Anda di halaman 1dari 34

CASE REPORT

STROKE

HEMORAGIC

Oleh :

Lulu Mafrudhotul

Aliyah 21360072

Preceptor :

dr. Hartawan, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RSUD JEND. AHMAD YANI KOTA METRO

1
DAFTAR ISI

BAB I (Pendahuluan)............................................................................................3

BAB II (Laporan Kasus)......................................................................................5

BAB III (Tinjauan Pustaka)...............................................................................15

BAB IV (Analisa Kasus)......................................................................................32


BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan

atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson, 2006).

Stroke juga didefinisikan sebagai kelainan fungsi otak yang timbul mendadak,

disebabkan karena terjadi gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa

saja dan kapan saja (Musttaqin, 2008). Stroke merupakan penyebab utama kecacatan

dan menjadi penyebab ketiga kematian di dunia setelah jantung dan kanker. Di dunia 15

juta orang menderita stroke setiap tahunnya, di Amerika Serikat terjadi sekitar 780.000

stroke baru atau 3,4 per 100 ribu penduduk, sedangkan di Singapura 55 per 100 ribu

penduduk dan di Thailand 11 per 100 ribu penduduk (Elkind, 2010) dalam Syah (2011).

Data nasional di Indonesia menunjukkan stroke menjadi penyebab kematian

tertinggi yaitu 15,4% (Soertidewi, 2011) dalam Syah (2011). Prevalensi stroke di

Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 adalah delapan per

seribu penduduk atau 0,8%. Dari total jumlah penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5

% atau 250 ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat sehingga

tahun 2020 mendatang diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke.

Peningkatan angka stroke di Indonesia diperkirakan berkaitan dengan peningkatan

angka kejadian faktor resiko stroke. Faktor yang ditemukan beresiko terhadap stroke

adalah diabetes militus, gangguan kesehatan mental, hipertensi, merokok dan obesitas

abnormal. Stroke dibagi menjadi dua kategori yaitu stroke hemoragik dan stroke

iskemik atau stroke non hemoragik. Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya

pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah

merembes ke dalam suatu


daerah otak dan merusaknya (Pudiastuti, 2011). Stroke non hemoragik adalah suatu

gangguan peredaran darah otak akibat tersumbatnya pembuluh darah tanpa terjadi suatu

perdarahan, hampir sebagian besar pasien atau 83% mengalami stroke non hemoragik

(Wiwit, 2010).

Kesembuhan pasien stroke tergantung pada beberapa elemen yaitu jumlah dan

lokasi otak yang rusak, kesehatan umum pasien yang bersangkutan, sifat-sifat

(personality) dan kondisi emosional pasien. Demikian juga dukungan dari keluarga dan

kawan-kawan serta yang terpenting adalah pengobatan yang diterimanya (Pudiastuti,

2011). Hal yang paling ditakuti oleh penderita stroke adalah bahwa hampir selalu

penderita yang diserang stroke akan mengalami kecacatan, sehingga dapat mengubah

seseorang yang tadinya kuat dan tampak tidak kenal takut menjadi lemah dan selalu

bergantung pada bantuan orang lain. Menurut Sharley (2003) dalam Sembiring (2010)

menyebutkan bahwa dari sisi psikologi, stroke dapat membuat penderita merasa rendah

diri dan tidak berguna akibat kecacatan.


BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. T

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal lahir : 09-08-1952

Umur : 69 th

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Rumbia, lampung

tengah Tanggal masuk RS : 30-06-2021

No. MR 409623

2.2 Anamnesis (Allo-anamnesis)

Riwayat penyakit pasien diperoleh dengan cara Alloanamnesis pada hari Rabu, 30

Juni 2021

Keluhan Utama :

Penurunan kesadaran

Keluhan Tambahan :

Mual muntah, Sakit kepala hebat


Riwayat Penyakit Sekarang :

Os datang ke IGD RSAY diantar oleh keluarganya pada hari rabu, 30-Juni-2021

pukul 00:30, dengan keluhan tidak sadarkan diri. keluarga pasien mengatakan

awalnya pasien mengeluh sakit kepala dan mengeluh mual muntah. Keluarga

pasien mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit tekanan darah tinggi dan

stroke.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat hipertensi terkontrol

(+) Riwayat stroke (+)

Riwayat alergi disangkal

Riwayat DM disangkal

Riwayat Asma disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat PPOK disangkal

2.3 Pemeriksaan Fisik

Status present (30 Juni 2021)

Keadaan Umum : Penurunan kesadaran

Kesadaran : Coma

GCS : 3 (E: 1 V: 1 M:1)

Tanda Vital

 TD : 240/114 mmHg

 RR : 24 x/menit

 HR : 78 x/menit

 SpO2 : 99%

 T : 36,6 oC
STATUS GENERALISATA

Kepala

 Bentuk : Normocephal, simetris

 Rambut : putih, tidak rontok

 Mata : anisokhor (kanan : 1,5 mm, kiri : 2 mm)

 Telinga : simetris, serumen (-/-), secret (-/-)

 Hidung : Simetris, secret (-)

 Mulut : Sianosis (-)

 Lidah : DBN

Leher

 Tiroid : Tidak membesar

 Trakea : Tepat pada sumbu vertical tengah

 TMD : > 5 cm

 JVP : DBN

Thorax (Pulmo)

 Inspeksi : -

 Palpasi : -

 Perkusi : -

 Auskultasi : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

Thorax (jantung)

 Inspeksi : -

 Palpasi : -

 Perkusi : -

 Auskultasi : Bunyi jantung murni tanpa adanya murmur dan gallops


Abdomen

 Inspeksi : tidak ditemukan adanya kelainan

 Palpasi : tidak terdapat nyeri pada bagian abdomen

 Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen

 Auskultasi : bising usus (+)

Ekstremitas

 Superior : sianosis -/-, akral hangat +/+, CRT < 2 detik

 Inferior : sianosis -/-, akral hangat +/+, CRT < 2 detik

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium 30 Juni

2021 Hematologi

No Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

1 Golongan Darah O(+)

2 Leukosit 17,01 Ribu/ µl 5-10

3 Eritrosit 3,52 Juta/ µl 4,37-5,63

4 Hemoglobin 9,5 g/dl 14-18

5 Hematokrit 29,4 % 41-54

6 MCV 83,8 Fl 80-92

7 MCH 27,0 pg 27-31

8 MCHC 32,3 g/dl 32-36

9 Trombosit 243 Ribu/ µl 150-450

10 RDW 13,5 H% 12,4-14,4

11 MPV 7,60 µm3 7,3-9


Kimia klinik

No Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

1 Gula darah sewaktu 98 mg/dl <140

2 Ureum 13 mg/dl 19-44

3 Kreatinin 0,8 mg/dl 0,9-1,3

4 HbA1C 6,1 % <=7

Elekrolit serum

No Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

1 Kalium 6,39 mmol/L 3,5-5,5

2 Natrium 140,78 mmol/L 135-145

3 Klorida 99,02 mmol/L 96-106

4 Kalsium Ion 0,87 mmol/L 1,1-1,35

5 PH 7,34 7,35-7,45

Hemostasis

No Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

1 Perdarahan (BT) 13’00” menit 1’00”-6’00”

2 Pembekuan (CT) 3’00” menit 9’00”-15’00”


Laboratorium 02-07-2021

Hematologi

No Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal

1 Leukosit 5,18 Ribu/ µl 5-10

2 Eritrosit 3,60 Juta/ µl 4,37-5,63

3 Hemoglobin 10,1 g/dl 14-18

4 Hematokrit 30,8 % 41-54

5 MCV 85,4 Fl 80-92

6 MCH 28 pg 27-31

7 MCHC 32,8 g/dl 32-36

8 Trombosit 126 Ribu/ µl 150-450

9 RDW 14,3 H% 12,4-14,4

10 MPV 9,60 µm3 7,3-9


EKG

Kesan :

ST-T Abnormality

Left ventricular hipertropy

Normal sinus rythm


RADIOLOGI

Kesan :

Cord an pulmo dalam batas normal


CT SCAN

Pemeriksaan CT scan tanpa bahan kontras; pada pasien dengan klinis susp : SH.

Hasil :

- tampak sulci prominent

- Batas white matter dan grey matter tegas

- Tampak lesi hiperdens di thalamus dan ganglia basalis sinistra yang

mendeviasi struktur mediana, disertai dengan lesi hiperdens interventrikel

lateralis bilateral (terutama sinistra).

- Sistema ventrikel tampak melebar

- SPN dan air cellulae mastoidea tampak normodens

Kesan :

ICH thalamus dan ganglia basalis sinistraang menyebabkan herniasi subfaicine 8

mm.

IVH

Athropy cerebri

2.5 Resume

Seorang laki-laki diantar oleh keluaragnya ke IGD RSAY dengan

keluhan penurunan kesadaran pukul 00.30. Sebelum os tidak sadarkan diri, os

mengalami mual muntah dan nyeri kepala hebat.

Pada riwayat penyakit terdahulu os memiliki riwayat hipertensi

terkontrol dengan meminum obat amlodipine. Dan os juga mempunyai riwayat

penyakit stroke. Pada pemeriksaan fisik didapatan keadaan umum terjadi

penurunan kesaran dengan kesadaran coma dan GCS 3 (E : 1, V : 1, M : 1),

tekanan darah 240/114 mmHg, nadi 78 x/menit, respirasi 24 x/menit, suhu 36,6

OC, SpO2 99%. Pada


pemeriksaan thorax didapatkan suara paru vesikuler +/+, wheezizng (-/-), ronki (-/-

), BJ I dan II normal tanpa murmur dan gallops. Pada pemeriksaan penunjang

didapatkan GDS 98 mg/dl, leukosit 5,18 ribu/ µl dan trombosit 126 Ribu/ µl. Pada

pemeriksaan penunjang CT Scan didapatkan kesan ICH thalamus dan ganglia

basalis sinistraang menyebabkan herniasi subfaicine 8 mm., IVH, Athropy cerebri

2.6 Diagnosis

ICH (Intraventriculare

hematom) ICH (Intracerebral

hematom)

2.7 Penatalaksanaan

Posisi Kepala 20-45

derajat Oksigen nasal

kanul Injeksi herbesser

Injeksi OMZ

Onjeksi asam

tranexamat Injeksi

cetriaxon

2.8 Prognosis

Quo ad vitam : dubia et malam

Quo ad functionam : duboa et malam

Quo ad sanationam : dubia et malam


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

STROKE HEMORAGIC

3.1 Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik

Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat

pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price

& Wilson, 2006). Stroke juga didefinisikan sebagai kelainan fungsi otak yang

timbul mendadak, disebabkan karena terjadi gangguan peredaran darah otak dan

bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Musttaqin, 2008).Menurut definisi

WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat

gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama

24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya

penyebab lain yang jelas selain vaskular.

3.2. Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama

kecacatan . Sekitar 0,2 % dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya. Dari

keseluruhan data dunia, ternyata stroke sebagai penyebab kematian per

tahunnya. Mortalitas pada stroke hemoragic lebih berat disbanding stroke

iskemik

3.3 Etiologi Stroke Hemoragik

1. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)

2. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain)


3. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)

4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibatnya

adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan

sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori , bicara atau sensasi

(Smeltzer C. Suzann, 2002)

Faktor resiko pada penyakit stroke :

1. Hipertensi

2. Penyakit kardiovaskuler

3. Kolesterol tinggi

4. Obesitas

5. Peningkatan hematokrit

6. Diabetes

7. Kontrasepsi oral

8. Merokok

9. Penyalahgunaan obat

10. Konsumsi alkohol


3.5 Patofisiologi Stroke Hemoragik

Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus,

emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karenagangguan umum

(Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis

sering/cenderung sebagai faktor penting trhadap otak. Thrombus dapat berasal

dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana

aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah

serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis

dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas

akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit

cerebrovaskular. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang cerebral.

Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat revensibel untuk jangka

waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit.

Anoksia serebtal dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah

satunya cardiac arrest


3.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi

lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yangperfusinya tidak

18
adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak

yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya

1. Kehilangan motorik

Stroke adalah penyakit motor neuron dan mengakibatkan kehilangan kontrol

volunter terhadap gerakan motorik.

2. Kehilangan komunikasi

Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.

Stroke adalah penyebab afasia paling umum.

Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:

a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti

yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk

menghasilkan bicara.

b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama

ekspresif atau reseptif.

c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari

sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambilsisir dan berusaha untuk

menyisir rambutnya.

3. Gangguan persepsi

Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat

mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubunganvisual-


spasial dan kehilangan sensori.

4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik

Disfungsi ini dapat ditunjukkan dengan kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan

kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi

dalam program rehabilitasi mereka.

5. Disfungsi kandung kemih

Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urinarius sementara

karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan

ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan.

3.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik

Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan

utama pasien. Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke

antara lain: hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau

buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau

penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak.

Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak

adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis

kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan,

serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem

otak, dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan

pilihan yang dapat digunakan


CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke

hemoragik dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan

stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi

secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.

MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih

bisa diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat

mengidentifikasi malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang

menyebabkan perdarahan.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)

untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia

miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.


Siriraj Hospital Score

Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan darah
diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.

Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah diastolik) –
(3 x atheroma) – 12.

Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma =
2 Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma =
1 (anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)

Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas : Untuk perdarahan: 89.3%.

Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:

ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik,

perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif,

hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).


3.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik

Neuropektan

Neuropektan digunakan dalam upaya untuk menyelamatkan neuron iskemik

pada otak dari cedera irreversibel. Salah satu tindakan neuropektan membatasi

cidera akut. Neuroprotektan secara khusus didefinisikan sebagai "proteksi

neuron" dan merupakan strategi yang digunakan untuk berpotensi melindungi

otak dalam sejumlah kondisi otak yang berbeda termasuk penyakit Parkinson,

cedera otak traumatis dan stroke iskemik. Sementara agen farmakologis yang

dapat mencegah pembentukan gumpalan seperti antitrombotik atau antiplatelet,

atau memecah gumpalan yang ada seperti trombolitik, dapat menghasilkan

pelindung saraf, agen ini terutama menargetkan pembuluh darah otak yang

disebut neuroprotektan ekstrinsik atau tidak langsung. Citicoline digunakan

sebagai insufisiensi otak dan beberapa gangguan neurologis lainnya, seperti

stroke, trauma otak, dan penyakit Parkinson. Citicoline dapat melewati sawar

darah otak dan memperbaiki gangguan otak yang terkait. Citicoline

meningkatkan penurunan memori, konsentrasi, kemampuan belajar,

kewaspadaan, cedera otak, penyakit Alzheimer, sakit kepala, pusing, dan

tinnitus. Dosis citicoline optimal ialah 500 mg per hari dan dapat naik menjadi

2.000 mg. Dapat disimpulkan bahwa citicoline secara sederhana dapat

meningkatkan memori dan perilaku pada hasil akhirnya (Baraskar, 2012).

Piracetam ditemukan pada tahun 1967, diklasifikasikan sebagai obat nootropik

dan digunakan pada terapi dementia, alzheimer, dan penyakit neurologi yang

lain. Piracetam meningkatkan fungsi neurotransmitter asetilkolin melalui

reseptor
kolinergik muskarinik yang terlibat dalam proses memori. Piracetam dapat

meningkatkan permeabilitas membran sel, serta menggunakan efek global pada

neurotransmisi otak melalui modulasi saluran ion (yaitu, Na+,K+). Dosis yang

biasa digunakan mulai dari 4,8-9,6 gram dibagi menjadi tiga dosis sehari setiap 8

jam (Doijad et al, 2012).

Diuretik Osmotik

Diuretik osmotik secara bebas disaring di glomerulus, reabsorpsi terbatas oleh

tubulus ginjal, dan farmakologi. Diuretik osmotik diberikan dalam dosis yang

cukup untuk meningkatkan secara signifikan osmolalitas plasma dan cairan

tubular. Diuretik osmotik memberikan empat sifat farmakokinetik yaitu diuretik-

gliserin (osmoglyn), mononitrate (ismotic), manitol (osmitrol), dan urea

(ureaphil). Tempat mekanisme aksi diuretik osmotik adalah lengkung Henle.

Adanya ekstraksi air dari kompartemen intraseluler dapat memperluas volume

cairan ekstraseluler sehingga menurunkan kekentalan darah, dan menghambat

pelepasan renin. Efek ini meningkatkan RBF, dan peningkatan aliran darah di

medula ginjal serta menghilangkan NaCl dan urea dari medula ginjal sehingga

mengurangi tonisitas meduler (Brunton L, 2008)

Pemantauan ketat terhadap penderita dengan resiko edema serebral harus

dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada

hari-hari pertama setelah serangan stroke. Monitor tekanan intrakarnial harus

dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan penderita yang mengalami penurunan

kesadaran karena kenaikan tekanan intrakranial. Efek terapi osmotik terhadap

tekanan intrakranial diduga dengan menyebabkan penyusutan otak setelah


pergeseran air keluar dari substansi otak. Berbagai zat yang digunakan sebagai

terapi osmotik, antara lain urea, gliserol, sorbitol, manitol, dan salin hipertonik.

Meskipun efektif, urea tidak lagi digunakan karena memiliki berbagai efek

samping termasuk mual, muntah, diare, hemoglobinuria, koagulopati, dan

rebound hipertensi intrakranial. Gliserol dan sorbitol dapat menurunkan tekanan

intrakarnial akan tetapi dapat menyebabkan hiperglikemia yang signifikan.

Manitol cukup efektif dan aman serta direkomendasikan oleh Brain Trauma

Foundation dan European Brain Injury Consortium sebagai terapi osmotik

pilihan. Pasien dengan udem serebri dan kenaikan tekanan intrakranial dapat

diberi larutan hipertonik manitol (diuresis osmotik). Manitol 25% dapat

diberikan dalam dosis 0,5 – 1 g/kgBB dalam waktu 2-10 menit parenteral

(PERDOSSI, 2011).

Anti koagulan

Sebagian besar pembekuan darah vena berhubungan dengan aktivasi pembekuan

kaskade misalnya deep vein thrombosis (DVT), emboli paru, trombosis atrium

kiri (umumnya melalui atrium fibrilasi) dan emboli. Warfarin dan heparin telah

digunakan untuk mengobati dan mencegah trombosis vena selama beberapa

dekade. Vitamin K antagonis (VKA) seperti warfarin bekerja dengan

menghalangi vitamin K-epoksida reduktase, sehingga mencegah pembentukan

bentuk aktif dari faktor pembekuan vitamin K. VKA memiliki efek pro-

trombotik awal, dengan awalnya memblokir protein C dan S, diikuti oleh efek

antitrombotik tertunda, melalui penghambatan koagulasi faktor II, VII, IX, dan

X.Warfarin diminum secara per oral, umumnya pada dosis mulai dari 5-10 mg

per hari, yang


disesuaikan berdasarkan rasio normalisasi internasional (INR), indeks

pemantauan universal berdasarkan waktu protrombin (PT). Warfarin

dimetabolisme melalui sistem P450. Induksi atau inhibisi dari isoenzim yang

terlibat dengan metabolisme warfarin ini dapat meningkatkan INR secara

signifikan. Selanjutnya, perubahan konsumsi vitamin K dapat membuat fluktuasi

yang signifikan untuk INR (Harter et al., 2015). Pada pasien yang mengalami

intracerebral hemorrhage (ICH) atau subarachnoid hemorrhage (SAH), semua

jenis koagulan dan antiplatelet harus dihentikan selama periode akut sekurang-

kurangnya 1 sampai 2 minggu dan segera mengatasi efek dari warfarin dengan

fresh frozen plasma atau dengan konsentrat protombin kompleks dan vitamin K.

Protamin sulfat harus diberikan untuk mengatasi intracerebral hemorrhage

(ICH) akibat pemberian heparin, dengan dosis tergantung pada lamanya

pemberian heparin pada penderita tersebut. Untuk pasien dengan infark

hemoragik, pemberian antikoagulan dapat diteruskan tergantung kepada keadaan

klinis yang spesifik dan indikasi penggunaan terapi antikoagulan

(PERDOSSI,2011).

Anti fibrinolitik

Antifibrinolitik adalah golongan obat yang digunakan untuk meningkatkan

hemostasis, terutama ketika fibrinolisis berkontribusi terhadap perdarahan.

Perdarahan fibrinolitik dapat berhubungan dengan komplikasi bedah dan

gangguan hematologi seperti trombositopenia, hemofilia, sirosis hati, dan

penyakit neoplastik. Obat ini bekerja secara ireversibel memblok ikatan lisin

pada plasminogen, sehingga mencegah aktivasi plasmin, dan karena itu

menghentikan lisis dari fibrin terpolimerisasi (Brown, 2015).


Terapi antifibrinolitik telah terbukti mengurangi resiko perdarahan ulang.

Namun, penggunaan berkepanjangan (> 7 hari) dari antifibrinolitik dikaitkan

dengan tingkat peningkatan cedera iskemik serebral. Selain itu, terapi

antifibrinolitik telah dikaitkan dengan peningkatan resiko hidrosefalus pada

pasien subarachnoid hemorrhage (SAH). Data yang lebih baru, bagaimanapun,

menunjukkan bahwa pengobatan jangka pendek dengan antifibrinolitik dapat

melindungi terhadap perdarahan ulang tanpa peningkatan resiko terkait iskemia

serebral atau hidrosefalus. Epsilon aminokaproat adalah agen antifibrinolitik

yang kompetitif menghambat konversi plasminogen menjadi plasmin. Sebagai

analog lisin, epsilon aminokaproat mengikat ke domain kringle plasminogen dan

mencegah aktivasi ke bentuk plasmin aktif. Berkurangnya kadar kadar plasmin

aktif menghambat degradasi fibrin, yang mengarah ke keadaan prokoagulan

ringan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dosis awal intravena epsilon

aminokaproat akan menghasilkan tingkat serum terapi cepat, yang diperlukan

untuk pengobatan jangka pendek dengan obat, sebelum operasi aneurisma awal

atau coiling (Harrigan et al., 2010).

Anti Hipertensi

Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami peningkatan tekanan

darah sistolik >140 mmHg. Sebesar 22,5- 27,6% diantaranya mengalami

peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg (BASC: Blood Preassure in

Acute Stroke Collaboration 201; IST: International Stroke Trial 2002).

Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin

yang tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk neurologis.

Bagi sebagian
besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama

setelah awitan serangan stroke Pada pasien stroke intracerebral hemorrhage

(ICH) akut, apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP)

>150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi

intravena secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit. Pada

pasien aneurisma subarachnoid hemorrhage (SAH), tekanan darah harus

dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk

mencegah terjadinya subarachnoid hemorrhage (SAH) berulang. Pada pasien

stroke subarachnoid hemorrhage (SAH) akut, tekanan darah diturunkan hingga

TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai

target TDS dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini

bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan

vasospasme dan komorbiditas kardiovaskular (PERDOSSI, 2011).

Calcium channel blockers mengurangi resistensi perifer dan tekanan darah.

Mekanisme kerja CCB pada hipertensi menghambat masuknya kalsium ke

dalam sel otot polos arteri. Verapamil, diltiazem, dan golongan dihidropiridin

(amlodipine, felodipin, isradipin, nicardipine, nifedipine, dan nisoldipin) sama-

sama efektif dalam menurunkan tekanan darah, dan saat ini banyak disetujui

untuk digunakan di Amerika Serikat. Nifedipine dan agen dihidropiridin lain

yang lebih selektif sebagai vasodilator dan efek depresan jantung lebih rendah

dari verapamil dan diltiazem. Refleks aktivasi simpatik dengan sedikit takikardi

menjaga atau meningkatkan output jantung pada kebanyakan pasien diberikan

dihidropiridin. Pada beberapa studi epidemiologi peningkatan resiko infark

miokard atau kematian pada pasien yang menerima short-acting nifedipine

untuk hipertensi.
Oleh karena itu disarankan bahwa dihidropiridin oral short- acting tidak boleh

digunakan untuk hipertensi. Sustained-release kalsium atau kalsium dengan

waktu paruh panjang mengontrol tekanan dara secara halus dan lebih tepat untuk

pengobatan hipertensi kronis (Katzung, 2012).

Nimodipine dan nicardipine adalah obat calcium channel blockers (CCB) yang

terbukti bermanfaat selama pengobatan perdarahan akut subaraknoid sebagai

profilaksis untuk membantu mencegah spasme. Calcium channel blocker

(nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan penatalaksanaan perdarahan

subaraknoid karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila

vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini menyatakan bahwa

hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin (PERDOSSI, 2011).

3.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik

Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang

paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering

mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga

berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma

tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam

pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami

penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat

muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah

penyebab utama dari disabilitas permanen.

Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta

ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila

terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma,

prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan

tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan

resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral

yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome

fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.

3.11. Pencegahan Stroke Hemoragik

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan

mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun

kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa

pencegahan yangdapat dilakukan adalah:

 Mengatur pola makan yang sehat

 Melakukan olah raga yang teratur

 Menghentikan rokok

 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat

 Memelihara berat badan yang layak

 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi

 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup

 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat

 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah

pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor

risiko yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,

dislipidemia, dan sebagainya.


BAB IV

ANALISA KASUS

Seorang laki-laki diantar oleh keluaragnya ke IGD RSAY tanggal 30-06-

2021 pukul 00.30. Sebelum os tidak sadarkan diri, os mengalami mual muntah

dan nyeri kepala hebat. Pada riwayat penyakit terdahulu os memiliki riwayat

hipertensi terkontrol dengan meminum obat amlodipine. Dan os juga mempunyai

riwayat penyakit stroke.

Pada pemeriksaan fisik didapatan keadaan umum terjadi penurunan

kesaran dengan kesadaran coma dan GCS 3 (E : 1, V : 1, M : 1), tekanan darah

240/114 mmHg, nadi 78 x/menit, respirasi 24 x/menit, suhu 36,6 OC, SpO2 99%.

Pada pemeriksaan thorax didapatkan suara paru vesikuler +/+, wheezizng (-/-),

ronki (-/-), BJ I dan II normal tanpa murmur dan gallops. Pada pemeriksaan

penunjang didapatkan GDS 98 mg/dl, leukosit 5,18 ribu/ µl dan trombosit 126

Ribu/ µl. Pada pemeriksaan penunjang CT Scan didapatkan kesan ICH thalamus

dan ganglia basalis sinistraang menyebabkan herniasi subfaicine 8 mm., IVH,

Athropy cerebri.

Pasien ini didiagnosa sebagai stroke hemoagic dengan ICH dan IVH.

Diagnosis pasien ini ditegakkan melalui alloanamnesis, pemeriksaan fisik dan,

pemeriksaan penunjang.

Os dilakukan tindakan craniotomy pada tanggal 1-7-2021 dengan

tindakan general anestesi, ASA III. Pasca op craniotomy PUKUL 11.00 os

dimasukkan ke ICU dikarenakan terjadi perdarahan yang cukup banyak, TD

140/85 mmHg, HR 128x/menit RR on ventilator. Pengobatan yang dipilih

pada pasien ini berupa


metamizol 3x1, ranitidine 2x1, kalnex 3x500, piracetam 3x1, manitol 4x100. Pukul

06.10 os mengalami bradikardi lalu diberikan epinefrin 1 amp. Pukul 06.45 masih

bradikardi, dan diberikan lagi 1 ampul, dilakukan RJP dan bagging namun tidak

tertolong. Pukul 07.40 os meninggal

Anda mungkin juga menyukai