STEMI ANTEROSEPTAL
RSUD Cengkareng
Disusun oleh:
dr. Louis Ryandi
Pembimbing:
dr. Hanny Dewajanti
Penanggung Jawab:
dr. Titos Ahimsa, Sp.PD-KGEH.
Disusun oleh:
dr. Louis Ryandi
1.1. Identitas
Nama : Tn. L
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 13 April 1979
Usia : 41 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : karyawan swasta
Status Pernikahan : Menikah
Tingkat Pendidikan : SMP
Alamat : Penjaringan, Jakarta Utara
No. Rekam Medis : 34-47-06
1.2. Anamnesis
Dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 11 September 2020 pukul 09.55 di IGD.
Keluhan Utama
Nyeri dada di sebelah kiri 3 jam yang lalu.
Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien adalah seorang kepala keluarga dan memiliki 2 orang anak. Pasien memiliki
kebiasaan merokok 2 bungkus / hari.
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Skala Nyeri : 8 (Visual Analog Scale/VAS)
Tekanan Darah : 149/89 mmHg
Nadi : 65 kali/menit, reguler, kuat
Pernapasan : 28 kali/menit, tampak sesak
Suhu Tubuh : 36,7 ºC
Saturasi Oksigen : 98%
Pemeriksaan Sistematis
Kepala : Normosefali, tidak ada lesi ataupun deformitas
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya +/+
THT : Tidak ditemukan adanya kelainan
Jantung : Bunyi jantung 1/2 reguler, murmur (-), gallop S3 (-).
Paru : Suara napas terdengar ronki -/-, wheezing -/-.
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 3 detik.
1.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Elektrokardiografi
Dilakukan pada tanggal 11 September 2020 pukul 10.05.
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan pada tanggal 11 September 2020 pukul 12.20.
Pemeriksaan Radiologi
Rontgen Thorax PA
Dilakukan pada tanggal 11 September 2020 pukul 14.21
Cor :
Tampak gambaran jantung membesar (CTR>50%)
Aorta elongatio
Fibroinfiltrat di kedua paru
Hilus bilateral berbercak kasar
Pulmo :
Tak tampak coin lesion
Corakan bronkovaskular prominen
pleura normal
Sinus dan diafragma normal
tulang-tulang dan jaringan lunak normal
Kesan :
Cardiomegaly (HHD?)
Suspect BP
CT Scan Thorax
Dilakukan pemeriksaan CT Scan Thorax tanpa kontras IV bolus pada tanggal 11
September 2020.
1.6. Penatalaksanaan
1. Clopidogrel 4 tab
2. Aspilet 2 tab
3. Nitrat 5 mg
4. RL/12 jam
5. Oksigen 4lpm
6. Streptokinase
7. Rencana PCI pada tanggal 14 September 2020
2.1.2. Definisi
Stratifikasi Risiko
Selain klasifikasi diatas, untuk menentukan diagnosis dan prognosis
luaran klinis serta prediksi mortalitas pada penderita dengan STEMI dapat
digunakan klasifikasi berdasarkan Killip, seperti pada tabel berikut.2
2.1.5. Patofisiologi
Sebagian besar infark miokard terjadi karena adanya ruptur plak
atheroma pembuluh darah koroner arteri yang menyebabkan terjadinya
manifestasi akut dari infark miokard.1 Lebih dari 90 % penyebab infark
miokard dikarenakan robekan atau disrupsi plak atherosklerotik.6 Hal
ini berhubungan dengan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan
lapisan fibrous penutup plak. Robeknya lapisan fibrous tersebut kedalam
lumen arteri memicu terjadinya proses agregasi trombosit yang kaya
trombosit (white thrombus) dan pembentukan thrombus intra koroner.11
Akibat lanjut dari trombus ini akan menyumbat lumen arteri koroner bisa
parsial maupun total atau menjadi mikroemboli yang menyumbat arteri
koroner yang lebih distal.1,11
Bila thrombus menyumbat secara parsial akan timbul manifestasi
sebagai angina pectoris tidak stabil (UAP) dan infark miokard tanpa
elevasi segmen ST (NSTEMI). Akan tetapi, bila thrombus menyumbat
secara total tanpa adanya aliran kolateral menyebabkan terjadinya infark
miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI). 1,6Terbentuknya
thrombus selain diakibatkan oleh ruptur plak juga disebabkan oleh
adanya disfungsi endotel. Disfungsi endotel menyebabkan kehilangan
fungsi normalnya yang mempunyai efek proteksi terhadap thrombus dan
vasodilator.11
Proses lanjutan yang terjadi akibat ruptur plak dan disfungsi
endotel yaitu : aktivasi dan agregasi trombosit, aktivasi kaskade
koagulasi, vasokonstriksi pembuluh koroner, kehilangan fungsi normal
endotel yang mempunyai efek antitrombotik dan pada akhirnya
terbentuklah thrombus intrakoroner.11
Gambar 1. Patofisiologi Trombosis
2.1.6. Diagnosis
Dengan mengintegrasikan informasi dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, elektrokardiografi, pemeriksaan biomarker jantung, maka diagnosis
awal seseorang dengan kecurigaan infark miokard akut dapat ditegakkan
sekaligus menyingkirkan penyebab yang lain.
Diagnosis infark miokard mempunyai dua komponen utama.
Komponen patologis dimana memerlukan bukti adanya kematian sel
miokard sebagai konsekuensi dari iskemik yang berkepanjangan. Dan
diagnosis klinis dengan menilai riwayat penyakit dari anamnesis
ditunjang dengan pemeriksaan penunjang seperti elektrokardiografi,
biomarker jantung, dan pemeriksaan pencitraan.5,10
Gambar 2. Alur Diagnosis STEMI
Anamnesis
Keluhan penderita dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri
dada yang tipikal (typical angina) atau atipikal (angina ekuivalen).
Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan,berat, seperti ditindih benda
berat, terbakar didaerah retrosternal, dapat menjalar ke lengan kiri, leher,
rahang, bahu, punggung, atau epigastrium.2 Pada penderita dengan
STEMI keluhan seperti ini dirasakan seperti angina pectoris tetapi
lebih berat, dengan durasi yang lebih lama (lebih dari 20 menit), dan
tidak berkurang dengan istirahat atau pemberian preparat nitrat. Gejala
penyerta yang sering terdapat pada penderita infark miokard antara lain :
diaforesis, mual-muntah, nyeri abdomen, palpitasi, sesak nafas, dan
sinkop.1,2
Walapun nyeri dada tipikal merupakan tanda khas infark, akan
tetapi tidak semua pasien merasakannya.9 Kira-kira sekitar 30% pasien
infark miokard adalah asimptomtik atau datang dengan keluhan
atipikal.4 Pada pasien angina atipikal sering dijumpai keluhan nyeri
didaerah penjalaran angina tipikal, gangguan pencernaan, sesak nafas
yang tidak dapat diterangkan atau mendadak rasa lemah yang tidak
dapat diterangkan.2,9 Keluhan atipikal ini sering dijumpai pada pasien
usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita,
penderita diabetes, post operatif pasien.2
Diagnosis menjadi lebih kuat bila keluhan tersebut ditemukan
pada pasien dengan karakteristik : pria, diketahui mempunyai
penyakit atherosklerosis atau pernah mengalami infark miokard, CABG
atau PCI, mempunyai faktor resiko tinggi (hipertensi, diabetes mellitus,
merokok, dislipidemia, riwayat penyakit jantung koroner dalam
keluarga atau meninggal mendadak sebelum usia 55 tahun pada laki-
laki dan 65 tahun pada perempuan).9 Mengidentifikasi faktor-faktor
resiko terutama pada mereka yang mempunyai faktro resiko tinggi bisa
membantu dalam menegakkan diagnosis infark miokard.1
Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan infark miokard sering datang dengan penampakan
gelisahdan tidak nyaman. Mereka yang sudah mempunyai gangguan
pada fungsi ventrikel kiri dapat muncul manifestasi takipneu, takikardia,
ronkhi paru, dan bunyi jantung ketiga. Terdapatnya bising sistolik
menunjukkan adanya disfungsi katub mitral maupun ruptur septum
ventrikel sebagai kamplikasi adanya iskemik.1 Pada pasien dengan
infark ventrikel kanan dapat dijumpai peningkatan tekanan vena jugular,
tandakusmaul dan bunyi jantung ketiga pada ventrikel kanan. Pada
pasien dengan disfungsi ventrikel berat terdapat tanda-tanda syok seperti
hipotensi, diaforesis, akral dingin, pucat, oligouria, dan perubahan status
mental.1,6
Tabel 3. Tanda dan Gejala Infark Miocard Akut
Elektrokardiografi
Pemeriksaan elektrokardiografi memegang peranan yang
penting dalam penatalaksanaan infark miokard tidak hanya sebagai alat
7
diagnostik tetapi juga untuk menentukan prognosis dari infark. EKG
merupakan suatu bagian integral dari diagnosis kerja pasien yang
dicurigai menderita infark miokard dan harus tersedia dan
diinterpretasikan secara tepat (dalam waktu 10 menit) setelah
3
presentasi klinis. Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan
lain yang mengarah kepada iskemik miokard harus menjalani
pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang
4
gawat darurat.
Gambaran EKG pada penderita STEMI dengan onset akut diawali
dengan peningkatan amplitudo gelombang T, diikuti oleh elevasi
segmen ST dalam beberapa menit. Gelombang R dapat meningkat
pada fase awal dan kemudian segera mengalami penurunan lalu diikuti
2
oleh terbentuknya gelombang Q. Gambaran evolusi EKG pada STEMI
6,10
dapat dilihat pada bagan dibawah ini.
Kriteria
diagnosis EKG pada STEMI yaitu : adanya elevasi segmen
ST diatas titik J (J point) pada 2 sadapan yang berurutan dengan nilai :
≥ 0,1 mV pada semua sadapan selain V2-V3 dimana pada sadapan
tersebut kenaikannya ≥ 0,2 mV pada laki-laki ≥ 40 tahun, ≥ 2,5 mV
3,4
pada laki-laki < 40 tahun, atau ≥ 0,15mV pada perempuan. Yang
dimaksud sadapan yang berurutan yaitu kelompok sadapan anterior
(V1-V6), sadapan inferior (II,III,aVF), atau sadapan lateral/apikal
(I,aVL). Sadapan tambahan meliputi V3R dan V4R yang
menggambarkan dinding ventrikel kanan serta V7-V9 pada dinding
3
basal inferior (posterior).
Laboratorium
dari kreatin kinase (CK), dan sub tipe miokard (CK-MB), troponin (T
dan I), mioglobin, AST, dan LDH dapat terjadi pada semua pasien
dilakukan.2
Biomarker CKMB, karena lebih cepat terdeteksi dan dan hilang
dari dalam sirkulasi, maka dapat digunakan pada : pasien dengan
presentasi klinis awal atau dini saat gejala muncul, untuk menentukan
onset cidera jika troponin meningkat, dan untuk mendeteksi reinfark
1
saat datang ke runah sakit. Pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan biomarker pada penderita infark miokard direkomendasikan
pada saat pasien datang ke rumah sakit, pada 6 – 9 jam onset, dan 12-24
jam jika sampel awal mempunyai nilai negatif dan pasien mempunyai
kecurigaan yang tinggi untuk infark miokard.1,3,14
Selain
pemeriksaan serum biomarker, pemeriksaan laboratorium
lain yang direkomendasikan pada penderita STEMI yaitu : darah rutin
lengkap, elektrolit lengkap, BUN, kreatinin, gula darah, profil lipid,
13
INR, aPTT.
2.1.7. Tatalaksana
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST mengacu pada data-data dari
evidence based berdasarkan penelitian randomized clinical trial
yang terus berkembang ataupun konsensus dari para ahli sesuai
pedoman ( guideline).8
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi
reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti
platelet, memberi obat penunjang. Terdapat beberapa pedoman
( guideline) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari
ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun 2008, tetapi perlu disesuaikan
dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan
kemampuan ahli yang ada.8,15
a. Tatalaksana awal
1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Kematian di luar rumah sakit pada STEMI sebagian besar
diakibatkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang terjadi
dalam 24 jam pertama onset gejala dan lebih dari separuhnya
terjadi pada jam pertama, sehingga elemen utama tatalaksana pra
hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain8,13,15:
1) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan
medis.
2) Pemanggilan tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan
resusitasi
3) Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas
ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih.
4) Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak pada penanganan pasien
disebabkan oleh lamanya waktu mulai onset nyeri dada sampai
keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini dapat
diatasi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga
profesional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.8,15
Pemberian fibrinolitik pre hospital hanya bisa dikerjakan
jika ada paramedik di ambulans yang sudah terlatih untuk
menginterpretasikan EKG dan managemen STEMI serta ada
kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada
pemberian terapi. 8,13,15
2. Tatalaksana di ruang emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD adalah mengurangi atau
menghilangkan nyeri dada, mengidentifikasi cepat pasien yang
merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko
rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari
pemulangan cepat pasien dengan STEMI. 8,13,15
3. Tatalaksana umum
Kontraindikasi relatif
1) Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2) Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180
mmHg atau TDS>110 mmHg)
3) Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia,
atau diketahui patologi intrakranial yang tidak termasuk
kontraindikasi
4) Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit)
atau operasi besar (<3 minggu)
5) Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu 6) Pungsi
vaskular yang tak terkompresi
6) Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari
sebelumnya atau reaksi alergi sebelumnya terhadap obat
ini
7) Kehamilan
8) Ulkus peptikum aktif
9) Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin
tinggi risiko perdarahan.
Obat Fibrinolitik
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin.
Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh
diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya
antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat
mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan
intrakranial yang rendah.16
2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global
Use of Strategies to Open Coronary Arteries (GUSTO-1)
trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar
15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan
SK. Namun, tPA harganya lebih mahal disbanding SK dan
risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.17
3) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi
dan keamanan sebanding SK dan sebanding tPA pada
GUSTO III trial dengan dosis bolus lebih mudah karena
waktu paruh yang lebih panjang.18
4) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup
memperbaiki spesisfisitas fibrin dan resistensi tinggi
terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1).
Laporan awal dari TIMI 1- B menunjukkan tenekteplase
mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan
yang sama dibandingkan dengan tPA.19
2. Terapi lainnya
ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana
semua pasien dengan STEMI diberikan terapi dengan
menggunakan anti-platelet (aspirin, clopidogrel, thienopyridin),
anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low
Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-
inhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker.13, 16, 20
1) Anti Trombotik
Antiplatelet dan antitrombin yang digunakan selama
fase awal STEMI berperan dalam memantapkan dan
mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait
infark.Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI.
Menurut penelitian ISIS-2 pemberian aspirin menurunkan
mortalitas vaskuler sebesar 23% dan infark non fatal sebesar
49%.21
Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk
mencegah komplikasi trombosis pada pasien STEMI yang
menjalani PCI. Penelitian ADMIRAL membandingkan
abciximab dan stenting dengan placebo dan stenting, dengan
hasil penurunan kematian, reinfark, atau revaskularisasi
segera pada 20 hari dan 6 bulan pada kelompok abciximab
dan stenting.22
Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek
klinis adalah unfractionated heparin (UFH). UFH intravena
yang diberikan sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan
obat trombolitik spesifik fibrin relatif, membantu trombolisis
dan memantapkan serta mempertahankan patensi arteri yang
terkait infark.Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60
U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan infus inisial 12 U/kg
perjam (maksimum 1000 U/jam) .Activated partial
thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus
mencapai 1,5-2 kali.8
Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel
kiri berat, gagal jantung kongestif, riwayat emboli, trombus
mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau fibrilasi atrial
merupakan risiko tinggi tromboemboli paru sistemik dan
harus mendapatkan terapi antitrombin kadar terapetik penuh
(UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi
warfarin minimal 3 bulan.8
2) Thienopiridin
Clopidogrel (thienopiridin) berguna sebagai pengganti
aspirin untuk pasien dengan hipersensitivitas aspirin dan
dianjurkan untuk pasien dengan STEMI yang menjalani
reperfusi primer atau fibrinolitik.13,20
Penelitian Acute Coronary Syndrome (ACOS) registry
investigators mempelajari pengaruh clopidogrel di samping
aspirin pada pasien STEMI yang mendapat perawatan dengan
atau tanpa terapi reperfusi, menunjukkan penurunan kejadian
kasus jantung dan pembuluh darah serebral (kematian,
reinfark non fatal, dan stroke non fatal). Manfaat dalam
penurunan kematian terbesar pada kelompok pasien tanpa
terapi reperfusi awal (8%), yang memiliki angka kematian 1
tahun tertinggi (18%).23
3) Beta blocker
Penyekat beta pada pasien STEMI dapat memberikan
manfaat yaitu manfaat yang terjadi segera jika obat diberikan
secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika
obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark.
Penyekat beta intravena memperbaiki hubungan suplai dan
kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi
luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia
ventrikel yang serius.8
Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk
sebagian besar pasien termasuk yang mendapatkan terapi
inhibitor ACE, kecuali pada pasien dengan kontraindikasi
(pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri
sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik, atau
riwayat asma).8
4) ACE Inhibitor
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI
dan memberikan manfaat terhadap penurunan mortalitas
dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian
SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor
ACE pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau
infark anterior, riwayat infark sebelumnya, dan atau fungsi
ventrikel kiri menurun global). Kejadian infark berulang juga
lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE
menahun pasca infark.
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama
pada pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus
dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal
jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging
menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global,
atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau
pasien hipertensif.8
2.1.8. Komplikasi
1. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini
disebut remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya
gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan
ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks
ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata,
lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.8
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada
awal (10 hari infark) dan sesudahnya.8
3. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan
90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang
menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner
multivesel.8
4. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan
yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali)
dengan atau tanpa hipotensi.8
5. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem
saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di
zona iskemi miokard.8
6. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir
semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat
beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien
STEMI.8
7. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya
aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama.8
8. Fibrilasi atrium
9. Aritmia supraventricular
10. Asistol Ventrikel
11. Bradiaritmia dan Blok
12. Komplikasi Mekanik
13. Ruptur muskulus papilaris, ruptur septm ventrikel, rupture dinding
ventrikel.8
2.1.9. Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA20 :
1. Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3
gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik.