyamanan dada, nyeri dada (chest pain), atau gejala lain yang disebabkan
oleh kurangnya oksigen ke otot jantung (miokardium). Lebih dari delapan juta
pasien per tahun datang dengan keluhan nyeri dada atau gejala penyerta lainnya
pengurangan pasokan oksigen akut atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh
adanya robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan adanya proses inflamasi,
angina pektoris tidak stabil (APTS) atau unstable angina (UA), Non-ST elevation
(STEMI).2
Penyakit Jantung Koroner (PJK) selain Angina Pektoris Stabil (Stable Angina).
Namun SKA memiliki prognosis yang lebih buruk dibanding Angina Pektoris
Stabil karena bersifat progresif dan pada perjalanan penyakitnya sering terjadi
perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau
Ilustrasi Kasus
Seorang pasien laki-laki usia 58 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri
dada sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan pasien saat
beraktivitas dan disertai keringat dingin. Pasien tidak mengeluhkan sesak, nyeri
ulu hati tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada, batuk tidak ada, dan demam
tidak ada. Kesadaran pasien saat masuk CMC dengan GCS 15. Pasien memiliki
riwayat bells palsy sejak 9 tahun yang lalu. Riwayat hipertensi ada, riwayat stroke
ada, riwayat DM tidak ada, riwayat penyakit jantung tidak ada. Riwayat obat:
Pasien direncanakan untuk pemeriksaan darah rutin, X-Ray, dan cek elektrolit.
Objektif :
- Status generalis :
TD : 176/103 mmhg
HR : 57 x/i
RR : 20 x/I
T : 36,5 ℃
- Pemeriksaan fisik :
- Abdomen : Nyeri tekan tidak ada, nyeri lepas tidak ada, bising usus
(+)
- Laboratorium
EKG:
Ro Thorax :
- Trakea ditengah
Planning :
Terapi :
• Simvastatin 1x40 mg
Rencana Lanjutan:
• Trombolitik
Subjektif : Pasien di pindahkan ke CVCU dalam keadaan sadar dan nyeri pada
Objektif :
- Status generalis :
- Pemeriksaan fisik :
EKG:
pengobatan)
Planning :
Terapi :
• Critical ILL
• Syrinx NTG
• Methilprednisolone 3x4 mg
• Acyclovir 3x400 mg
• Mecobalamin 3x500 mg
• Aspilet 1x80 mg
• CPG 1x75 mg
• Simvastatin 1x40 mg
• Nitral 2x500mcg
• Diet : MCDJRG + AP
Selama 2 hari perawatan di ICU pasien stabil, dengan kronologis sebagai berikut:
Hari ke-I / 03 Maret 2021 , 07.00 Hari ke-II / 04 Maret 2021,
WIB di CVCU 07.00 WIB di CVCU
Subjektif Pasien mengatakan nyeri dada Pasien mengatakan nyeri dada
berkurang sudah berkurang
Objektif Status generalisata Status generalis
Keadaan umum : sedang Keadaan umum : sedang
Kesadaran : CMC, GCS Kesadaran : CMC, GCS
E4V6M5 E4V6M5
TD : 119/73 mmhg TD : 115/71 mmhg
HR : 45 x/i HR : 51 x/i
RR : 15 x/I, RR : 12 x/I,
T : 36,6 ℃ T : 36 ℃
SPO2 : 98 % SPO2 : 97 %
Pemeriksaan fisik MAP : 89
Mata : konjungtiva tidak anemis , Pemeriksaan fisik
sklera tidak ikterik Mata : konjungtiva
Jantung : irama reguler, murmur (-), tidak anemis , sklera tidak
s3 gallop (-) ikterik
Paru : vesikuler, rhonki (-/-), Jantung : irama reguler,
wheezing (-/-) murmur (-), s3 gallop (-)
Abdomen : supel, Nyeri tekan (-), Paru : vesikuler,
Nyeri lepas (-), BU (+) rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 Abdomen : supel, Nyeri
detik tekan (-), Nyeri lepas (-), BU
(+)
Ekstremitas : akral hangat,
CRT <2 detik
Assessment STEMI inferior post trombolitik + STEMI inferior post trombolitik
hiperglikemi + bells palsy + Sinus bradikardi
Planning • Terpasang monitor • Terpasang monitor
• Terpasang kondom kateter • Terpasang kondom kateter
• Terpasang nasal kanul 3L/menit • Terpasang nasal kanul
• IVFD RL 500 cc /12 jam 3L/menit
• Inj. Ranitidin 2x50 mg • IVFD RL 500 cc /12 jam
• Inj. Lovenox 2x0,6 cc • Inj. Ranitidine 2x50 mg
• Novorapid 3x7 unit • H3 inj. Lovenox 2x0,6 cc
• Levemir 1x8 unit • Syr. Dopamin 5
• E2 Ceftriaxone 1x2 gr mcg/kgBB/menit
• Syringe dopamine 5 • E2 ceftriaxon 1x2 gr
mcg/kgBB/menit • Novorapid 3x7 IU
• Methylprednisolone 3x4 mg • Levemir 1x8 IU
• Acyclovir 3x400 mg • Methlprednisolone 3x4 mg
• Mecobalamin 3x500 mg • Acyclovir 3x400 mg
• Aspilet 1x80 mg • Mecobalamin 3x500 mg
• CPG 1x75 mg • Aspilet 1x80 mg
• Simvastatin 1x40 mg • CPG 1x75 mg
• Nitral 2x500 mcg • Simvastatin 1x40 mg
• Lactulax syrup 1x10 cc • Nitral 2x500 mcg
• Diet : MCDJRGDD • Lactulax syrup 1x10 cc
• AP • Diet : MSDJRGDD
• AP
• Pasien dipindahkan ke
bangsal jantung pada pukul
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
menjadi
koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina
pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang
biomarka jantung.3
3.2 Diagnosis
3.2.1 Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal
(angina tipikal) atau angina atipikal (angina ekuivalen). Nyeri dada tipikal merupakan
gejala pasien Infark Miokard Akut (IMA). Sifat nyeri dada angina sebagai berikut: 3,4
b. Sifat nyeri: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, rasa tertindih benda berat,
c. Penjalaran: ke lengan kiri, ke leher, rahang bawah, gigi, punggung, perut dan
f. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas
dan lemas.
Selain anamnesis nyeri dada yang perlu ditanyakan adalah faktor resiko
sebelumnya.
banding. Regurgitasi katup mitral akut, bunyi jantung tiga (S3), hipotensi,
diaforesis, dan ronkhi basah halus dapat meningkatkan kecurigaan terhadap SKA.
komplikasi mekanis. Ronkhi basah dapat terdengar jika terjadi edema paru.3
dada atau yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera
dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Jika pemeriksaan EKG awal tidak
diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan
kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12
perkembangan elevasi segmen ST. Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien
dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu normal, non-diagnostik, left bundle
branch block (LBBB) baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit)
maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpat inversi
gelombang ST. Penilaian elevasi ST dilakukan pada titik J dan ditemukan pada 2
nekrosis miosit jantung dan menjadi biomarka untuk diagnosis infark miokard.
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Pada dasarnya troponin T dan troponin I
menunjukan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, sehingga
pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Tes yang negatif
pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis IMA. Kadar troponin pada pasien IMA meningkat didalam darah perifer
3-4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2 minggu. Peningkatan ringan
kadar troponin biasanya menghilang dalam 2-3 hari, namun bila terjadi nekrosis
CKMB. CKMB akan meningkat dalam waktu 4-6 jam, mencapai puncaknya pada
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan yaitu tes darah rutin, gula
darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid.
3.3 Tatalaksana
dan Clopidogrel (MONACo), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
1. Tirah baring
mmHg)
6. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
Tujuan utama dari tatalaksana STEMI adalah terapi reperfusi segera untuk
diagnosis STEMI harus tegak selambat lambatnya 10 menit dari saat pasien tiba
dalam 12 jam dengan elevasi ST segmen yang menetap atau LBBB yang (terduga)
baru. Beberapa hal harus dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi perfusi,
antara lain:
infark menjadi paten, kurang lebih tergantung pada lama gejala pasien
dokter dalam menilai risiko mortalitas pada pasien STEMI. Jika estimasi
perdarahan pada pasien. Jika tersedia PCI dan fibrinolisis, semakin tinggi
Primary PCI merupakan PCI emergensi dengan balon, stent atau alat
lainnya yang dikerjakan pada arteri yang infark tanpa terapi fibrinolitik
sebelumnya. Primary PCI adalah terapi reperfusi pilihan apabila dapat dilakukan
dalam waktu 120 menit dari onset dan pasien dengan resiko tinggi. Tidak
disarankan untuk melakukan PCI secara rutin pada arteri yang telah tersumbat
total lebih dari 24 jam pada pasien stabil tanpa gejala iskemia.
1. Aspirin : dosis loading 150-300 mg per oral diikuti dosis rumatan 75-
100 mg/hari
mg/hari
mg, 2x/hari
3. Antikoagulan :
3.3.2.2 Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to
needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan utamanya
adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam
Kelas I :
1) Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien
STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan elevasi ST > 0,1 mV pada minimal 2
2) Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik diberikan pada pasien STEMI
dengan onset gejala < 12 jam dan LBBB baru atau diduga baru.
Kelas II a
STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan EKG 12 sandapan konsisten dengan
STEMI dengan onset mulai dari < 12 jam sampai 24 jam yang mengalami gejala
Fibrinolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga pada pasien paska
CABG datang dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah PCI.
Absolute Relatif
1. Stroke hemoragik atau stroke 1. Transcient ischemic attack
yang penyebabnya belum dalam 6 bulan terakir
diketahui dengan awitan 2. Penggunaan antikoagulan oral
kapanpun 3. Kehamilan hingga 1 minggu
2. Stroke iskemis dalam 6 bulan post partum
terakhir 4. Hipertensi refrakter (tekanan
3. Kelainan sistem saraf sentral dan darah sistolik >180mmHg)
neoplasma 5. Penyakit hepar lanjut
4. Trauma/ pembedahan kepala 6. Endocarditis infektif
(dalam 1 bulan terakhir) 7. Ulkus peptikum aktif
5. Perdarahan gastrointestinal 8. Resusitasi traumatik
dalam 1 bulan terakhir
6. Gangguan perdarahan,
menstruasi
7. Diseksio aorta
arteri infark yang paten, tapi tidak dapat dilakukan PCI secara anatomi, luas infark
yang besar, ataupun dengan syok kardiogenik. CABG lebih dipilih untuk
dilakukan. Pada pasien STEMI dengan gagal PCI atau oklusi coroner yang sulit
Terapi jangka panjang yang disarankan setelah pasien pulih dari STEMI
adalah:
dengan ketat.
tanpa henti.
5. Profil lipid puasa harus didapatkan pada pasien STEMI sesegera mungkin
sejak datang.
6. Statin intensitas tinggi perlu diberikan atau dilanjutkan segera setelah pasien
masuk rumah sakit bila tidak ada indikasi kontra atau riwayat intoleransi,
gagal ginjal atau diabetes, bila tidak ada gagal ginjal atau hiperkalemia.
3.4 Komplikasi
- Disfungsi ventrikuler
- Gangguan hemodinamik
- Syok kardiogenik
3.5 Prognosis
fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi fibrinolitik.
saat perawatan di rumah sakit dan dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah
sakit.
Kematian di Rumah
Kategori Risiko Skor Risiko GRACE
Sakit (%)
Rendah ≤108 <1
Menengah 109-140 1-3
Tinggi >140 >3
Kematian dalam 6
Kategori Risiko Skor Risiko GRACE Bulan Setelah Keluar
dari Rumah Sakit (%)
Rendah ≤88 <3
Menengah 89-118 3-8
Tinggi >118 >8
BAB 4
Pembahasan
adalah nyeri dada sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit dan keluhan dirasakan
pasien saat beraktivitas disertai dengan keringat dingin. Pasien tidak mengeluhkan
sesak, nyeri ulu hati tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada, batuk tidak ada,
dan demam tidak ada. Kesadaran pasien saat masuk CMC dengan GCS 15. Pasien
memiliki riwayat bells palsy sejak 9 tahun yang lalu. Riwayat hipertensi ada,
riwayat stroke ada, riwayat DM tidak ada, riwayat penyakit jantung tidak ada.
Gejala klinis yang ditemui pada pasien adalah nyeri dada. Nyeri dirasakan
seperti terhimpit dan pasien tidak dapat menunjukkan lokasi nyeri. Nyeri
dirasakan saat beraktivitas dan disertai keringat dingin. Gejala nyeri ini disebut
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada yang mengalami iskemia harus
gawat darurat. Hasil EKG pada pasien ini menunjukkan adanya ST elevasi di lead
II, III, AVF yang menandakan lokasi iskemia atau infark di inferior.
di lead II, III dan AVF yang sudah mulai berkurang dan Q patologis sudah
muncul sedikit.
- Keempat, saat hari rawatan terakhir hasilnya Q patologis masih ada, dan T
didapatkan saat pemeriksaan pertama pada tanggal 02 Maret 2021 yaitu < 0.50
ng/mL dan saat pemeriksaan kedua pada tanggal 03 Maret 2021 adalah 46.95
Troponin adalah protein pada sel otot jantung yang mengatur interaksi
antara aktin dan miosin jantung. Troponin T/I sangat spesifik dan sensitif untuk
pektoris akut, elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan
meningkat.
trombosit pada pasien infark miokard dan angina tidak stabil. Sehingga
• Simvastatin 1x40 mg
obat ini adalah Glyceryl trinitrate membentuk radikal bebas nitrat oksida
(NO), yang merangsang guanylate cyclase dalam sel otot polos vaskular
daerah iskemik.
• Dopamine 5 mcg/kgBB/menit
jantung lambat (bradikardi) yang disertai dengan gejala. Obat ini bekerja
darah.
3L/menit, terpasang kondom kateter untuk memantau balance cairan, Pasien juga
diberikan RL 500 cc 12/kolf untuk menggantikan cairan dan elektrolit pasien yang
hilang. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada, lalu diberikan aspilet 80mg, CPG
Selama dua hari di ICU keluhan nyeri dada yang dirasakan pasien sudah
mulai berkurang karena pemberian trombolitik dan tanda – tanda vital pasien
Kesimpulan
ketidaknyamanan dada, nyeri dada (chest pain), atau gejala lain yang disebabkan
angina tipikal, ST elevasi pada 2 lead yang berpasangan, dan peningkatan enzim
jantung. Tatalaksana yang diberikan pada pasien adalah terapi awal dan terapi
Koroner Akut Pada Pasien Rawat Inap Ruang Tulip Di Rsud Ulin Banjarmasin.
2. Mahayyun Im. Perbedaan Kadar Sgot Pada Sindroma Koroner Akut Di Rsd
2015.
4. Setiati Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Interna
Publishing, 2014.