Anda di halaman 1dari 19

PORTOFOLIO

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PERIODE MEI 2020
STEMI

OLEH:
dr. Aris Mahfuzhi

DOKTER PENDAMPING:
dr.Dicky Erlangga Martha

RSUD DR. A DADI TJOKRODIPO


JL. BASUKI RAHMAT NO. 73 TELUK BETUNG UTARA
KOTA BANDAR LAMPUN
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal 29 Juni 2020 telah dipresentasikan portofolio oleh:

Nama peserta : dr. Aris Mahfuzhi


Dengan judul/topik : STEMI
Nama pendamping : dr.Dicky Erlangga Martha
Nama Wahana : RSUD Dr. A Dadi Tjokrodipo Kota Bandar
Lampung

No. Nama peserta presentasi No Tanda tangan

1. dr. Putri adelina saza 1.

2. dr. Kiki maya suci 2.

3. 3.

4. 4.

5. 5.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya

Pendamping

dr.Dicky Erlangga Martha


PORTOFOLIO

Topik : St Elevasi Myocard Infarct (STEMI)


Tanggal (kasus) : 24 Juni 2020 Presentan : dr.Aris Mahfuzhi
Tanggal presentasi : 29 Juni 2020 Pendamping : dr.Dicky Erlangga Martha
Tempat presentasi : Aula Lt.4 RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung
Obyektif presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatu  Bay  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
s i
 Deskripsi : Tn. R 60 tahun datang diantar keluarganya dengan keluhan nyeri dada
 Tujuan : Dapat menangani kasus Supraventricular tachycardia
Bahan bahasan :  Tinjauan  Riset  Kasus  Audit
Pustaka
Cara membahas :  Diskusi  Presentasi  Email  Pos
dan diskusi

Data pasien : Nama : Tn. R/60tahun No. registrasi : 028097-20


Nama klinik : Telp : - Terdaftar sejak : 20 Juni 2020
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis : STEMI, keadaan umum tampak sakit berat
2. Riwayat Pengobatan : Tidak diketahui
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit : Tidak pernah menderita sakit yang mengharuskan
dirawat atau sakit lainnya, riwayat alergi obat/makanan disangkal oleh keluarga pasien
4. Riwayat Keluarga/ Masyarakat : Tidak ada anggota keluarga yang pernah
mengalami sakit serupa dengan pasien
5. Riwayat Pekerjaan : -
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik : Tinggal bersama keluarga, rumah permanen,
lingkungan rumah padat..
7. Lain-lain : -
Daftar Pustaka :
1. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing. 2010.
3. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran. 2005; 147:
6-9
4. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC. 2007.
5. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Diseases: A Textbook of
Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier. 2008
6. Fauci, Braunwald, dkk. 17thEdition Harrison’s Principles of Internal Medicine. New South
Wales: McGraw Hill. 2010.
Hasil Pembelajaran :
1. STEMI
2. Penatalaksanaan STEMI

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

Subjektif
Os datang dengan keluhan nyeri dada dialami sejak 1 hari SMRS nyeri dirasakan
menjalar hingga ke punggung, nyeri dirasakan -+ 10 menit dan menghilang saat
istirahat. Os juga mengeluh sakit kepala dan nafsu makan turun. BAK normal,
BAB terakhir 3 hari yang lalu.

Riwayat Hipertensi (+) riwayat diabetes mellitus (-) Riwayat penyakit serupa atau
sebelumnya (-) Riwayat penyakit lain sebelumnya (-)

Objektif
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
GCS : E1M1V1
Tanda-tanda vital :
 Tekanan darah 170/90 mmHg
 Nadi 76 x/menit, teraba kuat
 Respirasi rate : 28 x/menit
 Suhu : 36,6 ‘C
Pada pemeriksaan status generalis ditemukan :
 Kepala : Normoochepali, simetris
 Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor (3 mm/3mm), Reflek cahaya (+/+)
 Hidung : Nafas cuping hidung (-)
 Telinga : Darah (-), secret (-).
 Mulut : Mukosa basah (+), sianosis (-)
 Leher : JVP tdk meningkat, trakea di tengah, kaku kuduk
(-)

 Thorax : Emfisema subkutis (-), jejas(-)


 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Batas jantung kesan dalam batas normal
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal,
reguler, murmur (-), gallop (-)
 Paru
 Inspeksi : Gerakan dada simetris, retraksi (-)
 Palpasi : Fremitus raba kanan-kiri simetris
 Perkusi : Sonor (+/+)
 Auskultasi: Vesikuler (+/+) wheezing (-/-) rhonkhi (-/-)
 Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : nyeri tekan tidak dapat dinilai
Perkusi : timpani seluruh lapangan perut
Auskultasi : bising usus (+) normal
 Ekstremitas
Oedem : (-/-)
Akral : sianosis (-), CRT < 2 detik
2. Pemeriksaan penunjang
 Darah Lengkap
Darah Rutin Hasil Rujukan Satuan
Leukosit 12,9* 4 – 10 X103 /uL
Eritrosit 5.17 3.8 – 5.0 X106 /uL
Hemoglobin 11.4 12 – 16 g/dL
Hematokrit 34.7 35 – 45 %
MCV 67.3* 80 – 100 fL
MCH 22* 28 – 34 Pg/Sel
MCHC 32.8 32 – 36 g/dL
Trombosit 309 150 – 450 X103 /uL
MPV 8.8 6.5 – 12 fL
PDW 157 9.0 – 17.0  
RDW – CV 17.8 11 – 16 %
RDW – SD 42.8 35.0 – 56.0 fL
PCT 0.271 0.108 – 0.282 %
Diff Count
Limfosit 23.2 15 – 45 %
Gran% 69.8 50.0 – 70.0 %
MID% 7 4.0 – 10.0 %
Limfosit# 3 1.25 – 4.0 X103 /uL
Gran# 9* 2.50 – 7.00 X103 /uL
MID# 0.9 0.1 – 1.5 X103 /uL
Kimia darah
Glukosa sewaktu 137 <200 Mg/dL
Elektrolit
Natrium 145 135-145 umol/L
Kalium 3.5 3.5-5.0 umol/L
Chloride 105 96-107 umol/L
Kimia jantung
CKMB 16 <25 U/L
EKG :

Intepretasi
• 1.Ritme : Sinus Rhythm
• 2.Heart Rate : 75 kali per menit
• Axis : Normoaxis
• PR Interval : Normal
• ST Segmen : ST Elevasi V2- V5
• Kesimpulan : Infark Miokard akut ekstensif anterior

Rontgen Thoraks
• Thoraks : tampak peningkatan corakan peribronchial pada kedua lapang
paru
• Kesan : pneumonia

Plan
Penatalaksanaan
• IVFD RL xx gtt tpm makro

• O2 2 lpm

• Amlodipin tab 1x 10mg

• Aspilet tab4x 80mg

• Clopidogrel tab 4x 75mg

• ISDN tab 1x5mg


STEMI
1. Definisi
Konsensus internasional mendefenisikan keadaan infark miokard akut
digunakan apabila terdapat bukti nekrosis otot jantung dengan tampilan klinis
yang konsisten dengan keadaan iskemik miokard. WHO memberikan panduan
penegakkan diagnosis infark miokard jika terdapat kombinasi 2 dari 3 keadaan
berikut :
a. Gejala khas infark (nyeri dan rasa tidak nyaman yang tipikal pada dada)
b. Pola EKG yang tipikal
c. Peningkatan serum enzim biomarker jantung
Dikatakan STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) jika pada pasien dapat ditegakkan
infark dengan pola ST Elevasi pada EKG.

1. Faktor Resiko
Dapat dimodifikasi
d. Merokok
e. Hipertensi
f. Diabetes mellitus
g. Dislipidemia
h. Faktor resiko gaya hidup (Obesitas, Inaktivitas fisik dan diet aterogenik)

Tidak dapat dimodifikasi


a. Umur (Laki-laki>45 tahun ; Perempuan >55 tahun )
b. Riwayat keluarga terkena penyakit jantung koroner pada usia dini (Laki-
laki<55 tahun , Perempuan < 65 tahun)

2. Gejala Klinis

Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada


substernum yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang
dijalarkan ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya
rasa tidak enak di dada. IMA sering didahului oleh serangan angina pektoris
pada sekitar 50% pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung
beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan
biasanya tidak banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi
biasanya cepat dan lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada
sebagian kecil pasien (20% sampai 30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada.
Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan
hipertensi serta pada pasien berusia lanjut.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiogarfi (EKG)

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien


dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini
harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan ke Instalasi
Gawat Darurat. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk
STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat
STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12
sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi
perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior,
EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada
ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST
mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya
didiagnosis infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi
infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus tidak total dan
bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina
pektoris tak stabil atau Non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi
segmen ST tidak menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q.
Sebelumnya, istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG
menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark
miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan
sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada
korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural/ transmural)
sehingga terminologi Infark Miokard Akut gelombang Q dan non Q
menggantikan Infark Miokard Akut mural/ nontransmural.
Gambaran spesifik pada rekaman EKG
Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan
resiprokal (depresi ST) pada lead V7-V9
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF,
perubahan resiprokal (depresi ST) V2 , V3, I,
aVL
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6,
perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II,
III, aVF
Posterior Elevasi segmen ST V7,V8,V9, perubahan
resiprokal (depresi ST) pada V1,V2, V3
Ventrikel kanan Elevasi segmen ST V3R-V4R, perubahan
resiprokal (depresi ST) pada lead I, aVL
Septum Elevasi segmen ST pada lead V1,V2, perubahan
resiprokal (depresi ST) pada lead V7, V8, V9

b. Laboratorium

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK)MB dan


cardiac specific troponin cTn T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn
harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan
CKMB, pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi
diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan
ada nekrosis jantung (infark miokard).
 CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10- 24 jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. Operasi
jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
 cTn: ada 2 jenis cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5- 14 hari, sedangkan cTn I setelah 5- 10
hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
 Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai
puncak dalam 4- 8 jam.
 Creatinine kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10- 36 jam dan kembali
normal dalam 3- 4 hari.
 Lactate dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24- 48 jam bila
ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal
dalam 8- 14 hari.

c. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula
digunakan untuk melihat luasnya iskemia bila dilakukan waktu dada
sedang berlangsung.

d. Angiografi Koroner
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan
menggunakan sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan
selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri koroner.

4. Diagnosis

WHO memberikan panduan penegakkan diagnosis Infark Miokard jika


terdapat kombinasi 2 dari 3 keadaan berikut :
a. Gejala khas infark (Nyeri dan rasa tidak nyaman yang tipikal pada dada)
b. Pola EKG yang tipikal : gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal
pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan
ekstremitas
c. Peningkatan serum enzim biomarker jantung

5. Penatalaksaan
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi
yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet, memberi obat
penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam tatalaksana IMA
dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun 2008, tetapi
perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan
kemampuan ahli yang ada.

Pengontrolan nyeri dan rasa tidak nyaman


 Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi
oksigen <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
 Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman
dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5
menit.
o Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan
merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin
dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan
interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
o Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai
STEMI dan efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi
cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis
160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya diberikan peroral
dengan dosis 75-162 mg.
o Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada,
pemberian penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang
biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total
3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali permenit,
tekanan darah sistolik

Stabilisasi keadaan hemodinamik


 Istirahat
 Kontrol tekanan darah dan denyut jantung
 Stool softener

Terapi reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien
STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang
maligna.
Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi
fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI
dapat dicapai dalam 90 menit.
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting
terhadap luas infark dan outcome pasien.Efektivitas obat fibrinolitik dalam
menghancurkan trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan
dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan
infark miokard dan menurunkan angka kematian.
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada
pasien.Jika terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik),
semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakin
kuat keputusan untuk memilih PCI.Jika PCI tidak tersedia, maka terapi
reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko. Adanya
fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat
dikerjakan.

 Percutaneous Coronary Interventions (PCI)


Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului
fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama
infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam
membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome
klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.11,16 PCI primer
lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75
tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-
kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah
hancur dengan obat fibrinolitik. Namun, PCI lebih mahal dalam hal
personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya
sarana, hanya di beberapa rumah sakit.

 Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak
masuk (door to needle time < 30 menit) bila tidak terdapat
kontraindikasi.Tujuan utamanya adalah merestorasi patensi arteri
koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik
antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase,
tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu
konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus
fibrin.
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan
penurunan elevasi segmen ST > 50% dalam 90 menit pemberian
fibrinolitik. Fibrinolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena,
sehingga pada pasien paska CABG datang dengan IMA, cara reperfusi
yang lebih disukai adalah PCI.
Kontraindikasi terapi fibrinolitik :
 Kontraindikasi absolut
1) Setiap riwayat perdarahan intraserebral
2) Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV)
3) Terdapat neoplasia ganas intrakranial
4) Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3
jam
5) Dicurigai diseksi aorta
6) Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi)
7) Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan

 Kontraindikasi relatif
1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau
TDS>110 mmHg)
3. Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau
diketahui patologi intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi
4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau
operasi besar (<3 minggu)
5. Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
6. Pungsi vaskular yang tak terkompresi
7. Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari
sebelumnya atau reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini
8. Kehamilan
9. Ulkus peptikum aktif
10. Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi
risiko perdarahan.

Obat Fibrinolitik
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang
pernah terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya
karena terbentuknya antibodi. Reaksi alergi tidak jarang ditemukan.
Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan
intrakranial yang rendah.
2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies
to Open Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan
mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapatkan tPA
dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih mahal disbanding SK dan
risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.
3) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan
sebanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis
bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang.
4) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki
spesisfisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator
inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 1- B menunjukkan
tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan
yang sama dibandingkan dengan tPA.

Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang
manfaatnya sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti
perdarahan.

Terapi Lainnya
ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua
pasien dengan STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet
(aspirin, clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated
Heparin (UFH) / Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat
beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker.

1) Anti trombotik
Antiplatelet dan antitrombin yang digunakan selama fase awal
STEMI berperan dalam memantapkan dan mempertahankan patensi arteri
koroner yang terkait infark.Aspirin merupakan antiplatelet standar pada
STEMI. Menurut penelitian ISIS-2 pemberian aspirin menurunkan
mortalitas vaskuler sebesar 23% dan infark non fatal sebesar 49%.
Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah
komplikasi trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Penelitian
ADMIRAL membandingkan abciximab dan stenting dengan placebo dan
stenting, dengan hasil penurunan kematian, reinfark, atau revaskularisasi
segera pada 20 hari dan 6 bulan pada kelompok abciximab dan stenting.
Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis
adalah unfractionated heparin (UFH). UFH intravena yang diberikan
sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik
fibrin relatif, membantu trombolisis dan memantapkan serta
mempertahankan patensi arteri yang terkait infark.Dosis yang
direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan
infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam).Activated partial
thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2
kali.
Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal
jantung kongestif, riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2
dimensi atau fibrilasi atrial merupakan risiko tinggi tromboemboli paru
sistemik dan harus mendapatkan terapi antitrombin kadar terapetik penuh
(UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi warfarin minimal 3
bulan.

2) Thienopiridin
Clopidogrel (thienopiridin) berguna sebagai pengganti aspirin
untuk pasien dengan hipersensitivitas aspirin dan dianjurkan untuk pasien
dengan STEMI yang menjalani reperfusi primer atau fibrinolitik.
Penelitian Acute Coronary Syndrome (ACOS) registry
investigators mempelajari pengaruh clopidogrel di samping aspirin pada
pasien STEMI yang mendapat perawatan dengan atau tanpa terapi
reperfusi, menunjukkan penurunan kejadian kasus jantung dan pembuluh
darah serebral (kematian, reinfark non fatal, dan stroke non fatal). Manfaat
dalam penurunan kematian terbesar pada kelompok pasien tanpa terapi
reperfusi awal (8%), yang memiliki angka kematian 1 tahun tertinggi
(18%).

3) Penyekat Beta
Penyekat beta pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat
yaitu manfaat yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang
diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan
sekunder setelah infark. Penyekat beta intravena memperbaiki hubungan
suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi
luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang
serius.
Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian
besar pasien termasuk yang mendapatkan terapi inhibitor ACE, kecuali
pada pasien dengan kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau
fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi
ortostatik, atau riwayat asma).

4) Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan memberikan
manfaat terhadap penurunan mortalitas dengan penambahan aspirin dan penyekat
beta. Penelitian SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE
pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat
infark sebelumnya, dan atau fungsi ventrikel kiri menurun global). Kejadian
infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE
menahun pasca infark.
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien
STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada
pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan
imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global, atau
terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensif.2

Anda mungkin juga menyukai